Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)
Sknario 6 (Ikterus Neonatorum)
PENDAHULUAN
Parameter fungsi hati imatur yang paling banyak diteliti adalah fenomena
ikterus fisiologik. Neonatus normal memperlihatkan peningkatan ringan bilirubin
serum dalam darah tali pusatdengan peningkatan bertahap sampai maksimum 8
mg/dL pada hari ke-3 sampai 5 setelah lahir dan kembali ke nilai normal pada minggu
kedua. Pada bayi yang lahir premature kadar bilirubin serum dapat memuncak pada
kadar yang lebih tinggi dan tetap tinggi untuk periode yang lebih lama. Ikterus
fisiologik dijumpai pada sekitar 60% bayi aterm dan lebih dari 80% bayi premature.
Bilirubin serum mencapai kadar maksimum sebesar 6 mg/dL antara hari ke-2 dan 4
pada bayi aterm, dan 10-12 mg/dL pada hari ke-5 sampai 7 pada bayi premature.
Konsentrasi pigmen menurun secara bertahap, mencapai kadar normal dalam 2
minggu pada bayi aterm dan 2 bulan pada bayi premature. Ikterus fisiologik tidak
menmbulkan kerusakan pada bayi aterm sehat. Risiko ensefalopati bilirubin
meningkat pada kadar bilirubin yang lebih tinggi pada bayi premature atau pada
neonatus dengan distress pernapasana, sepsis, asidosis metabolic, hipoglikemia,
hipoaluminemia, ikterus hemoolitik berat akibat inkompatibilitas golongan darah atau
defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase.1
DEFINISI
Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,
sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada
orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L),
sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL
( >86mol/L).
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin.
Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non
patologis sehingga disebut Excessive Physiological Jaundice. Digolongkan sebagai
ANAMNESIS
Bila pasien datang dengan keluhan anaknya megalami ikterus atau kuning kita
dapat menanyakan mengenai kapan anak tersebut mulai mengalami ikterus lalu
tanyakan juga bagaimana kondisi dari anak itu sendiri apakah anak tersebut
mengalami kesulitan dalam makan, lemah, lesu.
PEMERIKSAAN FISIK
Secara klinis ikterus pada neonarus dapat dilihat segera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian, dengan mengamati ikterus ini pada siang hari dengan lampu
sinar yang cukup. Ikterus akna terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak
terlihat dengan penerangan yang kurang terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.
Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi
sinar. Salah satunya cara pemeriksaan derajat kuning pada neonatus secara klinis
sederhana dan mudah yaitu dengan penilaian menurut kramer. Caranya dengan jari
Diagnosis banding
Penyakit hemolitik
(bilirubin indirek)
Anjuran pemeriksaan
Kadar
bilirubin
inkompatibilitas
serum
darah (Rh,ABO)
berkala, Hb,
sferositosis
Ht,
anemia hemolitik
rerikulosit,
non sferositosis
sediaan
(misal: defisiensi
darah apus
G6PD)
Golongan
darah
ibu/bayi, uji
coomb
Uji tapis
defisiensi
enzim
Uji serologi
terhadap
TORCH
prematur
Kuning fisiologik
biakanUrin
Sepsis
Pemeriksaan terhadap
infeksi bakteri
Darah
ekstravaskular
uji coomb
Polisitemia
Sferositosis
kongenital
Hari ke-5 sd ke-10
Sepsis
Defisiensi G6PD
Hipotiroidisme
Pemeriksaan terhadap
Galaktosemia
sepsis
Obat-obatan
Atresia biliaris
Hepatitis neonatal
biakan urin
Kista kolediokus
Sepsis (terutama
TORCH
infeksi saluran
kemih)
Biopsi hati
Stenosis pilorik
Kolesistografi
Uji Rose-bengal
ETIOLOGI
1.
2.
3.
4.
EPIDEMIOLOGI
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat
penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan
konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kea rah terjadinya kernikterus atau
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikenalikan. Ikterus ini dapat terjadi
di seluruh dunia.3
Faktor resiko
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:
1.
2.
peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam
3.
4.
infeksi
hipoglikemia, hiperkarbia
hiperosmolaritas darah
ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hari (NCB) atau 14 hari
(NKB).4,5
PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan hdala apabila terdapat penambahan beban bilirubin
pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosis, polisitemia, memendekkan umur eritrosis
janin/bayi,meningkatkan bilirubin dari sumber lain atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambulan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y brkurang atau pada
keadaan protein Y dan protein Z terikat leh anion lain, misalnya pada bayi yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuroil transferase) atau bayi yang menderita
gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran
empedu intra/ekstrahepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin
melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar biliruin
tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir
rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang
terjadi karena trauma atau infeksi.5
MANIFESTASI KLINIK
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. bayi
baru lahir tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100
mikro mol/L (1 mg/dl=17,1 mikro mol/L).1-4
metabolisme bilirubin
sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme
dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan
albumin dibawa ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada
reaksi yang dikatalisasi oleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi)
disekresikan ke traktus bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastroinstestinal.
Pada bayi baru lahir yang ususnya bebas dari bakeri, pembentukan sterkobilin tidak
terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak mengandung beta glukuronidase yang
menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi biliruin indirek dan akan direabsorbsi
kembali melalui sikulasi enerohepatik ke aliran darah.3,5
DIAGNOSIS
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini
anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau
terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor resiko kehamilan dan
persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi.
Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan
dengan tindakan atau komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama kehamilan
atau persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi
intrauterin, infeksi intranatal dan lain-lain.
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa
hari kemudian. Ikterus yang tampakpun sangat tergantung kepada penyebab ikterus
itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna
kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi
empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada
penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulit dipastikan secara klinis
karena sangat dipengaruhi warna kulit. Penilaian akan lebih sulit lagi apabila
penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya
memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang.
Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, ptekie, pembesaran lie
dan hepar, pendarahan ertutup, ganggan nafas, gangguan sirkulasi atau gangguan
saraf. Keadaan tadi biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia
berat.4-5
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis
dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang
erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Ikterus yang timbul hari pertama
sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah
(ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksi intra uterin seperti rubela, penyakit
sitomegali, toksoplasmosis atau sepsis bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus
pada hari pertama. Pada hari kedua dan ketiga ikterus yang terjadi biasanya
merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan penyebab lain seperti
inkompatibilitas golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis karena
pendarahan tertutup, kelainan morfologi eritrosit, sindrom gawat nafas, toksisitas
obat, defisiensi G6PD dan lain-lain. Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5
mungkin merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang menderita
sindrom gawat afas, sindrom Crigler-Najjar, sindrom Gilbert, bayi dari ibu penderita
diabetes melitus dan lain-lain. Selanjutnya ikterus setelah minggu pertama biasanya
terjadi
pada
atresia
dukus
koledokus,
hepatitis
neonatal,stenosis
pilorus,
PROGNOSIS
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek
telah melalui sawar darah otak.
kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera
terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada
masa neonatus gejala mungkinsangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan
minum, hipotonia. Selajutnya bayi mugkin kejang, spastik. Pada stadium lanjut
mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi
mental di hari kemudian. Dengan memperhatiakn hal diaas, maka sebaiknya pada
semua penerita hiperbiliruinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik alam hal
pertumbuhan fisis dan motorik ataupun perkembangan mental serta ketajaman
penengarannya.5
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapainilai yang dapat
menimbulkan kerikterus atau ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung
ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar
konjugasi bilirubi dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan
merangsang terbentuknya glukuronil tranferase dengan pemberian obat seperti
luminal atau agar.
Pemberian subtrat yang dapat menghambt metabolisme bilirubin (plasma atau
albumin), mengurangi sirkulasi eterohepatik (pemberian klesteramin), terapi sinar
atau transfusi tukar, meupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan
kadar bilirubin.5,6
Terapi sinar
Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi
bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z bilirubin menjadi
senyawa berbentuk 4Z, 15E bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk
isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresikan oleh hatike
dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus
meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. Itulah sebabnya
terapi sinar secara klinis terlihat tidak bekerja efektif apabila terdapat gangguan
peristaltik seperti obstruksi usus atau bayi dengan enteritis. Pada keadaan ini biasanya
terjadi peningkatan reabsorbsi siklus enterohepatik.5,6
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari 10 buah lampu neon yang
diletakkan secara paralel dan di pasang dalam kotak yang berventilasi . agar byi
mendapatkan energi cahaya yang optimal (350-470 nanometer), lampu diletakkan
pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglas biru yang
berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat utuk penyinaran.
Transfusi darah tukar dilakukan apabila fototerapi tidak dapat mengendalikan kadar
biliruin.8
KOMPLIKASI
Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologist akibat pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi di dalam sel-sel otak. Resiko pada bayi dengan eritroblastosis foetalis
secara langsung berkaitan dengan kadar bilirubin serum, hubungan antara kadar
bilirubin serum dan kernikterus pada bayi cukup bulan yang sehat masih belum pasti.
Bilirubin indirek yang larut dalam lemak dapat melewati sawar darah otak dan masuk
ke otak dengan cara difusi apabila kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin protein
plasma lainnya terlampaui dan kadar bilirubin bebas dalam plasma bertambah. Cara
lain, bilirubin dapat memasuki otak pasca kerusakan sawar darah otak oleh karena
asfiksia atau hiperosmolalitas.
Pada setiap bayi, nilai persis kadar bilirubin yang bereaksi indirek atau kadar bilirubin
bebas dalam darah yang kalau dilebihi akan bersifat toksik tidak dapat diramalkan.
Tetapi kernikterus jarang terjadi pada bayi cukup bulan yang sehat dan pada tidak
adanya hemolisis yaitu bila kadar serum berada di bawah 25 mg/dL. Lamanya waktu
pemajanan yang diperlukan untuk menimbulkan untuk menimbulkan pengaruh toksik
juga belum diketahui.3,5,6
PENCEGAHAN
Tidak ada yang dapat dicegah karena hiperbilirubinemia ini memang sering
terjadi pada anak yang baru lahir.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rudolph AM. Buku Ajar Pediatrik Rudolph.Ed 20.Jakarta: EGC; 2006 p.245-6
2.
Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku
Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna
untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001.
3.
4.
Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Ed 15.
Jakarta: EGC;1999 p.610-16
5.
6.
Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak
3. Ed IV. Jakarta: Infomedika. 2007.
7.
8.