Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Biografi Singkat Tan Malaka..............................................................................................3
1.

Kehidupan Masa Kecil....................................................................................................3

2.

Tan Malaka Menuntut Ilmu Di Belanda..........................................................................3

C. Teori Tentang Negara Dan Latar Belakang Pemikiran Tan Malaka Tentang Negara.........5
1.

Pandangan Hobbes..........................................................................................................7

2.

Pandangan John Locke....................................................................................................7

D. Pemikiran Politik Tan Malaka tentang Konsep Negara....................................................10


1.

Kaum Murba Indonesia.................................................................................................11

2.

Menuju Republik Indonesia..........................................................................................12

E. Penutup.............................................................................................................................16
Daftar Pustaka

17

Pemikiran Politik Tan Malaka Tentang Negara


A. Latar Belakang
Tan Malaka atau Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir di Nagari Pandan
Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897 wafat di Jawa Timur, 21 Februari 1949
pada umur 51 tahun) adalah seorang aktivis pejuang nasionalis Indonesia, seorang
pemimpin komunis Nama lengkap Tan malaka adalah Ibrahim Gelar Datuk Sutan
Malaka, Ibrahim adalah Nama aslinya, sedangkan Tan Malaka adalah nama semibangsawan yang ia dapatkan dari garis ibu. Tanggal kelahirannya tidak dapat dipastikan,
dan tempat kelahirannya sekarang dikenal sebagai Nagari Pandan Gadang, Suliki, Lima
Puluh Kota, Sumatera Barat. Ayahnya bernama HM. Rasad, seorang karyawan pertanian,
dan Rangkayo Sinah, putri orang yang disegani di desa. Di tempat kelahirannya, Tan
Malaka mempelajari ilmu agama dan berlatih pencak silat1.
Tan Malaka atau Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir di Nagari Pandan
Gadang, Suliki, Sumatera, dan politisi yang mendirikan Partai Murba. Pejuang yang
militan, radikal dan revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang
berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan
perjuangan yang gigih maka ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris.
Tan Malaka, seorang anak bangsa yang menghabiskan 100 persen hidupnya hanya
untuk mencapai sebuah cita-cita yaitu, menuju Republik Indonesia. Republik yang
dimaksud Tan Malaka adalah sebuah negara yang 100 persen mengatur dirinya sendiri,
mengatur perekonomiannya sendiri, politik yang bebas menegakkan demokrasi, serta
martabat bangsa yang sejajar dimata negara-nagara lain.
Tan Malaka sebagai ahli propaganda, politikus, dan sebagai seorang pendidik
rakyat, sangat ditakuti oleh pemerintah Hindia Belanda. Dikarenakan proses penyadaran
yang agresif revolusioner, yang dilakukan terus menerus oleh Tan Malaka akan
memperkuat kesadaran rakyat.
Ketakutan pemerintah Hindia Belanda tak hanya pada saat kondisi fisik Tan
Malaka dalam keadaan sehat, tetetapi juga dalam keadaan sakit TBC nya yang kompleks
dengan berbagai penyakit memperburuk kondisi kesehatan dan fisiknya. Sosok Tan
Malaka merupakan ancaman yang sangat berbahaya bagi posisi pemerintahan kolonial,
karena Tan Malaka dianggap akan menganggu ketertiban umum dengan berbagai
kegiatan politik dan kegiatan pendidikan untuk rakyat. Oleh karena itu pemerintah
Harry.A.Poeze, Tan Malaka : Pergulatan Menuju Republik I, Penerbit Grafiti Pers, Jakarta, 1998. Hal.10

17

Hindia Belanda sangat mempertimbangkan permohonan Tan Malaka untuk diintrinir ke


Jawa setelah beberapa tahun dalam pembuangannya di Eropa.
Rakyat Indonesia harus belajar memberi nilai yang tepat pada akhlak (moral)
mereka yang menamakan dirinya para atasan dan berkata bahwa mereka akan memberi
peradaban kepada pribumi, Rakyat Indonesia harus sadar bahwa rasa belas kasih dan
kasihan dan peri kemanusiaan tak dapat diharapkan dari pihak penjajah untuk perbaikan
peri kehidupan rakyat, apalagi untuk kemerdekaan rakyat.2
Dari latar belakang di atas, terlihat sosok Tan malaka yang sangat nasionalis dan
revolusionis. Untuk mempersempit pembahasan dalam makalah ini, saya akan
membahas lebih detail tentang :
1. Biografi singkat Tan Malaka
2. Konsep Negara dan Latar Belakang Pemikiran Politik Tan Malaka tentang
Negara
3. Pemikiran Politik Tan Malaka Tentang Negara

Surat Kapar API dalam Harry A. Poeze. Pergulatan Menuju Republik 1897-1925. Jakarta: Grafiti. 2000. h. 337

17

B. Biografi Singkat Tan Malaka


Pemikiran-pemikiran politik Tan Malaka banyak dipengaruhi oleh latar belakang
keluarga dan pendidikannya serta kehidupan sosial di sekitarnya yang saat itu masih
dibelenggu, berikut pembahasan tentang biografi singkat Tan Malaka :
1. Kehidupan Masa Kecil
Tan Malaka atau lengkapnya Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka, adalah nama
yang asing di telinga karena jarang sekali nama tersebut di dengar bisa dikatakan
namanya unik. Beliau lahir di penghujung abad ke-19. tepatnya tanggal 2 Juni 1897 di
sebuah desa kecil bernama Pandan Gadang, Suliki Sumatra Barat. Ayahnya seorang
mantri kesehatan yang pernah bekerja untuk pemerintah daerah setempat dan
mendapatkan gaji beberapa puluh gulden setiap bulannya.
Latar belakang lingkungan keluarganya menganut agama secara puritan, taat
pada perintah Allah serta senantiasa menjalankan ajaran Nabi Muhamad SAW. Sejak
kecil Tan Malaka dididik oleh tuntunan Islam secara ketat, suatu hal lazim dalam tradisi
masyarakat Minangkabau yang amat religius. Sejak kecil Tan Malaka tumbuh bersama
bocah-bocah sebaya di kampungnya dan telah menampakkan bakatnya sebagai seorang
anak yang cerdas, periang dan berkemauan keras. Saat saat menginjak usia remaja Tan
Malaka telah mampu berbahasa Arab dan menjadi guru muda di surau kampungnya.
Pendidikan agama Islam ini begitu membekas dalam diri Tan Malaka sehingga
kemudian sedikit banyaknya memberikan warna dalam corak pemikiran Tan Malaka.
Setelah selesai di sekolah rendah ia menjadi satu-satunya anak muda di
kampungnya yang mendapat kesempatan bersekolah ke Kweekschool di Bukit Tinggi
(1908-1913). Kweekschol dikenal sebagai sekolah raja karena tak tergapai oleh kaum
inlanders merupakan satu-satunya sekolah guru untuk anak-anak Indonesia di Sumatera
Barat. la dikirim bersekolah beradasarkan keputusan rapat tetua Nagari Pandan Gadang,
Suliki. Dalam keputusan rapat dinyatakan jelas pada suatu kepercayaan tradisional
bahwa Tan Malaka pada akhirnya akan kembali untuk memperkaya alamnya.
2. Tan Malaka Menuntut Ilmu Di Belanda
Kecerdasan dan keinginannya yang keras serta perangainya yang sopan
mendapatkan perhatian serius dari seorang guru Belanda bemama Horensma.

17

Horensma menggangap Tan Malaka sebagai anak angkatnya sendiri. Atas anjuran dari
Horensma pula ia dipromosikan untuk meneruskan sekolah lanjutan di negeri Belanda.
Atas biaya dan jaminan keuangan yang diupayakan oleh "Engkufonds" yaitu semacam
lembaga keuangan para Engku di Suliki dan juga bantuan dari Horensma yang
menyediakan diri sebagai penjamin bagi Tan Malaka untuk melakukan perantauan yang
nantinya berpengaruh besar pada kehidupannya kemudian. Bulan Oktober 1913 Tan
Malaka meninggalkan tanah kelahiranya.
Perantauan bagi seorang individu menurut adat Minangkabau merupakan suatu
cara untuk memenuhi panggilan penyerahan diri pada kebebasan dunia. Dengan
meninggalkan nagarinya, seorang individu dapat mengenal kedudukannya sendiri di
dalam alam dan karena pengalaman perantauannya akan dapat berkembang sampai
menjadi anggota dewasa di dalam alam. Tinggal di perantauan merupakan suatu
pengorbanan dan menjadi tugas bagi sang perantau untuk memberikan segala
pengetahuan yang diperolehnya dirantau kepada nagarinya. Gagasan- gagasan progresif
muncul sebagai kritik atas kebijakan pemerintah kolonial Belanda selanjutnya menjadi
bahasan dalam Majelis Rendah maupun Majelis Tinggi Belanda.
Dampak dari kebijakan poltik etis yang dikembangkan adalah dimulainya suatu
upaya balas budi terhadap rakyat jajahan yang dikenal dengan program Irigasi atau
pengairan, Transmigrasi atau perpindahan penduduk dan Edukasi atau pendidikan. Di
bidang pendidikan mulai dibuka sekolah-sekolah pemerintah untuk kalangan pribumi
walaupun masih dalam sifat terbatas seperti HIS. HBS. STOVIA, OSVIA,
Kweekschool, Hoofdenschool merupakan manifestasi dari politik etis untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat di negeri-negeri jajahan dan Tan Malaka adalah
salah satu orang yang merasakannya.
Di Belanda Tan Malaka masuk Rijkskweekschool sebuah sekolah untuk
mendapatkan gelar diploma guru kepala atau Hoofdakte di kota Haarlem. Tan Malaka
memulai hidup baru di negeri orang dalam kondisi yang jauh berbeda dengan kampung
halaman asalnya. Dalam otobiografi yang ditulisnya ia mengatakan bahwa kehidupan
dinegeri Belanda lebih banyak didekap derita ketimbang suka. Kondisi iklim Belanda
yang jauh berbeda dengan Indonesia membuat kesehatanya merosot, bulan Juli 1915 ia
terserang radang paru-paru yang cukup parah dimana penyakit tersebut dapat kambuh
setiap saat.

17

Sejak itu kondisi sulit terus menerpanya dan berakibat pada terhambatnya studi
Tan Malaka sampai beberapa tahun. Untuk memulihkan kesehatanya Tan Malaka
terpaksa pindah ke kota kecil yang berhawa tropis dan sejuk bernama Bussum. Di kota
inilah pula awal perkenalan Tan Malaka dengan wacana-wacana progresif, filsafat serta
berbagai peristiwa revolusi di dunia yang saat itu sedang marak di Eropa.
Tan

Malaka

mulai

berkenalan

dengan

soal-soal

filsafat,

ia

banyak

membaca karya-karya Nietzsche seorang filsuf Jerman. Hasrat intelektualnya


membuatnya mulai berkenalan dengan karya-karya Marxisme. la pun mempelajari Het
Kapital Karangan Karl Marx dalam bahasa Belanda, Marxtische Ekonomie karya Karl
Kautsky, surat kabar radikal Hel Volk milik Partai Sosial Demokrat Belanda serta
brusur-brosur

yang menceritakan

perjuangan

dan

kemenangan

Revolusi

Bolsyhevik Oktober 1917.


Pengalaman Revolusi Bolsyevik di Rusia pasca Perang Dunia I sangat berkesan
bagi diri Tan Malaka. Revolusi sosial menumbangkan kediktatoran Tsar yang
dilakukan oleh kaum buruh dan sekaligus membuktikan kebenaran teori Karl Marx
tentang hancurnya dominasi kapitalisme oleh suatu revolusi sosial.
Tan Malaka kemudian mengganggap dirinya sebagai seorang Bolsyevik yang
lebih mengerti dan mengutamakan realita bangsanya. Marxisme baginya, bukan dogma
melainkan suatu petunjuk untuk revolusi. Oleh karena itu, sikap seorang Marxis perlu
bersikap kritis terhadap petunjuk itu. Sikap kritis itu antara lain sangat ditekankan pada
kemampuan untuk melihat perbedaan dalam kondisi atau faktor sosial dari suatu
masyarakat dibanding masyarakat-masyarakat lain. Dari situ akan diperoleh kesimpulan
oleh ahli revolusi di Indonesia yang tentulah berlainan sekali dengan yang diperoleh di
Rusia, yang sama hanya cara atau metode berpikirnya.3
C. Teori Tentang Negara Dan Latar Belakang Pemikiran Tan Malaka Tentang Negara
Manusia merupakan makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Selain itu,
manusia juga merupakan makluk politik yang mempunyai naluri utnuk berkuasa.
Oleh karena itu keberadaan sebuah negara sangat diperlukan sebagai tempat berlindung
bagi individu, kelompok, dan masyarakat yang lemah dari tindakan individu, kelompok,
atau masyarakat maupun penguasa yang kuat (otoriter) karena manusia dengan manusia
http://politicalphotography.blogspot.com/2013/03/pemikiran-politik-tan-malaka_9977.html (Diakses pada 1
Maret 2015 pukul 16.00 wita_

17

yang lainnya memiliki sifat seperti serigala (homo homini lupus). Dalam Negara rakyat
dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan
organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat
negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa
negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka
pada wilayah tempat negara itu berada. 4
Negara adalah wilayah tertentu, didiami oleh rakyat (bangsa asli dan warga baru)
tertentu di bawah kekuasaan (authority) yang sah dan tertentu pula. Suatu negara
bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka waktu yang lama apabila penguasa
masih sanggup mengadakan kemajuan dalam bidang teknik sosial, politik dan
kebudayaan. Negara yang lama akan tumbang dan negara baru akan muncul, jika negara
lama tidak sanggup menunjukkan lagi kemajuan-kemaajuan yang berarti, sementara
kelompok baru yang sebelumnya ditindas mampu berorganisasi berjuang serta
mengadakan kemajuan dalam perkembangan masyarakat. 5
Negara merupakan lembaga yang secara definitif memastikan aturan-aturan
kelakuan dalam wilayahnya, terungkap dalam istilah kedaulatan. Kedaulatan adalah cirri
utama negara. Yang dimaksud adalah bahwa tidak ada pihak, baik di dalam maupun di luar
negeri, yang harus diminta izin untuk menetapkan atau melakukan sesuatu. Kedaulatan
adalah hak kekuasaan mutlak , tertinggi, tak terbatas, tak tergantung, dan tanpa kecuali.
Namun dalam kenyataannya tidak ada negara yang sama sekali berdaulat. Ada juga
negara-negara yang mengakui suatu hak perlindungan negara lain. Keanggotaan dalam
organisasi internasional juga mengurangi

kedaulatan

suatu

negara.

Akan

tetapi

sekurang-kurangnya suatu
minimum kedaulatan termasuk ciri hakiki negara modern. 6
Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan
anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini
dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya
nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen

http://carapedia.com/pengertian_definisi_negara_menurut_para_ahli_info482.html diunduh
tanggal 25 februari 2014 pukul 20.56 wita
Fashin M Faal. 2005. Negara dan revolusi social, Yogyakarta : Resist book. Hal. 63-93.

pada

Frans magnis suseno. 2003. Etika Politik (Prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan modern) , Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, Hal. 175.

17

yang mencantumkan cita-cita bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan


dokumen hukum tertinggi pada suatu negara.
1. Pandangan Hobbes
Hobbes mengibaratkan negara sebagai Leviathan, sejenis monster (makhluk
raksasa) yang ganas, menakutkan dan bengis yang terdapat dalam kisah perjanjian
lama. Makhluk menakutkan ini selalu mengancam keberadaan makhluk-makhluk
lainnya. Leviathan tidak hanya ditakuti, tetapi juga dipatuhi segala perintahnya. Hobbes
menjuluki negara kekuasaan sebagai Leviathan. Negara ini menimbulkan rasa takut
kepada siapapun yang melanggar hukum negara. Bila warga negara melanggar hukum,
Negara Leviathan tidak segan-segan menjatuhkan vonis hukuman mati. Negara
leviathan harus kuat. Bila lemah, akan timbul anarkhi, perang sipil mudah meletus dan
dapat mengakibatkan kekuasaan negara terbelah. Apapun kritik terhadap negara
Leviathan, Hobbes berkeyakinan, negara seperti itulah bentuk negara
terbaik. 7
2. Pandangan John Locke
Kekusaan negara menurut locke pada hakikatnya dibentuk untuk menjaga
hak-hak pemilikan individual. Tidak akan ada negara dan kekuasaan politik apabila
tidak terdapat hak-hak pemilikan individual. Negara hanya dibenarkan bertindak dan
berbuat sejauh bertujuan untuk melaksanakan tujuan yang dikehendaki rakyat. Jadi
menurut Locke, tugas Negara tidak boleh melebihi apa yang menjadi tujuan rakyat.
Negara tidak dibenarkan mencampuri segala hal yang menyangkut kepentingan
rakyat. Peran negara dalam mengatur kehidupan harus dibatasi dan seminimal
mungkin. Locke , sebagaiman pemikir liberal lainnya percaya bahwa rakyat
mengetahui apa yang dibutuhkannya, mampu mencari cara bagaimana mengatasi
persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan mampu mengatur

dirinya sendiri.

Kekuasaan tertinggi negara diperkenankan mengatur dan mengambil pemilikan


individual sejauh hanya bila individu bersangkutan mengizinkannya.8
Pandangan dan pemikiran politik Tan Malaka sangat dipengaruhi oleh paham paham
Karl Marx (Marxisme). Hal ini disebabkan karena ketika Tan Malaka menempuh
pendidikannya di Eropa, dia melihat berbagai fenomena-fenomena sosialis dan komunis.

Ahmad suhelmi, 1999. Pemikiran politik Barat. Gramedia Pustaka. Jakarta. Hlm 16
Ahmad suhelmi, Ibid, hal. 198

17

Berikut ini pandangan Marx tentang Negara yang mempengaruhi pemikiran politik Tan
Malaka.
3. Karl Marx
Pada permulaan abad ke 19 keadaan kaum buruh di Eropa Barat
menyedihkan. Kemajuan industri secara pesat telah menimbulkan keadaan sosial
yang sangat merugikan kaum buruh, seperti misalnya upah yang rendah, jam kerja yang
panjang, tenaga perempuan dan anak yang disalahgunakan sebagai tenaga murah,
keadaan di dalam pabrik yang membahayakan dan menganggu kesehatan. Karl
marx (1818-1883) dari jerman juga banyak mengecam keadaan social dan ekonomi
sekeilingnya, akan tetapi ia berpendapat bahwa masyarakat tidak dapat diperbaiki
secara tambal sulam dan harus diubah seara radikal melalui pendobrakan sendisendinya. Untuk keperluan itu ia menyusun suatu teori social yang menurutnya didasari
hukum-hukum ilmiah dan karena itu pasti terlaksana. Untuk membedakan ajarannya
dari gagasan-gagasan sosial utopi ia menamakan ajaran sosialisme ilmiah (scientific
socialism).9
Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari
Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem
ekonomi, sistem sosial dan sistem politik. Dalam pandangan Marx Negara adalah
produk kontradiksi kelas dan perjuangan kelas, dan secara ekonomis semua itu
dikontrol oleh kelas yang dominan. Negara borjuis itu kemudian dijadikan alat
kontrol dan pemaksaan bagi pembagian kelas yang memiliki sarana-sarana produksi
untuk menjalankan kekuasaan atas kelas-kelas yang tereksploitasi dalam masyarakat.
Nampak luar, negara borjuis ini seakan-akan berbentuk demokrasi, namun
sistem politiknya sangat terstruktur sehingga malah menjamin dominasi para borjuisborjuis selanjutnya. Kita lihat bahwa pemerintah bertindak sebagai eksekutif kelas para
penguasa, yang mana dapat mengkoordinir tindakan dan kerja para anggotaanggotanya

guna

kepentingan

kelas

di

masa

selanjutnya.

Mau

kita

lihat

bagaimanapun, negara borjuis tak dapat disangkal lagi mempunyai otonomi dan
penampakan kejujuran yang relatif.

Meriam Budiarjo, 2008. Dasar-dasar ilmu politik, gramedia pustaka, Jakarta. hal.143

17

Marx beranggapan bahwa tingkat produksi tinggi yang dijamin sistem kapitalis,
dikarenakan mungkin karena adanya kemiskinan orang banyak atau karena hanya
sedikit orang yang mempunyai kekayaan. Namun jika semua ini di satukan kemudian
diberi

jalan

bagi

masyarakat

komunis

yang

kita ketahui mengusung sistem

pemerataan ekonomi dan memuaskan kebutuhan setiap orang. Maka lanjut Marx,
dalam situasi tanpa kelas itu maka tidak akan ada oposisi,terus masyarakat tidak ada
kebutuhan terhadap aparat negara yang suka menindas. 10
Kaum Marxis berpendapat bahwa sementara keadilan membantu menengahi
konflik, keadilan juga cenderung menciptakannya, atau bagaimanapun, mengurangi
ungkapan natural dari sosiabilitas. Maka, selain sebuah rintangan pada entukasyarakat
yang lebih tinggi di bawah kondisi kelimpah-ruahan, keadilan merupakan kebutuhan
yang disesalkan pada saat ini. Justru lebih baik jika orang bertindak secara spontan satu
sama lain tanpa cinta, ketimbang memandang dirinya sendiri dan orang lain sebagai
pengemban hak pemilikan legal yang adil. Jadi disinilah dia kekurangan marxis dalam
menganalisis konflik dimana kita tidak tau dimana letak keadilan yang dimaksut kaum
marxis. 11
Selama produktivitas kerja tetap pada tingkat dimana satu orang hanya dapat
menghasilkan cukup untuk kebutuhan hidupnya sendiri, pembagian sosial tidak
terjadi dan diferensiasi sosial apapun didalam masyarakat adalah tidak mungkin.
Dibawah kondisi tersebut, semua orang adalah produsen dan mereka semua ada pada
tingkat ekonomi yang sama. Setiap peningkatan dalam produktivitas kerja melewati
titik rendah tersebut membuat surplus kecil menjadi mungkin, dan seketika terdapat
surplus produk, seketika dua tangan manusia dapat memproduksi lebih dari yang dia
butuhkan untuk kebutuhan hidupnya sendiri, kemudian kondisi telah dibentuk untuk
sebuah perjuangan bagaimana surplus tersebut akan dibagikan. Sejak saat ini,
pengeluarkan total kelompok sosial tidak lagi terdiri hanya dari kerja kebutuhan
untuk keberlangsungan hidup produsennya. Beberapa dari hasil kerja tersebut
sekarang dapat digunakan untuk melepaskan sebuah seksi masyarakat dari kewajiban
untuk berkerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri hal itu terdapat dalam
Manifesto Komunis.
Joseph Losco dan leonard Williams. 2003. Political Theory. Raja Grafindo persada. Jakarta Hal.547

11

Listiyono Santoso dkk. 2007. Epistemology kiri. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. .Hal. 84-85.

17

10

Dalam Manifesto Komunis, Marx menerangkan apa sebabnya revolusi


merupakan satu-satunya cara bagi perubahan bentuk yang pokok dibidang sosial.
Apabila knowhow dilapangan teknologi atau tenaga-tenaga produksi mulai mengatasi
lembaga-lembaga sosial , hukum dan politik yang ada (hubungan- hubungan produksi),
para pemilik alat-alat produksi tidak melapangkan jalan secara terhormat untuk
membiarkan sejarah mengikuti arah yang mau tidak mau harus ditempuhnya. Karena
iideologi kelas yang berkuasa mencerminkan sistem ekonomi yang berlaku, para
pemilik alat-alat produksi sungguh percaya bahwa sistem yang berlaku secara
ekonomis adalah yang paling efisien, secara sosial yang paling adil, dan secara
filosofis paling selaras dengan undang-undang alam, dan dengan kemauan Tuhan yang
mana pun yang mereka puja.12
Marx dengan tajam menyangkal bahwa tuan tanah feudal atau kapitalis
industri , perseorangan menghalangi perubahan social karena ketamakan diri sendiri.
Perlawanan kelas yang berkuasa terhadap perubahan adalah sedemikian gigih- sehingga
akhirnya membuat revolusi menjadi suatu hal yang tidak dapat dielakkan- tegasnya,
karena ia menyamakan nilai-nilainya sendiri dengan nilai-nilai universal yang berlaku.
Maka, kelas yang berkuasa akan menggerakkan segala alat superstuktur hukum, politik
dan ideologi untuk memblokir pertumbuhan kekuatan-kekuatan yang mewakili sistem
ekonomi yang potensial lebih progresif. Hal ini mendasari marx dalam

penjelasan

dibagian permulaan manifesto komunis, sejarah seluruh masyarakat yang ada


hingga sekarang ini adalah sejarah dari perjuangan kelas.
D. Pemikiran Politik Tan Malaka tentang Konsep Negara
Sejalan dengan Pemikiran kaum Marxis tentang negara, Tan Malaka juga memiliki
pemikiran tentang Negara, Tan Malaka merupakan salah satu Founding Father Republik
Indonesia yang menulis tentang Konsep Negara, dimana Tan Malaka Adalah tokoh
Indonesia Pertama yang menulis konsep Negara yang dituliskan dalam buku Naar de
Revublik atau Menuju Republik Indonesia tahun 1925, bahkan lebih dulu ada dari
tulisan Soekarno tentang Perjuangan dan konsep negara dalam buku Indonesia menggugat
1930.

William ebenstein, 2006. Isme-isme yang mengguncang dunia, Yogyakarta : narasi, hal. 17-18.

17

12

1. Kaum Murba Indonesia


Dalam pandangan Tan Malaka, munculnya sebuah negara karena penjelmaan
dari pertentangan kelas. Pertentangan kelas yang terdiri dari kelas bawah seperti budak,
petani, pekerja, dan kelas atas seperti tuan, bangsawan, pemilik modal, kapitalis
karena dipicu oleh perbedaan kepemilikan alat produksi yang mengakibatkan
munculnya ketidakadilan.
Kasus Indonesia berbeda karena bukan negara industri dan jumlah buruh
industry belum begitu banyak. Mata pencaharian orang Indonesia pada saat itu buruh
perkebunan dan sebagian besar petani yang hidup dalam ikatan kekeluargaan yang
sangat kuat, sehingga sulit membedakan atau mengetahui adanya kelas. Oleh karena itu
negara Indonesia muncul hasil revolusi nasional mengusir penjajahan ekonomi dan
politik bangsa asing. Untuk itu revolusi nasional diperlukan guna menciptakan sebuah
tatanan hidup tanpa penindasan dan berpihak kepada keadilan, penataan kepemilik-an
alat produksi, strategi pem- bangunan nasional harus dipersiapkan dengan cermat agar
imperialis tidak kembali walaupun hanya dalam bentuk penguasaan ekonomi. Untuk
menjalankan revolusi sosial yang mengikuti revolusi nasional diserahkan kepada
kaum murba sebagai mayoritas. 13
Kaum Murba Indonesia terdiri dari murba mesin (buruh pabrik dan tambang),
murba tanah (buruh tani, perkebunan), buruh angkutan, buruh dagang, kaum miskin
kota dan intelektual gembel. Kemampuan murba mesin lebih dipercaya oleh Tan
Malaka karena merupakan kelompok yang paling terorganisir, punya kesadaran kelas
dan punya hati nurani. Dalam pandangan kaum Marxis negara merupakan penjelmaan
dari pertentangan kelas karena dipicu oleh perbedaan kepemilikan alat produksi yang
mengakibatkan munculnya ketidakadilan.
Demikian pula dalam pandangan Tan Malaka mengenai terbentuknya negara
Indonesia berupa revolusi massa demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia. Selain itu
Tan Malaka juga keterampilan tinggi yang dibutuhkan untuk menopang kemajuan
Indonesia dangan industri. Hal ini didasari dengan anggapan bahwa kemakmuran
negara dapat terwujud dengan kemajuan industrinya. Namun untuk Indonesia sesuai
dengan kondisi dan situasinya revolusi tahap awal masih harus menghargai

Budiman, Arief, 1997, Teori Negara, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal.109.

17

13

kepemilikan dan alat reproduksi secara pribadi, terutama tanah dan perdagangan
kecil. 14
Negara Indonesia terbentuk atas dasar kontrak sosial, ketika tahun 1928 para
pemuda Indonesia mendeklarasikan sumpah dan tekadnya untuk hidup bersatu
sebagai bangsa (nation), dan kepulauan nusantara dipersiapkan menjadi sebuah
negara bangsa (nation state). Untuk mewujudkan harus dilakukan dengan revolusi
nasional untuk memperoleh kemerdekaan karena saat itu Indonesia masih dalam
kekusaan penjajah, dilakukan melaui massa aksi. Setelah itu revolusi sosial untuk
mewujudkan perubahan radikal menuju tatanan masyarakat yang sosialitis.
Dalam pandangan Tan Malaka hukum dialektika dalam kemajuan sebuah
negara , yaitu tesis, antitesis, dan sintesis. Yang dimaksud tesis adalah sebuah
masyarakat yang berada atas dasar kerja bersama dan memiliki alat serta hasil
produksi yang sama. Tan malaka mendapati masyarakat tersebut diseluruh dunia pada
zaman komunisme asli. Sementara itu yang menjadi antitesis adalah masyrakat
kapitalis yang mulai terpecah dan menimbulkan pertentangan atas dasar milik
bersama terhadap milik seseorang, antara kelas borjuis yang bekerja dan kelas borjuis
yang tidak bekerja.
Kemudian sebagai sintesisnya adalah masyarakat diseluruh dunia yang menuju
masyarakat

komunis

modern.

Pada

tahapan

ini

sudah

terjadi pertentangan

dalam masyarakat kapitalis, yakni pertentangan antara kaum perkerja dan majikan.
Dalam pandangan Tan Malaka, saat itu masyarakat dunia, termasuk Indonesia sedang
menuju pada tatanan masyarakat komunisme modern yang berdasar atas

kerja

bersama dan kepemilikan bersama atas alat hasil produksi. Bagi Tan Malaka,
Indonesia haruslah berjuang menuju komunisme modern, yang artinya adalah
terciptanya keteraturan social, mandiri dan kemerdekaan 100%.
2. Menuju Republik Indonesia
Dalam kata pengantar buku Menuju Republik Indonesia , Tan Malaka
menuliskan: Dengan Le etat cestmoi yang berarti negara adalah saya

Raja

Matahari Perancis dengan penuh kesadaran atas kekuasaanya menyatakan apakah


negara itu. Sekarang Partai Komunis Indonesia

dapat

berkata,

Gerakan

Revolusioner adalah saya. Kesadaran inilah, sebagai pemimpin dari seluruh


Nasbi, Hasan, 2004, Filosofi Negara menurut Tan Malaka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.78

17

14

rakyat revolusioner Indonesia, yang mendorong kita mengemukakan program dan


taktik kita kepada segolongan rakyat....PKI dan sarekat Rakyat, penjelmaan kemauan
rakyat revolusioner dalam perjuanganya.....15
Program-program ini sebenarnya dituliskan oleh Tan Malaka untuk PKI sebagai
pegangan partainya (PKI) yang diinginkannya untuk mengambil atau memainkan
peranan pimpinan revolusioner ke arah yang dicita-citakannya.
Isi buku Menuju Republik Indonesia secara keseluruhan lebih kepada taktik
dan strategi pergerakan revolusioner untuk menggulingkan kolonialisme. Tetapi dalam
buku ini ditekankan pula bahwa sifat PKI dan komunisme yang menjadi penggerak
perjuangan bukanlah sifat yang eksklusif, anti agama dan anti nasional, melainkan
justru bersifat nasionalis, mendukung perjuangan seluruh kelas dan kelompok di
Indonesia, bahkan dalam buku ini Tan Malaka menegaskan bahwa kalaupun kaum
proletar (yang secara sempit ditafsirkan sebagai PKI) menang dan berkuasa ia tidak
boleh menerapkan demokrasi rakyat komunis ala Soviet, melainkan harus penerapkan
demokrasi yang luas meliputi segala kelompok, suku, ras, agama dan sebagainya yang
oleh Tan Malaka diistilahkan sebagai Majelis Permusyawaratan Nasional Indonesia.
Tan Malaka berpendapat bahwa konsep "Republik Indonesia" merupakan
sebuah konsep yang cocok bagi Indonesia. Tan Malaka juga menuliskan sebuah kalimat
bernada

agitasi

dalam

membangkitkan

semangat

dan

optimisme

dalam

memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ia berpendapat bahwa kesulitan ekonomi


yang diderita rakyat Indonesia selama mengalami penjajahan adalah bibit semangat
untuk menumbuhkan massa yang revolusioner.
Buku Menuju Republik Indonesia. Itu ditunjukkan kepada para pejuang
intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Kelompok-kelompok diskusi yang ada
di Jakarta dan Bandung, segera membahas brosur itu. Klub Debat Bandung dipimpin
oleh Bung Kamo dan Ir. Anwar Bung Karno selalu membolak-balik, mencoratcoret dan membawa kedua buku itu kenang Sayuti Melik yang saat itu nyantri pada
Bung Karno di Bandung. Kemudian hari di dalam tulisan Indonesia Menggugat
(pembelaan Bung Karno di depan Pengadilan Bandung), isi buku dikutip oleh Bung
Karno.

Tan Malaka, Menuju Republik Indonesia,Komunitas Bambu dan Yayasan Massa, 2000 Hal 66

17

15

Di Jakarta, para pelajar di atas antara lain, Sugondo Djojopuspito, Karim


Pringgodigdo, Maruto Nitimihardjo, Amir Syarifuddin Harahap, Sumitro Reksodiputro,
Abu Hanifah, dan Sumanang selalu mendiskusikan masalah di tanah air, mulai dari
masalah pendidikan, kesehatan masyarakat, cara membela rakyat dari tuan tanah
maupun rentenir sampai kejadian di luar negeri; Revolusi Bolshevik maupun Revolusi
Perancis.
Buku Menuju Republik Indonesia menambah keyakinan para pemuda terpelajar
saat itu

bahwa kemerdekaan bukan sesuatu hal yang tidak mungkin.Terlebih lagi

kalimat-kalimat agitasi Tan Malaka terhadap kaum intelektual dalam buku tersebut
:Tak terdengarkah olehmu, teriakan massa Indonesia untuk kemerdekaan yang
senantiasa menjadi semakin keras? Tak terlihatlah olehmu, bahwa mereka pelanpelan melangkah maju dalam perjuangan yang berat?Apakah kamu akan menunggu
sekian lama, sampai nanti kemerdekaan direbut oleh mereka sendiri sedang kamu
pasti akan ikut menikmati buah kemenangan mereka yang nyaman?....Karenanya
bergabunglah kamu dengan barisan kita!.16
Pemberontakan PKI 1926, menjadi satu peristiwa yang sangat disesalkan oleh
Tan Malaka, dimana apa yang telah dituliskanya dalam Menuju Republik Indonesia
tentang masalah strategi dan taktik, kesiapan sebuah partai revolusioner dan pentingnya
meraih dukungan massa rakyat luas dalam memimpin pergerakan revolusioner justru
diabaikan oleh PKI.
Selanjutnya Tan Malaka melukiskan kehidupan rantau dan pelariannya
yang kedua sebagai masa isolasi politik total sesungguhnya. Bahkan sampai tahun 1926
ketika ia masih aktif, ia tak menyebutkan kontak yang berarti dengan kaum
pergerakan Indonesia kecuali beberapa kali pertemuan dengan dua kawan separtai,
Alimin dan Dawud, serta beberapa surat-menyurat dengan kawan lain seperti Subakat.
Tahun 1928 dia diangkat kembali oleh Komintern sebagai salah

seorang

agennya untuk Asia Tenggara. Rupanya pada waktu itu, Moskow belum mengetahui
tentang kegiatan Tan Malaka dengan PARI-nya. Sewaktu ia memasuki Hongkong dari
Shanghai (1932), dalam perjalannnya menuju pos barunya di Birma sebagai agen
Komintern, Tan Malaka ditangkap Inggris dan ditahan selama beberapa minggu.
Sesudah dilepas, ia kembali ke Cina (Amoy), di mana ia menghidupi dirinya dengan
mendirikan sekolah bahasa asing yang cukup berhasil sampai tahun 1937, ketika dia
Ibid, hal.33

17

16

terpaksa lari lagi sewaktu Jepang menyerang kota itu. Ia menyingkir ke Singapura,
menyamar sebagai guru Cina di sekolah-sekolah di sana sampai 1942. Sewaktu ia
sampai di Indonesia kembali, Jepang sudah mendarat dan berkuasa. Semenjak
meninggalkan Bangkok (1927), kecuali hubungan surat-menyurat yang terbatas dan
kemudian juga terputus, Tan Malaka lebih banyak bergerak sendiri. Dalam arti kata
yang

mendekati sesungguhnya dia menjadi seorang pejuang revolusioner yang

kesepian, tetapi juga setia pada cita-cita revolusinya.


Sementara itu, Komintern dan orang-orang komunis Indonesia yang mengetahui
tentang keberadaan PARI dengan sendirinya mengungkapkan kepada mereka siapa Tan
Malaka yang sebenarnya. Dia dikecam habis-habisan, antara lain oleh tokoh PKI Muso,
yang berhasil masuk Indonesia dari Moskow tanpa diketahui Belanda. Musso segera
menulis pamflet yang menentang Tan Malaka dengan PARI-nya. Tan Malaka yang
dulunya pernah menjadi ketua PKI dan agen Komintern, kini menjadi musuh utama
mereka (PKI).
Menariknya Tan Malaka sendiri tak sering menyebut PARI, partai politik yang
didirikanya tahun 1927, setelah meletus pemberontakan PKI tahun 1926-1927, kecuali
mencatat bahwa ia menerima berita penangkapan para pemimpin partai lainnya dan
tentang penangkapan para pemimpin partai lainnya dan tentang hancurnya komunikasi
antar partai.

17

E. Penutup
Dari berbagai pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Tan Malaka berasal dari keluarga sederhana yang sangat menekankan syariat islam
dalam proses pertumbuhannya, berbagai pemikiran politik Tan Malaka dipengaruhi
oleh latar belakang pendidikannya di Belanda
2. Pemikiran Politik tentang negara, banyak ditulis oleh beberapa Ahli, salah satunya
Karl Marx yang merupakan salah satu tokoh idola yang sangat mempengaruhi
pemikiran Tan Malaka. Marx memandang negara adalah produk kontradiksi kelas dan
perjuangan kelas, dan secara ekonomis semua itu dikontrol oleh kelas yang
dominan.
3. Dalam pandangan Tan Malaka, munculnya sebuah negara karena penjelmaan dari
pertentangan kelas. Pertentangan kelas yang terdiri dari kelas bawah seperti budak,
petani, pekerja, dan kelas atas seperti tuan, bangsawan, pemilik modal, kapitalis
karena dipicu oleh perbedaan kepemilikan alat produksi yang mengakibatkan
munculnya ketidakadilan.

17

Daftar Pustaka
Cahyono,Edi. 2003. Zaman Bergerak Di Hindia Belanda. Jakarta. Yayasan Pancur
Siwah.
Elster, Jon. 2000. Karl Marx; Marxisme-Analisis Kritis. Jakarta, Prestasi
Pustakakarya.
Gould, Hary.1962. The Dictionary Of Marxism, diterjemahkan oleh Rollah Syarifah
menjadi Kamus Ketjil Istilah Marxist, Surabaya.
Malaka, Tan 2000. Dari Penjara ke Penjara Bagian I. Jakarta.Teplok Press.
2000. Menuju Republik Indonesia. Jakarta. Komunitas Bambu
Mrazek, Rudolf. 1994. Semesta Tan Malaka. Yogyakarta. Penerbit Bigraf Publishing.
Poeze, A. Harry. 1998. Tan Malaka : Pergulatan Menuju Republik I. Jakarta : Penerbit
Grafiti Pers.
Prabowo, Hary. 2002. Perspektif Marxisme, Tan Malaka : Teori dan Praksis Menuju
Republik. JendelaYogyakarta
http://politicalphotography.blogspot.com/2013/03/pemikiran-politik-tan-malaka_9977.html
(Suratmans Blog)

17

Anda mungkin juga menyukai