Objective: Untuk mengontrol kejang tanpa menyebabkan munculnya efek samping yang
membahayakan.
Important Concepts:
- Pemilihan obat tergantung tipe kejang
- Dahulukan pemakaian Single drug therapy
- Titrasi dosisnya
- Monitor plasma drug concentrations
- Therapy tailored to individual
- Drugs treat symptoms; do not cure underlying cause
- Kegagalan terapi bisa disebabkan banyak hal (sering akibat poor compliance)
Fenitoin/Phenytoin biasa dalam bentuk garamnya yaitu Phenytoin Na dengan sediaan kapsul
50 mg dan 100 mg, serta ampul untuk suntik 100mg/2 ml.
Indikasi: fenitoin diindikasikan terutama untuk bangkitan tonik klonikdan bangkitan parsial
atau fokal. Fenitoin juga bermanfaat terhadap bangkitan parsial kompleks.
Efek samping obat: gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis, anemia
megaloblastik, atau kelainan darah jenis lain. Fenitoin bersifat teratogenik. Hati hati
penggunaan pada ibu hamil.
2.
Fenobarbital atau Phenobarbital tersedia dalam bentuk garamnya untuk sediaan suntik
dengan kemasan ampul 200 mg / 2 ml. Juga ada yang dikombinasi dengan golongan
hidantoin (Diphenylhidantoin) tersedia dalam bentuk tablet.
Fenobarbital masih merupakan obat antikonvulsi pilihan karena cukup efektif, murah. Dosis
efektifnya relatif rendah. efek samping berupa sedasi, psikosis akut, dan agitasi, sehingga
yang lebih sering dipakai adalah turunan fenobarbital seperti metabarbital atau mefobarbital.
Primidon lebih efektif daripada fenobarbital, terutama untuk terapi kejang parsial dan kejang
umum tonik klonik. Dulu primidon obat pilihan utama untuk kejang parsial kompleks, tapi
kini karbamazepin dan fenitoin ternyata lebih baik daripada primidon. Potensi antikonvulsi
primidon lemah. Efek samping pada SSP berupa kantuk, ataksia, pusing, sakit kepala, dan
mual; kelainan kulit berupa ruam morbiliform, pitting edema. Selain itu dapat terjadi
anoreksia, impotensi, dan aktivasi psikotik, terutama pada pasien epilepsi psikomotor.
3.
Merupakan obat anti epilepsi tipe absence, namun setelah etosuksimid dipakai secara luas
pada tahun 1960, trimetadion sudah jarang digunakan.
4.
Etosuksimid merupahan obat untuk bangkitan lena tetapi tidak tersedia di Indonesia.obat ini
juga efektif pada bangkitan mioklonik dan akinetik. Efek samping yang sering timbul ialah
mual, sakit kepala, kantuk, dan ruam kulit. Gejala yang lebih berat berupa agranulositosis dan
pansitopenia.
5.
Karbamazepin, Ox Carbazepine
Karbamazepin efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik klonik.
Selain mengurangi kejang, efeknya nyata pada perbaikan psikis yaitu perbaikan kewaspadaan
dan perasaan. Karbamazepin juga memperlihatkan efek analgesik selektif misalnya pada
tabes dorsalis dan neuropati lainnya yang sulit diatasi dengan analgesik biasa. Efek samping
setelah pemberian obat jangka lama berupa pusing, vertigo, ataksia, diplopia dan penglihatan
kabur, serta retensi air. Efek samping lainnya berupa mual, muntah, diskrasia darah yang
berat, dan reaksi alergi.
6.
Diazepam terutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus.
Obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial sederhana. Diazepam efektif pada
bangkitan lena karena menekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam satu detik.
Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus pada dewasa, disuntikkan 0,2mg/kgBB dengan
kecepatan 5mg/menit IV secara lambat. Dosis dapat diulang 15-20 menit. Dosis maksimal
20-30mg. Pada anak-anak dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,150,3mg/kgBB selama 2menit dan dosis maksimal 5-10mg; atau per-rectal dengan dosis 0,5mg
atau 1mg/kgBB untuk bayi dan anak dibawah usia 11 tahun. Efek samping berat dan
berbahaya yang menyertai penggunaan Diazepam IV ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah,
akibat relaksasi otot. Disamping ini dapat terjadi depresi napas sampai henti napas, hipotensi,
henti jantung dan kantuk.
Klonazepam merupakan benzodiazepin dengan masa kerja panjang. Obat ini untuk terapi
bangkitan mioklonik, akinetik, dan spasme infantil. Klonazepam efektif untuk terapi
tambahan semua tipe kejang, kecuali tonik klonik. Di indonesia, klonazepam merupakan
pilihan untuk bangkitan lena. Efek samping yang tersering adalah kantuk, ataksia, dan
gangguan kepribadian.
Nitrazepam dapat untuk mengendalikan hipsaritmia, spasme infantil, dan bangkitan
mioklonik. Kurang efektif dibandungkan klonazepam. Efek samping: mencetuskan bangkitan
tonik klonik, memberatnya bangkitan lena, hipersekresi lendir saluran napas, gangguan pada
SSP terutama letargi dan ataksia.
7.
Valproat untuk epilepsi tonik klonik umum, terutama yang primer dan kurang efektif
terhadap epilepsi fokal. Toksisitas valproat berupa gangguan saluran cerna, sistem saraf, hati,
ruam kulit, dan alopesia. Gangguan cerna berupa anoreksia, mual dan muntah. Efek terhadap
SSP berupa kantuk, ataksia, dan tremor. Ganggauan pada hati berupa peninggian enzim hati,
sesekali terjadi nekrosis hati.
8.
Lamotrigine pada pemberian monoterapi, digunakan untuk terapi bangkitan parsial dan
digunakan sebagai terapi tambahan untuk bangkitan lena dan mioklonik. Selain sebagai obat
epilepsi juga digunakan untuk memperpanjang periode serangan pada penderita depresi,
mania dan perasaan yang abnormal lainnya pada penderita bipolar I. Efek samping dapat
menyebabakan ruam, pusing, sakit kepala, diplopia, dan somnolen. Pada anak anak harus
diwaspadai karena dapat menyebabkan dermatitis yang mengancam jiwa. Lamotrigin
mempunyai efek teratogenik, yakni efek anti folat Asam valproat dapat meningkatkan efek
samping Lamotrigine.
8.
Gabapentin digunakan sebagai terapi tambahan untuk kejang parsial dan kejang umum tonik
klonik. Juga digunakan untuk nyeri neuropatik seperti neuralgia pasca herpes. Efek samping
berupa ataksia, pusing, sakit kepala, somnolen, tremor. Pregabalin baru tersedia dalam bentuk
kapsul 75 mg.
9.
Lain lain
SHOCK ANAPHYLACTIC
Adrenaline (Epinephrine)
Adrenalin adalah obat yang sangat penting pada terapi anafilaktik. Sebagai agonis reseptor
alfa, adrenalin membuat vasokonstriksi perifer dan mengurangi edema. Aktivitas beta
reseptornya membuat bronkodilatasi, dan meningkatkan kontraksi myokard, serta mensupresi
histamin dan leukotrien release. Beta 2 adrenergik reseptor menghambat aktivasi mast cell,
dan melemahkan severitas dari IgE-mediated allergic reactions.
1. Intramuscular (IM) Adrenaline
Intramuscular (IM) adalah rute pemberian yang terbaik pada anaphylactic reaction..
IM route memiliki beberapa keuntungan:
Margin safety nya lebar.
Tidak membutuhkan akses IV.
Lebih mudah.
Tempat penyunyikan yang paling baik pada sepertiga tengah paha anterolateral.
The subcutaneous atau inhaled routes for adrenaline tidak direkomendasikan untuk
anaphylactic reaction karena efektivitasnya kurang.
3. Adrenaline auto-injectors
Auto-injectors diberikan kepada pasien yang beresiko anafilaksis untuk penggunaan
pribadi. Sampai saat ini hanya ada 2 dosis adrenaline auto-injector yaitu: 0.15 and 0.3
mg
Bradycardia Pharmacology
There are 3 medications that are used in the Bradycardia ACLS Algorithm.
1. Atropine: The first drug of choice for symptomatic bradycardia. Dose in the Bradycardia
ACLS algorithm is 0.5mg IV push and may repeat up to a total dose of 3mg.
2. Dopamine: Second-line drug for symptomatic bradycardia when atropine is not effective.
Dosage is 2-10 micrograms/kg/min infusion.
Dopamin merupakan prekursor Nor-Epinefrin (NE), mempunyai kerja langsung pada
reseptor dopaminergik dan adrenergik, dan juga melepaskan NE endogen. Pada kadar
rendah, dopamin bekerja pada reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama di
ginjal, mesenterium, dan pembuluh darah koroner. Stimulasi reseptor D1 menyebabkan
vasodilatasi melalui aktivasi adenilsiklase. Pada dosis yang lebih tinggi, dopamin
meningkatkan kontraktilitas miokard melalui aktivasi adrenoseptor beta1. Dopamin juga
melepas NE endogen yang menambah efeknya pada jantung. Pada dosis rendah sampai
sedang, resistensi perifer total tidak berubah. Hal ini mungkin karena dopamin mengurangi
resistensi arterial di ginjal dan mesenterium dengan hanya sedikit peningkatan di tempat
tempat lain. Dengan demikian, dopamin meningkatkan tekanan sistolik dan tekanan nadi
tanpa mengubah tekanan diastolik. Akibatnya, dopamin berguna terutama untuk keadaan
curah jantung rendah disertai dengan gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik
dan gagal jantung yang berat. Pada kadar yang tinggi, dopamin menyebabkan
vasokonstriksi akibat aktivasi reseptor alfa1 pembuluh darah. Karena itu, bila dopamin
digunakan untuk syok yang mengancam jiwa, tekanan darah dan fungsi ginjal harus
dimonitor. Reseptor dopamin juga terdapat didalam otak, tetapi dopamin yang diberikan
IV, tidak menimbulkan efek sentral karena obat ini sukar melewati sawar darah otak.
3. Epinephrine: Can be used as an equal alternative to dopamine when atropine is not
effective. Dosage is 2-10 micrograms/min.
Natrium Bikarbonat
Mechanism of Action:
Ketika ada ion hidrogen, natrium bikarbonat berdissosiasi menjadi natrium dan asam
karbonat, asam karbonat mengikat ion hidrogen dan berubah menjadi bikarbonat, kemudian
berdissosiasi menjadi air dan CO2, berfungsi sebagai buffer dan peng-alkali darah.
Indications:
Hiperkalemi
Treatment asidosis metabolik yang sudah dipastikan penyebabnya bukan karena
hipoksia
Overdosis Trisiklik antidepresan atau fenobarbital
Contraindications:
Severe hypoxia and late cardiac arrest
Metabolic & Respiratory alkalosis
Severe pulmonary edema (administration of sodium may be detrimental)
Hypokalemia
Hypocalcemia
Hypernatremia (administration of sodium may be detrimental)
Precautions:
Bicarbonate administration menghasilkan CO2, yang lebih cepat menembus membran
sel daripada bikarbonat, hal ini berpotensi memperburuk asidosis intraseluler
CHF (may worsen)
Kehamilan
Infiltrasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan
Penyakit ginjal
Dosage:
Adults:
1.0 mEq/kg IV bolus, may repeat dose 10 minutes thereafter.OPTIONAL TCA overdose
/CRUSH Injury INFUSION: 50-100mEq/1000 cc, run at 150 cc/hr, titrated for effect
Pediatrics:
1.0 mEq/kg IV bolus, may repeat dose 10 minutes there after. OPTIONAL TCA Overdose
INFUSION: 50-100 mEq/1000 cc, run at 150cc/hr, titrated for effect.
Onset IV2-10 minutes. Duration: IV30-60 minutes
Side Effects:
Alkalosis
Hyperirritability, Seizures
Tetany (electrolyte imbalance)
Hypernatremia
Hyperosmolality
Cardiac & respiratory arrest
Lowering of serum K
Increased binding of calcium to serum proteins
Sumber:
1.American Heart Association - Guideline 2010.
2.Emergency Drug Guidelines. WHO - Fiji Islands.
3.Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4.Homoud, Munther K. 2008. Introduction to Antiarrhythmic Agents.Tufts-New England Medical
Center.