Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM

Kelompok IV :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Aries Gorin P.P


( V A/ 12613 )
Deki Wijiatmaja
( V A/ 12617 )
Dian Wahyuni
( V A/ 12619 )
Feri Permana
( V A/ 12624 )
Luluk Setiyaningsih ( V A/ 12633 )
Maryanti
( V A/ 12636 )

7. Mira Kumala
( V A/ 12638 )
8. Natalia Dwi Pora I ( VA/ 12640 )
9. Roberta M. W. Leta ( V A/12645 )
10. Siti Ruwaida B.
( V A/12648 )
11. Wiga Silvi D.
( V A/12652 )
12. Yessi Yunika S.
( V A/12653 )

13.
14.
15. AKADEMI ANALIS KESEHATAN MANGGALA
16. YOGYAKARTA
17. 2014
18.
19.
20. BAB I
21. PENDAHULUAN
22.

1. Latar Belakang

23.
24.

Diabetes melitus tipe 2 atau sering juga disebut dengan Non Insuline

Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan penyakit diabetes yang disebabkan oleh
karena terjadinya resistensi tubuh terhadap efek insulin yang diproduksi oleh sel beta
pankreas. Keadaan ini akan menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi naik tidak
terkendali. Kegemukan dan riwayat keluarga menderita kencing manis diduga merupakan
faktor resiko terjadinya penyakit ini.

25.

Pada diabetes tipe ini, faktor genetik memegang peran lebih penitng

dibandingkan dengan pada diabetes tipe 1A. Di antara kembar identik, angka concordance
(munculnya sifat bawaan pada kedua pasangan anak kembar) adalah 60% sampai 80%.
Pada aggota keluarga dekat dari pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik) risiko
menderita penyakit ini lima hingga sepuluh kali lebih besar daripada subjek (dengan usia
dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya.
26.

Pada intinya diabetes mellitus tipe 2 ini terjadi akibat predisposisi

/kecenderungan genetik (gangguan sekresi insulin pada sel beta dan resistensi insulin) serta
perpaduan dengan faktor lingkungan (obesitas misalnya).
27.
28.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,

diantaranya adalah:
29. 1) Usia (meningkat pada usia di atas 65 tahun)
30. 2) Obesitas
31. 3) Riwayat keluarga
32. 4) Kelompok etnik
33. 5) Aktifitas fisik kurang
34. 6) Penyakit lain
35. Mekanisme Pewarisan Genetik
36.
Tidak seperti kelainan gen tunggal di mana ekspresi penyakit dipengaruhi oleh
sebuah alel mutan pada satu lokus gen, pada diabetes mellitus tipe 2, ekspresi penyakit
tergantung pada beberapa gen yang semuanya hanya memiliki efek yang kecil (poligen).
Diabetes mellitus tipe 2 ini bisa juga disebut dengan penyakit multifaktor (multifactoral
disease) yang mana gen yang terlibat tidak hanya saling berinteraksi satu sama lain, namun
juga berinteraksi dengan faktor lingkungan. Berdasarkan model multifaktor ini, predisposisi
penyakit dapat ditentukan dengan beberapa kombinasi genetik yang berbeda (genotip) dan
faktor lingkungan. Maka ekspresi genotip tidak akan nampak bila tidak dipicu oleh faktor
lingkungan. Misalnya pada diabetes ini faktor lingkungan yang berpengaruh dan ikut
memicu terekspresikannya penyakit adalah usia, diet, kegiatan fisik, obesitas (penumpukan
lemak pada daerah perut), kadar trigliserida darah yang tinggi, rendahnya kadar kolesterol
HDL (kolesterol yang baik), kadar gula darah setelah makan > 200 mg/dl, sedangkan
kadar gula darah puasa > 100, adanya rambut yang berlebih pada wajah atau tubuh
(perempuan), atau diabetes saat kehamilan. Untuk itu, Ibu setidaknya perlu melakukan
pemeriksaan darah rutin kadar kolesterol serta kadar gula darah (setelah makan dan puasa).

37.

Sampai saat ini belum ditemukan faktor genetik apa yang menyebabkan

terjadinya pewarisan penyakit diabetes mellitus ini. Namun beberapa penelitian tentang
penyakit monogen menunjukkan beberapa gen yang menyebabkan diabetes mellitus.
Namun, sayangnya penelitian ini masih sulit dihubungkan dengan gen pewarisan diabetes
tipe 2 sebab terdapat perbedaan fenotip dari reseptor insulin pada hewan percobaan (tikus)
dan manusia. Pada tikus, jika ia kekurangan reseptor insulin, maka masih bisa dilahirkan
dengan berat normal, namun akan mati dengan cepat setelah mengalami ketoasidosis.
Sedangkan manusia yang tidak mengalami mutasi, tidak akan dilahirkan (kemungkinan
kecil) serta jarang akan tumbuh ketoasidosis.
38.
DM tipe 2 adalah insulin yang dibuat tidak cukup, kebanyakan insulin yang
dihisap oleh sel-sel lemak akibat pola makan dan gaya hidup yang tidak baik. Sedangkan
pancreas tidak dapat membuat cukup insulin untuk mengatasi kekurangan insulin sehingga
kadar gula dalam darah naik.
39.
Farmakodinamik : glibenklamid merangsang sekresi insulin dari granul granul
sel sel B langerhans pankreas. Glibenklamid berinteraksi dengan ATP-sensitive K channel
pada membran sel beta, yang menimbulkan depolarisasi membran. Akibatnya kanal Ca
terbuka dan ion Ca masuk ke sel beta, merangsang granul granul insulin dan akan terjadi
sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C. Penggunaan jangka
panjang dan dosis besar berakibat pada hipoglikemia. Farmakokinetik : absorpsi melalui
saluran cerna cukup efektif. Efektif dikonsumsi 30 menit sebelum makan. Masa paruhnya
sekitar 4 jam. Metabolismenya di hepar, 75% eksresi nya melalui empedu dan sisnya
melalui urin. Tidak boleh digunakan pada penderita penyakit ginjal dan hepar.
40.
Farmakodinamik : Memiliki efek hipoglikemik yang poten (200 kali lebih kuat
daripada Tolbutamida) sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makan
yang ketat. Glibenklamid efektif dengan pemberian dosis tunggal. Setelah diabsorbsi, obat
ini tersebar ke seluruh cairan ekstra sel. Dalam plasma sebagian besar pada protein plasma
terutama albumin (70-99%). Pada protein plasma terutama albumin (70-99%). Studi
menggunakan glibenklamid yang dilabel radioaktif menunjukkan bahwa, glibenklamid
diserap sangat baik (84 9%). Glibenklamid diserap sangat baik (84 9%). Mula kerja
(onset) glibenklamid, kadar insulin serum mulai meningkat 15-60 menit setelah pemberian
dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 2-4 jam. Setelah itu kadar mulai
menurun 24 jam setelah pemberian kadar, dalam plasma hanya tinggal sekitar 5%. Masa
kerja sekitar 15 - 24 jam. Hanya 25-50 % metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar
diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Waktu paruh eliminasi sekitar 1516 jam, dapat bertambah panjang apabila terdapat kerusakan hati atau ginjal. Bila

pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam. Glibenklamid
tidak diakumulasi di dalam tubuh, walaupun dalam pemberian berulang.
41.
42. 2. Masa
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.

63.
64.
65.
66.
67.
68. KASUS
69.

Mr.Jono, 65 tahun dibawa ke ruang gawat darurat Rumah Sakit

Muhammadiyah oleh keluarganya karena tidak sadar sejak 3 jam yang lalu. Mr.Jono
menderita DM Tipe 2 selama 5 tahun dan setiap hari mengkonsumsi tablet glibenclamide 5
mg. Menurut keluarganya, sebelum terjadi penurunan kesadaran, dia merasa dingin,
berkeringat, jantung berdebar-debar, lemah, dan cemas setelah mengkonsumsi obat di pagi
hari sebelum sarapan dan kemungkinan karena lupa,setelah sarapan penderita minum obat
yang sama. Dokter jaga IGD lalu melakukan pemeriksaan fisik juga meminta analis
kesehatan yang bertugas saat itu untuk melakukan pemeriksaan laboratorium.
70.

PERTANYAAN

1. Jika analis kesehatan yang bertugas saat itu adalah Anda, pemeriksaan apa yang akan
Anda sarankan untuk pasien tersebut ?
2. Berikan alasan mengapa Anda menyarankan pemeriksaan itu ?
3. Metode pemeriksaan yang mana yang anda gunakan untuk kasus tersebut dan jelaskan
alasan anda memilih metode tsb.
4. Ada berapa macam metode yang anda ketahui untuk pemeriksaan test laboratorium
tsb diatas, sebutkan kegunaan, keuntungan dan kerugian dari masing masing metode
pemeriksaan test laboratorium tsb diatas yang anda ketahui.
71.
72.
73.

74.
75.
76.
77.
78.
79. PEMBAHASAN
1. Pemeriksaan yang akan dilakukan adalah tekanan darah dan glukosa darah sewaktu.

Anda mungkin juga menyukai