Anda di halaman 1dari 3

EpidemiologiCryptococcus neoformans merupakan jamur yang paling

sering menyebabkan infeksi oportunistik pada sistim saraf pusat pasien


dengan HIV-AIDS. Insiden meningitis kriptokokus semakin meningkat
sejalan dengan semakin banyaknya kasus HIV-AIDS. Hal ini tercermin
dari temuan Departemen Parasitologi FKUI yang mendapatkan infeksi
jamur C. neoformans pada 21.9% penderita HIV-AIDS. Thailand juga
memiliki angka yang tidak jauh berbeda, yakni 18,5%. Infeksi jamur ini
cukup mematikan. Mortalitasnya sebelum era HAART berkisar antara
10-30% bahkan di negara maju sekalipun. Kompleksitas kasus dengan
pengobatan anti jamur yang tidak adekuat ditambah lagi dengan
permasalahan peningkatan tekanan intrakranial membuat keberhasilan
penanganan meningitisi kriptokokus menjadi rendah. Setelah era
HAART insiden meningitis kriptokokus menurun di negara-negara maju.
Namun tidak demikian dengan negara berkembang termasuk Indonesia
di mana akses untuk mendapatkan ARV belum terjangkau oleh semua
penderita HIV.
Cryptococcus neoformansC neoformans merupakan jamur saprofit
yang banyak ditemukan di sekitar lingkungan manusia. Dikenal 2
spesies Cryptococcus yang banyak dihubungkan dengan infeksi pada
manusia, yaitu C. neoformans dan C. gatii. Pada pasien
immunosupresan infeksi sering kali disebabkan oleh C. neoformans,
sedangkan infeksi C. gatii lebih banyak ditemukan pada
imunokompeten. C. neoformans banyak ditemukan pada kotoran
burung merpati sedangkan C. gatii pada kulit pohon di daerah tropis
dan
subtropis.Organisme
ini
dapat
menginfeksi
pasien
imunocompromised
maupun
imunokompeten.
Cryptococcus
merupakan basidiomisetes berkapsul yang dapat hidup di tubuh
manusia maupun hewan. Kapsul Cryptococcus terutama tersusun oleh
polisakarida (Glucuronoxylomannan (GXM)) yang merupakan salah satu
faktor penentu virulensi. Cryptococcus yang tidak berkapsul bersifat
avirulen. Sedangkan yang berkapsul lebih virulen dengan derajat
virulensi yang bervariasi. Hal ini disebabkan kapsul polisakarida
bersifat antifagositik dan dapat menghambat respon imun selular
maupun humoral. Selain itu jamur ini juga dapat memproduksi
melanin. Melanin akan melindungi jamur ini dari berbagi oksidatif.
Melanin juga membuat jamur ini lebih tahan terhadap amphoterisin B.
C. neoformans memiliki enzim fenooksidase yang dapat mengubah
DOPA menjadi melanin melalui beberapa tahap reaksi. Salah satu
tempat predileksi C. neoformans adalah otak, organ yang memiliki
banyak DOPA.Tidak hanya melanin, C neoformans juga memproduksi
D-manitol. Manitol akan melindungi jamur dari proses oksidatif. Selain
itu tingginya konsentrasi manitol di SSP akan menyebabkan edama
otak.
PatogenesisC. neoformans masuk ke dalam tubuh manusia melalui

sistim pernafasan. Untuk dapat masuk ke dalam alveolus jamur ini


harus menyesuaikan diri. Umumnya berukuran 4um dan kapsulnya tipis
(dehydrted). Setelah masuk ke dalam alveolus, kapsul jamur akan
mengalami rehidrasi dan kembali menjadi tebal. Bergantung pada
status imun penderitanya, jamur yang masuk ke paru-paru dapat
asimptomatik. Jamur ini selanjutnya akan menyebar secara
hematogen ke berbagai organ lain termasuk otak. Jamur ini akan
berproliferasi di ruang subarakhnoid. Respon dari makrofag
menyebabkan terbentuknya giant sel serta fokal granuloma. C.
neoformans juga akan mengisi ruang Virchow Robin yang menyebabkan
pelebaran ruang perivaskular.Respon imun selular sangat berperan
melawan jamur ini, termasuk di dalamnya CD4 dan CD8.Infeksi jamur
kriptokokus banyak ditemukan pada mereka yang memiliki kadar CD4
di bawah 100 sel/l dan dapat muncul bersamaan dengan infeksi
oportunistik lainnya.
Gejala KlinisSakit kepala dan demam merupakan manifestasi klinis
meningitis kriptokokus yang paling sering. Umumnya sakit kepala telah
berlangsung lebih dari 2 minggu. Mual dan muntah juga dilaporkan
menyertai keluhan sakit kepala ini. Pada kondisi lanjut dapat muncul
neuropati nervus kranialis. Gangguan penglihatan dan papiledema juga
ditemukan pada beberapa kasus.Meningitis kriptokokus meskipun
jarang juga dapat muncul dengan gejala psikiatri dan perubahan
perilaku. Gejala demensia juga pernah dilaporkan.
DiagnosisJamur C. neoformans dapat ditemukan pada cairan
serebrospinal dengan pewarnaan tinta india terutama pada pasien
dengan HIV-AIDS (70-90%). Jamur ini juga dapat dikultur dari bahan
cairan serebrospinal.Pemeriksaan titer antigen cryptococcus cairan
serebrospinal memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang cukup tinggi.
Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan pada bahan serum. Bila pada
seorang penderita HIV-AIDS didapatkan hasil pemeriksaan antigen
serum yang positif maka kemungkinan infeksi di sistim saraf pusat
harus disingkirkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal.Analisa
cairan otak kadang normal atau hanya memperlihatkan sedikit
abnormalitas. Jumlah sel bervariasi. Umumnya normal atau sedikit
meningkat. Kadar glukosa cairan serebrospinal menurun dan protein
biasanya meningkat. Tekanan bukaan sering kali meningkat cukup
tinggi hingga lebih dari 500 mmH2O.Pemeriksaan CT Scan dan MRI
tidak memperlihatkan gambaran yang khas. Penyangatan meningeal
tampak pada pewarnaan dengan kontras. Pelebaran ruang Virchow
Robin tergambar sebagai fokus multipel yang tidak menyangat yang
sering ditemukan pada basal ganglia.
TatalaksanaObat pilihan untuk meningitis kriptokokus adalah
Amphotericin B. Antifungal ini bekerja dengan berikatan dengan

ergosterol pada membran dan mempengaruhi permeabilitasnya.


Infectious Disease Society of America merekomendasikan pemberian
Amphotericin B (0.7-1mg/KgBB) I.V bersamaan dengan Flucytosine
(100mg/KgBB) sebagai terapi induksi. Bila Flucytosine tidak tersedia,
Amphotericin B dapat diberikan sebagai regimen tunggal. Terapi
induksi diberikan selama 2 minggu. Bila sudah tidak ditemukan lagi
jamur di cairan serebrospinal terapi dilanjutkan dengan fase
pemeliharaan dengan flukonazol 400mg selama 8 minggu.Selama
pemberian Amphotericin B perlu dipantau fungsi ginjal dan elektrolit
dalam darah mengingat obat ini bersifat nefrotoksik dan
mempengaruhi keseimbangan elektrolit.Salah satu komplikasi yang
sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas adalah peningkatan
tekanan intrakranial. Lumbal pungsi berulang dapat membantu
menurunkan tekanan intrakranial. Lumbal pungsi dapat dilakukan
setiap hari atau sesuai dengan gejala klinis. Sebaiknya sebelum
dilakukan prosedur ini pasien menjalani pemeriksaan CT Scan untuk
menyingkirkan adanya massa intrakranial.Bila dengan lumbal pungis
berulang tekanan intrakranial tetap tinggi (>400 mmH20) maka
disarankan untuk dilakukan lumbar drainage.Pemberian manitol,
steroid dan asetazolamid tidak memperlihatkan manfaat yang
bermakna pada kasus meningitis kriptokous.
Kepustakaan
1.

2.
3.
4.
5.
6.

Berger JR, Cohen BA. Opportunistic infection of the nervous system in


AIDS. In: Gendelman HE, Grant I, Everall IP, Lipton SA, Swindells S,
editors. The Neurology of AIDS. 2nd ed. New York: Oxford University
press; 2005.p.485-530.
Collazos J. Opportunistic Infection of the Central Nervous System in
HIV-Infected Individuals. In: Roos KL, editor. Principles of Neurologic
Infectious Diseases. New York: McGraw-Hill; 2005.p. 77-102.
Saag MS, Graybill RJ, Larsen RA, Pappas PG, Perfect JR, Powderly
WG et al. Practice Guidelines for the Management of Cryptococcal
Disease. Clinical Infectious Diseases 2000; 30:710-8.
Bicanic T, Harrison TS. Cryptococcal meningitis. British Medical Bulletin
2004; 72:99-118.

Anda mungkin juga menyukai