menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
(Soedarto, 1990).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan
imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus
dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF)
akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut
menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi virus
pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin, serotinin,
trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi
instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi
hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh
darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi virus juga
menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni,
coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi
shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi
perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi
hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang
hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein.
Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap
infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang
menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang
intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut
akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel
trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan
merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan
hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief
Mansjoer &Suprohaita; 2000).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun menuju suhu
normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala gejala klinik yang
tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala
dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990).
2. Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan
dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena,
petekia dan purpura. (Soedarto, 1990). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada
saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993). Perdarahan
gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi
hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di
perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita . (Soederta, 1995).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda
tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki
serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk. (Soedarto, 1995).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain
adalah :
o Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
o Asites
o Cairan dalam rongga pleura ( kanan )
o Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah muntah, diare maupun obstipasi dan kejang
kejang. (Soedarto, 1995).
E. KLASIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat
(UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala pendarahan spontan seperti petekia,
ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>
120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai
tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > 140 mmHg) anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet
positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt )
tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 120/100 120/110
90/70 80/70 80/0 0/0 )
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997):
a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil laboratorium
o Trombosit menurun <100.000/ (pada hari sakit ke 3 7
o Hematokrit meningkat 20% atau lebih
o Albumin cenderung menurun
o SGOT, SGPT sedikit meningkat
o Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 40 mmHg, HCO3 menurun.
o Dengue blat 19m positif 19G positif pada hari ke 6.
o NS 1 positif
2. Foto rontgen
Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext)
o Efusi Pleura (PEI %)
3. USG
Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan
o Asites dan Efusi pleura
o Hepatomegali
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203
206 adalah.
1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan surface cooling.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
o Umur 6 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari
2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih
terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut
memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg
BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan
umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan
yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi
menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu
24 jam.
Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4
maka penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan diantaranya adalah :
1. Resusitasi volume pada DSS :
Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat
mempertahankan volume vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat
mengatasi syok.
Hal hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :
1) Kristaloid
oR/C
o NacL 0,9%
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi
2) Koloid
o HES
o Wida HES
o Voluven
o Fima HES, dll.
Efek yang menguntungkan :
o Dapat meningkatkan ankotik plasma
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi
perdarahan
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
5. Resiko cedera (perdarahan) b/d trombisitopenia
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada perdarahan
spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
Intervensi :
a. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring ( bedrest )
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari
adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di
gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis).
c. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,
berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda perdarahan
serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
d. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).
e. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
f. Monitor trombosit setiap hari
g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).
DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,
(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Soedarto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair &
RSUD dr Soetomo Surabaya