Pemikiran Politik TAn Malaka Tentang Bentuk Negara
Pemikiran Politik TAn Malaka Tentang Bentuk Negara
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Biografi Singkat Tan Malaka..............................................................................................3
1.
2.
C. Teori Tentang Negara Dan Latar Belakang Pemikiran Tan Malaka Tentang Negara.........5
1.
Pandangan Hobbes..........................................................................................................7
2.
2.
E. Penutup.............................................................................................................................16
Daftar Pustaka
17
17
Surat Kapar API dalam Harry A. Poeze. Pergulatan Menuju Republik 1897-1925. Jakarta: Grafiti. 2000. h. 337
17
17
Horensma menggangap Tan Malaka sebagai anak angkatnya sendiri. Atas anjuran dari
Horensma pula ia dipromosikan untuk meneruskan sekolah lanjutan di negeri Belanda.
Atas biaya dan jaminan keuangan yang diupayakan oleh "Engkufonds" yaitu semacam
lembaga keuangan para Engku di Suliki dan juga bantuan dari Horensma yang
menyediakan diri sebagai penjamin bagi Tan Malaka untuk melakukan perantauan yang
nantinya berpengaruh besar pada kehidupannya kemudian. Bulan Oktober 1913 Tan
Malaka meninggalkan tanah kelahiranya.
Perantauan bagi seorang individu menurut adat Minangkabau merupakan suatu
cara untuk memenuhi panggilan penyerahan diri pada kebebasan dunia. Dengan
meninggalkan nagarinya, seorang individu dapat mengenal kedudukannya sendiri di
dalam alam dan karena pengalaman perantauannya akan dapat berkembang sampai
menjadi anggota dewasa di dalam alam. Tinggal di perantauan merupakan suatu
pengorbanan dan menjadi tugas bagi sang perantau untuk memberikan segala
pengetahuan yang diperolehnya dirantau kepada nagarinya. Gagasan- gagasan progresif
muncul sebagai kritik atas kebijakan pemerintah kolonial Belanda selanjutnya menjadi
bahasan dalam Majelis Rendah maupun Majelis Tinggi Belanda.
Dampak dari kebijakan poltik etis yang dikembangkan adalah dimulainya suatu
upaya balas budi terhadap rakyat jajahan yang dikenal dengan program Irigasi atau
pengairan, Transmigrasi atau perpindahan penduduk dan Edukasi atau pendidikan. Di
bidang pendidikan mulai dibuka sekolah-sekolah pemerintah untuk kalangan pribumi
walaupun masih dalam sifat terbatas seperti HIS. HBS. STOVIA, OSVIA,
Kweekschool, Hoofdenschool merupakan manifestasi dari politik etis untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat di negeri-negeri jajahan dan Tan Malaka adalah
salah satu orang yang merasakannya.
Di Belanda Tan Malaka masuk Rijkskweekschool sebuah sekolah untuk
mendapatkan gelar diploma guru kepala atau Hoofdakte di kota Haarlem. Tan Malaka
memulai hidup baru di negeri orang dalam kondisi yang jauh berbeda dengan kampung
halaman asalnya. Dalam otobiografi yang ditulisnya ia mengatakan bahwa kehidupan
dinegeri Belanda lebih banyak didekap derita ketimbang suka. Kondisi iklim Belanda
yang jauh berbeda dengan Indonesia membuat kesehatanya merosot, bulan Juli 1915 ia
terserang radang paru-paru yang cukup parah dimana penyakit tersebut dapat kambuh
setiap saat.
17
Sejak itu kondisi sulit terus menerpanya dan berakibat pada terhambatnya studi
Tan Malaka sampai beberapa tahun. Untuk memulihkan kesehatanya Tan Malaka
terpaksa pindah ke kota kecil yang berhawa tropis dan sejuk bernama Bussum. Di kota
inilah pula awal perkenalan Tan Malaka dengan wacana-wacana progresif, filsafat serta
berbagai peristiwa revolusi di dunia yang saat itu sedang marak di Eropa.
Tan
Malaka
mulai
berkenalan
dengan
soal-soal
filsafat,
ia
banyak
yang menceritakan
perjuangan
dan
kemenangan
Revolusi
17
yang lainnya memiliki sifat seperti serigala (homo homini lupus). Dalam Negara rakyat
dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan
organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat
negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa
negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka
pada wilayah tempat negara itu berada. 4
Negara adalah wilayah tertentu, didiami oleh rakyat (bangsa asli dan warga baru)
tertentu di bawah kekuasaan (authority) yang sah dan tertentu pula. Suatu negara
bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka waktu yang lama apabila penguasa
masih sanggup mengadakan kemajuan dalam bidang teknik sosial, politik dan
kebudayaan. Negara yang lama akan tumbang dan negara baru akan muncul, jika negara
lama tidak sanggup menunjukkan lagi kemajuan-kemaajuan yang berarti, sementara
kelompok baru yang sebelumnya ditindas mampu berorganisasi berjuang serta
mengadakan kemajuan dalam perkembangan masyarakat. 5
Negara merupakan lembaga yang secara definitif memastikan aturan-aturan
kelakuan dalam wilayahnya, terungkap dalam istilah kedaulatan. Kedaulatan adalah cirri
utama negara. Yang dimaksud adalah bahwa tidak ada pihak, baik di dalam maupun di luar
negeri, yang harus diminta izin untuk menetapkan atau melakukan sesuatu. Kedaulatan
adalah hak kekuasaan mutlak , tertinggi, tak terbatas, tak tergantung, dan tanpa kecuali.
Namun dalam kenyataannya tidak ada negara yang sama sekali berdaulat. Ada juga
negara-negara yang mengakui suatu hak perlindungan negara lain. Keanggotaan dalam
organisasi internasional juga mengurangi
kedaulatan
suatu
negara.
Akan
tetapi
sekurang-kurangnya suatu
minimum kedaulatan termasuk ciri hakiki negara modern. 6
Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan
anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini
dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya
nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen
http://carapedia.com/pengertian_definisi_negara_menurut_para_ahli_info482.html diunduh
tanggal 25 februari 2014 pukul 20.56 wita
Fashin M Faal. 2005. Negara dan revolusi social, Yogyakarta : Resist book. Hal. 63-93.
pada
Frans magnis suseno. 2003. Etika Politik (Prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan modern) , Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, Hal. 175.
17
dirinya sendiri.
Ahmad suhelmi, 1999. Pemikiran politik Barat. Gramedia Pustaka. Jakarta. Hlm 16
Ahmad suhelmi, Ibid, hal. 198
17
Berikut ini pandangan Marx tentang Negara yang mempengaruhi pemikiran politik Tan
Malaka.
3. Karl Marx
Pada permulaan abad ke 19 keadaan kaum buruh di Eropa Barat
menyedihkan. Kemajuan industri secara pesat telah menimbulkan keadaan sosial
yang sangat merugikan kaum buruh, seperti misalnya upah yang rendah, jam kerja yang
panjang, tenaga perempuan dan anak yang disalahgunakan sebagai tenaga murah,
keadaan di dalam pabrik yang membahayakan dan menganggu kesehatan. Karl
marx (1818-1883) dari jerman juga banyak mengecam keadaan social dan ekonomi
sekeilingnya, akan tetapi ia berpendapat bahwa masyarakat tidak dapat diperbaiki
secara tambal sulam dan harus diubah seara radikal melalui pendobrakan sendisendinya. Untuk keperluan itu ia menyusun suatu teori social yang menurutnya didasari
hukum-hukum ilmiah dan karena itu pasti terlaksana. Untuk membedakan ajarannya
dari gagasan-gagasan sosial utopi ia menamakan ajaran sosialisme ilmiah (scientific
socialism).9
Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari
Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem
ekonomi, sistem sosial dan sistem politik. Dalam pandangan Marx Negara adalah
produk kontradiksi kelas dan perjuangan kelas, dan secara ekonomis semua itu
dikontrol oleh kelas yang dominan. Negara borjuis itu kemudian dijadikan alat
kontrol dan pemaksaan bagi pembagian kelas yang memiliki sarana-sarana produksi
untuk menjalankan kekuasaan atas kelas-kelas yang tereksploitasi dalam masyarakat.
Nampak luar, negara borjuis ini seakan-akan berbentuk demokrasi, namun
sistem politiknya sangat terstruktur sehingga malah menjamin dominasi para borjuisborjuis selanjutnya. Kita lihat bahwa pemerintah bertindak sebagai eksekutif kelas para
penguasa, yang mana dapat mengkoordinir tindakan dan kerja para anggotaanggotanya
guna
kepentingan
kelas
di
masa
selanjutnya.
Mau
kita
lihat
bagaimanapun, negara borjuis tak dapat disangkal lagi mempunyai otonomi dan
penampakan kejujuran yang relatif.
Meriam Budiarjo, 2008. Dasar-dasar ilmu politik, gramedia pustaka, Jakarta. hal.143
17
Marx beranggapan bahwa tingkat produksi tinggi yang dijamin sistem kapitalis,
dikarenakan mungkin karena adanya kemiskinan orang banyak atau karena hanya
sedikit orang yang mempunyai kekayaan. Namun jika semua ini di satukan kemudian
diberi
jalan
bagi
masyarakat
komunis
yang
pemerataan ekonomi dan memuaskan kebutuhan setiap orang. Maka lanjut Marx,
dalam situasi tanpa kelas itu maka tidak akan ada oposisi,terus masyarakat tidak ada
kebutuhan terhadap aparat negara yang suka menindas. 10
Kaum Marxis berpendapat bahwa sementara keadilan membantu menengahi
konflik, keadilan juga cenderung menciptakannya, atau bagaimanapun, mengurangi
ungkapan natural dari sosiabilitas. Maka, selain sebuah rintangan pada entukasyarakat
yang lebih tinggi di bawah kondisi kelimpah-ruahan, keadilan merupakan kebutuhan
yang disesalkan pada saat ini. Justru lebih baik jika orang bertindak secara spontan satu
sama lain tanpa cinta, ketimbang memandang dirinya sendiri dan orang lain sebagai
pengemban hak pemilikan legal yang adil. Jadi disinilah dia kekurangan marxis dalam
menganalisis konflik dimana kita tidak tau dimana letak keadilan yang dimaksut kaum
marxis. 11
Selama produktivitas kerja tetap pada tingkat dimana satu orang hanya dapat
menghasilkan cukup untuk kebutuhan hidupnya sendiri, pembagian sosial tidak
terjadi dan diferensiasi sosial apapun didalam masyarakat adalah tidak mungkin.
Dibawah kondisi tersebut, semua orang adalah produsen dan mereka semua ada pada
tingkat ekonomi yang sama. Setiap peningkatan dalam produktivitas kerja melewati
titik rendah tersebut membuat surplus kecil menjadi mungkin, dan seketika terdapat
surplus produk, seketika dua tangan manusia dapat memproduksi lebih dari yang dia
butuhkan untuk kebutuhan hidupnya sendiri, kemudian kondisi telah dibentuk untuk
sebuah perjuangan bagaimana surplus tersebut akan dibagikan. Sejak saat ini,
pengeluarkan total kelompok sosial tidak lagi terdiri hanya dari kerja kebutuhan
untuk keberlangsungan hidup produsennya. Beberapa dari hasil kerja tersebut
sekarang dapat digunakan untuk melepaskan sebuah seksi masyarakat dari kewajiban
untuk berkerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri hal itu terdapat dalam
Manifesto Komunis.
Joseph Losco dan leonard Williams. 2003. Political Theory. Raja Grafindo persada. Jakarta Hal.547
11
Listiyono Santoso dkk. 2007. Epistemology kiri. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. .Hal. 84-85.
17
10
penjelasan
William ebenstein, 2006. Isme-isme yang mengguncang dunia, Yogyakarta : narasi, hal. 17-18.
17
12
Budiman, Arief, 1997, Teori Negara, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal.109.
17
13
kepemilikan dan alat reproduksi secara pribadi, terutama tanah dan perdagangan
kecil. 14
Negara Indonesia terbentuk atas dasar kontrak sosial, ketika tahun 1928 para
pemuda Indonesia mendeklarasikan sumpah dan tekadnya untuk hidup bersatu
sebagai bangsa (nation), dan kepulauan nusantara dipersiapkan menjadi sebuah
negara bangsa (nation state). Untuk mewujudkan harus dilakukan dengan revolusi
nasional untuk memperoleh kemerdekaan karena saat itu Indonesia masih dalam
kekusaan penjajah, dilakukan melaui massa aksi. Setelah itu revolusi sosial untuk
mewujudkan perubahan radikal menuju tatanan masyarakat yang sosialitis.
Dalam pandangan Tan Malaka hukum dialektika dalam kemajuan sebuah
negara , yaitu tesis, antitesis, dan sintesis. Yang dimaksud tesis adalah sebuah
masyarakat yang berada atas dasar kerja bersama dan memiliki alat serta hasil
produksi yang sama. Tan malaka mendapati masyarakat tersebut diseluruh dunia pada
zaman komunisme asli. Sementara itu yang menjadi antitesis adalah masyrakat
kapitalis yang mulai terpecah dan menimbulkan pertentangan atas dasar milik
bersama terhadap milik seseorang, antara kelas borjuis yang bekerja dan kelas borjuis
yang tidak bekerja.
Kemudian sebagai sintesisnya adalah masyarakat diseluruh dunia yang menuju
masyarakat
komunis
modern.
Pada
tahapan
ini
sudah
terjadi pertentangan
dalam masyarakat kapitalis, yakni pertentangan antara kaum perkerja dan majikan.
Dalam pandangan Tan Malaka, saat itu masyarakat dunia, termasuk Indonesia sedang
menuju pada tatanan masyarakat komunisme modern yang berdasar atas
kerja
bersama dan kepemilikan bersama atas alat hasil produksi. Bagi Tan Malaka,
Indonesia haruslah berjuang menuju komunisme modern, yang artinya adalah
terciptanya keteraturan social, mandiri dan kemerdekaan 100%.
2. Menuju Republik Indonesia
Dalam kata pengantar buku Menuju Republik Indonesia , Tan Malaka
menuliskan: Dengan Le etat cestmoi yang berarti negara adalah saya
Raja
dapat
berkata,
Gerakan
17
14
agitasi
dalam
membangkitkan
semangat
dan
optimisme
dalam
Tan Malaka, Menuju Republik Indonesia,Komunitas Bambu dan Yayasan Massa, 2000 Hal 66
17
15
kalimat-kalimat agitasi Tan Malaka terhadap kaum intelektual dalam buku tersebut
:Tak terdengarkah olehmu, teriakan massa Indonesia untuk kemerdekaan yang
senantiasa menjadi semakin keras? Tak terlihatlah olehmu, bahwa mereka pelanpelan melangkah maju dalam perjuangan yang berat?Apakah kamu akan menunggu
sekian lama, sampai nanti kemerdekaan direbut oleh mereka sendiri sedang kamu
pasti akan ikut menikmati buah kemenangan mereka yang nyaman?....Karenanya
bergabunglah kamu dengan barisan kita!.16
Pemberontakan PKI 1926, menjadi satu peristiwa yang sangat disesalkan oleh
Tan Malaka, dimana apa yang telah dituliskanya dalam Menuju Republik Indonesia
tentang masalah strategi dan taktik, kesiapan sebuah partai revolusioner dan pentingnya
meraih dukungan massa rakyat luas dalam memimpin pergerakan revolusioner justru
diabaikan oleh PKI.
Selanjutnya Tan Malaka melukiskan kehidupan rantau dan pelariannya
yang kedua sebagai masa isolasi politik total sesungguhnya. Bahkan sampai tahun 1926
ketika ia masih aktif, ia tak menyebutkan kontak yang berarti dengan kaum
pergerakan Indonesia kecuali beberapa kali pertemuan dengan dua kawan separtai,
Alimin dan Dawud, serta beberapa surat-menyurat dengan kawan lain seperti Subakat.
Tahun 1928 dia diangkat kembali oleh Komintern sebagai salah
seorang
agennya untuk Asia Tenggara. Rupanya pada waktu itu, Moskow belum mengetahui
tentang kegiatan Tan Malaka dengan PARI-nya. Sewaktu ia memasuki Hongkong dari
Shanghai (1932), dalam perjalannnya menuju pos barunya di Birma sebagai agen
Komintern, Tan Malaka ditangkap Inggris dan ditahan selama beberapa minggu.
Sesudah dilepas, ia kembali ke Cina (Amoy), di mana ia menghidupi dirinya dengan
mendirikan sekolah bahasa asing yang cukup berhasil sampai tahun 1937, ketika dia
Ibid, hal.33
17
16
terpaksa lari lagi sewaktu Jepang menyerang kota itu. Ia menyingkir ke Singapura,
menyamar sebagai guru Cina di sekolah-sekolah di sana sampai 1942. Sewaktu ia
sampai di Indonesia kembali, Jepang sudah mendarat dan berkuasa. Semenjak
meninggalkan Bangkok (1927), kecuali hubungan surat-menyurat yang terbatas dan
kemudian juga terputus, Tan Malaka lebih banyak bergerak sendiri. Dalam arti kata
yang
17
E. Penutup
Dari berbagai pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Tan Malaka berasal dari keluarga sederhana yang sangat menekankan syariat islam
dalam proses pertumbuhannya, berbagai pemikiran politik Tan Malaka dipengaruhi
oleh latar belakang pendidikannya di Belanda
2. Pemikiran Politik tentang negara, banyak ditulis oleh beberapa Ahli, salah satunya
Karl Marx yang merupakan salah satu tokoh idola yang sangat mempengaruhi
pemikiran Tan Malaka. Marx memandang negara adalah produk kontradiksi kelas dan
perjuangan kelas, dan secara ekonomis semua itu dikontrol oleh kelas yang
dominan.
3. Dalam pandangan Tan Malaka, munculnya sebuah negara karena penjelmaan dari
pertentangan kelas. Pertentangan kelas yang terdiri dari kelas bawah seperti budak,
petani, pekerja, dan kelas atas seperti tuan, bangsawan, pemilik modal, kapitalis
karena dipicu oleh perbedaan kepemilikan alat produksi yang mengakibatkan
munculnya ketidakadilan.
17
Daftar Pustaka
Cahyono,Edi. 2003. Zaman Bergerak Di Hindia Belanda. Jakarta. Yayasan Pancur
Siwah.
Elster, Jon. 2000. Karl Marx; Marxisme-Analisis Kritis. Jakarta, Prestasi
Pustakakarya.
Gould, Hary.1962. The Dictionary Of Marxism, diterjemahkan oleh Rollah Syarifah
menjadi Kamus Ketjil Istilah Marxist, Surabaya.
Malaka, Tan 2000. Dari Penjara ke Penjara Bagian I. Jakarta.Teplok Press.
2000. Menuju Republik Indonesia. Jakarta. Komunitas Bambu
Mrazek, Rudolf. 1994. Semesta Tan Malaka. Yogyakarta. Penerbit Bigraf Publishing.
Poeze, A. Harry. 1998. Tan Malaka : Pergulatan Menuju Republik I. Jakarta : Penerbit
Grafiti Pers.
Prabowo, Hary. 2002. Perspektif Marxisme, Tan Malaka : Teori dan Praksis Menuju
Republik. JendelaYogyakarta
http://politicalphotography.blogspot.com/2013/03/pemikiran-politik-tan-malaka_9977.html
(Suratmans Blog)
17