Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1.

Konsep Auditing

II.1.1. Pengertian Auditing


Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A (2003),
auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi
yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang
kompeten dan independen, untuk dapat menetukan dan melaporkan kesesuaian
informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. (h.1)
Menurut Mulyadi (2002), auditing adalah proses sistematik untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi, serta penyampaian hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan. (h. 7)
Menurut Robertson dan Louwers (2002),auditing is a systematic process of
objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about economic
actions and events assertion the degree of correspondence between the assertions and
established criteria and communicating the result to interested users.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa auditing merupakan proses
pengumpulan dan pengevaluasian atas sebuah informasi untuk membuktikan bahwa
informasi tersebut benar-benar sesuai dengan kriteria yang ada.

II.1.2. Jenis Audit


Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2003), audit dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Audit Laporan Keuangan
Audit laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan
keuangan secara keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang akan
diverifikasi telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya
kriteria itu adalah Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum. Seringkali juga
dilakukan audit laporan keuangan yang disusun berdasarkan basis kas atau
basis akuntansi lainnya yang sesuai dengan kebutuhan organisasi yang
bersangkutan.
2. Audit Operasional
Merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode
operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektifitas. Umumnya
pada saat selesai audit operasional, auditor akan memberikan saran kepada
manajemen

untuk

memperbaiki

jalannya

operasi

perusahaan

yang

menyangkut efisien, efektifitas dan ekonomis.


3. Audit Kepatuhan
Bertujuan mempertimbangkan apakah klien telah mengikuti prosedur atau
aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas yang lebih
tinggi. Suatu audit ketaatan dalam perusahaan, dapat termasuk penentuan
apakah para pelaksana telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh
perusahaan, peninjauan tingkat upah untuk menentukan kesesuaian dengan
peraturan dengan upah minimum untuk memastikan bahwa perusahaan
tersebut telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku umum. (h.18 20)

II.1.3. Standar Audit


Standar auditing berbeda dengan prosedur auditing, standar auditing berkaitan
dengan kriteria atau aturan mutu kinerja tindakan tersebut, dan berkaitan dengan tujuan
yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Menurut SPAP ( SA seksi
150 PSA No.1 paragraf 2), standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh
Ikatan Akuntan Publik Indonesia ( dahulu Ikatan Akuntan Indonesia) adalah sebagai
berikut:
a. Standar Umum
1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan independen dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor.
3. Dalam

pelaksanaan

audit

dan

penyusunan

laporannya,

auditor

wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.


b. Standar Pekerjaan Lapangan
1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan
dilakukan.
3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

memadai untuk

c. Standar Pelaporan
1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia.
2. Laporan

auditor

harus

menunjukkan

atau

menyatakan,

jika

ada,

ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyususnan laporan


keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prisnsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai,
kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan
keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak
dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka
alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai
sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab
yang dipikul oleh auditor. (h. 150.1)

II.2.

Audit Operasional

II.2.1. Pengertian Audit Operasional


Menurut Arens, A.A. dan Loebbecke, J.K. yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A
(2003) menyatakan, Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun
dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan
efektifitasnya. Umumnya, pada saat penyelesaian audit opersional, auditor akan

memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi


perusahaan. (h. 4)

II.2.2. Definisi Efektif, Efisien, dan Ekonomis


Menurut Bayangkara, I. B. K. (2008), Pengertian efektif, efisien, dan ekonomis
adalah sebagai berikut:
1. Efektif
Yaitu tingkat keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya. Apakah
pelaksanaan suatu program atau aktivitas telah mencapai tujuannya. Efektifitas
merupakan ukuran dari output.
2. Efisien
Berhubungan dengan bagaimana perusahaan melakukan operasinya, sehingga
dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Efisien berhubungan
dengan metode kerja.
3. Ekonomis
Berhubungan dengan bagaimana perusahaan mendapatkan sumber daya yang akan
digunakan dalam setiap aktivitas.(h. 12)

II.2.3. Jenis Audit Operasional


Tunggal, A. W. (2008) menyatakan, Jenis-jenis audit operasional yaitu terdiri
dari:
1. Fungsional
Audit operasional berkaitan dengan fungsi atau lebih dalam suatu organisasi,
misalnya fungsi pembayaran, fungsi penggajian suatu divisi atau untuk perusahaan

secara keseluruhan. Keunggulan audit fungsional adalah memungkinkan adanya


spesialisasi oleh auditor. Auditor-auditor tertentu dalam staf audit intern dapat
mengembangkan banyak keahlian dalam suatu bidang, seperti rekayasa produksi.
Sehingga mereka dapat lebih efisien untuk memeriksa dalam bidang itu.
2. Organisasi
Audit operasioanl atas suatu oraganisasi menyangkut keseluruhan unit organisasi
seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Penekanan dalam suatu audit
organisasi adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-fungsi saling berinterkasi.
Rencana organisasi dan metode-metode untuk mengkoordinasikan aktivitas yang
ada, sangat penting dalam audit jenis ini.
3. Penugasan Khusus
Penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Audit ini
dapat terjadi sewaktu-waktu, dapat pula dalam suatu pelaksanaan audit operasional
secara fungsional maupun organisasional, pemeriksa diminta untuk melakukan audit
operasional yang bersifat khusus. (h. 28)

II.2.4. Tujuan Audit Operasional


Menurut Tunggal, A.W. (2008) menyatakan, Beberapa tujuan dari audit
operasional ialah:
1. Objek

dari

audit

operasional

adalah

mengungkapakan

kekurangan

dan

ketidakberesan dalam setipa unsure yang diuji ol;eh auditor operasional dan untuk
menunjukkan perbaikan apa yang memungkinkan untuk memperoleh hasil yang
terbaik dari operasi yang bersangkutan.
2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien.

3. Untuk mengusulkan kepada manajemen cara-cara dan alat-alat untuk mencapai


tujuan apabila manajemen operasi kurang pengetahuan tentang pengelolaan yag
efisien.
4. Auditor operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dari pengelolaan.
5. Untuk membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengan setiap fase
dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan kepada manajemen.
6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif
dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka.

II.2.5. Tahap Audit Operasional


Menurut Agoes, S. (2004), Tahap-tahap dalam audit operasional terdiri dari
empat tahap, yaitu:
1. Survey Pendahuluan
Survey pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum dan latar
belakang mengenai bisnis perusahaan yang dilakukan melalui tanya jawab dengan
manajemen dan staf perusahaan.
2. Penelaahan

dan

Pengujian

atas

Sistem

Pengendalian

Manajemen,

untuk

mengevaluasi dan menguji efektifitas dari pengendalian manajemen yang terdapat


diperusahaan.
3. Pengujian Terinci
Melalui pemeriksaan terhadap transaksi perusahaan untuk mengetahui apakah
prosesnya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen. Dalam hal ini
auditor harus melakukan observasi terhadap kegiatan dari fungsi-fungsi yang
terdapat di perusahaan.

4. Pengembangan Laporan
Dalam menyusun laporan pemeriksaan, auditor tidak memberikan opini mengenai
kewajaran laporan keuangan. Laporan yang dibuat mirip dengan management letter,
karena berisi temuan audit megenai penyimpangan yang terjadi terhadap kriteria
yang berlaku yang menimbulkan inefisiensi, inefektifitas, dan pemborosan dan
kelemahan dalam sistem pengendalian manajemen yang terdapat di perusahaan.
Selain itu auditor juga memberikan rekomendasi perbaikan. (h. 11)

II.2.6. Kriteria Audit Operasional


Menurut Tunggal, A. W. (2008), Salah satu pendekatan untuk menentukan
kriteria dalam audit operasional adalah menyatakan bahwa apakah tujuan yang
ditentukan dalam beberapa aspek kesatuan usaha efektif atau efisien dan untuk
merekomendasi perbaikan. Beberapa sumber kriteria audit operasional adalah:
1. Prestasi Historis
Seperangkat kriteria yang sederhana dapat didasarkan pada hasil sebenarnya dari
periode sebelumnya
2. Prestasi yang dibandingkan
Sebagian besar kesatuan yang terkena audit operasional tidak bersifat unik, terdapat
banyak kesatuan yang sama di dalam keseluruhan organisasi atau diluarnya. Dalam
hal demikian, data prestasi dari kesatuan yang dapat dibandingkan merupakan
sumber yang sangat baik untuk mengembangkan kriteria.

3. Standar terekayasa
Dalam

banyak

tipe

penugasan

audit

operasional,

mungkin

tepat

untuk

mengembangkan kriteria sebagai standar rekayasa. Sebagai contoh, studi waktu dan
gerak untuk menentukan tingkat keluaran produksi.
4. Pembahasan dan persetujuan
Kadang-kadang kriteria

yang obyektif sulit

atau

memakan

biaya

dalam

mendapatkannya, dan kriteria yang dikembangkan melalui pembahasan dan


persetujuan yang sederhana. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini harus
meliputi manajemen kesatuan yang diaudit, auditor operasional dan kesatuan atau
orang-orang yang akan mendapat laporan tentang temuan-temuan yang didapat. (h.
50)

II.3

Program Audit
Menurut Arrens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf

(2003), program audit dalam kebanyakan audit, dirancang dalam tiga bagian :
1. Pengujian transaksi
Program audit pengujian atas transaksi biasanya mencakup bagian penjelasan yang
mendokumentasikan pemahaman yang diperoleh mengenai pengendalian intern. (h.
319)
2. Prosedur analitis
Prosedur analitis digunakan untuk menetapkan kelayakan transaksi dan saldo secara
keseluruhan (h. 133). Prosedur analitis dilakukan pada tiga tahap audit yang berbeda:
dalam tahap perencanaan untuk membantu auditor menentukan bahan bukti lain
yang diperlukan untuk memenuhi resiko audit yang diinginkan (disyaratkan), selama

pelaksanaan audit bersama-sama dengan pengujian atas transaksi den pengujian


terinci atas saldo (bebas pilih), dan mendekati penyelesaian akhir audit sebagai
pengujian kelayakan akhir (diisyaratkan). (h. 320)
3. Pengujian terinci atas saldo
Pengujian terinci atas saldo adalah prosedur khusus untuk menguji kekeliruan
moneter dalam saldo-saldo laporan keuangan ( h. 133)

II.4.

Prosedur Audit

II.4.1. Pengertian Prosedur Audit


Menurut Boynton, Johnson, dan Kell (2002) yang diterjemahkan Rajoe, A. A.,
Gania, G., dan Budi, I. S., prosedur audit adalah metode atau teknik yang digunakan
auditor untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang kompeten. (h. 236)
Menurut Mulyadi (2002), prosedur audit adalah instruksi rinci untuk
mengumpulkan bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu. (h. 82)

II.4.2. Jenis Prosedur Audit


Menurut Mulyadi (2002), prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor
meliputi:
1. Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik
sesuatu. Dengan melakukan inspeksi terhadap dokumen, auditor dapat menentukan
keaslian dokumen tersebut.
2. Pengamatan (observation) merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor
untuk melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan.

3. Permintaan keterangan (enquiry) merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan


meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini
adalah bukti lisan dan bukti dokumenter.
4. Konfirmasi

merupakan

bentuk

penyelidikan

yang

memungkinkan

auditor

memperoleh secara langsung dari pihak ketiga yang bebas. Prosedur yang biasa
ditempuh oleh auditor dalam konfirmasi ini adalah sebagai berikut:
a. Auditor meminta dari klien untuk menanyakan informasi tertentu kepada pihak
luar.
b. Klien meminta kepada pihak luar yang ditunjuk oleh auditor untuk memberikan
jawaban langsung kepada auditor mengenai informasi yang ditanyakan oleh
auditor tersebut.
c. Auditor menerima jawaban langsung dari pihak ketiga tersebut.
5. Penelusuran (tracing). Dalam melakukan audit ini, auditor melakukan penelusuran
informasi sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen,
dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi.
6. Pemeriksaan bukti pendukung (vouching) merupakan prosedur audit yang meliputi:
a. Inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data
keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya.
b. Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
7. Perhitungan (counting) meliputi : (1) perhitungan fisik terhadap sumber daya
berwujud seperti kas atau sediaan di tangan, dan (2) pertanggungjawaban semua
formulir bernomor urut tercetak.

8. Scanning merupakan penelaahan secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar
untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan
penyelidikan lebih dalam.
9. Pelaksanaan

ulang

(reperforming)

merupakan

pengulangan

aktivitas

yang

dilaksanakan oleh klien. Umumnya diterapkan pada perhitungan dan rekonsiliasi


yang telah dilakukan oleh klien.
10. Computer-assisted audit techniques. Bilamana catatan akuntansi diselenggarakan
dalam media elektronik, auditor perlu menggunakan computer-assisted audit
techniques dalam menggunakan berbagai prosedur audit yang dijelaskan di atas.

II.5

Kertas Kerja Audit

II.5.1. Pengertian Kertas Kerja Audit


Menurut Mulyadi (2002) disadur dari SPAP ( SA seksi 339 paragraf 3 ), kertas
kerja adalah catatan catatan yang diselenggarakan oleh auditor menngenai prosedur
audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya,
dan kesimpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya. (h.95)

II.5.2. Tujuan Kertas Kerja Audit


Menurut Mulyadi (2002), ada empat tujuan penting pembuatan kertas kerja audit:
1. Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan audit.
2. Menguatkan kesimpulan kesimpulan auditor dan kompetensi auditnya.
3. Mengkoordinasikan dan mengorganisasi semua tahap audit.
4. Memberikan pedoman dalam audit berikutnya. (h.96)

II.5.3. Jenis Kertas Kerja Audit


Menurut Mulyadi (2002), kelompok kertas kerja terdiri dari berbagai macam
yang secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam lima tipe kertas kerja berikut ini:
1. Program audit merupakan daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu,
sedangkan prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti
audit audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit.
2. Working trial balance adalah suatu daftar yang berisi saldo-saldo akun buku besar
pada akhir tahun yang diaudit dan pada akhir tahun sebelumnya, kolom-kolom untuk
adjustment dan penggolongan kembali yang diusulkan oleh auditor, serta saldo-saldo
setelah koreksi auditor yang akan tampak dalam laporan keuangan auditan.
3. Ringkasan jurnal adjustment
4. Skedul utama adalah kertas kerja yang digunakan untuk meringkas informasi yang
dicatat dalam skedul pendukung untuk akun-akun yang berhubungan.
5. Skedul pendukung harus dicantumkan pekerjaan yang telah dilakukan oleh auditor
dalam memverifikasi dan menganalisis unsur-unsur yang dicantumkan dalam daftar
tersebut, metode verifikasi yang digunakan, pertanyaan yang timbul dalam audit,
serta jawaban atas pertanyaan tersebut.

II.6.

Bukti Audit

II.6.1. Pengertian Bukti Audit


Menurut Mulyadi (2002), bukti audit adalah segala informasi yang mendukung
angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat
digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya.
(h.71)

Menurut Arrens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf
(2003), bukti audit adalah segala informasi yang digunakan oleh auditor dalam
menentukan kesesuian informasi yang sedang diaudit dengan kriteria yang ditetapkan.
(h. 2)

II.6.2. Tipe Bukti Audit


Menurut Mulyadi (2002), tipe bukti audit dapat digolongkan menjadi dua
golongan:
1. Tipe data akuntansi:
a. Pengendalian intern
Semakin kuat pengendalian intern, semakin sedikit bukti audit yang harus
dikumpulkan sebagai dasar pernyataan pendapat auditor. Jika pengendalian
auditor lemah, auditor harus mengumpulkan jumlah bukti audit yang lebih
banyak.
b. Catatan akuntansi
Keandalan catatan akuntansi sebagai bukti audit tergantung pada pengendalian
intern yang diterapkan dalam penyelenggaraan catatan akuntansi tersebut.
2. Tipe informasi penguat:
a. Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau
perhitungan aktiva berwujud. Tipe bukti ini pada umumnya dikumpulkan oleh
auditor dalam pemeriksaan terhadap sediaan dan kas.
b. Bukti dokumenter dibuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau angka atau
simbol-simbol yang lain. Bukti dokumenter dibagi menjadi tiga golongan:

Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan
langsung kepada auditor.
Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang disimpan dalam
arsip klien.
Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.
c. Perhitungan sebagai bukti:

Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.

Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.

Pembuktian

ketelitian

perhitungan

biaya

depresiasi

dengan

cara

menggunakan tarif depresiasi yang digunakan oleh klien.


Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per
saham yang beredar, taksiran pajak perseroan dan lain-lain.
d. Bukti lisan adalah jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan keterangan.
Keterangan yang diminta oleh auditor akan meliputi masalah-masalah yang
sangat luas, seperti kebijakan akuntansi, lokasi catatan dan dokumen, alasan
penggunaan prinsip akuntansi yang tidak berterima umum, kemungkinan
pengumpulan piutang usaha yang sudah lama tidak tertagih, dan kemungkinan
adanya utang bersyarat.
e.

Perbandingan dan ratio ini dikumpulkan oleh auditor pada awal audit untuk
membantu penentuan objek audit yang memerlukan penyelidikan yang
mendalam dan diperiksa kembali pada akhir audit untuk menguatkan
kesimpulan-kesimpulan yang dibuat atas dasar bukti-bukti lain.

f. Bukti dari spesialis. Beberapa contoh tipe masalah yang kemungkinan menurut
pertimbangan auditor memerlukan pekerjaan spesialis meliputi, namun tidak
terbatas pada hal-hal berikut:
Penilaian (misalnya karya seni, obat-obatan khusus, dan restricted
securities).
Penentuan karakteristik fisik yang berhubungan dengan kualitas yang
tersedia atau kondisi (misalnya, cadangan mineral atau tumpukan bahan baku
yang ada di gudang).
Penentuan nilai yang diperoleh dengan menggunakan teknik atau metode
khusus (misalnya, beberapa perhitungan actuarial).
Penafsiran persyaratan teknis, peraturan atau persetujuan (misalnya,
pengaruh potensial suatu kontrak atau dokumen hukum lainnya, atau hak atas
property). (h.7)

II.7.

Audit Operasional Atas Penjualan

II.7.1. Pengertian Penjualan


Menurut Arrens dan Loebbecke (2003), yang diterjemahkan oleh Amir Abadi
Jusuf, menyatakan penjualan merupakan proses yang diperlukan untuk mengalihkan
kepemilikan atas barang dan jasa yang telah tersedia untuk dijual kepada pelanggan.
Proses ini dimulai dengan permintaan oleh pelanggan dan berakhir dengan perubahan
barang atau jasa menjadi piutang usaha, dan akhirnya menjadi uang tunai. (h.356)

II.7.2. Tujuan Audit Operasional Atas Penjualan


Menurut Arrens dan Loebbecke, yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf
(2003). Tujuan audit penjualan, sebagai berikut:
1. Penjualan yang tercatat adalah untuk pengiriman aktual yang dilakukan kepada
pelanggan.
2. Penjualan yang ada telah dicatat.
3. Penjualan yang tercatat adalah untuk jumlah barang yang dikirim dan ditagih serta
dicatat dengan benar.
4. Transaksi penjualan diklasifikasikan dengan pantas.
5. Penjualan dicatat dengan waktu yang tepat.
6. Transaksi penjualan dimasukkan dengan pantas dalam berkas induk dan
diikhtisarkan dengan benar. (h. 379)

II.7.3. Prosedur Penjualan


Menurut Mulyadi (2002), prosedur audit untuk penjualan kredit antara lain:
1. Lakukan pengamatan terhadap (termasuk pengamatan terhadap pemisahan fungsi):
a. persetujuan surat order pengiriman
b. pengiriman barang
c. penagihan customer
d. pengiriman pernyataan piutang bulanan dan penindaklanjutan keluhan customer.
2. Ambil sampel transaksi penjualan dari jurnal penjualan dan lakukan verifikasi
terhadap tanggal, nama customer, dan jumlah moneter dan nonmoneter. Lakukan
pula pemeriksaan terhadap dokumen pendukung seperti, faktur penjualan, laporan
pengiriman barang, dan surat pengiriman barang yang telah diotorisasi.

3. Periksa

bukti

digunakannya

formulir

bernomor

urut

tercetak

dan

pertanggungjawaban pemakaian formulir tersebut (surat order pengiriman, laporan


pengiriman barang, faktur penjualan). Periksa secara selintas nomor urut faktur
penjualan yang dicatat dalam jurnal penjualan.
4. Ambil sampel surat order pengiriman yang disetujui dan lakukan pengusutan ke
dokumen dan catatan akuntansi berikut ini:
a. laporan pengiriman barang
b. faktur penjualan
c. pencatatan ke dalam juranl penjualan
5. Untuk sampel yang diambil pada langkah ke-2, periksa bukti adanya:
a. persetujuan kredit semestinya untuk setiap transaksi penjualan kredit
b. pengecekan independen terhadap pencantuman harga barang dalam faktur
penjualan.
c. Pengecekan independen terhadap keakuratan perhitungan dalam faktur
penjualan.
6. Periksa adanya pengecekan independen terhadap posting ke buku pembantu dan
jurnal untuk memperoleh keyakinan bahwa tidak terjadi kekeliruan posting jumlah
moneter atau akun. (h.54)

II.8

Audit Operasional Atas Piutang Usaha

II.8.1. Pengertian Piutang Usaha


Menurut Mulyadi (2002) piutang usaha adalah klaim kepada pihak lain atas
uang, barang, atau jasa yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau dalam
satu siklus kegiatan perusahaan. (h.87)

Menurut Agoes, S. (2004), Contoh dari perkiraan-perkiraan yang bisa


dimasukkan sebagai piutang antara lain:
1. Piutang usaha
2. Wesel tagih
3. Piutang Pegawai
4. Piutang bunga
5. Uang muka
6. Uang jaminan
7. Piutang lain-lain
8. Penyisihan piutang tak tertagih. (h. 183)

II.8.2. Tujuan Audit Operasional Atas Piutang Usaha


Menurut Arrens dan Loebbecke (2003), yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A,
tujuan audit piutang usaha dibagi menjadi sembilan, antara lain:
1. Piutang usaha pada neraca saldo menurut umur cocok dengan jumlah pada file
master dan jumlah total telah ditambahkan dengan tepat dan cocok dengan buku
besar (rincian rincian cocok).
2. Piutang usaha yang dicatat adalah ada (keberadaan).
3. Piutang usaha yang ada telah dimasukkan semuanya (kelengkapan).
4. Piutang usaha secara mekanis adalah akurat.
5. Piutang usaha diklasifikasikan dengan tepat.
6. Piutang usaha dicatat dalam periode (pisah batas) yang sesuai.
7. Piutang usaha dinilai dengan memadai pada nilai yang dapat direalisir.
8. Piutang usaha benar-benar sah dimiliki klien.

9. Penyajian dan pengungkapan piutang usaha adalah memadai (penyajian dan


pengungkapan). (h.434).

II.8.3 Prosedur Piutang Usaha


Menurut Mulyadi (2002), dalam melakukan rekonsiliasi informasi piutang usaha
di neraca dengan catatan akuntansi yang bersangkutan, auditor melakukan 6 prosedur
audit, antara lain:
1. Usut saldo piutang usaha yang tercantum di neraca ke saldo akun piutang usaha yang
bersangkutan di dalam buku besar.
2. Hitung kembali saldo akun piutang usaha di dalam buku besar.
3. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber posting dalam
akun piutang usaha dan akun cadangan kerugian piutang.
4. Usut saldo awal akun piutang usaha dan akun cadangan kerugian piutang ke kertas
kerja tahun yang lalu.
5. Usut posting pendebitan akun piutang usaha ke dalam jurnal yang bersangkutan.
6. Lakukan rekonsiliasi akun kontrol piutang usaha dalam buku besar ke buku
pembantu piutang usaha. (h. 94 95)

II.9.

Audit Atas Kas

II.9.1. Pengertian Kas


Menurut Mulyadi (2002), kas adalah uang tunai (uang logam dan uang kertas),
pos wesel, certified check, cashiers check, cek pribadi, dan bank draft, serta dana yang
disimpan di bank yang pengambilannya tidak dibatasi oleh bank atau perjanjian yang
lain. Kas yang dicantumkan dalam neraca terdiri dari dua unsur berikut ini:

1. Kas di tangan perusahaan, yang terdiri dari:


a. penerimaan kas yang belum disetor ke bank, yang berupa uang tunai, pos wesel,
certifeid check, cashiers check, cek pribadi, dan bank draft.
b. Saldo dana kas kecil, yang berupa uang tunai yang ada ditangan pemegang dana
kas kecil.
2. Kas di bank, yang berupa simpanan di bank berbentuk rekening giro. (h.373)

II.9.2. Tujuan Audit Kas


Menurut Mulyadi (2002), tujuan diadakannya audit atas kas, adalah:
1. Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan
dengan kas.
2. Membuktikan keberadaan kas dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan kas
yang dicantumkan di neraca.
3. Membuktikan kepemilikan klien atas kas yang dicantumkan di neraca.
4. Membuktikan kewajaran penilaian kas yang dicantumkan di neraca.
5. Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan kas di neraca.

II.9.3. Prosedur Audit Kas


Menurut Mulyadi (2002), prosedur audit yang dilakukan untuk merekonsiliasi
kas di neraca, antara lain:
1. Usut saldo kas yang tercantum di neraca ke saldo akun kas yang bersangkutan di
dalam buku besar.
2. Hitung kembali saldo akun kas di buku besar.
3. Usut saldo awal akun kas ke kertas kerja tahun yang lalu.

4. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber posting dalam
akun kas.
5. Usut posting pendebitan dan pengkreditan akun kas ke jurnal yang bersangkutan.
(h.374)

II.10. Pengendalian Intern


II.10.1.Pengertian Pengendalian Intern
Menurut Meisser, W.F., Glover, S. M., Prawitt, D. F., pengendalian intern
adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain
entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian
tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas, dan
efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
(h.250)

II.10.2.Unsur Unsur Pengendalian Intern


Menurut SPAP ( SA seksi 319. paragraf 7 ), unsur-unsur pengendalian intern
terdiri dari lima komponen yang saling terkait:
1. Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi
kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendelian merupakan dasar
untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan displin dan struktur.
2. Penaksiran resiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap resiko yang
relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan
bagaimana resiko harus dikelola.

3. Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedsur yang membantu menjamin


bahwa arahan manajemen dilaksanakan.
4. Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, pengungkapan dan pertukaran
informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan organisasi
melaksanakan tanggungjawabnya.
5. Pemantauan adalah proses yang menetukan kualitas kinerja pengendalian intern
sepanjang waktu. (h.319.2)

II.10.3.Tujuan Pengendalian Intern


Menurut SPAP ( SA seksi 319 paragraf 6 ), tujuan pengendalian intern antara
lain:
1. Keandalan pelaporan keuangan.
2. Efektivitas dan efisiensi operasi.
3. Kepatuhan terhaddap hukum dan peraturan yang berlaku. (h.319.2)

II.10.4.Pengendalian Intern Atas Penjualan


Menurut Arrens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf
(2003), pengendalian intern penjualan, yaitu:
1. Pencatatan penjualan didukung oleh dokumen pengiriman yang diotorisasi dan order
pelanggan disetujui.
2. Faktur penjualan prenumbered dan dipertanggungjawabkan dengan semestinya.
3. Rekening bulanan dikirim ke pelanggan; keluhan mendapatkan tindak lanjut yang
independen.
4. Dokumen pengiriman prenumbered dan dipertanggungjawabkan.

5. Faktur penjualan prenumbered dan dipertanggungjawabkan.


6. Penentuan harga, syarat penjualan dan potongan harga mendapat persetujuan
sebagaimana mestinya.
7. Verifikasi intern atas penyiapan faktur.
8. Penggunaan bagian akun yang memadai.
9. Telaah dan verifikasi intern.
10. Prosedur yang diperlukan untuk penagihan dan pencatatan penjualan setiap hari
sedikit mungkin dari saat kejadian. (h. 363)

II.10.5.Pengendalian Intern Atas Penagihan Piutang Usaha


Menurut Arrens dan Loebbecke diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf. (2003),
pengendalian intern piutang usaha, yaitu:
1. Memeriksa dokumen sebelum tagihan dikirim ke pelanggan.
2. Membandingkan total dari berkas induk piutang usaha dengan akun buku besar.
3. pengujian terinci atas saldo penting untuk menetukan keberadaan piutang usaha yang
dicatat adalah konfirmasi saldo pelanggan.
4. Piutang usaha dicatat sebesar jumlah yang dapat direalisir (nilai realisasi).
5. Piutang usaha diperhitungkan dengan cepat.
6. Transaksi piutang yang terjadi dicatat dalam periode yang sesuai. (h. 439 444)

Anda mungkin juga menyukai