Anda di halaman 1dari 1

Kawasan Hutan

Berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 2014


panas bumi dinyatakan bahwa:
-

Pasal 5 mengenai kewenangan penyelenggaraan

Penyelanggaraan panas bumi untuk pemanfaatan langsung berada pada:


1. Lintas wilayah provinsi termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan Lindung
2. Kawasan hutan konservasi
Penyelanggaraan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung berada di seluruh wilayah
Indonesia, termasuk Kawasan Hutan Produksi, Kawasan Hutan Lindung, dan Kawasan Konservasi.

Undang-undang No. 21 tahun 2014 menyatakan bahwa penyelenggaraan panas bumi bukan merupakan
pertambangan melainkan sebagai jasa lingkungan sehingga dapat dilakukan di kawasan hutan, baik
kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, maupun kawasan hutan konservasi.
Asumsikan akan dibangun usaha dengan pemanfaatan panas bumi di kawasan hutan lindung secara
langsung berupa pemandian air panas, namun dengan skala luas yang lebih besar di kawasan Jawa
Barat. Dengan menimbang PERDA Jawa Barat No.6 Tahun 2006, maka skala yang dimaksud
diperbolehkan, karena tidak diatur secara khusus. Dengan demikian, kawasan hutan lindung tersebut
dapat digunakan untuk usaha pemanfaatan panas bumi secara langsung tanpa ada batasan.
Solusi yang dapat dilakukan, yakni melaksanakan revisi UU Kehutanan tentang zona yang dapat
dijadikan zona eksploitasi.

Pemanfaatan secara langsung oleh perusahaan


Berdasarkan UU No.21 tahun 2014 tidak ada aturan yang melarang pemanfaatan secara langsung oleh
perusahaan dalam fasilitas panas buminya, sebagai studi wisata, seminar dan pelatihan tentang panas
bumi berbayar yang rutin diadakan sehingga mendapat keuntungan tambahan. Hal ini merupakan
kebijakan perusahaan/badan usaha. Hal tersebut juga tidak tercantum dalam PP No.9 tahun 2012
tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kementerian energi
dan sumber daya mineral.
Berdasarkan PERDA Jawa Barat No. 8 tahun 2008 tentang penyelenggaraan kepariwisataaan psal 14
ayat (1) yang berbunyi:
Pengembangan sebuah kawasan strategis pariwisata diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah, karena sektor pariwisata bersifat multiplier effect, artinya pengembangan pariwisata pada
suatu daerah atau kawasan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor lain, seperti pertanian,
perkebunan, usaha mikro, kecil dan menengah dan lain-lain
maka pemanfaatan sebagai objek wisata dari usaha PLTP diperbolehkan.
Solusi yang dapat dilakukan adalah pembatasan daerah yang akan dijadikan objek wisata.

Anda mungkin juga menyukai