PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Hukum laut merupakan cabang hukum internasional. Semenjak berakhirnya
Perang Dunia II, hukum laut mengalamai revolusi atau perubahan-perubahan
mendalam sesuai dengan perkembangan-perkembangan dan tuntutan-tuntutan zaman.
Dewasa ini peran hukum laut sangat menonjol dalam mengatur sejauh mana
kekuasaan suatu negara terhadap laut dan tentang kekayaan yang ada di dalamnya.
Pada awalnya hukum laut hanya mengurus kegiatan-kegiatan di atas
permukaan laut, tetapi sekarang ini perhatian juga telah diarahkan pada dasar laut dan
kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya.
Justru untuk menggunakan kekayaan laut itulah, hukum laut semenjak
beberapa dekade terakhir telah berupaya keras bukan saja untuk menentukan sampai
berapa jauh kekuasaan suatu negara teradap laut yang menggenangi pantainya, sampai
sejauh mana negara-negara pantai dapat mengambil kekayaan-kekayaan
yang
terdapat di dasar laut dan di atasnya, tetapi juga untuk mengatur eksploitasi daerahdaerah dasar laut yang telah dinyatakan sebagai warisan bersama umat manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Definis Laut
Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi.
Laut menurut definisi hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas
1
di seluruh permukaan bumi. Jadi, Laut Mati, Laut Kaspia, dan Great Salt Lake yang ada
di Amerika Serikat dari segi hukum tidak dapat dikatakan laut karena laut-laut tersebut
tertutup dan tidak mempunyai hubungan dengan bagian-bagian laut lainnya di dunia.
Pentingnya hukum laut
Pentingnya laut dalam hubungan antarbangsa menyebabkan pentingnya pula arti
2.2.
hukum laut internasional. Tujuan hukum ini adalah untuk mengatur kegunaan rangkap
dari laut, yaitu sebagai jalan raya dan sebagai sumber kekayaan serta sebagai sebagai
sumber tenaga. Karena laut hanya dapat dimanfaatkan dengan kendaraan-kendaraan
khusus, yaitu kapal-kapal, maka hukum laut harus menetapkan status kapal-kapal
tersebut. Di samping itu, hukum laut juga harus mengatur kompetisi antara negaranegara dalam mencari dan menggunakan kekayaan yang diberikan laut, terutama sekali
antara negara-negara maju dan berkembang.
Sumber-sumber hukum laut
Hukum kebiasaan adalah ketentuan-ketentuan umum mengenai hukum laut yang
2.3.
dipakai, terutama sampai tahun 1958. Hukum kebiasaan ini lahir atas perbuatan yang
sama yang dilakukan secara terus-menerus atas dasar kesamaan kebutuhan di laut.
Sumber-sumber hukum laut yang sah adalah hasil konferensi PBB pada tahun 1958
di Jenewa. Konferensi yang dilaksanakan pada 24 Februari sampai dengan 29 April 1958
itu dinamakan Konferensi PBB I tentang Hukum Laut, berhasil menelorkan 4 konvensi,
yaitu:
1. Convention on the Territorial Sea and Contiguous zone (Konvensi mengenai
Laut Wilayah dan Zona Tambahan), mulai berlaku 10 September 1964.
2. Convention on the High Seas (Konvensi mengenai Laut Lepas), mulai berlaku
30 September 1962.
3. Convention on Fishing and Convention of the Living Resources of the High
Seas (Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut
Lepas), Mulai berlaku 20 Maret 1966.
4. Convetion on the Continental Shelf (Konvensi mengenai Landas Kontinen),
mulai berlaku 10 Juli 1964.
A. Konferensi PBB III Tentang Hukum Laut
Konferensi ini menghasilkan beberapa kesepakatan dan pendapat, diantaranya:
1. Declaration of Principles Governing the Sea-bed and Ocean Floor, and the Subsoil
Thereof Beyond the Limits of National Jurisdiction, memutuskan bahwa daerah
dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya dinyatakan sebagai warisan bersama
umat manusia.
2. Konferensi ini menghasilkan beberapa konvensi tentang hukum laut (konvensi
hukum laut) yang harus diutamakan dari konvensi-konvensi sebelumnya.
B. Laut Lepas
2
Pasal 86 Konvensi PBB tentang hukum laut menyatakan bahwa Laut Lepas
merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi
eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau
dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Prinsip hukum yang mengatur
rezim laut lepas adalah prinsip kebebasan.
Penelitian mengenai laut lepas terdiri atas tiga bagian, yaitu:
i. Prinsip kebebasan di laut lepas
ii. Status hukum kapal-kapal di laut lepas
iii.
Pengawasan-pengawasan di laut lepas.
1. Prinsip Kebebasan di Laut Lepas
a. Pengertian prinsip kebebasan
Menurut pasal 87 Konvensi, kebebasan di laut lepas berarti bahwa laut lepas
dapat digunakan oleh negara manapun. Kebebasan-kebebasan yang dimaksud
dalam pasal 87 adalah:
1) Kebebasan berlayar;
2) Kebebasan penerbangan;
3) Kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut;
4) Kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi-instalasi lainnya
yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional
5) Kebebasan menangkap ikan
6) Kebebasan riset ilmiah
domaine
diutamakan adalah
untuk dinas
pemerintahan dan bukan untuk tujuan swasta. Yang termasuk kapal-kapal publik
adalah kapal perang, kapal-kapal publik non-militer (kapal-kapal pemerintahan,
kapal-kapal riset, kapal-kapal pengawasan pantai dan lain-lain), kapal organisasiorganisasi internasional (PBB). Yang termasuk kapal-kapal swasta adalah kapalkapal dagang yang dipakai untuk tujuan komersial. Sebuah kapal negara yang
dipakai untuk tujuan komersial adalah kapal swasta.
4
Konvensi 1982 adalah ketentuan untuk menyempurnakan ketentuanketentuan Konvensi Jenewa. Ketentuan pasal 76 Konvensi tahun 1982
mengatur bahwa lebar landas kontinen adalah:
Negara-negara yang pinggiran luar tepi kontinennya kurang
dari
200
mil,
lebar
landas
kontinen
negara
tersebut
nasional,
perhubungan,
telekomunikasi,
perikanan,
keperluan lainnya.
2) Konferensi Institut de Droit Internasional di Stockholm tahun 1928, juga
menegaskan teori in; Negara-negara mempunyai kedaulatan atas bagian
laut yang menggenangi pantainya dengan kelebaran 3 mil atau lebih.
c. Yurisprudensi internasional
Keputusan tanggal 29 Juni 1933 oleh suatu komisi Amerika Serikat,
Panama dalam sengketa la compania de navigacion nacional. Bahwa
the completeness of the sovereignity yang dimiliki negara pantai
teritorial negara lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif.
c. Delimitasi Laut Wilayah
Menurut Pasal 15 Konvensi Hukum Laut 1982, delimitasi laut wilayah
menggunakan prinsip garis tengah dalam menetapkan garis batas laut wilayah,
kecuali jika ada alasan hak historis atau keadaan lain. Selain itu, UU No. 6
tahun 1996 tentang Perairan Indonesia juga telah mengatur tentang masalah
delimitasi laut wilayah. Pasal 10 menyatakan bahwa dalam hal pantai
Indonesia letaknya berhadapan atau berdampingan dengan negara lain, kecuali
ada persetujuan yang sebaliknya, garis batas laut teritorial antara Indonesia
dengan negara tersebut adalah garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya
dari titik-titik terdekat pada garis pangkal darimana lebar laut teritorial
masing-masing negara diukur.
3. Wewenang Negara Pantai
Negara pantai mempunyai wewenang penuh bukan saja terhadap udara di atas
laut wilayah tetapi juga atas semua sumber-sumber kekayaan yang terdapat di
dalam laut, di dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya.
Menurut pasal 25 konvensi 1982, wewenang negara pantai adalah:
Mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam laut wilayahnya
persinggahan di pelabuhan
Menangguhkan sementara bagian tertentu laut teritorialnya bagi lintas
damai kapal asing apabila penangguhan demikian sangat diperlukan
untuk perlindungan keamananya.
11
Wewenang negara pantai juga adalah hak lintas damai dan hak menangkap
ikan.
4. Zona Tambahan
Zona tambahan merupakan zona transisi transisi antara laut lepas dan laut
wilayah. Zona tambahan ini berfungsi untuk mengurangi kontras antara laut
wilayah yang rezimnya tunduk seluruhnya pada kedaulatan negara pantai dan laut
bebas dimana terdapat rezim kebebasan.
Menurut pasal 33 ayat 2Konvensi, zona tambahan tidak dapat lebih dari 24 mil
laut dari garis pangkal darimana lebar laut wilayah diukur. Lebar zona tambahan
adalah 12 mil.
F. Konsepsi Negara Kepulauan
1. Hukum Laut Indonesia di Zaman Kolonial
Di masa lampau, perairan Indonesia diatur dalam oleh Teritoriaal Zee en
Maritieme Kringen Ordonnantie tahun1939, tercantum dalam staatsblad 1939 No.
442 dan yang mulai berlaku tanggal 25 September 1939. Mengenai laut laut
wilayah, pasal 1 ordonansi tersebut menyatakan bahwa lebar laut wilayah
Indonesia adalah 3 mil laut, diukur dari garis air rendah dari pulau-pulau yang
termasuk dalam daerah Indonesia.
2. Lahirnya Konsepsi Negara Kepulauan
Pada tanggal 13 Desember 1957, pemerintah mengeluarkan ketentuan dalam
bentuk pengumuman yang dikenal dengan nama Deklarasi Djuanda, yang berisi:
Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulaupulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia dengan tidak
memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari pada
wilayah daratan negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan
bagian dari perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak dari
Negara Republik Indonesia.
Lalu lintas damai di perairan pedalaman ini bagi kapal asing terjamin selama
dan sekadar tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan negara
Indonesia. Penentuan batas laut teritorial yang lebarnya 12 mil yang diukur dari
garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang terluar pada pulau-pulau
Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan Undang-undang.
Inilah yang dinamakan Wawasan Nusantara, Konsepsi Nusantara yang
bertujuan untuk menjamin kepentingan-kepentingan nasional dan keutuhan
wilayah indonesia. Undang-undang No. 4 Prp. 1960 menyatakan bahwa seluruh
kepulauan dan perairan Indonesia adalah suatu kesatuan dimana dasar laut,
12
pedalaman Indonesia.
Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut selebar 12 mil laut yang garis
luarnya diukur tegak lurus atas garis dasar atau titik pada garis dasar
yang terdiri dari garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik
terluar pada garis air rendah daripada pulau-pulau atau bagian pulaupulau yang terluar dalam wilayah indonesia dengan ketentuan bahwa
jika ada selat yang lebarnya tidak melebihi 24 mil laut dan negara
Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, garis batas laut
hayati laut. Indonesia sudah dilengkapi dengan UU NO. 5 1983 dan PP No. 15
tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Hayati Laut di Zona Ekonomi
Eksklusif.
f) Landas Kontinen
Untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi, Indonesia telah
mengeluarkan peraturan pemerintah mengenai landas kontinen Indonesia
tanggal 17 Februari 1969 dan UU No. 1 tanggal 6 Januari 1973.
g) Penentapan Alur Laut Kepulauan Indonesia
Undang-undang No. 6 tahun 1996 berisikan ketentuan penetapan lintas alur
laut kepulauan.
6. Undang-undang No. 6 tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia.
Menurut pasal 2 UU 1996, Negara RI adalah negara kepulauan, yang berarti:
segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau
bagian pulau-pulau yang termasuk daratan negara RI
dengan tidak
batas maritim.
G. Kawasan Dasar Laut Internasional
Majelis umum PBB dalam resolusinya tanggal 17 Desember 1970 menyatakan
bahwa dasar-dasar laut dan samudera beserta lapisan tanah di bawahnya yang berada
di luar batas yurisdiksi nasional dengan segala macam kekayaannya adalah milik
bersama umat manusia.Persoalan pokok yang harus diselesaikan ialah dimana
15
berhentinya kedaulatan nasional dan kapan mulainya kawasan dasar laut internasional
tersebut.
Kekayaan-kekayaan dasar samudera dimanfaatkan untuk kesejahteraan
keseluruhan umat manusia sesuai dengan resolusi-resolusi majelis umum PBB. Tetapi
harus ditentukan terlebih dahulu bagian-bagian mana dari laut permukaan bumi ini
yang dapat dijadikan kawasan dasar laut internasional, siapa atau organisasi mana
yang harus mengadakan eksplotasi kekayaan-kekayaan tersebut, bagaimana status dan
fungsinya serta bagaimana cara-cara eksploitasi dan pembagian dari kekayaan laut
tersebut.
Pada umumnya negara pantai menuntut yurisdiksi nasioal untuk menguasi
sumber kekayaan di daerah laut dan untuk menjamin kepentingan nasional lainnya.
Sementara negara-negata tidak berpantai menuntut yurisdiksi yang sekecil mungkin
bagi negara-negara pantai atas laut di sekitarnya.
Pengelolaan kekayaan dasar laut internasional bukanlah hal yang mudah. Oleh
karena itu harus dibentuk beberapa organ dan mekanisme, diantaranya:
1) Mekanisme Kelembagaan
2) Ketentuan-ketentuan Eksploitasi
3) Persetujuan Implementasi 1994
H. Penyelesaian Sengketa Menurut Konvensi Hukum Laut
Sengketa hukum laut diselesaikan melalui mekanisme-mekanisme dan
institusi-institusi peradilan internasional yang telah ada seperti Mahkamah
Internasional. Sistem peradilan internasional merupakan yang pertama kali yang
dapat mengarahkan negara-negara peserta untuk menerima prosedur memaksa.
Jika melalui prosedur di atas para pihak tetap belum dapat menyelesaikan
sengketanya, maka diterapkan prosedur selajutnya yaitu menyampaikan ke salah satu
badan peradilan yang disediakan oleh konvensi, yaitu:
Tribunal Internasional untuk hukum laut
Mahkamah internasional
Tribunal Arbitrasi
Tribunal Arbitrasi Khusus
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum laut merupakan cabang hukum internasional. Hukum laut mengatur tentang
kegiatan-kegiatan di atas permukaan laut juga kegiatan-kegiatan pada dasar laut, misalnya
mengatur tentang eksplorasi dan eksploitasi kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya.
Oleh karena itu hukum laut sangat penting dalam mengatur tentang masalah yang ada di laut
baik di permukaan, di bawah permukaan laut maupun di atas permukaan laut.
Hukum laut tersebut bersumber dari berbagai konvensi yang dibuat oleh dunia
internasional, organisasi internasional dan kesepakatan internasional. Konvensi-konvensi itu
diantaranya ada yang mengatur tentang prinsip kebebasan di laut, tentang status hukum
kapal-kapal yang ada di laut, dan mengenai pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan di
laut.
Hukum laut juga mengatur tentang pembagian laut (Laut Lepas, landas kontinen, dan
Zona Ekonomi Eksklusif) dan ketentuan-ketentuan hukum terhadap laut-laut tersebut.
Ketentuan hukum itu misalnya mengenai cara penarikan garis pangkal dan garis batas atas
laut-laut tersebut.
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai kedudukan strategis di dalam
hubungan internasional. Setelah diakuinya Indonesia secara resmi sebagai negara kepulauan
oleh negara-negara luar, maka kedudukan Indonesia di dunia internasional sangat penting,
khususnya dalam bidang pelayaran.
Jika terjadi perselisihan atau sengketa yang terjadi dalam bidang hukum laut maka
dunia internasional menyediakan suatu sistem penyelesaian sengketa yang sangat kreatif.
Sistem penyelesaian sengketa dilakukan melalui peradilan internasional, mahkamah
internasional, tribunal internasional dan tribunal arbitrasi.
17
Daftar Pustaka
Mauna, Boer. Hukum Internasional. 2011. Bandung: PT. Alumni
18