Anda di halaman 1dari 9

97

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010

Tepung Ampas Kelapa pada Umur Panen 11-12 Bulan Sebagai


Bahan Pangan Sumber Kesehatan
Meddiati Fajri Putri
Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi, Universitas Negeri Semarang
mediati72@yahoo.com

Abstrak: Asupan serat menjadi semakin diutamakan dalam membuat formulasi produk pangan
karena perannya dalam memperlancar pencernaan, tempat berkembang bakteri selama diusus dan
mengurangi ketersediaan kolesterol. Kolesterol adalah pemicu munculnya penyakit degeneratif
seperti stroke dan penyakit jantung koroner. Salah satu upaya untuk menekan tingginya kolesterol
darah adalah dengan meningkatkan konsumsi serat larut yang tidak dapat dicerna, namun larut
dalam air panas. Di dalam saluran pencernaan serat larut ini akan mengikat asam empedu dan
kemudian dikeluarkan bersama tinja Anonim (2001) dalam Khomsan (2003). Selanjutnya dijelaskan
semakin tinggi konsumsi serat larut akan semakin banyak asam empedu dan lemak yang
dikeluarkan oleh tubuh.Pemanfaatan hasil samping ampas kelapa sebagai bahan substitusi
makanan kesehatan selama ini belum banyak terungkap. Meskipun ampas kelapa merupakan hasil
samping pembuatan santan, namun ampas kelapa merupakan bahan pangan sumber serat.
Ampas kelapa berasal dari komoditi hasil samping yang memiliki keunggulan sebagai pendukung
kelestarian ketahanan pangan. Hal tersebut ditunjang oleh potensi produksi yang tinggi, proses dan
peralatan yang digunakan dalam produksinya sederhana dan murah, memiliki kemampuan untuk
diolah menjadi produk-produk yang lebih berkualitas, dapat ditambahkan pada produk-produk roti,
resep-resep masakan, dan produk-produk makanan lainnya sebagai makanan kesehatan
sehingga dapat menunjang diversivikasi pangan.
Kata kunci: tepung, ampas kelapa, sumber kesehatan

1. Pendahuluan
Buah kelapa (Cocos nucifera Lin) selain
sebagai sumber karbohidrat juga sebagai
sumber lemak, protein, kalori, vitamin dan
mineral.
Nutrisi
karbohidrat
yang
terkandung dalam daging kelapa sebesar
10-14 g/100g berat basah (Thieme, 1968).
Buah kelapa juga mengandung serat kasar
30, 58% (Rindengan dkk. 1997). Analisis
ampas kelapa kering mengandung 13%
selulosa dapat berperan dalam proses
fisiologi tubuh (Balasubramanian (1976).
Ampas kelapa didapatkan dari parutan
daging kelapa ditambah air diperas hingga
keluar
santannya.
Ampas
kelapa
merupakan hasil samping pembuatan
santan, daging buah kelapa yang diolah
menjadi minyak kelapa dari pengolahan
cara basah akan diperoleh hasil samping
ampas kelapa.
Pemanfaatan tepung ampas kelapa kelapa
dalam pengembangan produk pangan,

merupakan salah satu cara dengan


mensubstitusi tepung terigu. Pengolahan
tepung ampas kelapa berserat kasar tinggi,
sebagai bahan baku makanan rendah kalori
hanya mengikuti pemanfaatan kelapa untuk
pengolahan santan dan minyak cara basah,
sebab yang digunakan adalah hasil
samping ampas kelapa. Meskipun ampas
kelapa
merupakan
hasil
samping
pembuatan
santan,
namun
karena
kandungan seratnya cukup tinggi maka
ampas kelapa dapat dimanfaatkan sebagai
bahan substitusi pada produk pangan.
Oleh sebab itu tepung dari ampas kelapa
sangat baik digunakan sebagai salah satu
bahan dalam membuat formula makanan,
khusus untuk konsumen yang berisiko
tinggi
terhadap
penyakit
obesitas,
kardiovaskuler dan lain-lain.
Menurut Syarif dan Anis (1986) tepung
merupakan hasil olahan yang dibuat
dengan cara pemanasan dan pengurangan
kadar air yang kemudian bahan kadar

98

airnya cukup rendah ( 10%) ditumbuk


halus dan dilakukan pengayakan agar
seragam. Tepung ampas kelapa dapat
digunakan sebagai bahan substitusi
berbagai produk pangan, diantaranya
cookies (kue kering ), nugget, lumpia, roti,
brownies dan lain-lain.

2. Buah Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera Lin) adalah
komoditas sosial yang mudah tumbuh di
daerah tropis dan merupakan tanaman
yang penting dan melibatkan jutaan
masyarakat tani di negara - negara Asia
Pasifik. Pertanaman kelapa di Indonesia
mencapai luas 3.759.397 ha. Sekitar
92,40% diantaranya berupa kelapa dalam
yang diusahakan sebagai perkebunan
rakyat, sedangkan kelapa hibrida baru
sekitar 4% (Anonim , 1997 cit Abdurahman
dan Mulyani, 2003). Oleh karena itu
Indonesia disebut sebagai negara produsen
kelapa kedua setelah Philipina, tentu dilihat
dari segi total areal maupun potensi
produksinya.
Tanaman kelapa termasuk dalam famili
Palmae dan membutuhkan lingkungan yang
sesuai
untuk
pertumbuhan
dan
produksinya. Kelapa dapat tumbuh pada
berbagai kondisi lahan, tanah dan iklim
sehingga penyebarannya cukup luas.
Kelapa dapat tumbuh pada ketinggian di
bawah 500 m diatas permukaan laut dan di
daerah tertentu masih dijumpai pada
ketinggian 900 m dpl (Darvis, 1986).
Pada dasarnya pertumbuhan kelapa
dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara
lain cahaya, suhu udara, curah hujan,
kelembaban dan tanah. Lama penyinaran,
intensitas dan mutu cahaya mempengaruhi
mutu buah pada waktu pemanenan
terutama pada proses fisiologi buah
(Pantastico, 1986). Suhardiyono (1988),
menyatakan
bahwa
sinar
matahari
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
vegetatif dan pembuahan, karena sinar
matahari berfungsi sebagai sumber energi
pada proses fotosintesa dan akan
meningkatkan suhu yang secara langsung
menyebabkan terbukanya stomata karena
perubahan-perubahan tekanan turgor yang

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010

memungkinkan pertukaran gas antara selsel di bawah epidermis. Disamping itu


intensitas sinar dan lama penyinaran
matahari
dapat
mempengaruhi
perkembangan tanaman, hal ini dipertegas
oleh Suhardiyono (1988), yang menyatakan
bahwa peninaran selama 2000 jam per
tahun atau 120 jam per bulan adalah
sebagai batas penyinaran minimum yang
dapat mengganggu produksi tanaman
kelapa.
Suhu udara yang baik bagi tanaman kelapa
berkisar antara 20 35oC, dengan suhu
optimum 25 28oC. Di bawah suhu
tersebut
akan
menyebabkan
pertumbuhannya
lambat,
proses
metabolismenya berjalan lambat. Curah
hujan yang baik untuk pertumbuhan kelapa
adalah yang merata sepanjang tahun yakni
berkisar antara 1000 5000 mm/tahun atau
paling sesuai 2000 3000 mm/tahun
(Zaenudin et al, 2000). Meskipun demikian,
pada umumnya tanaman kelapa (terutama
kelapa hibrida) tidak dapat bertahan apabila
bulan kering lebih dari 6 bulan. Di samping
itu, udara panas dan lembab adalah sangat
baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa.
Udara yang sangat kering atau kelembaban
udara
rendah
dapat
menyebabkan
evapotranpirasi tanaman kelapa tinggi
maka dapat berpengaruh pada proses
fisiologi buahnya, yaitu menyebabkan jatuh
sebelum
matang/jauh
lebih
awal.
Sebaliknya bila kelembaban udaranya tinggi
dapat mengakibatkan terserangnya hama
dan penyakit (terutama penyakit but rot).
Dari segi tanahnya, kelapa dapat tumbuh
dan berproduksi pada berbagai jenis tanah,
baik tanah mineral maupun tanah organic
(gambut). Hampir seluruh ordo tanah
mineral
dapat
dimanfaatkan
untuk
pertanaman kelapa, yaitu inceptisols,
ultisols, entisols, alfisols, exisols, mellisols
dan vertisols. Produktivitas bervariasi
tergantung pada kandungan hara dalam
tanah dan kondisi iklim. Widjaja-Adhi (1992)
menyatakan bahwa pada tanah berpasir,
tanaman kelapa masih dapat tumbuh
asalkan hara dan air cukup tersedia. Oleh
karena itu tanaman kelapa banyak
ditemukan pada tanah-tanah berpasir di
sepanjang pantai di beberapa daerah di
Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Sudradjat

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010

99

(2005), bahwa tanah di pesisir pantai kaya


akan clorida (Cl) yang terikat pada senyawa
garam dapur (NaCl). Clorida (Cl) berfungsi
untuk membuka dan menutup stomata, dan
penting untuk proses fotosintesis. Di
samping itu natrium juga berfungsi untuk
substitusi kalium. Kalium dibutuhkan pada
masa pertumbuhan bunga dan buah,
bilamana kalium selalu tercukupi maka
kandungan asam larutannya tinggi.

antara lain, jenis dan varitas kelapa, umur


kelapa, iklim, jenis tanah dan ketinggian
tempat. Jenis kelapa dalam menghasilkan
daging buah (endosperm) lebih tebal,
sekitar 29,8 35% dari total massa buah
dibandingkan dengan kelapa genjah
(Anonim, 2005). Pernyataan ini dipertegas
oleh Andi Nur Alamsyah (2005) bahwa
kadar lemak daging buah kelapa dalam
bervariasi antara 68,57 70,64%.

Secara
genetic
kelapa
dalam,
menghasilkan bunga pertama pada umur 7
10 tahun setelah ditanam. Bunga betina
tanaman kelapa akan dibuahi 18 25 hari
setelah bunga berkembang dan buah akan
menjadi masak setelah 12 bulan dihitung
sejak pembuahan berlangsung (Anonim,
2005). Penampilan morfologis kelapa dalam
umumnya sama yaitu memiliki batang
berdiameter besar, umumnya mencapai
kurang lebih 90 tahun dan tingginya
mencapai 20 30 meter.

Untuk menghasilkan Virgin Coconut Oil


(minyak kelapa rumit) yang berkualitas baik
perlu mempertimbangkan berbagai factor
antara lain umur buah kepala, karena kadar
dan mutu minyak kelapa murni sangat
ditentukan oleh tingkat kematangan buah
kelapa. Kadar minyak maksimal yaitu
60,3% akan diperoleh setelah 11 12 bulan
pembuahan, dan ditandai oleh tempurung
yang berwarna coklat kehitaman, tiga
lubang tempat tumbuh bakal tanaman
berwarna hitam dan pada kulit ari berwarna
kehitaman (Barlina, 2004). Buah yang
terlalu tua serta pada kondisi yang mulai
berkecambah tidak dianjurkan untuk dibuat
minyak kelapa murni. Di samping iti
Siahaan (1993) menyatakan bahwa kisaran
umur kelapa dari 8
sampai 13 bulan
terbukti kalorinya sudah optimum terutama
karbohidrat dan sifat organoleptiknyapun
optimum.

Menurut Ketaren (1986), buah kelapa


berbentuk bulat panjang dengan ukuran
kurang lebih sebesar kepala manusia.
Selanjutnya dikatakan bahwa buah terdiri
atas sabut (eksokarp dan mesokarp),
tempurung (endocarp), daging buah
(endosperm) dan air buah. Tebal sabut
kelapa 5 cm dan tebal daging buah 1 cm
atau lebih.
Utami (1983), menyatakan bahwa buah
kelapa mempunyai kadar lemak yang
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

Thieme (1968) cit Ketaren (1986),


mengemukakan komposisi nutrisi daging
buah kelapa seperti disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi nutrisi daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan
Kondisi buah kelapa
Komposisi nutrisi/100 g daging
kelapa
Buah muda
Buah
Buah tua
setengah tua
Kalori (kal)
68,0
180,0
359,0
Protein (g)
1,0
4,0
3,0
Lemak (g)
0,9
13,0
34,0
Karbohidrat (g)
14,0
10,0
14,0
Kalsium (mg)
17,0
8,0
21,0
Fosfor (mg)
30,0
35,0
21,0
Besi (mg)
1,0
1,3
2,0
Aktivitas vitamin A (IU)
0,0
10,0
0,0
Thiamin (mg)
0,0
0,5
0,1
Asam Askorbat (mg)
4,0
4,0
2,0
Air (mg)
83,3
70,3
46,9
Bagian yang dapat dimakan (mg) 53,0
53,0
53,0
Sumber: Thieme (1968) cit Ketare (1986)

100

Dari Tabel 1. di atas dapat dilihat bahwa


makin tua buah kelapa maka kandungan
lemaknya makin tinggi (34,7 g), kalorinya
(359,0 kal), sedangkan kandungan air
mengalami penurunan (46,9 mg).

3. Santan dan Ampas Kelapa


Santan kelapa adalah cairan yang tidak
ditembus cahaya yang diperoleh dari
ekstrak parutan kelapa. Parutan daging
kelapa ditambah air atau tanpa ditambah air
diperas
hingga
keluar
santannya.
Komposisi
santan
kelapa
ternyata
dipengaruhi oleh beberapa factor antara
lain: varitas, umur, lingkungan pertumbuhan
kelapa, praktek budidaya, cara persiapan
dan kondisi proses yang digunakan untuk
ekstraksi, misalnya jumlah penambahan air
dan suhu yang digunakan untuk ekstrakti
(Cancel, 1979; Gonzales , 1990 cit
Tangsuphon dan Coupland, 2005).
Ampas kelapa merupakan hasil samping
pembuatan santan, Daging buah kelapa
yang diolah menjadi minyak kelapa dari
pengolahan cara basah akan diperoleh
hasil samping ampas kelapa. Sampai saat
ini pemanfaatannya masih terbatas untuk
pakan ternak dan sebagian dijadikan tempe
bongkrek untuk makanan, didesa-desa
Propinsi Jawa Timur (Hutasoit, 1988)
Untuk pengolahan minyak kelapa cara
basah, dari 100 butir kelapa diperoleh
ampas 19,50 kg. Ampas kelapa dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan
tepung. Tepung ampas kelapa adalah
tepung yang diperoleh dengan cara
menghaluskan daging ampas kelapa.
Balasubramanian
(1976),
melaporkan
bahwa analisis ampas kelapa kering (bebas
lemak) mengandung 93% karbohidrat yang
terdiri atas: 61% galaktomanan, 26%
manosa dan 13% selulosa. Sedangkan
Banzon dan Velasco (1982), melaporkan
bahwa tepung ampas kelapa mngandung
lemak 12,2%, protein 18,2%, serat kasar
20%, abu 4,9%, dan kadar air 6,2%. Hasil
analisis yang dilakukan Rindengan et al,
(1997) pada tepung ampas kelapa dari
Genjah Kuning Nias dan Dalam Tenga
(GKN x DTA) adalah sebagai berikut: kadar
air 4,65%, protein 4,11%, lemak 15,89%,

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010

serat kasar 30,58%, karbohidrat 79,34%


dan abu 0,66%.
Berdasarkan hasil analisis, ampas kelapa
masih bernilai tinggi bila dimanfaatkan
sebagai makanan berkadar lemak rendah
yang cocok dikonsumsi oleh golongan
konsumen yang kegemukan (obesitas),
beresiko tinggi terhadap kolesterol dan
jantung
koroner.
Ampas
kelapa
mengandung selulosa cukup tinggi dapat
berperan dalam proses fisiologi tubuh.
Selulosa merupakan serat makanan yang
tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim
pencernaan. Namun peranannya dalam
sistem pencernaan sangat penting, sebab
dapat memperpendek waktu transit sis-sisa
makanan, sehingga mengurangi resiko
kanker usus. Selain itu, serat dapat
mengikat lemak, protein, dan karbohidrat
lainnya, sehingga terbentuk kompleks
lemak-protein-karbohidrat-serat. Akhirnya
senyawa komplek ini tak dapat dicerna oleh
enzim pencernaan, yang selanjutnya
terbuang bersama feses (Muchtadi, 1989).
Dengan demikian konsumen dapat terhidar
dari resiko kegemukan, hiperkolesterol dan
jantung koroner.
Tepung ampas kelapa adalah tepung yang
diperoleh dengan cara menghaluskan
ampas kelapa yang telah dikeringkan. Rony
Palungkun (1993, hal 53) menjelaskan
bahwa tepung ampas kelapa dapat dibuat
dari kelapa parut kering yang dikeluarkan
sebagian kandungan lemaknya melalui
proses pressing. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa dari proses ini selain diperoleh
tepung kelapa juga diperoleh minyak yang
bemutu tinggi.
Tepung adalah bahan baku utama
pembuatan bebgai jenis makanan (kue).
Disamping sebagai sumber pati(gizi),
tepung juga sebagai pembentuk struktur.
Sifat fisik tepung yang harus diperhatikan
adalah harus berwarna putih , tidak
menggumpal dan tidak lengket. Dikaitkan
dengan sifat kimia daging buah kelapa
hibrida maka yang berperan pada sifat fisik
tepung adalah kadar galaktomanan dan
fosfolipida. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 2. sifat-sifat fisikokimia
daging buah kelapa yang mempengaruhi
pengolahan kopra, minyak, kelapa parut
kering, santan dan tepung.

101

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010

Tabel 2. Sifat-sifat fisikokimia daging buah kelapa yang mempengaruhi pengolahan


kopra, minyak, kelapa parut kering, santan dan tepung.
Jenis
Umur
Kadar
Kadar
Kadar
Kadar
Kadar
Kadar
Kelapa
Buah
Air
Lemak
Karbohidrat Galatok- Serat
FosfoManan
Kasar
Lipida
(%bk)
(%bk)
(%bk)
(bulan)
(%)
(%bk)
(%bk)
KHINA-1
10
66,24
44,69
43,33
2,33
18,85
0,14
11
59,49
48,94
40,69
1,09
19,26
0,08
12
56,38
53,11
35,94
1,19
20,77
0,12
PB-121
10
62,26
54,51
33,61
2,28
19,59
0,10
11
59,25
52,97
33,03
2,24
22,69
0,09
12
50,31
51,52
38,64
1,91
17,71
0,09
GKNxDTE 10
63,82
53,26
34,37
1,85
19,20
0,15
11
56,30
56,01
34,86
0,96
22,47
0,10
12
50,51
56,82
33,42
1,11
21,91
0,13
GKBxDTE 10
65,22
54,37
37,03
2,88
20,43
0,15
11
59,67
56,14
33,50
1,92
23,13
0,12
12
56,13
47,81
42,54
1,24
22,64
0,12
GKBxDMT 10
65,14
51,31
3770
3,89
21,51
0,15
11
5619
52,36
37,60
2,07
23,16
0,05
12
55,88
43,88
42,07
1,03
23,19
0,11
GRAxDMT 10
63,75
50,08
35,33
2,85
20,43
0,17
11
57,47
55,40
33,66
1,30
21,22
0,11
12
55,09
50,15
40,60
1,35
20,13
0,14
DMT
12
49,80
52,95
0,20
0,13
DTA
12
51,60
69,31
0,19
0,12
DTE
12
51,90
50,50
0,20
0,11
GKB
12
51,60
55,31
0,18
0,11
GKN
12
51,60
58,09
0,20
0,13
GRA
12
51,60
57,78
0,18
0,11
Berdasarkan
Tabel 2, rata-rata kadar
galaktomanan dan fosfolipida tertinggi
dijumpai pada umur buah 10 bulan.
Fosfolipida
atau
fosfatida
yang
mengandung ester-ester asam lemak, asam
fosfat dan senyawa lain yang mengandung
nitrogen
(Kirchenbauer,1960).
Proses
oksidasi asam lemak tidak jenuh dari
fosfolipida akan membentuk peroksida dan
akan mudah terdekomposisi menjadi
senyawa keton yang berwarna kuning,
aldehid dan senyawa-senyawa lainnya.
Aldehid yang dihasilkan dapat bereaksi
dengan gugus
amino
dari
protein
membentuk komponen berwarna coklat
(Ketaren, 1986). Untuk menghindari sifatsifat yang diakibatkan oleh kedua sifat kimia
tersebut, maka dalam pengolahan industri
VCO sebaiknya menggunakan buah kelapa
berumur 11 bulan dari KHINA-1 dan GKN x
DTE, umur 12 bulan dari GKB x DMT.
Sehingga akan diperoleh hasil samping

ampas kelapa yang baik untuk dibuat


tepung ampas kelapa.

4. Pembuatan
kelapa

Tepung

Ampas

Tepung ampas kelapa adalah ampas


kelapa yang dikeringkan, dihaluskan
menjadi tepung dengan menggunakan
ayakan 100 mesh, dan diproses secara
higienies
untuk
bahan
baku
makanan.Tepung ampas kelapa pada
dasarnya dibuat dari limbah ampas kelapa
industri VCO.
Tepung ampas kelapa dapat digunakan
sebagai bahan baku roti, brownies atau
ekstraksi
dengan
pelarut
sehingga
menghasilkan tepung yang bebas lemak
dan
tahan
lebih
lama
dalam
penyimpanannya. Berikut ini adalah tahap-

102

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010

tahap proses pembuatan tepung ampas


kelapa:
1) Pengeringan ampas kelapa
Pengeringan dilakukan untuk mengurangi
kadar air yang ada hingga 2,5-3,5%. Proses
pengeringan dilakukan pada temperatur 6070 selama 20-45 menit atau dijemur
dibawah sinar matahari hingga kering.
2) Penumbukan dan pengayakan
Penumbukan
ampas
kelapa
kering
ditumbuk hingga halus dengan menggunan
alu
dan
lumpang
atau
dengan
menggunakan mesin penggilng tepung.
Untuk menghasilkan tepung yang halus dan
bersih, hasil kelapa tumbukan disaring
dengan menggunakan tapisan tepung
dengan ukuran 100 mesh.
3) Pengeringan akhir
Pengeringan akhir dilakukan agar tepung
benar-benar kering dan mempunyai daya
simpan yang relatif tinggi. Tepung ampas
kelapa dikemas dan disimpan dalam
ruangan kering, bersih, berventilasi udara
baik, dan tidak terkena sinar matahari
secara langsung. Berikut ini adalah gambar
diagram alir pembuatan tepung ampas
kelapa

Diagram Alir Pembuatan


Tepung Ampas Kelapa
Ampas Kelapa

Dikeringkan 60 -70 C (20-45 menit)


Dijemur di bawah suhu matahari

Digiling dan diayak (mesh 100)

Tepung ampas kelapa


Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan
Tepung Ampas Kelapa

5. Serat Pangan
Pemanfaatan ampas kelapa sebagai bahan
substitusi makanan kesehatan selama ini
belum banyak terungkap. Meskipun ampas
kelapa
merupakan
hasil
samping
pembuatan
santan,
namun
memiliki
kandungan serat kasar cukup tinggi. Diet
kaya serat akan membantu melindungi
tubuh dari berbagai penyakit yang
berkembang dinegara-negara maju seperti
diabetes mellitus, jantung koroner, obesitas,
dan kanker usus besar, (Trowell dalam
Astawan dan Wresdiyati 2004). Serat
pangan telah ditunjukkan memiliki peranan
penting
dalam
pencegahan
resiko
karsinogenesis dan arterosklerosis. Serat
pangan ini juga mengontrol pelepasan
glukosa
seiring
waktu,
membantu
pengontrolan dan pengaturan diabetes
melitus dan obesitas (Trinidad dkk., 2001).
Serat pangan dalam jumlah yang cukup
didalam makanan sangat bagus untuk
pencernaan yang baik dalam usus. Oleh
karena itu, serat pangan sangat berperan
dalam kesehatan dan kondisi penyakit
didalam berbagai kelompok populasi
(Ramulu dan Rao, 2003).
Serat pangan yang berasal dari buahbuahan
dan
sayuran
lebih
cepat
terfermentasi dari pada serat pangan yang
berasal dari kacang-kacangan (Astuti,
2005). Serat Pangan umumnya terdiri atas
kompleks karbohidrat dinding sel tumbuhan,
seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan
lignin juga polisakarida intraseluler seperti
gum dan muscilago yang tidak terhidrolisis
oleh enzim pencernaan manusia (Spiller,
2000). Serat pangan tidak dapat dicerna
dan tidak diserap oleh saluran pencernaan
manusia, tetapi memiliki fungsi yang sangat
penting bagi pemeliharaan kesehatan,
pencegahan
penyakit
dan
sebagai
komponen penting dalam terapi gizi
(Astawan, 2004). Dijelaskan pula bahwa
menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya
terhadap tubuh, serat pangan dibagi atas
dua golongan yaitu serat pangan larut dan
serat pangan tak larut.
Serat pangan larut merupakan komponen
serat yang dapat larut didalam air dan

103

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010

saluran pencernaan. Komponen serat ini


dapat membentuk gel dengan cara
menyerap air. Kelompok serat pangan larut
adalah pektin, psilium, gum, musilage,
karagenan, asam alginat, dan agar-agar.
Fungsi utama serat pangan larut adalah
memperlambat
kecepatan pencernaan
dalam usus sehingga aliran energi kedalam
tubuh menjadi stabil; memberikan perasaan
kenyang yang lebih lama; memperlambat
kemunculan gula darah(glukosa) sehingga
insulin yang dibutuhkan untuk mengubah
glukosa menjadi energi makin sedikit;
membantu mengendalikan berat badan
dengan memperlambat munculnya rasa
lapar; meningkatkan kesehatan saluran
pencernaan dengan cara meningkatkan
pergerakan usus besar; mengurangi resiko
penyakit jantung;mengikat asam empedu;
mengikat lemak dan kolesterol kemudian

dikeluarkan melalui feses (proses buang air


besar).
Sedangkan serat pangan tak larut adalah
serat yang tidak dapat larut, baik didalam
air maupun didalam saluran pencernaan.
Sifat yang menonjol dari komponen serat ini
adalah kemampuannya menyerap air serta
meningkatkan tekstur dan volume feses
sehingga makanan dapat melewati usus
besar dengan cepat dan mudah. Kelompok
serat pangan tak larut adalah selulosa,
hemilselulosa, dan lignin. Fungsi utama
serat pangan tak larut adalah mempercepat
waktu transit makanan dalam usus dan
meningkatkan berat feses; memperlancar
proses buang air besar; mengurangi resiko
wasir, divertikulosis, dan kanker usus besar.
Pengaruh jenis serat terhadap kerja serat
pangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 3. Pengaruh jenis serat terhadap kerja serat pangan


Serat Larut
Serat Tak Larut
Komponen
Gum, musilase, pektin, Selulosa,
lignin
dan
beberapa hemilselulosa
beberapa hemiselulosa
Manfaat
Menurunkan
kolesterol
darah dan mengontrol Mencegah kanker kolon
Sumber
glukosa darah
dan kontipasi
Barley, oat, sayuran, Gandum utuh, sereal,
buah, rumput laut, agar- kulit buah-buahan seperti
agar
apel, dan sayuran
Sumber: Astawan dan Wresdiyati, 2004

6. Kebutuhan konsumsi Serat


g/hari
Penentuan jumlah konsumsi serat pangan
dalam suatu komunitas penduduk cukup
sulit dilakukan. Tingkat konsumsi serat
pangan sangat bervariasi antar negara,
antar daerah, antar musim, dan antar
individu. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan kondisi lingkungan, kemampuan
daya beli, jenis kelamin, dan pola makan
masyarakat. Rata-rata konsumsi serat
pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 g
per hari (hasil riset Puslitlitbang Gizi Depkes
RI, 2001 dalam Astawan dan Wresdiyati,
2004).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa
kebutuhan serat pangan yang dianjurkan
yaitu 25-30g per hari atau 6-15g serat kasar

per hari. . Angka ini menunjukkan bahwa


penduduk Indonesia baru memenuhi
kebutuhan seratnya sekitar sepertiga dari
kebutuhan ideal sebesar 30g setiap hari.

7. Dampak Konsumsi Serat Pangan


yang Berlebihan
Jumlah serat pangan yang dikonsumsi tidak
boleh berlebihan, meskipun mengkonsumsi
serat pangan sangat dianjurkan. Konsumsi
serat pangan yang berlebihan dapat
merugikan kesehatan. Konsumsi serat
pangan yang berlebihan ternyata dapat
menurunkan
efisiensi
absorbsi
(penyerapan) beberapa zat gizi, seperti
vitamin, mineral, protein, menyebabkan

104

kram perut, diare, dan perut kembung. Hal


ini telah dibuktikan pada orang yang
sensitif, yang tingkat konsumsi serat
harianya ditingkatkan dari 10 menjadi 20g,
20 menjadi 25g, dan 25 menjadi 30g. Hasil
yang diperoleh menunjukkan adanya efek
negatif seperti di atas. Namun, jika
konsumsi
serat
ditingkatkan
secara
bertahap, efek tersebut menjadi berkurang
(Astawan dan Wresdiyati, 2004).

8. Kesimpulan
Pemanfaatan hasil samping ampas kelapa
sebagai
bahan
substitusi
makanan
kesehatan selama ini belum banyak
terungkap.
Meskipun
ampas
kelapa
merupakan hasil samping pembuatan
santan, namun ampas kelapa merupakan
bahan pangan sumber serat. Ampas kelapa
berasal dari komoditi hasil samping yang
memiliki keunggulan sebagai pendukung
kelestarian ketahanan pangan. Hal tersebut
ditunjang oleh potensi produksi yang tinggi,
proses dan peralatan yang digunakan
dalam produksinya sederhana dan murah,
memiliki kemampuan untuk diolah menjadi
produk-produk yang lebih berkualitas, dapat
ditambahkan pada produk-produk roti,
resep-resep masakan, dan produk-produk
makanan
lainnya
sebagai
makanan
kesehatan
sehingga dapat menunjang
diversivikasi pangan.

Daftar Pustaka
Andi Nur Alamsyah. 2205. Virgin Coconut
Oil. Minyak Penakluk Penyakit.
Penerbit: PT. Agro Media Pustaka.
Jakarta.
Anonim. 2005.Virgin Coconut Oil. Trubus
Edisi 427. Juni 2005/XXXVI
Antarlina, S.S. dan J.S. Utomo. 1997.
Proses Pembuatan Dan Penggunaan
Tepung Ubijalar Untuk Produk
Pangan. Balitkabi. Edisi khusus No.
15.
Astawan
M
dan
M.
Wahyuni.
1989.Teknologi Pengolahan Nabati
dan Hewani Tepat Guna. Presindo.
Jakarta.
Badan
Penelitian
dan
Pengembang
Pertanian. 2004. Pasca Panen

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010

Kelapa. Manado: Balai Penelitian


Tani Kelapa dan Palma Lain.
Manado.
Bala
Subbramaniam,
K.
1976.
Polyasaccharides of the Kernel of
Maturity and mture coconuts. J. of
Food Sci. 41:1370-1371.
Bambang Setiaji, Surip Prayugo. 2006.
Membuat VCO Berkualitas Tinggi.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Bonzon, J.A. and J.r. Velasco. 1882.
Coconut Production and Utilization.
Metro Manila, Philippines. 351 pp.
Buckle, Edwars, Fleet, Wooton. 1987. Ilmu
Pangan.
Jakarta:
UI.
Press.
Universitas Indonesia.
Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1981.
The science of food: An introduction
to food science, nutrition, and
microbiology. Edisi ke-2. Pergamon
Press, England.
Gonzales, R. 1990 dan L. Kwon. 1996.
Emuilsifying Capacyty of Coconut
Protein as a Function of Salt,
Phosphate,
and
Temperature.
Journal of American Rils Chemists
society. 73: 1669-1673.
Hengky Novarianto. 2004. Memodernisasi
Perkelapaan
Indonesia
dengan
Inovasi Tekhnologi. Balai Penelitian
Tanaman Kelapa dan Palma lain.
Manado.
Hutsoit, G.F. 1988. Ampas Kelapa: Dari
Tempe Bongkrek ke Pemanis.
Majalah Perusahaan Gula Pasuruan.
Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia 24 (3):19-24.
Julius Pontoh. Buah Kelapa Sebagai
Penopang Kehidupan Manusia.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi
Minyak dan Lemak Pangan. UI Press
.Jakarta.
Kirchenbauer, H.G. 1960. Fats and Oils.
Second Edition. Reinhold Publ. Corp,
New York.
Made Astawan & Tutik Wresdiyati. Diet
Sehat dengan Makanan Berserat.
2004. Tiga Serangkai.
Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium
Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat
Antar Universitas, Pangan dan Gizi
IPB, Bogor.
Raghavendra, et al. 2004. Karakteristik
Penghalusan dan Sifat Hidrasi

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010

Residu Kelapa: Sebuah Sumber


Serat Pangan.
Rindengan, B.,Kembuan dan A. Lay. 1997.
Pemanfaatan Ampas Kelapa Untuk
Bahan Makanan Rendah Kalori.
Jurnal Penelitian Tanaman Industri
3(2): 56-63.
Rindengan, B., M. Terok dan G. Elvianus.
2004. Pengolahan Makanan Ringan
(SNACK food) dari Daging Buah
Kelapa. Balitbang: 42-48.
Roni Palungkan. 1993. Aneka Produk
Olahan
Kelapa.
Penebar
Swadaya,Jakarta.
Siahaan, D., Tri Haryati an P. M. Naibaho.
1993. Nilai Gizi Buah Kelapa. Berita
PPKS. Pusat Penelitian Kelapa dan
Kelapa Sawit. Vol I Sumatra Utara.
Spiller, G.A. 2001. Edisi ke-3. CRC
Handbook of Dietary Fiber in Human
Nutrition. CRC Press LLC, USA.
Syarif dan Anis. 1986. Studi Reka Pangan
Beras Instant. PAU-Pangan dan Gizi
UGM. Yogyakarta.
Swinkels dan J.J.M. Veendams. 1985.
Composition And Properties of
Comercial Native Starches. Starch
37: 1-5
Tangsuphoom, Naptapol dan Jhon N.
Coupland. 2005. Effect of Heating
and homogenization on the Stability
of Coconut Milk Emulsions. Journal of
Food Science. Vol. 70
Tati Nurmala. 1980. Budidaya Tanaman
Gandum (Triticum SPP). Bagian
Produksi
Tanaman.
Fakultas
Pertanian UNPAD. Jakarta: Karya
Nusantara.
___________. 1998. Serealia Sumbar
Karbohidrat Utama. Jakarta: Rineka
Cipta.
Trinidad, et al. 2004. Dietary Fiber From
Coconut Flour: A Funcional Food.
Journal ScienceDirect. Pp309-317.
Utami.
1983.Isolasi
dan
Identifikasi
Komponen Utama Minyak Kelapa
Sawit. Tesis Fakultas Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan
Alam.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan
Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.
Winiati Pudji Rahayu. 1997. Penuntun
Praktikum Penilaian Organoleptik.
Jurusan Teknologi pangan Dan Gizi.

105

Fakultas Teknologi Pertanian. Institut


Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai