Makalah
Oleh : Didi Kurniadinata
Disampaikan pada Seminar dan Workshop
Peran Pengajar
Pengajar atau guru memiliki peran yang penting dalam pengajaran bahasa apapun. Pengajar
atau guru memang sering dipandang dari akronim guru yaitu digugu dan ditiru. Secara
esensial memang seperti itu. Namun, perannya dalam mengadministrasikan bahan
pembelajaran dan memimpin proses pembelajaran dewasa ini mungkin berbeda dari apa
yang diyakini oleh benyak guru atau muridnya sekalipun. Pengajar atau guru saat ini
berperan lebih sebagai seorang fasilitator ketimbang sebagai orang yang disebut guru.
Sebagai fasilitator, seorang pengajar harus membantu proses pembelajaran agar berjalan
dengan positif dan memberikan tanggungjawab untuk belajar kepada murid. Seorang
fasilitator memberikan alat, menyemangati, membangun rasa percaya diri murid dan
mengoreksi jika diperlukan.
Alat seorang fasilitator adalah bahan ajar yang mendukung kegiatan yang interaktif.
Menyemangati adalah menumbuhkan motivasi belajar kepada murid (bukan memotivasi
murid) dan membangun rasa percaya diri dengan memberi peluang kepada murid
(empower) untuk melakukan kegiatan yang bermakna dan bertujuan. Koreksi terhadap
kesalahan murid dalam praktik berbahasa tidaklah terlalu sering dilakukan karena bisa
menurunkan kepercayaan diri dan membuat murid ragu untuk melakukan kegiatan.
Lakukanlah koreksi dengan teknik yang tidak langsung mengoreksi kesalahan murid, atau
lakukan dengan memberikan contoh yang benar secara tidak langsung. Klippel (1984)
menyampaikan juga tentang cara mengoreksi kesalahan murid whatever method is chosen,
the teacher should be careful no to correct students errors too frequently. Being interrupted
and corrected makes the students hesitant and insecure in their speech when they should
really be practising communication.
Peran lain yang dapat dilakukan oleh pengajar adalah sebagai pengamat (mengamati dan
mencatat apa yang dilaksanakan oleh murid tanpa intervensi) dan murid (ikut berfungsi
sebagai murid dan ikut mengerjakan tugas seperti murid, khususnya dalam kegiatan yang
memerlukan guru sebagai murid).
5. Basic to use of language are language knowledge and language control (discussion after
an activity is conducted)
6. Development of language control proceeds through creativity, which is nurtured by
interactive, participatory activities. (gap-filling,
7. Every possible medium and modality is used to aid learning
8. Testing is an aid to learning
9. Language Learning is penetrating another culture; students learn to operate
harmoniously within it or in contact with it
10. The real world extends beyond the classroom walls; language learning takes place in and
out of the classroom
keempat kecakapan tersebut dapat saling berkaitan seperti layaknya dalam suatu
komunikasi yang sesungguhnya.
g. Koherensi (coherence). Dalam teknik ini diupayakan satu pokok bahasan harus selalu
terkait dengan bahan ajar sebelumnya dan juga dengan bahan ajar berikutnya. Setiap
kegiatan harus ada keterkaitan satu sama lain. Keterpaduan akan mempermudah murid
memahami dan mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok bahasan yang lain
h. Keterlibatan (involvement). Murid perlu dilibatkan secara kognitif maupun afektif dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Cara ini dapat dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan yang diajukan oleh pengajar sebelum suatu kegiatan dilakukan maupun
melalui jenis aktivitas yang mendorong keterlibatan siswa.
i.
Kreatifitas (Creativity). Kegiatan pembelajaran yang positif selalu membuka peluang bagi
murid untuk memberi jawaban atau tanggapan secara bebas terhadap suatu hal
disesuaikan dengan tingkat kreatifitas murid.
j.
Metodologi Pembelajaran
Di bawah ini adalah ringkasan metodologi pembelajaran sebagai rujukan untuk pembahasan
lebih lanjut dari pembelajaran interaktif.
1. Grammar-Translation Method. Metode ini menggunakan bahasa pertama siswa dengan
menggunakan pendekatan penerjemahan dan analisis tata bahasa asing. Metode ini
memerlukan wacana dan daftar kosa kata yang akan dipelajari. Efektif untuk
pembelajaran bahasa yang sudah mati.
Pengajaran bahasa interaktif tidak bersenyawa dengan metode ini.
2. Audio-Lingual Method. Metode ini menekankan pada pengulangan dari pendengaran
terhadap suatu dialog yang harus ditiru melalui latihan drill yaitu: pengulangan,
substitusi kata, transformasi dan penerjemahan. Salah seorang yang merancang bahan
untuk metode ini adalah Robert Lado dalam bukunya Language Teaching: a Scientific
Approach (1964).
Pengajaran interaktif memiliki sedikit sekali kaitan dengan metode ini.
3. Cognitive-code Method. Metode ini dipelopori oleh Noam Chomsky (1965) yang
mengasumsikan bahwa kompetensi mendahului kinerja yang berarti bahwa
kompetensi adalah pengetahuan yang ada pada alam sadar. Karena itu jika siswa sudah
menguasai sruktur bahasa pada level tertentu, maka dia akan mampu menggunakan
potensi tersebut dalam komunikasi berbahasa yang bermakna. Metode ini memiliki
kesamaan dengan Grammar Translation Method yaitu menguasai tata bahasa dan
struktur kalimat, tetapi dengan penekanan terhadap kecakapan Berbicara dan
Menyimak untuk meningkatkan kompetensi Membaca dan Menulisnya.
4. Direct Method. Metode ini menekankan pada penggunaan langsung bahasa asing dan
kemudian siswa membahasnya juga dalam bahasa asing tersebut. Tujuan dari pola ini
Interactive English Teaching Strategy
adalah agar siswa dapat menebak dan mengidentifikasi aturan tata bahasa yang dipakai.
Metode ini menekankan pada ketepatan dan kesalahan harus langsung dikoreksi di
kelas.
Metode ini memiliki kesamaan dengan model interaktif dari penggunaan bahasa yang
dipelajari secara langsung. Namun bukan dari segi cara melakukan koreksi.
5. Natural Approach. Pendekatan ini dikembangkan oleh Tracy Terrel dengan didasarkan
pada Teori Monitor yang dipengaruhi oleh teori akuisisi bahasa kedua. Pendekatan ini
menekankan pada penyediaan input bahasa asing dan pembahasan dalam bahasa asing
atau bahasa pertama siswa. Fokusnya adalah pada semantik atau makna kalimat,
pemikiran, melaksanakan tugas dan memecahkan masalah. Model ini juga diinspirasi
juga oleh Stephen Krashen5 yang menggagas teori Second Language Acquisition dengan
5 hipotesisnya yaitu : the Acquisition-Learning hypothesis; the Monitor hypothesis; the
Natural Order hypothesis; the Input hypothesis; and the Affective Filter hypothesis.
Pendekatan ini sangat berkaitan dengan model pengajaran interaktif dari segi semantik,
pemecahan masalah dan juga model immersion dimana bahasa yang dipelajari
dipergunakan sehari-hari untuk semua kegiatan dalam jangka waktu tertentu.
6. Total Physical Response. Metode ini dikembangkan oleh James Asher. Metode ini adalah
bagaimana murid dapat mematuhi perintah yang disampaikan oleh pengajar yang
menunjukkan tanggapan perintah secara fisik. Prinsip utamanya adalah (1) penundaan
murid berbicara sampai pemahaman terhadap bahasa lisan dengan batas tertentu, (2)
pencapaian pemahaman dari bahasa lisan melalui ujaran perintah pengajar dan (3)
pada tahap tertentu dari pemahaman bahasa lisan, murid akan memberikan indikasi
bahwa dia siap untuk berbicara.
Pengajaran bahasa Interaktif tidak terkait langsung dengan model pembelajaran ini
karena bersifat tidak alami dengan menunda respon langsung terhadap suatu stimulus
yang diterima murid.
7. Suggestopedia. Metode ini pertama kali dilakukan dan dikembangkan di Institute of
Suggestology di Sofia Bulgaria dan salah satu pakarnya adalah Dr. Georgi Lozanov yang
bekerja di sana. Metode ini mengandalkan alam bawah sadar dan konsentrasi yang
intens terhadap input dari pengajar dan pada tahap berikutnya menggunakan musik dan
intonasi khusus untuk pemahaman yang lebih dalam.
Pengajaran Bahasa Interaktif tidak selaras dengan model ini.
8. Communicative Approach. Pendekatan ini mulai dikembangkan pada tahun 70-an dan
menekankan pada pemotretan terhadap penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi.
Prinsip-prinsip yang dipergunakan adalah kebutuhan terhadap komunikasi berbahasa
yang didorong oleh adanya kesenjangan informasi dan opini. (Info & Opinion Gap
Principles). Tokoh yang menggagas metode ini adalah Widdowson6 dan Munby7.
Jigsaw activities: students shall gather information from different sources to fill the gaps.
if they do not do the information gathering, then they havent completed the task.
Reasoning-gap activities: These involve deriving some new information from given
information through the process of inference, practical reasoning, etc. For example,
working out a teachers timetable on the basis of given class timetables.
Role plays: activities in which students are assigned roles and improvise a scene or
exchange based on given information or clues.
Catatan:
1
2
3
4
5
6
7
8
Richard, J.C. (2006). Communicative Language Teaching Today. Cambridge University Press
Klippel, F. (1984). Keep Talking. Cambridge Handbooks for Language teachers.
Klippel, F. (1984). Keep Talking. Cambridge Handbooks for Language teachers.
Rivers, W.M. (1987) "Principles of Interactive Language Teaching. Interactive Language Teaching. Ed.
Wilga M. Rivers. Cambridge: Cambridge University Press.
Krashen, S.D. (1981). Second Language Acquisition and Second Language Learning. Oxford: Pergamon.
Widdowson, Henry G. (1992) "ELT and EL Teacher." ELT Journal 46/4.
Munby, J. (1978). Communicative syllabus design. Cambridge: Cambridge University Press
Richard, J.C. (2006). Communicative Language Teaching Today. Cambridge University Press