Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

OLEH:
KELOMPOK 9
IKM-B 2012
Dina Restu Enggarsari
Risqi Riyani Putri Farikha
Erka Dewi Armaeni
Fadia Rifqi Ayu Firyal
Dyta Mustika Retno
Rizky Ananda Putri
Muhammad Sudrajad

101211131220
101211131053
101211131220
101211132004
101211133010
101211133039
101211133048

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA

KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Tugas Manajemen Sumber Daya Manusia ini dengan tepat waktu. Topik yang
kami bahas kali ini yaitu, Pelatihan dan Pengembangan
Adapun maksud dan tujuan kami dalam menyelesaikan tugas ini adalah
untuk menambah pengetahuan kami mengenai materi tersebut. Dengan upaya
yang kami lakukan, semoga Ibu dosen selalu memberikan bimbingan pada kami,
agar mendapatkan nilai yang kami harapkan dan dapat menyampaikan persepsi
dan standar pendidikan di Universitas Airlangga Surabaya khususnya dalam
mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Bidang
Kesehatan. Pola dan penyajiannya diharapkan dapat dimengerti dan dapat
digunakan sebagai media pembelajaran.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih pada semua pihak yang ikut
dalam membantu menyelesaikan tugas ini. Kritik dan saran selalu kami
harapkan dalam kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, April 2014


Tim Penyusun
Kelompok 9

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan aset untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bagi perusahaan atau organisasi serta bergantung pada
kemampuan sumber daya tersebut dalam melaksanakan tiap tugas dan
tanggung jawab yang telah diberikan. Pembinaan melalui pelatihan dan
pengembangan merupakan sarana bagi sumber daya manusia serta
perusahaan dalam mengembangkan kemampuan karyawan sehingga
terciptanya efektivitas dan efisiensi kerja. Melalui pelatihan dan pembinaan
diharapkan karyawan dapat memperoleh pengetahuan serta mampu
menguasai berbagai keterampilan sebagai bentuk tuntutan dalam menusuki
suatu posisi atau jabatan di suatu perusahaan.
Pada prinsipnya pelatihan dan pengembangan memiliki tujuan yang
sama yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemauan.
Pelatihan adalah proses mengajarkan karyawan baru/yang ada sekarang
berupa keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan
pekerjaan

mereka

(Dessler:

pengembangan/pendidikan

1997:

yaitu

suatu

263)

dalam

kegiatan

Tua.

untuk

Sedangkan
memperbaiki

kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan


pengertian tentang pengetahuan umum dan pengetahuan ekonomi pada
umumnya, termasuk peningkatan penguasaan teori pengambilan keputusan
dalam menghadapi persoalan-persoalan perusahaan (John Soeprihanto:
2001: 86). Dari dua penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pelatihan dan
pengembangan sangat dibutuhkan bagi perusahaan dengan penerapan
metode dan evaluasi agar terciptanya efektivitas kerja.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami definisi pelatihan dan pengembangan
sumber daya manusia
2. Mengetahui dan memahami metode pelatihan dan pengembangan
sumberdaya manusia
3. Mengetahui prinsip evaluasi pelatihan dan pengembagan sumber
daya manusia

4. Mengetahui dan memahami upaya dalam meningkatkan efektivitas


dalam pelatihan
1.3 Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan pelatihan
dan pengembangan
2. Mahasiswa dapat mengetahui metode, evaluasi, serta upaya dalam
meningkatkan efektivitas dalam sebuah pengembangan dan pelatihan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelatihan

2.1.1

Definisi Pelatihan
training in the behavioral sciences is an activity of line and staff
which he has its goal executive development to achieve greater
individual job effectiveness, improved interpersonal relationship in the
organization,and enhanced executive adjustment to the context of this
total environment. (William G. Scott)
(pelatihan dalam ilmu pengetahuan perilaku adalah suatu kegiatan
lini dan staf yang tujuannya adalah mengembangkan pemimpin untuk
mencapai efektivitas pekerjaan perorangan yang lebih besar, hubungan
antar pribadi dalam organisasi yang lebih baik dan penyesuaian
pemimpin yang di tingkatkan kepada konteks seluruh lingkungan)
Di lingkungan PNS, yang dimaksud pelatihan adalah: proses
pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang
dilakukan seseorang atau sekelompok dengan menggunakan pendekatan
pelatihan untuk orang dewasa dan bertujuan meningkatkan dalam satu
atau beberapa jenis keterampilan tertentu. (Sutrisno, 2009)
Pelatihan didefinisikan sebagai usaha untuk meningkatkan kinerja
karyawan dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang
akan dijabatnya segera. (Ruky, 2003)
Pelatihan merupakan proses pendidikan jangka pendek yang
menggunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, yang mana tenaga
kerja nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis
untuk tujuan-tujuan tertentu. (Asad, 2001)
Pelatihan menyangkut usaha-usaha
diselenggarakan

agar

dicapai

yang

penguasaan

berencana

akan

yang

keterampilan,

pengetahuan, dan sikap-sikap yang relevan terhadap pekerjaan. (Asad,


2001)
2.1.2

Tujuan Pelatihan
Ada tiga alasan mengapa pelatihan personel itu perlu
selenggarakan

oleh

organisasi

atau

perusahan(sutrisno,2009),

di
di

antaranya:
a. Seleksi personel tidak selalu menjamin akan personel tersebut
cukup terlatih dan bisa memenuhi persyaratan pekerjaannya
secara tepat. Kenyataannya banyak diantaranya mereka harus

mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang


diperlukan setelah mereka diterima dalam pekerjaan.
b. Bagi personel yang sudah senior kadang-kadang perlu ada
penyegaran dengan latihan-latihan kerja. Hal ini disebabkan
berkembangnya kapasitas pekerjaan, cara mengoperasikan
mesin-mesin dan teknisnya, untuk promosi maupun mutasi.
c. Manajemen sendiri menyadari bahwa program pelatihan yang
efektif

dapat

meningkatkan

produktivitas,

mengurangi

absen, ,mengurangi labour turn over, dan meningkatkan


kepuasan kerja.
Dengan posisi sebagai elemen penting dalam manajemen strategis,
eksistensi pelatihan mendapat semacam nilai tambah khususnya
berkenaan dengan persepsi manajer. Menurut Richardson, perencanaan
strategi yang melibatkan pelatihan meliputi berbagai komponen, yaitu:
a. Menentukan skill karyawan saat ini
b. Menyeleksi tempat yang paling flesibel dan menjadwalkan
program.
c. Memilih metode pelatihan yang paling tepat.
d. Mengumpulkan dan mengembangkan materi pelatihan.
e. Mengevaluasi pelatihan.
Jadi dapat di simpulkan bahwa pelatihan pada dasarnya merupakan
sebuah proses untuk meningkatkan kompetensi karyawan. Di samping
itu, program pelatihan tidaklah memperhitungkan apakah perusahaan
berskala besar atau kecil. Pelatihan juga bukan merupakan pemborosan
mengingat hasil atau manfaatnya jauh lebih besar daripada biaya atau
waktu yang harus disediakan. Pelatihan merupakan sarana ampuh
mengatasi bisnis masa depan yang penuh dengan tantangan dan
mengalami perubahan yang sedemikian cepat. Perhatian efektif dapat
dicapai dengan pemosisian orogram pelatihan secara utuh dalam
kerangka perencanaan manajemen strategis dan dilakukan tahapantahapan yang teratur.
2.2 Pengembangan
2.2.1 Definisi Pengembangan

Pengembangan SDM adalah proses persiapan individu-individu


untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi di dalam
organisasi,

biasanya

intelektual

untuk

berkaitan

dengan

melaksanakan

peningkatan

pekerjaan

yang

kemampuan
lebih

baik.

Pengembangan mengarah pada kesempatan-kesempatan belajar yang


didesain

guna

membantu

pengembangan

para

pekerja.

(singodimedjo,2000)
Pengembangan adalah suatu proses pendidikan jangka panjang
memanfaatkan prosedur sistematis dan terorganisir, di mana personil
manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan
umum. (sedarmayanti, 2007)
Dalam konteks SDM,
peningkatan

kualitas

SDM

pengembangan
melalui

dipandang

program-program

sebagai
pelatihan,

pendidikan. Apa yang dapat di jelaskan dari pengembangan sumber daya


manusia adalah tentang developmental practice dan membutuhkan
kolaborasi dengan program-program MSDM untuk mencapai hasil yang
2.2.2

di inginkan.
Tujuan Pengembangan
Pengembangan SDM tujuannya untuk meningkatkan kualitas
profesionalisme dan keterampilan para karyawan dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya secara optimal. Dengan mengembangkan
kecakapan karyawan dimaksudkan sebagai setiap usaha dari pimpinan
untuk menambah keahlian kerja tiap karyawan sehingga di dalam
melaksanakan tugas-tugasnya dapat lebih efisien dan produktif.
Setiap organisasi, perlu mengadakan program pelatihan dan
pengembangan

karyawan

untuk

kemajuan

organisasi.

Perlunya

diselenggarakan program pelatihan dan pengembangan, di antaranya


karena:
a. Karyawan baru.
b. Karyawan yang ditempatkan pada pekerjaan lama.
c. Kurang persiapan dalam mengangkat karyawan baru.
d. Fasilitas yang baru diberikan dalam kegiatan tertentu.
e. Penemuan atau alat dan cara baru.
f. Pengawas, administrator.
g. Hubungan dengan kantor lain dan dengan masyarakat.
h. Karyawan ingin menambah pengetahuan, keterampilan dan
merubah sikap.

2.3 Metode
Terdapat dua macam metode pelatihan yaitu on the job dan off the
job. Teknik-teknik dalam on the job lebih sering digunakan untuk
pelatihan. Sedangkan teknik-teknik dalam off the job lebih sering
digunakan untuk pengembangan.
1. Pengertian On The Job
On the job adalah metode pelatihan yang dilaksanakan di tempat
kerja yang sebenarnya dan dilakukan sambil bekerja.
2. Pengertian Off The Job
Metode off the job training adalah metode pelatihan dengan
menggunakan situasi di luar pekerjaan. Umumnya digunakan apabila
target yang perlu dicapai banyak.

2.4 Evaluasi
2.4.1 Pengertian
Evaluasi pelatihan dan pengembangan menurut ahli:
Pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan diketahui
dengan mengukur seberapa besar pengetahuan diperoleh
setelah pelatihan dilakukan.
(Marihot Tua Efendi Hariandja. 2002)
...untuk menilai secara menyeluruh mengenai segenap
elemen program pelatihan yang meliputi:materi, metode,
instruktur, alat bantu, waktu, tempat pnyelenggaraan, dan lainlainnya.(Aso Sentana. 2004)
Kesimpulan

dari

definisi

evaluasi

pelatihan

dan

pengembangan adalah suatu usaha untuk menghasilkan data


tentang efek pelatihan tersebut bagi kinerja pegawai yang akan
digunakan sebagai acuan untuk memperoleh hasil kinerja yang
diinginkan. Sehingga fungsi evaluasi pelatihan dan pengembangan
itu sendiri adalah mengetahui seberapa besar efek dari suatu

pelatihan dan pengembangan dalam kinerja pegawai, jadi


pemimpin perusahaan dapat menentukan untuk tetap menggunakan
cara yang sama atau mengubahnya dengan cara baru yang dirasa
lebih efektif dalam meningkatkan kinerja pegawai.
Secara garis besar efek yang diinginkan perusahaan mengenai
evaluasi pelatihan dan pengembangan dapat dijadikan beberapa
point seperti:
1. Pendapat peserta mengenai keseluruhan proses pelatihan
dan pengembangan,
2. Semua hal yg didapat oleh peserta pelatihan dan
pengembangan yang dapat meningkatkan mutu kerjanya,
3. Perubahan perilaku peserta yang dapat menunjang
karirnya,
4. Peningkatan

kualitas

pelatihan

dan

pengembangan

menurut data dan pendapat peserta pelatihan jika


diperlukan untuk mencapai titik yang diinginkan.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Metode Pelatihan dan Pengembangan SDM
3.1.1 Metode Pelatihan
Metode pelatihan dimaksudkan sebagai suatu cara sistematis yang dapat
memberikan deskripsi secara luas serta dapat membuat kondisi tertentu dalam
penyelenggaraan pelatihan guna mendorong peserta dapat mengembangkan
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik terhadap penyelesaian tugas dan
pekerjaan yang akan dibebankan kepadanya.
Masing-masing

metode

pelatihan

dan

pengembangan

memiliki

kekhususan untuk mencapai sasaran tertentu. Pemilihan metode harus


dilakukan dengan menggunakan pertimbangan tertentu antara lain materi
yang disajikan, tujuan yang ingin dicapai, peserta dan fasilitas yang tersedia,
dan lain-lain.
Metode pelatihan dan pengembangan (berdasarkan tujuan yang akan
dicapai) menurut Sedarmayanti (2007, 180)
1. Decision making skills
Meningkatkan kemampuan mengambil keputusan.
2. Interpersonal skills
Mengembangkan kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain
3. Job Knowledge
Meningkatkan pemahaman tugas jabatanya
4. Organization knowledge
Meningkatkan kemampuan tugas organisasi secara lengkap.
5. General knowledge
Mengembangkan pengetahuan umum
6. Specific individual needs
Meningkatkan kemampuan khusus (dengan karyawan lain).

Wayne E. Cascio membagi metode pelatihan dan pengembangan


berdasarkan cara pelaksanaanya, sebagai berikut :
1. The practical (on the job) : metode pelatihan praktis yang
dilaksanakan dengan jabatan/pekerjaan dan alat yang digunakan
sebenarnya ( di tempat kerja sebenarnya), sasaranya adalah
peningkatan keterampilan karyawan
2. Simulation : metode pelatihan

yang

dilaksanakan

dengan

menggunakan alat tiruan atau dalam kondisi dan situasi yang dibuat
sama dengan sebenarnya, sasaranya adalah pengembangan konsepsi
atau keterampilan karyawan.
3. Information presentation : metode pelatihan yang dilaksanakan
dengan cara memberi ceramah, dengan sasaran mengembangkan
sikap karyawan.
Metode pelatihan menurut Pengabean (2002;45) adalah sebagai berikut :
1. On the job
Ada dua cara dalam metode ini :
a. Cara formal, peserta mempunyai pembimbing khusus, biasanya
ditunjuk seorang pekerja senior ahli. Pembimbing khusus
tersebut, sambil terus melaksanakan tugasnya sendiri, diberi
tugas tambahan untuk membimbing peserta pelatihan yang
bekerja di tempat kerjanya.
b. Cara informal, dalam metode ini tidak tersedia pelatih secara
khusus. Peserta pelatihan harus memperhatikan dan mencontoh
pekerja lain yang sedang bekerja untuk kemudian melakukan
pekerjaan tersebut sendiri.
2. Vestibule
Metode pelatihan yang dilakukan di dalam kelas untuk memperkenalkan
pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan
tersebut.
3. Demonstration and example
Metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan
bagaimana mengerjakan suatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau pekerjaan
yang didemonstrasikan.
4. Simulation

Simulasi merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip


mungkin dengan situasi yang sebenarnya tetapi hanya merupakan tiruan saja.
5. Classroom Methods
Metode pelatihan ini terdiri dari:
a. Lecture (ceramah atau kuliah)
Metode kuliah ini diberikan kepada peserta yang banyak di dalam
kelas, dimana pelatih mengerjakan teori-teori, sedangkan yang
dilatih mencatat dan mempersiapkanya.
b. Conference (rapat)
Pelatih memberikan masalah tertentu dan para peserta ikut serta
berpartisipasi dalam memecahkan masalah tersebut.
c. Programmed Instruction
Peserta dapat belajar sendiri, sebab langkah-langkah pekerjaanya
sudah diprogram melalui komputer, buku, pedoman, atau
mesin pengajar.
d. Metode studi kasus
Peserta ditugaskan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisa
situasi, dan merumuskan penyelesainya.
e. Role Playing
Metode ini untuk keahlian dalam hal pengembangan keahlian
hubungan manusia yang berinteraksi.
f. Metode diskusi
Dilakukan untuk melatih peserta agar berani memberikan pendapat
dan rumusanya serta cara-cara bagaimana meyakinkan orang
lain percaya pada pendapat itu.
g. Metode Seminar
Peserta dilatih agar dapat mempersepsi dan mengevaluasi serta
memberikan saran, menerima atau menolak pendapat orang
lain.
Sedangkan menurut Cherrington (1995), mengatakan bahwa metode
dalam pelatihan dibagi menjadi dua yaitu on the job training dan off the job
training. Metode on the job training berfokus pada peningkatan produktivitas
sedangkan metode off the job training cenderung berfokus pada
perkembangan dan pendidikan jangka panjang.
A. On The Job
On the job adalah metode pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja
yang sebenarnya dan dilakukan sambil bekerja. Metode ini merupakan

metode yang paling banyak dilakukan. Kategori metode on the job terdiri
dari dua jenis, yaitu :
a. Informal On The Job
Dalam metode ini tidak tersedia pelatih secara khusus. Peserta
pelatihan harus memperhatikan dan mencotoh pekerja lain yang sedang
bekerja untuk kemudian melakukan pekerjaan tersebut sendiri.
b. Formal On The Job
Peserta mempunyai pembimbing khusus. Pembimbing tersebut
sambil

melaksanakan

tugasnya,

diberi

tugas

tambahan

untuk

membimbing peserta pelatihan yang bekerja di tempat kerjanya.


Metode on the job training dibagi menjadi 6 macam yaitu:
1. Training instruksi pekerjaan (job instruction training)
Pelatihan ini memerlukan analisa kinerja pekerjaan secara teliti.
Pelatihan ini dimulai dengan penjelasan awal tentang tujuan pekerjaan,dan
menunjukan langkah-langkah pelaksanaan pekerjaan berdasarkan dari
masing-masing tugas dasar pekerjaan.
2. Apprenticeship
Pelatihan ini mengarah pada proses penerimaan karyawan baru, yang
bekerja sama dan dibawah bimbingan praktisi yang ahli untuk beberapa
waktu tertentu. Keefektifan pelatihan ini tergantung pada kemampuan
praktisi yang ahli dalam mengawasi proses pelatihan. Pelatihan ini tidak
mempunyai standar format.
3. Internship dan Assistantships
Pelatihan ini hampir sama dengan pelatihan apprenticeship tetapi
mengarah pada kekosongan pekerjaan yang menuntut pendidikan formal
yang lebih tinggi. Contoh internship training adalah magang.
4. Job rotation dan transfer
Pelatihan ini adalah proses belajar yang biasanya untuk mengisi
kekosongan dalam manajemen dan teknikal. Pelatihan ini terdapat 2 kerugian
yaitu peserta pelatihan hanya merasa dipekerjakan sementara dan tidak
mempunyai komitmen untuk terlibat dalam pekerjaan dengan sungguh-

sungguh, dan banyak waktu yang terbuang untuk memberi orientasi pada
perserta terhadap kondisi pekerjaan yang baru.
Tetapi pelatihan ini juga mempunyai keuntungan yaitu jika pelatihan ini
diberikan oleh manajer yang ahli maka peserta akan memperoleh tambahan
pengetahuan mengenai pelaksanaan dan praktek dalam pekerjaan.
5. Junior boards dan Committee assingments
Pelatihan dengan memindahkan perserta pelatihan ke dalam komite
untuk bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan administrasi. Dan
juga menempatkan perserta dalam anggota eksekutif agar memperoleh
kesempatan dalam berinteraksi dengan eksekutif yang lain.
6. Couching dan Counseling
Pelatihan ini merupakan aktivitas yang mengarapkan timbal balik dalam
penampilan kerja, dukungan dari pelatih, dan penjelasan secara bprlahan
bagaimana melakukan pekerjaan secara tepat.
Kelebihan dan kelemahan on the job
Kelebihan dan kelemahan on the job menurut Sedarmayanti (2007, 183)
Berikut beberapa kelebihan on the job :
a. Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas yang
disimulasikan.
b. Karyawan mendapat instruksi dari karyawan senior berpengalaman yang
telah melaksanakan tugas dengan baik.
c. Pelatihan dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya,
dalam kondisi normal tanpa membutuhkan fasilitas pelatihan khusus.
d. Bersifat informal, tidak mahal, dan mudah dijadwalkan.
e. Dapat menciptakan hubungan kerja sama langsung antara karyawan dan
pelatih.
f. Pelatihan sangat relevan dengan pekerjaan dan membantu memotivasi
kinerja tinggi.
Adapun kelemahan on the job adalah :
a. Motivasi pelatih kurang untuk melatih, sehingga pelatihan jadi kurang
serius.
b. Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, namun kurang
memiliki kemampuan melatih orang lain agar dapat melaksanakan
pekerjaan dengan baik.

c. Pelatih kurang / tidak memiliki waktu untuk melatih dan kemudian


menghapus elemen penting dalam proses pelatihan.
d. Karyawan yang tidak terlatih dengan baik mungkin memiliki dampak
negatif pada pekerjaan dan organisasional.
B. Off The Job
Metode off the job training adalah metode pelatihan dengan
menggunakan situasi di luar pekerjaan. Umumnya digunakan apabila
target yang perlu dicapai banyak.
Metode off the job training dibagi menjadi 13 macam, antara lain:
1. Vestibule training
Pelatihan dimana dilakukan ditempat tersendiri yang dikondisikan
seperti tempat aslinya. Pelatihan ini digunakan untuk mengajarkan
keahlian kerja yang khusus.
2. Lecture
Merupakan pelatihan dimana menyampaikan berbagai macam
informasi kepada sejumlah besar orang pada waktu bersamaan.
3. Independent self-study
Pelatihan yang mengharapkan peserta untuk melatih diri sendiri
misalnya dengan membaca buku, majalah profesional, mengambil
kursus pada universitas lokal dan mengikuti pertemuan profesional.
4. Visual presentations
Pelatihan dengan mengunakan televisi, film, video, atau persentasi
dengan menggunakan slide.
5. Conferences dan Discusion
Pelatihan ini biasa digunakan untuk pelatihan pengambilan keputusan
dimana peserta dapat belajar satu dengan yang Iainnya.
6. Teleconferencing
Pelatihan dengan menggunakan satelit, dimana pelatih dan peserta
dimungkinkan untuk berada di tempat yang berbeda.
7. Case studies
Pelatihan yang digunakan dalam kelas bisnis, dimana peserta dituntut
untuk menemukan prinsip-prinsip dasar dengan menganalisa masalah
yang ada.
8. Role play

Pelatihan dimana peserta dikondisikan pada suatu permasalahan


tertentu, peserta harus dapat menyelesaikan permasalahan dimana
peserta seolah-olah terlibat langsung.
9. Simulation
Pelatihan yang menciptakan kondisi belajar yang sangat sesuai atau
mirip dengan kondisi pekerjaan, pelatihan ini digunakan untuk belajar
secara teknikal dan motor skill.
10. Programmed instruction
Merupakan aplikasi prinsip dalam kondisi operasional, biasanya
menggunakan komputer.
11. Computer-based training
Merupakan program pelatihan yang diharapkan mempunyai hubungan
interaktif antara komputer dan peserta, dimana peserta diminta untuk
merespon secara langsung selama proses belajar.
12. Laboratory training
Pelatihan ini terdiri dari kelompok-kelompok diskusi yang tidak
beraturan dimana peserta diminta untuk mengungkapkan perasaan
mereka terhadap satu dengan yang lain. Tujuan pelatihan ini adalah
menciptakan kewaspadaan dan meningkatkan sensitivitas terhadap
perilaku dan perasaan orang lain maupun dalam kelompok.
13. Programmed group excercise
Pelatihan yang melibatkan peserta untuk bekena sama dalam
memecahkan suatu permasalahan.
Kekuatan dan Kelemahan Off The Job
a. Kekuatan:
1. Pelatihan tidak akan mengganggu proses pekerjaan
2. Metode tertentu dapat digunakan secara jarak jauh
3. Peserta pelatihan dapat saling berinteraksi, bertukar pengalaman dan saling
memahami
4. Lebih efektif untuk target peserta pelatihan dalam jumlah banyak dan cepat
b. Kelemahan:
1. Karyawan tidak melakukan pekerjaan yang sesungguhnya
2. Pelatihan tidak dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya
3. Pelatihan dilaksanakan dalam kondisi buatan dan membutuhkan fasilitas
pelatihan khusus.
4. Beberapa metode membutuhkan biaya yang mahal
Metode yang telah dipaparkan diatas memiliki karakteristik tersendiri dengan
kelebihan dan kekurangannya masing-masing sehingga pemilihan penggunaan

metode yang paling baik adalah dengan memilih metode yang paling sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi sebuah organisasi.
3.1.2 Metode Pengembangan SDM
Pelaksanaan pengembangan training and education harus didasarkan
pada metode-metode yang telah ditetapkan dalam program pengembangan
perusahaan. Program pengembangan ditetapkan oleh penanggung jawab
pengembangan, yaitu manajer personalia dan atau suatu tim. Dalam program
pengembangan

telah

ditetapkan

sasaran,

proses,

waktu,

dan

metode

pelaksanaanya. Supaya lebih baik program ini hendaknya disusun oleh manager
personalia dan atau suatu tim serta mendapatkan saran, ide, maupun kritik yang
bersifat konstruktif. Metode-metode pengembangan harus didasarkan kepada
sasaran yang ingin dicapai.
Sasaran pengembangan karyawan adalah:
1. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis mengerjakan
pekerjaan atau technicall skill.
2. Meningkatkan keahlian dan kecakapan memimpin serta mengambil
keputusan atau managerial skills dan konseptual.
Sementara itu pengembangan didasarkan pada fakta bahwa karyawan
akan membutuhkan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang berkembang
untuk bekerja lebih baik dalam suksesi posisi yang ada dalam rekruitmen.
Persiapan jenjang karir karyawan inilah yang dimaksud sebagai pengembangan
karyawan.
Sedangkan menurut Dessler (2004 : 238), metode on the job training tidak
hanya digunakan untuk karyawan. Metode on the job training managerian
merupakan

metode

pengembangan

yang

mempunyai

rotasi

pekerjaan,

pendekatan belajar dengan dibimbing, dan pembelajaran action learning.


a. Rotasi Pekerjaan
Yaitu pemindahan calon manajer dari departemen yang satu ke
departemen yang lainya untuk memperluas pemahaman mereka terhadap
semua departemen yang lainya untuk memperluas pemahaman mereka
terhadap semua departemen dan untuk menguji kemampuan mereka. Ornag

yang dilatih biasanya lulusan dari perguruan tinggi (bisa menghabiskan


beberapa bulan dalam setiap departemen). Orang itu bisa saja hanya sebagai
pengamat pada setiap departemen, tetapi umumnya mereka terlibat penuh
dalam operasionalnya. Orang tersebut belajar dalam pekerjaan dengan
benar-benar melakukanya, sebelum dia menemukan pekerjaan apa yang
lebih disukainya.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan keberhasilan program rotasi ini.
Program ini harus dibuat spesifik untuk kebutuhan, minat, dan kemampuan
orang yang dilatih tersebut, dan bukan merupakan rangkaian standar yang
dijalankan oleh semua orang yang dilatih. Kecepatan orang belajar itu
menentukan lamanya waktu orang itu tinggal dalam sebuah pekerjaan. Yang
kompeten menilai dan membimbing orang tersebut adalah manajer masingmasing departemen.
b. Pendekatan belajar dengan bimbingan
Di sini orang yang dilatih bekerja secara langsung dengan seorang
manajer senior atau dengan orang yang digantikanya. Orang yang akan
digantikan ini bertanggung jawab untuk membimbing orang yang akan
dilatih itu. Secara perlahan, dengan demikian manajer senior akan
melepaskan tanggung jawabnya kepada calon penggantinya. Cara ini
memberikan kesempatan kepada ornag yang dilatih untuk mempelajari
pekerjaan itu.
c. Action learning (belajar beraksi)
Program belajar beraksi memberi kebebasan waktu kepada para manajer
dan yang lainya untuk bekerja penuh pada proyek-proyek, menganalisis dan
memecahkan permasalahan di departemen salain departemenye sendiri.
Orang-orang yang dilatih akan bertemu secara periodik dalam kelompok
emapat atau lima orang untuk membahas temuan mereka. Beberapa orang
yang dilatih bisa bekerja sama dalam satu kelompok proyek, atau
membandingkan catatan dan mendiskusikan proyeknya masing-masing.
3.2 Evalusi Pelatihan dan Pengembangan SDM
3.2.1 Pengertian Evaluasi
Evaluasi pelatihan dan pengembangan menurut ahli:

Pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan diketahui dengan


mengukur seberapa besar pengetahuan diperoleh setelah pelatihan
dilakukan.
(Marihot Tua Efendi Hariandja. 2002)
...untuk menilai secara menyeluruh mengenai segenap elemen
program pelatihan yang meliputi:materi, metode, instruktur, alat
bantu, waktu, tempat pnyelenggaraan, dan lain-lainnya.
(Aso Sentana. 2004)
Kesimpulan dari definisi evaluasi pelatihan dan pengembangan adalah
suatu usaha untuk menghasilkan data tentang efek pelatihan tersebut bagi
kinerja pegawai yang akan digunakan sebagai acuan untuk memperoleh
hasil kinerja yang diinginkan. Sehingga fungsi evaluasi pelatihan dan
pengembangan itu sendiri adalah mengetahui seberapa besar efek dari suatu
pelatihan dan pengembangan dalam kinerja pegawai, jadi pemimpin
perusahaan dapat menentukan untuk tetap menggunakan cara yang sama
atau mengubahnya dengan cara baru yang dirasa lebih efektif dalam
meningkatkan kinerja pegawai.
3.2.2

Prosedur Evaluasi
Proses suatu evaluasi pada umumnya memiliki tahapan-tahapannya

sendiri. Walaupun tidak selalu sama, tetapi yang lebih penting adalah bahwa
prosesnya sejalan dengan fungsi evaluasi itu sendiri. Berikut ini dipaparkan
salah satu tahapan evaluasi yang bersifat umum di gunakan.
1. Menentukan apa yang akan dievaluasi. Dalam bisnis, apa saja yang
dapat dievaluasi, dapat mengacu pada program kerja perusahaan. Di
sini banyak terdapat aspek-aspek yang kiranya dapat dan perlu di
evaluasi. Tetapi, biasanya yang di prioritaskan untuk dievluasi adalah
hal-hal yang menjadi key-success factors-nya.
2. Merancang (desain) kegiatan evaluasi.

Sebelum

evaluasi

dilakaukan,tentukan terlebih dahulu desain evaluasinya agar data apa


saja yang dibutuhkan, tahapan-tahapan kerja apa asaja yang di lalui,
siapa saja yang akan di libatkan, serta apa saja yang akan dihasilkan
menjadi jelas

3. Pengumpulan

data.

Berdasarkan

desain

yang

telah

disiapakan,pengumpulan data dapat dilakukan secara efektif dan


efisien, yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku dan
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
4. Pengolahan dan analisis data. Setelah data terkumpul, data tersebut
diolah untuk dikelompokkan agar mudah di analisis dengan
menggunakan

alat-alat

mengahasilkan

fakta

analisis
yang

yang

dapat

sesuai,
di

sehingga

percaya.

dapat

Selanjutnya,

dibandingkan anatara fakta dan harapan/rencana untuk menghasilkan


gap. Besar gap akan disesuaikan dengan tolok ukur tertentu sebagai
hasil evaluasinya.
5. Pelaporan hasil evaluasi. Agar hasil evaluasi dapat dimanfaatkan
bagi pihak-pihak yang berkepentingan, hendaknya hasil evaluasi
didokumentasikan secara tertulis dan diinformasikan baik secara lisan
maupun tulisan.
6. Tindak lanjut hasil evaluasi. Evaluasi merupakan salah satu bagian
dari fungsi manajemen. Oleh karena itu, hasul evaluasi hendaknya
dimanfaatkan olh manajemen untuk mengambil keputusan dalam
rangka mengatasi masalah manajemen, baik di tingkat strategi maupun
3.2.3

di tingkat implementesi strategi.


Tahap Evaluasi
Ada empat tahapan penting dimana pelatihan dan pengembangan harus dievaluasi:
1. Reaksi; Pada tahap ini, evaluasi memberikan informasi mengenai
sikap dan pendapat para peserta terhadap pembelajaran yang telah
mereka lakukan, biasanya melalui formulir evaluasi atau lembar
komentar. Hal ini memberikan informasi yang bermanfaat yang
mungkin

membantu

dalam

memodifikasi

program

kurikulum/pelatihan.Apakah pendapat peserta mengenai kegiatan


pengembangan tersebut?
2. Pembelajaran yang dicapai; Evaluasi pada tahap ini melihat sejauh
mana

tujuan

pembelajaran

yang

telah

dicapai.

Evaluasi

pembelajaran dapat terjadi selama kegiatan berlangsung dengan


menggunakan sesi interaktif, ujian dan aplikasi praktis dan setelah
kegiatan tersebut, dengan pengujian kembali pengetahuan dan
keterampilan dan membandingkannya dengan hasil pra-pelatihan,

mengamati pengetahuan dan keterampilan baru peserta didik dalam


konteksnya.

Apakah

peserta

telah

mengetahui

apa

yang

dimaksudkan? Apakah tujuan pembelajaran telah dicapai?


3. Kinerja; Evaluasi pada tahap ini melihat dampak dari pengalaman
belajar pada kinerja individu/tim di tempat kerja. Kunci dari
evaluasi pada tingkat ini adalah perlunya memiliki kesepakatan atas
tujuan pembelajaran yang jelas sebelum pengalaman belajar itu
sendiri, sehingga ketika evaluasi berlangsung, terdapat berbagai
langkah yang dapat digunkaan.
4. Dampak Organisasi; Pada tingkat ini, evaluasi menilai dampak
pembelajaran pada efektivitas organisasi, dan apakah hal tersebut
adalah hemat biaya atau tidak dari segi organisasi.Bagaimana
kegiatan pengembangan ini mempengaruhi organisasi, individu
atau unit dalam hal peningkatan kinerja - misalnya, hasil yang lebih
baik, kualitas atau standar yang meningkat, stabilitas keuangan,
3.2.4

jumlah keluhan yang berkurang, moral yang meningkat.


Komponen Evaluasi Pelatihan dan Pengembangan
Untuk mengevaluasi apakah pelatihan dan pengembangan

yang

dilaknsanakan perusahaan bagi para pegawainya berhasil atau tidak, peneliti dapat
meneliti tingkat keberhasilna tersebut dari sisi sebagai berikut :
a. Tingkat reaksi,
Maksudnya untuk meninjau reaksi peserta terhadap
pelatihan, pelatih dan lainnya.
b. Tingkat belajar,
Yaitu untuk mengetahui perubahan dan pengetahuan
keahlian dan sikap.
c. Tingkat tingkah laku kerja,
Cara ini dapat melihat perubahan pada tingkah laku kerja
d. Tingkat organisasi,
Dapat mengetahui efek pelatihan terhadap organisasi
e. Nilai akhir,
Dapat mengetahui bagaimana manfat pelatihan dan
pengembangan, tidak hanya untuk organisasi, tetapi juga untuk
3.2.5

individu.
Evaluasi dari Pelatihan
Program pelatihan

dan

pengembangan

seharusnya

selalu

dievaluasi. Pendekatan evaluasi yang umum meliputi pengukuran satu


atau lebih kriteria yang relevan (seperti sikap atau kinerja) sebelum dan

sesudah pelatihan dan menetukan apakah kriteria telah berubah.


Pengukuran evaluasi dikumpulkan di akhir pelatihan mudah diperoleh,
akan tetapi pengukuran kinerja aktual dikumpulkan ketika karyawan
yang dilatih berada di pekerjaan yang lebih penting. Orang yang dilatih
mungkin mengatakan bahwa mereka menikmati pelatihan dan belajar
banyak, tapi tes yang sebenarnya adalah apakah kinerja pekerjaan
mereka meningkat setelah pelatihan.
Data evaluasi dapat dikumpulkan melalui dua cara, yaitu:
1. Pre-test dan post-test, untuk menilai sejauh mana tujuan training
tercapai;
2. Pengamatan

(observation),

wawancara

(interview),kuesioner

(questionnaire), daftar cek (check list), daftar isian (form) dan kesan
tanggapan peserta, untuk mengukur hasil-hasil yang sudah dicapai
oleh peserta training.
Langkah kedua dalah menusun data itu menjadi satu kumpulan
data

berdasarkan

kerangka

tertentu.

Tujuannya

adalah

untuk

mendapatkan data tentang unsur-unsur training, misalnya, materi, proses


training, manfaat,dan tentang tanggapan/saran peserta terhadap unsurunsur training itu. Dari data training yang usdah disusun itu, ditarik
kesimpulan tentang segala sesuatu yang menjadi dalam training, jalannya
training, hasilnya yang diperoleh peserta training dari training yang telah
diikuti.
Langkah ketiga adalah membuat nalisis data tentang pelaksanaan
training untuk mengetahui sejauh mana tujuan training tercapai. Jiika
tujuan tidak tercapai, maka di cari penyebabnya. Jika tercapai, dicari
faktor-faktor pendukungnya. Dari hasil analisi itu, dibuat kesimpulan
bahwa training dengan segalasegi dan unsur-unsurnya sebagai proses
pembelajaran dan perubahan pengetahuan, sikap,perilaku,kecakapan dan
3.2.6

keterampilan peserta telah mencapai atai tidak mencapai tujuannya.


Metode Evaluasi
Beberapa model yang umum digunakan untuk mengevaluasi
keefektivitasan adalah sebagai berikut:
1) Model Empat Level
Merupakan model evaluasi pelatihan yang dikembangkan
pertama kali oleh Donald L. Kirkpatrick dengan menggunakan

empat level dalam membuat kategori hasil pelatihan. Empat level


tersebut adalah level reaksi (reactions), pembelajaran (learning),
perilaku (behavior) dan hasil (results).
Keempat level dapat dirinci sebagai berikut :
LEVEL 1: REACTIONS
Tujuan utama dari evaluasi reaksi adalah untuk meningkatkan
kualitas program pelatihan. Evaluasi tingkat satu seharusnya tidak
hanya mencakup reaksi terhadap program keseluruhan (misalnya
apakah Anda menyukai program tersebut.), tetapi juga harus
mencakup pengukuran reaksi dan sikap peserta terhadap
komponen tertentu dari program. Beberapa hal yang penting
untuk dievaluasi adalah :
i. Isi pelatihan : seberapa jauh isi pelatihan sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan, baik dari segi keragaman maupun
kedalaman topik yang dibahas.
ii. Kualitas materi : seberapa baik kualitas materi yang
dibagikan, presentasi audio dan visual yang disajikan, dan
peralatan lain yang digunakan selama pelatihan. Kualitas
materi yang baik menimbulkan kesan bahwa peserta
mengikuti pelatihan yang bergengsi dan bukan pelatihan
asal- asalan saja.
iii. Metode pelatihan : seberapa sesuai metode pelatihan yang
digunakan dengan topik yang dibahas. Contoh, pelatihan
security untuk para satpam harusnya lebih banyak
dilakukan dalam metode simulasi, role play, outbound dan
games dibanding ceramah/kuliah.
iv. Logistik : seberapa layak akomodasi dan konsumsi yang
diberikan serta fasilitas pelatihan lainnya. Walaupun
kelihatan

sepele,

akomodasi

dan

konsumsi

dapat

mempengaruhi konsentrasi.
v. Instruktur/fasilitator : seberapa fasih mereka memberikan
pelatihan.Hal

ini

bergantung

dari

kedalaman

pemahamannya terhadap materi pelatihan, kemampuan


melakukan presentasi materi dan kemampuan mengelola
situasi selama pelatihan.

LEVEL 2 : LEARNING
Tahap evaluasi ini pun relatif mudah dilakukan. Biasanya pada
jam terakhir pelatihan. Tujuannya mengukur tingkat pemahaman
peserta atas materi pelatihan. Jika seorang peserta pelatihan tidak
dapat memahami materi pelatihan, bagaimana mungkin ia dapat
mengaplikasikan perubahan dalam kinerjanya? Beberapa metode
di antaranya memberikan tes tertulis atau studi kasus pada peserta
pelatihan. Simulasi pun dapat dilakukan, misalnya role play, inbasket atau teknik lainnya. Paling sederhana adalah meminta
peserta melakukan refleksi atau presentasi berupa rangkuman atas
apa yang telah dipelajarinya.
LEVEL 3 : BEHAVIOR / APPLICATION
Tahap evaluasi ini ditujukan untuk mengukur implementasi
peserta pelatihan di pekerjaan sehari-hari. Informasi yang
dibutuhkan adalah :

I.

Tugas yang dikerjakan : proyek atau kegiatan rutin yang


dilakukan
peningkatan

sebagai

bukti

konkrit

dari

implementasi

kemampuan

peserta

setelah

mengikuti

pelatihan. Contohnya, peserta yang telah mengikuti


pelatihan negosiasi dapat menyebutkan proyek tender yang
II.

berhasil dimenangkannya.
Tim yang terlibat : pihak-pihak

yang

mendukung

kesuksesan dari tugas tersebut. Informasi ini perlu diketahui


untuk menilai seberapa besar peran peserta dalam
III.

kesuksesan tersebut.
Waktu penerapan : kapan dan berapa lama implementasi
tersebut dilakukan. Jika peserta terlibat dalam proyek, maka
ada batasan waktu tertentu. Berbeda dengan pengerjaan

tugas rutin.
LEVEL 4 : RESULTS / IMPACT
Tahap ini ditujukan untuk mengukur dampak pelatihan
terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan. Data
historis (awal) harus tersedia untuk melakukan evaluasi tahap ini.
Beberapa aspek yang diukur antara lain :
1. Tangible, mencakup :

(i) hasil kerja, seperti produktivitas, frekuensi, kecepatan, keuntungan,


penyelesaian,
(ii) kualitas seperti deviasi, kecelakaan, komplain, produk gagal,
(iii) biaya, seperti biaya operasional, pengeluaran mendadak,
(iv) waktu, seperti efisiensi, lembur.
2. Intangible, mencakup :
(i) kebiasaan kerja, seperti absensi, kelalaian, tepat waktu,
(ii) iklim kerja, seperti komitmen, pengunduran diri, kerja sama,
(iii) keterampilan, seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
(iv) kepuasan, seperti kepuasan kerja, kepuasan pelanggan,
(v) inisiatif, seperti saran, penetapan tujuan, rencana strategis.
2) Model ROI (Return On Investment)
Model ROI yang dikembangkan oleh Jack Phillips merupakan level evaluasi
terakhir untuk melihat cost-benefit setelah pelatihan dilaksanakan. Kegunaan
model ini agar pihak manajemen melihat pelatihan bukan sesuatu yang mahal
dan hanya merugikan pihak keuangan, akan tetapi pelatihan merupakan suatu
investasi. Sehingga dapat dilihat dengan menggunakan hitungan yang akurat
keuntungan yang dapat diperoleh setelah melaksanakan pelatihan.
3) Model CIPP/Certified Information Prifacy Professional
Model CIPP dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam's merupakan
model untuk menyediakan berbagai informasi bagi pembuat
keputusan, jadi tujuan utama evaluasi ini adalah untuk membuat

a.
b.
c.
d.

keputusan.
Empat fase evaluasi pada model ini adalah :
evaluasi konteks,
evaluasi input,
proses evaluasi dan
evaluasi produk
Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa tujuan paling penting
dari evaluasi adalah untuk meningkatkan keberfungsian dari sebuah
program. Komponen dalam model evaluasi ini sebagai berikut :
i. Context (konteks) berfokus pada pendekatan sistem dan
tujuan, kondisi aktual, masalah-masalah dan peluang yang
mendasari pembuatan keputusan dari perencanaan program
yang sedang berjalan, berupa diagnostik yakni menemukan
ii.

kesenjangan antara tujuan dengan dampak yang tercapai.


Input (masukkan) berfokus pada kemampuan sistem, strategi
pencapaian tujuan, implementasi disain dan cost-benefit dari

rancangan yang melayani pembuatan keputusan tentang


iii.

perumusan tujuan-tujuan operasional.


Process (proses) memiliki fokus lain, yaitu menyediakan
informasi untuk membuat keputusan day to day decision
making untuk melaksanakan program, membuat catatan atau
record,

iv.

atau

merekam

pelaksanaan

program

dan

mendeteksi atau pun meramalkan pelaksanaan program.


Product (produk) berfokus pada mengukur pencapain tujuan
selama proses dan pada akhir program. Dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa tujuan dari evaluasi produk adalah
untuk mengukur, menafsirkan dan menilai sejauh mana upaya
perbaikan sebuah organisasi telah mencapai tujuan jangka

pendek dan jangka panjang.


4). Model CIRO
Model CIRO untuk evaluasi pelatihan manajerial diusulkan pada
tahun 1970, (Warr, Bird & Rackson, 1970). Model ini didasarkan
pada evaluasi empat aspek pelatihan: konteks, input, reaksi dan hasil.
Kekuatan utama dari model CIRO adalah bahwa tujuan (konteks)
dan peralatan pelatihan (input) diperhatikan.
a. Evaluasi Konteks berfokus pada faktor-faktor seperti identifikasi
yang benar dari kebutuhan pelatihan dan penetapan tujuan dalam
kaitannya dengan budaya dan iklim organisasi .
b. Evaluasi masukan berkaitan dengan desain dan pengiriman
pelatihan kegiatan.
c. Evaluasi Reaksi

mencermati

cara

mendapatkan

dan

menggunakan informasi tentang kualitas pengalaman pelatihan.


d. Evaluasi hasil berfokus pada pencapaian yang diperoleh dari
kegiatan dan dinilai pada tiga tingkatan: langsung, pada
pertengahan dan akhir evaluasi. Evaluasi langsung bertujuan
untuk mengukur perubahan pengetahuan, keterampilan dan
sikap sebelum peserta pelatihan kembali ke pekerjaan mereka .
Menurut Santos dan Stuart (2003) evaluasi pada saat
pertengahan pelatuhan mengacu pada dampak pelatihan
terhadap kinerja dan bagaimana hasil belajar ditransfer kembali
ke tempat kerja. Terakhir, evaluasi akhir mencoba untuk menilai

dampak pelatihan pada departemen atau kinerja organisasi


dalam hal hasil keseluruhan.

III.3 Upaya Meningkatkan Efektifitas Pelatihan


Menurut Lambert, ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai upaya
untuk meningkatkan efektivitas pelatihan dan pengembangan:
a. Fokus pada Sumber
Yaitu merupakan upaya untuk menggunakan sumberdaya secara
efektif dan bijaksana. Contohnya yaitu pelatihan sesuai dengan
sumber daya manusia yang dibutuhkan sesuai program.
b. Identifikasi Peserta
Yaitu untuk menganalisis siapa yang dapat atau tidak dapat
mengatasi suatu masalah.
c. Memberikan Kesempatan Menceritakan Masalah
Merupakan upaya memberikan kesempatan kepada orang yang
bersangkutan untuk memberikan informasi tentang problem yang
mereka hadapi dengan akurat dan benar. Contoh yaitu memberikan
program konseling pada setiap sumber daya manusia yang ada dalam
pelatihan tersebut.
d. Membuat Program-Program Praktik
Yaitu dengan membuat program training yang praktis untuk peserta
dan staff pengajar yang hendaknya tepat dan disiplin, hingga
menjamin program yang benar benar praktis dan memungkinkan
berlangsungnya proses alih pengetahuan secara lancar.
e. Make it Real
Merupakan upaya untuk membuat contoh contoh pada saat
pelatihan yang mirip dengan situasi yang biasanya terjadi di
lingkungan

pekerjaan

agar

peserta

training

dapat

mudah

mengaplikasikan pada saat dia berada di dunia kerja. Seperti

melakukan simulasi yang dikondisikan mirip dengan pekerjaan agar


sesuai jika di aplikasikan setelah pelatihan.
f. Tell it Like It is
Merupaka upaya untuk menguji apakah suatu program dapat dipakai
sebagai alat untuk mengontrol perusahaan/pelaksanaan atau tidak.
g. Spread the Program Over Time
Yaitu merupakan upaya membagi program dalam satuan-satuan
waktu dengan mempertimbangkan tuntutan dan jadwal kerja peserta.
h. Get the Boss Involved
Merupakan upaya melibatkan atasan pada saat penugasan sehingga
atasan dapat melihat perubahan yang terjadi.
i. Use the Program to Sense New
Yaitu upaya untuk mendeteksi problem atau keluhan baik hubungan
antar karyawan maupun dengan atasan.

BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Asad, 2001. Psikologi Industri, edisi ke-4. Cetakan ke-6. Yogyakarta: Liberty.
Cherrington, David J. 1995. The Management of Human Resources. Prentice
Hall
Dessler, Gary. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Indeks
Kelompok Gramedia.
Griffin. 2003. Management.USA: Erlangga.7
Harshit Topno, 2012. Evaluation of training and Development : An analysis of
various models. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM)
ISSN: 2278-487X. Volume 5, Issue 2 (Sep-Oct. 2012), PP 16-22
Lambert, Jonamay and Selma Myers. 1994. 50 Activities for diversity training.
Amherst: HRD Press,Inc

Marihot Tua Efendi Hariandja. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia.


Jakarta: PT Grasindo
Pangabean, Mutiara S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ghalia
Indonesia.
Ruky, Achmad. 2003. Sumber Daya Manusia Berkualitas. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi
dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung: PT Refika Aditama.
Sentana, Aso. 2004. Key Result Area: Penggayan Potensi Kepemimpinan Bisnis
Berbasis Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia)
Singodimedjo, Markum. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Surabaya:
SMMAS.
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama. Cetakan
ke-2. Jakarta: KENCANA.
Umar, Husein. 2005. Riset SDM Dalam Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Umar, Husein. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai