Anda di halaman 1dari 14

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Fraktur menurut Rasjad, 1998 adalah hilangnya konstinuitas
tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total
maupun yang parsial.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
dan atau tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif
Mansjoer, 2000)
Fraktur tibia adalah terjadinya trauma, akibat pukulan langsung
jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras
(Brunner and suddart, 2000)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddath, 2002)
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patahnya
tulang yang utuh, yang biasanya di sebabkan oleh trauma/rudapaksa atau
tenaga fisik yang di tentukan jenis dan luas trauma (Lukman, 2007)
Patah batang tibia merupakan fraktur yang sering terjadi dibanding
fraktur pada batang tulang panjang yang lain (Sjamjuhidajat & Wim de
Jong, 2004)
B. Anatomi Fisiologi
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai
bawah. Ia mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi
depan tulang hanya terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri
jika terbentur. Pada pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang femur
pada sendi lutut. Bagian distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi
dengan tulang tarsal. Pada tepi luar terdapat perlekatan dengan tulang
fibula. Pada ujung medial terdapat maleolus medialis. Tulang fibula
merupakan tulang panjang dan kecil dengan kepala tumpul tulang fibula
tidak berartikulasi dengan tulang femur (tidak ikut sendi lutut) pada ujung
distalnya terdapat maleolus lateralis.
Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada di
sekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas,
mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat

berdiri. Dan beraktivitas lain disamping itu tulang tibia juga merupakan
tempat deposit mineral ( kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang
adalah sebagai berikut, yaitu :
a. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
b. Melindungi organ-organ tubuh (contoh tengkorak melindungi otak)
c. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi
dan bergerak).
d. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium)
e. Hematopoeisis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum
tulang)
C. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya menurut Corwin, 2001:
1. Trauma
a. Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
b. Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
2. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis,
kanker tulang dan lain-lain.
3. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
4. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
Penyebab paling utama fraktur tibia biasa disebabkan oleh :
1. Benturan/trauma langsung pada tulang, antara lain kecelakaan lalu
lintas atau jatuh.
2. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang, akibat gangguan atau penyakit
primer seperti osteoporosis atau kanker tulang metastase
3. Olah raga/latihan yang terlalu berat , masukan nutrisi yang kurang

D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Smeltzer and Bare, 2002 antara lain :
1. Nyeri local

2.
3.
4.
5.

Pembengkakan
Eritema
Peningkatan suhu
Pergerakan abnormal

Menurut Brunner dan Suddart (2002; 2358) Manifestasi klinis fraktur


adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas,
krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untum meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terliahat maupun
teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan
ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain
sampai 2,5-5cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji kreptus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagi
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi atau setelah beberapa jam cedera.
E. Patofisiologi
Fraktur dapat terjadi karena trauma/rudapaksa sehingga dapat
menimbulkan

luka

terbuka

dan

tertutup.

Fraktur

luka

terbuka

memudahkan mikroorganisme masuk kedalam luka tersebut dan akan


mengakibatkan terjadinya infeksi.

Pada

fraktur

dapat

mengakibatkan

terputusnya

kontinuitas

jaringan sendi, tulang bahakan kulit pada fraktur terbuka sehingga


merangsang nociseptor sekitar untuk mengeluarkan histamin, bradikinin
dan prostatglandin yang akan merangsang serabut A-delta untuk
menghantarkan

rangsangan

nyeri

ke

sum-sum

tulang

belakang,

kemudian dihantarkan oleh serabut-serabut saraf aferen yang masuk ke


spinal melalu dorsal root dan sinaps pada dorsal horn. Impuls-impuls
nyeri menyeberangi sum-sum belakang pada interneuron-interneuron dan
bersambung dengan jalur spinal asendens, yaitu spinothalamic tract
(STT) dan spinoreticuler tract (SRT). STT merupakan sistem yang
diskriminatif dan membawa informasi mengenai sifat dan lokasi dari
stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks untuk diinterpretasikan
sebagai nyeri.
Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi
norepinephrin, sarap msimpatis terangsang untuk mengaktifasi RAS di
hipothalamus mengaktifkan kerja organ tubuh sehingga REM menurun
menyebabkan gangguan tidur.
Akibat nyeri menimbulkan

keterbatasan

gerak

(imobilisasi)

disebabkan nyeri bertambah bila digerakkan dan nyeri juga menyebabkan


enggan untuk bergerak termasuk toiletening, menyebabkan penumpukan
faeses dalam colon. Colon mereabsorpsi cairan faeses sehingga faeses
menjadi kering dan keras dan timbul konstipasi.
Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah
satunya dekubitus, yaitu luka pada kulit akibat penekanan yang terlalu
lama pada daerah bone promenence.
Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan
ancaman akan integritas tubuh, merupakan stressor psikologis yang bisa
menyebabkan kecemasan.
Terputusnya kontinuitas

jaringan

sendi

atau

tulang

dapat

mengakibatkan cedera neuro vaskuler sehingga mengakibatkan oedema


juga mengakibatkan perubahan pada membran alveolar (kapiler)
sehingga terjadi pembesaran paru kemudian terjadi kerusakan pada
pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi tubuh
untk memenuhi kebutuhan oksigen.
Menurut Engram (1998), tulang dikatakan fraktur atau patah bila
terdapat interupsi dari kontinuitas jaringan tulang, biasanya fraktur disertai

cedera jaringan di seputarnya yaitu ligamen, otot, tendo, pembuluh darah


dan

persyarafan.

Trauma

ini

terjadi

pada

patah

tulang

dapat

menyebabkan fraktur yang akan mengakibatkan seseorang memiliki


keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan nyeri pergerakan. Jaringan
lunak yang terdapat di sekitar fraktur seperti pembuluh darah syaraf dan
otot serta organ lain yang berdekatan dapat dirusak pada waktu orang
lain ataupun karena mencuatnya tulang yang patah. Apabila kulit sampai
robek, hal ini akan menyebabkan potensial injeksi. Tulang memiliki sangat
banyak pembuluh darah, akibat dari fraktur yang keluar dari pembuluh
darah ke dalam jaringan lunak atau pada luka yang terbuka. Luka dan
keluarnya darah tersebut dapat mempercepat pertumbuhan bakteri.

F. Klasifikasi
Menurut Smeltzer and Bare, 2002 antara lain :
1. Fraktur komplet

Fraktur/patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya


mengalami pergeseran dari posisi normal.
2. Fraktur tidak komplet
Fraktur/patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
3. Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen
frakturnya tidak menembus jaringan kulit
4. Fraktur terbuka
Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen
frakturnya

menembus

kulit),

dimana

bakteri

dari

luar

bisa

menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda


asing)
a. Grade I
b. Grade II

:Luka bersih
:Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan

lunak yang ekstensif


c. Grade III
:Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat.
5. Jenis khusus fraktur
a. Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang
b.
c.
d.
e.

sisi lainnya membengkok.


Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang
Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa

f.

fragmen
Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam

(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)


g. Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang)
h. Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
i.

(kista tulang, penyakit pegel, tumor)


Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon

pada perlekatannya
j. Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
k. Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya.
G. Proses penyembuhan tulang
Menurut Rasjad, 1998 antara lain :
1. Stadium Pembentukan Hematoma

Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah


yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum
dan otot) terjadi 1 2 x 24 jam.
2. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi
fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh
kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum
tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
3. Stadium Pembentukan Kallus
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas
pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan
fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 10 hari setelah kecelakaan
terjadi.
4. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah
menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada
minggu ke 3 10 setelah kecelakaan.
5. Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi
eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi
pada 6 -8 bulan.
H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges, 2000 antara lain :
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
2. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress
normal setelah trauma)
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien
ginjal.
I.

Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
1. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur.
Prinsipnya

adalah

mengetahui

riwayat

kecelakaan,

derajat

keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang


peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.

2. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti
letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam
ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri
selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau
blok saraf lokal.
3. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai,
traksi dan teknik fiksator eksterna.
4. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula
dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin
sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot.
Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah
Penatalaksanaan klien dengan fraktur dapat dilakukan dengan cara :
1. Traksi
Yaitu penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh dengan
memberikan

beban

yang

cukup

untuk

penarikan

otot

guna

meminimalkan spasme otot, mengurangi dan mempertahankan


kesejajaran tubuh, untuk memobilisasi fraktur dan mengurangi
deformitas.
2. Fiksasi interna
Yaitu stabilisasi tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup,
plate, paku dan pin logam dalam pembedahan yang dilaksanakan
dengan teknik aseptik.
3. Reduksi terbuka
Yaitu melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih
dahulu dilakukan fiksasi dan pemanjangan tulang yang patah.
4. Gips
Adalah fiksasi eksterna yang sering dipakai terbuat dari plester ovaria,
fiber dan plastik.
J. Komplikasi

Menurut Sjamsu Hidayat, 1997 komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :


1. Komplikasi Dini
a. Nekrosis kulit
b. Osteomielitis
c. Kompartement sindrom
d. Emboli lemak
e. Tetanus
2. Komplikasi Lanjut
a. Kelakuan sendi
b. Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union
dan non union.
c. Osteomielitis kronis
d. Osteoporosis pasca trauma
e. Ruptur tendon

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat,
penanggung jawab dan hubungan dengan klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada klien keluhan apa yang dirasakan klien pada saat ini
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan bagaimana terjadi kecelakaan,apa yang menyebabkan
kecelakaan, patah tulang.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Adakah dalam klien pernah mengalami trauma/fraktur sebelumnya
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah didalam keluarga yang pernah mengalami trauma atau
fraktur seperti klien atau penyakit yang berhubungan dengan
tulang lainnya.
4. Aktivitas istirahat
Adakah kehilangan
keterbatasan imobilitas

fungsi

pada

bagian

yang

terkena/fraktur

5. Sirkulasi
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri. Ansietas)
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah ) tachikardi, crt, lambat,
pucat bagian yang terkena.
6. Neurosensori
Adanya kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekkan, kelemahan.
7. Kenyamanan
Nyeri tiba-tiba saat cedera, spasma/kram otot.
8. Keamanan
Leserasi kulit, pendarahan, perubahan warna, pembengkakkan lokal

B. Diagnosa keperawatan dan intervensi


1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur (Brunner & Suddarth, 2000)
Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan perawatan
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang
b. Klien
tampak
rileks,
mampu
berpartisifasi
dalam
aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :

Intervensi

Rasional

Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit

Menghilangkan

dengan tirah baring gips, pembebat, traksi.

kesalahan posisi tulang / tegangan jarin

nyeri

dan

mence

yang cedera
Ringgikan dan dukung ekstremitas yang
terkena

Meningkatkan aliran balik vena menurun


edema, menurunkan nyeri

Hindari menggunakan sprei / bantal plastik di

Meningkatkan aliran balik vena menurun

bawah ekstremitas dalm gips.

edema, menurunkan nyeri

Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi

Meningkatkan keefektifan intevensi, tin

karakteristik, intensitas (0-10)

ansietas

dapat

mempengaruhi

reaksi terhadap nyeri.


Dorong

pasien

untuk

mendiskusikan

masalah sampai dengan cedera.

Membantu menghilangkan astetas

pers

Dorong menggunakan teknik managemen

Meningkatkan kemampuan keping da

stress / nyeri

manajemen nyeri

Berikan alternatif tindakan kenyamanan :

Meningkatkan sirkulasi umum, menurun

pijatan, alih baring

area tekanan lokal dan kelelahan otot

Kolaborasi

Diberikan untuk menurunkan nyeri / spa

Beri

obat

sesuai

indikasi

otot

- Lakukan kompres dingin / es 24 28 jam

Menurun edema, pembentukan hemat

pertama sesuai keperluan

dan mengurangi sensi nyeri.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot


Intervensi :

Intervensi

Rasional

Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan

Pasien

oleh cedera

pandangan diri / persepsi diri tentang

mungkin

dibatasi

oleh

keterbatasan fisik actual


Instruksikan ps untuk / bantu dalam

Meningkatkan aliran darah ke otot dan

rentang gerak pasien / aktif pada

tulang untuk meningkatkan tunas otot,

ekstremitas yang sakit dan yang tidak

mempertahankan

sakit.

mencegah kontraktur / afroji

Dorong penggunaan latihan isometrik

Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk

mulai dengan tungkai yang tersakit

sendi / menggerakkan tungkai dan

gerak

sendi,

membantu mempertahankan kekuatan


dengan masa otot
Tempatkan dalam posisi terlentang

Menurunkan

resiko

kontraktur

secara periodic

pangul

Bantu / dorong perawatan diri /

Meningkatkan

kebersihan (mandi keramas)

sirkulasi, perawatan diri langsung

Dorong peningkatan masukan sampai

Mempertahankan

hidrasi

2000 3000 mliter / hr termasuk air

menurunkan

infexi

kekuatan

resiko

otot

heksi

dan

tubuh
urinarius,

asam, jus.

pembentukan batu dan konstipasi.

3. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka


Intervensi :

Intervensi

Rasional

Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing,

Memberikan informasi tentang sirkulasi

kemerahan, pendarahan, perubahan warna

dan

mungkin

masalah

yang

mun

disebabkan oleh alat / pemasangan


edema
Massase

kulit

dan

penonjolan

tulang

pertahankan tempat tidur kering dan bebas

Menurukan tekanan pada area yang p


dan resiko kerusakan kulit

kerutan
Ubah posisi dengan sering

Mengurangi tekanan konstan pada


yang sama dan meminimal

Traksi tulang dan perawatan kulit.

Mencegah cedera pada bagian tubuh lain

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan


Intervensi :

Intervensi

Rasional

Inspeksi kulit untuk adanya iritasi /

Pen / kawat tidak harus dimasukkan

robekan kontinuitas

melalui kulit yang terinfeksi kemerahan


abrasi

Kaji sisi pen / kulit perhatikan keluhan

Dapat

mengindentifikasi

peningkatan nyeri

infeksi local

Berikan perawatan pen / kawat steril

Dapat mencegah kontaminasi silang


dan kemungkinan infeksi

Observasi luka untuk pembentukan


buta, krepitasi, bau drainase yang

Menghindari infeksi

timbulnya

tidak enak

Kaji tonus otot, reflek tendon dalam

Kekuatan otot, spasme tonik rahang,

dan kemampuan berbicara

mengindikasi tetanus

Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan

Dapat

gerakan dengan edema local

osteomrelitis.

mengindikasikan

adanya

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.

Jakarta : EGC.
Mutaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang
Imumpasue.
Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai