Sering disebut juga clinical practice Bekerja sama dengan profesi lain,
organisasi lain dan institusi lain Menjalankan berbagai peran selain
memberikan pelayanan tatap muka dengan klien Bekerja dengan individual,
pasangan, keluarga dan kelompok Direct Practice
3. Philosophy of Direct Practice Prinsip-prinsip dalam Direct Practice (Hepworth,
D.H., Rooney, R.H. & Larsen, J. 2002) 1. Masalah yang dihadapi sebagai akibat
dari kurang sumber, pengetahuan dan keterampilan 2. Pekerja sosial
menegosiasikan sistem dan mengadvokasi klien agar mendapatkan akses
terhadap pemenuhan hak, sumber- sumber dan pelayanan
4. Philosophy of Direct Practice 3. Setiap orang mampu membuat pilihan dan
keputusannya sendiri 4. Pekerja sosial berperan untuk merangsang sistem
pemberian pelayanan yang lebih sistematis 5. Disaat bekerja dengan klien yang
terpaksa, maka pekerja sosial perlu melakukan negosiasi secara berkali-kali 6.
Beberapa klien meminta pertolongan pekerja sosial dan berharap mengalami
perubahan setelah dibantu pekerja sosial
5. Philosophy of Direct Practice 7. Semua klien, baik yang terpaksa maupun yang
sukarela, berhak diperlakukan sesuai dengan HAM 8. Pekerja Sosial bertanggung
jawab untuk membantu klien menemukan kekuatan mereka dan memastikan
bahwa mereka mampu berubah 9. Meskipun masa lalu penting untuk diketahui,
namun, masalah dapat diatasi dengan fokus kepada pilihan yang ada saat ini
dan memobilisasi kekuatan dan pola-pola adaptasi yg ada
6. Pemelihara System: mengases organisasi pemberi pelayanan, fasilitator,
anggota tim, konsultan (Hepworth, D.H., Rooney, R.H. Peneliti Pengembang
System: Perancang program, perencana, perancang kebijakan, advokat
Penghubung System: Broker, case manager, mediator/advokat Pemberi
Pelayanan Langsung: Konselor, terapis keluarga/terapis perkawinan, pelayanan
bekerja dengan kelompok, pemberi informasi Peran Pekerja Sosial & Larsen, J.
2002)
7. Bidang kerjanya sangat bervariasi: melakukan konseling, memfasilitasi
pelatihan, menempatkan anak dalam sistem keluarga angkat, memberikan
pelayanan perlindungan bagi anak2 yang mengalami kekerasan, mencarikan
rumah perawatan bagi orang yang membutuhkan, menjadi petugas lembaga
pemasyarakatan, bekerja dalam seting rumah sakit, bekerja dalam tim
Pekerjaan sosial di Indonesia tidak mempunyai akar sejarah. Masa kejayaan kerajaan
Budha, Hindu dan Islam, kegiatan karitas belum sempat terorganisasikam dan penjajah tidak
mewariskan lembaga kesejahteraan sosial
-
Indonesia tidak mengalami krisis dan permasalahan sosial dampak revolusi industri
Tidak mempunyai kelas menengah yang kuat dalam mendukung kegiatan karitas
Mayoritas agama Islam. Praktek pekerjaan amal tertuang dalam sistem pemberian
UUD 1945 menganut sistem kesejahteraan, tetapi Negara belum sanggup memenuhi
kebutuhan.
-
PBB melihat bahwa konsep Community Development (CD) sesuai untuk mengatasi
Tahun 1950an, PBB dan Negara barat mengembangkan teori dan praktek serta
menyelenggarakan pelatihan CD bagi para pejabat pemerintah di Negara yang baru merdeka
-
Enam ahli didatangkan diantaranya: Prof. Dr. Herbert Bisno, Prog. Dr. Irving
Sosial Desa (LSD). Tahun 1970 LSD dibentuk diseluruh desa di Indonesia.
Menurut
Prof.
soematri
P.HS,
bahwa
keadaan
pekerjaan
sosial
sebelum
utamanya
kesejahteraan
sosial
di
pedesaan
berdasarkan
adat
telah
dilaksanakan
kebiasaan
usaha-
masyrakat.
usaha
Untuk
itu,
kesejahteraan
sosial
dilaksanakan
dan
diselenggarakan
oleh
Prinsip yang dianut colonial Belanda bahwa pendirian panitia- panitia dan
lembaga amal tidak dilaksanakan oleh pemerintah colonial Belanda tetapi oleh
usaha amal partikulir.
d.
e.
pencegahan
pengemis,
usaha
melangsungkan
lembaga
kemasyarakatan
penduduk sendiri yang diharuskan merawat fakir miskin dan orang- orang cacat.
2.
a.
bagian yang tugasnya memberikan subsidi pada lembaga- lembaga sosial yang
dilaksanakan oleh setiap pemerintah kabupaten atau pemerintah kota.
b.
sosial di Indonesia masih charity atau masih berupa amal, belum dipraktekkan
metodologi pekerjaan sosial.
3.
a.
Panitia Persiapan Kemerdekaan dengan tugas utama mengurus fakir miskin dan
anak terlantar sesuai pasal 34 UUD 1945
b.
4.
a.
c.
d.
Pada awalnya pendidikan formal pekerjaan sosial dikenal pada tahun 1946
dengan
nama
sekolah
pendidikan
kemasyarakatan
(SPK).
Perkembangan
selanjutnya pada tahun 1950 nama SPK diubah menjadi SPSA (Sekolah Pekerja
Sosial Atas), dan sejak tahun 1976 SPSA berubah menjadi Sekolah Mengah
Pekerjaan Sosial (SMPS), dan perkembangan terakhir sampai dengan sekarang
SMPS majadi SMK kelompok Kesejahteraan Masyarakat dengan program keahlian
Pekerjaan Sosial.
g.
Pada masa orde baru pula telah dibentuk Himpunan Pekerja Sosial Seluruh
i.
mengenai
klasifikasi
tingkat
pekerjaaan
sosial
berdasarkan
kualifikasi pendidikan , yakni tamatan SMPS (SMK) sampai dengan Akademi/ DIII
disebut pekerja sosial para professional, sedangkan untuk tamatan S1, S2, S3
disebut pekerja sosial professiona