Anda di halaman 1dari 19

Nama

NIM
Shift
Kelompok
Tugas Khusus

: Ahmad Zarkasyi
: 03121403051
: B / Selasa (13.00)
: 2 (Dua)

KOROSI PADA HEAT EXHANGER


Heat Exchanger (HE), adalah suatu alat yang memungkinkan terjadinya
perpindahan panas dan dapat berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin.
Biasanya, medium pemanas yang dipakai adalah uap lewat panas (super heated steam) dan
air biasa yang dipakai sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas (Heat
Exhanger) dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat
berlangsung secara optimal dan lebih efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya
kontak antara fluida dan terdapat dinding yang memisahkannya maupun keduanya
bercampur langsung begitu saja. Penukar panas sangat banyak dipakai dalam dunia industri
seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi,
pembangkit listrik, Dan lain-lain. Salah satu contoh sederhana dari alat penukar panas
adalah radiator mobil di mana cairan pendingin memindahkan panas mesin ke udara
sekitar. Jenis umum dari Heat Exchanger, biasanya digunakan dalam kondisi tekanan yang
relatif tinggi, dan terdiri dari sebuah selongsong yang didalamnya telah disusun suatu
anulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang optimal).
Fluida mengalir di selongsong maupun di anulus sehingga terjadi perpindahan panas antar
fluida dengan dinding anulus sebagai perantara. Beberapa jenis rangkaian anulus misalnya;
triangular, segiempat, dll.
Korosi terjadi karena bertemunya 4 elemen yaitu : Anoda, Katoda, Elektrolit dan
Konduktor. Masing-masing elemen tersebut memiliki peran tersendiri. Misalnya: Anoda
sebagai logam yang lebih reaktif akan mendonorkan elektronnya menuju katoda ( donor
elektron ini terjadi karena adanya perbedaan potensial antara anoda dan katoda ). Elektron
yang lepas dari anoda ini akan berjalan menuju katoda melalui konduktor yang
menghubungkan antara anoda dengan katoda. Selanjutnya katoda menerima elektron dari
anoda untuk selanjutnya bereaksi secara kimia dengan elektrolit. Reaksi kimia ini
berlangsung dan hasil akhirnya adalah sesuatu yang kita kenal sebagai karat. Jadi korosi
akan terjadi jika keempat hal tersebut bertemu. Oleh karena itu, salah satu cara
penanggulangan korosi adalah dengan memutus salah satu elemen penyebab korosi
tersebut. Misalnya pipa dicoating. Tujuannya adalah agar pipa tidak terhubung dengan
elektrolit ( misal air di tanah ).
Korosi dapat terjadi karena proses fisis, kimiawi, maupun biologis. Korosi oleh
mikrobiologi merupakan korosi yang disebabkan oleh mikroorganisme, khususnya oleh

bakteri, yang disebut juga dengan MIC (Microbiologically Influenced Corrosion). Korosi
jenis ini cukup berbahaya karena dapat terjadi pada kondisi range pH disekitar pH netral,
yaitu antara pH 4 sampai 9 dengan suhu lingkungan berkisar antara 10 C hingga 50C.
Korosi jenis ini biasanya terjadi pada tempat-tempat yang terbuat dari logam dengan
kondisi konstan/stagnan. Logam-logam yang dapat terkorosi oleh mikrobiologi antara lain
baja karbon, stainless steel, dan logam paduan aluminium-tembaga. Awal kemunculan dari
MIC sering kali tidak terduga, korosi berat dari sejumlah logam terjadi pada temperatur
lingkungan normal atau larutan encer dimana laju korosi biasanya rendah. Ciri khas
terjadinya MIC adalah adanya endapan yang berlebihan atau terjadi penebalan lapisan
(gumpalan) disekitar MIC.
Korosi dipengaruhi oleh mikroba merupakan suatu inisiasi atau aktifitas korosi
akibat aktifitas mikroba dan proses korosi. Korosi pertama diindentifikasi hampir 100 jenis
dan telah dideskripsikan awal tahun 1934. bagaimanapun korosi yang disebabkan aktifitas
mikroba tidak dipandang serius saat degradasi pemakaian sistem industri modern hingga
pertengahan tahun 1970-an. Ketika pengaruh serangan mikroba semakin tinggi, sebagai
contoh tangki air stainless steel dinding dalam terjadi serangan korosi lubang yang luas
pada permukaan sehingga para industriawan menyadari serangan tersebut. Sehingga saat
itu, korosi jenis ini merupakan salah satu faktor pertimbangan pada instalasi pembangkit
industri, industri minyak dan gas, proses kimia, transportasi dan industri kertas pulp.
Selama tahun 1980 dan berlanjut hingga awal tahun 2000, fenomena tesebut dimasukkan
sebagai bahan perhatian dalam biaya operasi dan pemeriksaan sistem industri.
Mikroorganisme yang mempengaruhi korosi antara lain bakteri, jamur, alga dan protozoa.
Korosi ini bertanggung jawab terhadap degradasi material di lingkungan. Pengaruh inisiasi
atau laju korosi di suatu area, mikroorganisme umumnya berhubungan dengan permukaan
korosi kemudian menempel pada permukaan logam dalam bentuk lapisan tipis atau
biodeposit. Lapisan film tipis atau biofilm. Pembentukan lapisan tipis saat 2 4 jam
pencelupan sehingga membentuk lapisan ini terlihat hanya bintik-bintik dibandingkan
menyeluruh di permukaan.
Adanya koloni mikroba pada permukaan logam dapat menyebabkan peningkatan
korosi pada logam. Hal ini disebabkan karena mikroba tersebut mampu mendegradasi
logam melalui reaksi redoks untuk memperoleh energi bagi keberlangsungan hidupnya.
Mikroba yang mampu menyebabkan korosi, antara lain: protozoa, bakteri besi mangan

oksida, bakteri reduksi sulfat, dan bakteri oksidasi sulfur-sulfida. Thiobacillus thiooxidans
Thiobacillus ferroxidans.
Mikroorganisme hadir pada kondisi aerob, maupun anaerob. Kondisi aerob
merupakan kondisi dengan ketersediaan yang melimpah, sebaliknya anaerob merupakan
kondisi dengan tanpa adanya oksigen. Terdapat mikroorganisme berupa jamur yang juga
dapat berperan menyebabkan MIC, yaitu jamur Cladosporium resinae yang bekerja pada
range pH 3-7 dengan temperatur lingkungan 10C-45C dan dapat mengkorosi logam
paduan aluminium dengan memproduksi asam organik dalam proses metabolismenya.
Bakteri

anaerob

ini

dikenal

dengan

bakteri

pereduksi

sulfat

(SRB).

Dalam

metabolismenya, bakteri ini mengeluarkan enzim hidrogenase yang dapat melakukan


depolarisasi pada daerah yang sekitar mikroba. Depolarisasi terjadi karena pasokan
oksigen ke daerah katoda bereaksi dengan ion hidrogen.
Dari sudut pandang korosi, konsumsi oksigen oleh bakteri aerobik dapat
mengakibatkan terjadinya satu atau beberapa hal seperti pembentukan lendir, oksidasi
sulfida, oksidasi besi, dan terbentuknya asam sebagai hasil metabolisme. Bakteri
pengoksidasi sulfida akan menghasilkan asam belerang yang korosif, namun dapat juga
menghasilkan lendir. Sedangkan bakteri pengoksidasi besi akan mengoksidasi ion besi Fe 2+
yang mudah terlarut menjadi ion yang sulit terlarut, ion Fe 3+. Hasil dari oksidasi ini adalah
berubah gumpalan tak terlarut yang terbuat dari oksida ferik hidrat dan ekskresi lendir
biologis yang tumbuh pada permukaan besi. Daerah dibawah endapan (gumpalan) hasil
oksidasi akan terlindung dan menjadi anoda. MIC pada stainless steel sering kali terlihat
pada logam las-an. Serangan paling besar terjadi pada logam las itu sendiri atau pada heat
affected zone (HAZ) di dekat daerah pengelasan. Pada aluminium, korosi dapat terjadi
pada air dengan pH netral. Mikroba, misalnya jamur, memproduksi asam yang larut dalam
air sebagai fase pengkotaminasi dan menyerang aluminium tersebut. Bakteri Thiobacillus
thiooxidans mengkorosi tembaga dan tahan terhadap racunnya hingga konsentrasi 2%
tembaga.
Korosi mikrobiologi berbahaya karena dapat terjadi pada rentang pH asam, basa,
bahkan netral. Korosi tersebut dapat terjadi dimana saja dengan kondisi lingkungan yang
sesuai dengan kebutuhan perkembangan mikroba penyebab korosi, termasuk pada berbagai
jenis industri. Korosi yang terjadi pada peralatan industri perlu dihindari karena dapat
mempengaruhi kualitas proses dan dapat menyebabkan kegagalan proses.

Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Korosi Mikrobiologi. Masalah korosi


mikrobiologis di dalam suatu sistem lingkungan mempunyai beberapa variabel-variabel
yaitu :
1. Temperatur, umumnya kenaikan suhu dapat meningkatkan laju korosi tergantung
karakteristik mikroorganisme yang mempunyai suhu optimum untuk tumbuh yang
berlainan.
2. pH, umumnya pH bulk air dapat mempengaruhi metabolisme mikroorganisme.
3. Kadar Oksigen, banyak bakteri membutuhkan O2 untuk tumbuh, namun pada
organisme fakultatif jika O2 berkurang maka dengan cepat bakteri ini mengubah
metabolismenya menjadi bakteri anaerob.
Pencegahan MIC dapat dilakukan dengan cara melakukan pembersihan permukaan
secara mekanis berkala dan perawatan dengan biocides untuk mengontrol populasi bakteri.
Biocides adalah formulasi dari satu atau lebih substansi aktif yang dapat membunuh atau
mengendalikan virus, bakteri, ganggang, jamur atau ragi. Selain itu, selama penyimpanan
atau setelah dilakukannya hydrotest, air tidak boleh dipertahankan sampai beberapa hari.
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya MIC, pengurasan total dan pengelapan hingga
kering perlu dilakukan.
Korosi oleh air pendingin pada rentang temperatur air biasanya disebabkan oleh
gas-gas terlarut (CO2, O2, dsb) dan garam-garam terlarut (sulfat, NaCl, bikarbonat, dll).
Komponen paling berpengaruh pada korosivitas air adalah ion chlorida. Ion chlorida
meningkatkan korosi baja dalam air sampai konsentrasi 6000 ppm. Pada konsentrasi lebih
pekat, pengaruh chlorida berkurang sebagai akibat berkurangnya kelarutan oksigen dalam
larutan garam chlorida. Kombinasi antara chlorida dengan laju alir akan meningkatkan
korosivitas air tidak hanya terhadap baja, tetapi juga terhadap paduan tembaga. Bahan
konstruksi yang dianggap paling tahan terhadap air dengan salinitas tinggi dan laju alir
normal dalam alat penukar panas (2,4 sampai 3,6 m/s) adalah Cupronikel 90-10 (C70600).
Chlorida juga dapat menyebabkan pitting pada aluminium, baja tahan karat, dan
paduan yang mengandung chrom. Chlorida juga dianggap sebagai penyebab korosi retak
tegang pada baja tahan karat austenitik. Walaupun baja tahan karat tipe 304 atau 316 tahan
terhadap sisi proses, tetapi bila kondisi sisi air mendukung terjadinya pitting atau korosi
retak tegang, maka sebagai bahan konstruksi harus dipilih dari baja tahan karat khusus,
misalnya : S31254, S31803; atau paduan Nikel (N08367, N08028, N08320). Pada
umumnya air pendingin mengandung banyak oksigen terlarut karena kontak dengan udara
bebas, namun kondisi anaerobik juga dapat terjadi, misalnya pada saat shut down, atau

pada permukaan yang tertutup kerak atau endapan. Dalam keadaan seperti di atas, ada
kemungkinan terjadi serangan korosi oleh bakteri pereduksi sulfat yang menghasilkan zatzat korosif terhadap baja dan paduan tembaga, seperti hidrogen sulfat dan sulfur terlarut.
Bentuk korosi lain yang mungkin terjadi pada sistem air pendingin adalah crevice
corrosion, baik pada celah mekanik (sambungan ulir, antar muka flange, sambungan yang
diroll) maupun di bawah endapan, film, atau kerak. Korosi celah terutama disebabkan oleh
sel konsentrasi oksigen, dengan daerah permukaan yang miskin oksigen berfungsi sebagai
anoda dan terkorosi secara intensif. Kehadiran chlorida akan memperparah keadaan
dengan terciptanya mekanisme autokatalitik yang mempercepat korosi celah. Dalam sistem
air pendingin sering terbentuk kerak di permukaan penukar panas, sebagai akibat dari
turunnya kelarutan kalsium karbonat dan magnesium karbonat dengan kenaikan
temperatur.
Korosi oleh air pendingin pada rentang temperatur air biasanya disebabkan oleh
gas-gas terlarut (CO2, O2, dsb) dan garam-garam terlarut (sulfat, NaCl, bikarbonat, dll).
Komponen paling berpengaruh pada korosivitas air adalah ion chlorida. Ion chlorida
meningkatkan korosi baja dalam air sampai konsentrasi 6000 ppm. Pada konsentrasi lebih
pekat, pengaruh chlorida berkurang sebagai akibat berkurangnya kelarutan oksigen dalam
larutan garam chlorida. Kombinasi antara chlorida dengan laju alir akan meningkatkan
korosivitas air tidak hanya terhadap baja, tetapi juga terhadap paduan tembaga. Bahan
konstruksi yang dianggap paling tahan terhadap air dengan salinitas tinggi dan laju alir
normal dalam alat penukar panas (2,4 sampai 3,6 m/s) adalah Cupronikel 90-10 (C70600).
Chlorida juga dapat menyebabkan pitting pada aluminium, baja tahan karat, dan paduan
yang mengandung chrom. Chlorida juga dianggap sebagai penyebab korosi retak tegang
pada baja tahan karat austenitik. Walaupun baja tahan karat tipe 304 atau 316 tahan
terhadap sisi proses, tetapi bila kondisi sisi air mendukung terjadinya pitting atau korosi
retak tegang, maka sebagai bahan konstruksi harus dipilih dari baja tahan karat khusus,
misalnya : S31254, S31803; atau paduan Nikel (N08367, N08028, N08320).
Pada umumnya air pendingin mengandung banyak oksigen terlarut karena kontak
dengan udara bebas, namun kondisi anaerobik juga dapat terjadi, misalnya pada saat shut
down, atau pada permukaan yang tertutup kerak atau endapan. Dalam keadaan seperti di
atas, ada kemungkinan terjadi serangan korosi oleh bakteri pereduksi sulfat yang
menghasilkan zat-zat korosif terhadap baja dan paduan tembaga, seperti hidrogen sulfat
dan sulfur terlarut. Bentuk korosi lain yang mungkin terjadi pada sistem air pendingin
adalah crevice corrosion, baik pada celah mekanik (sambungan ulir, antar muka flange,

sambungan yang diroll) maupun di bawah endapan, film, atau kerak. Korosi celah terutama
disebabkan oleh sel konsentrasi oksigen, dengan daerah permukaan yang miskin oksigen
berfungsi sebagai anoda dan terkorosi secara intensif. Kehadiran chlorida akan
memperparah keadaan dengan terciptanya mekanisme autokatalitik yang mempercepat
korosi celah. Dalam sistem air pendingin sering terbentuk kerak di permukaan penukar
panas, sebagai akibat dari turunnya kelarutan kalsium karbonat dan magnesium karbonat
dengan kenaikan temperatur.
Pengendapan kerak di permukaan alat penukar panas, selain menurunkan
efektivitas perpindahan panas, juga dapat mengakibatkan korosi celah dan meningkatkan
konsentrasi clorida karena terabsorpsi oleh endapan kapur tersebut. Penanggulangan
Korosi karena Air Pendingin. Terbentuknya kerak dapat dihindari dengan cara
mengendalikan indeks saturasi air (untuk sistem resirkulasi), membuat rancang bangun alat
penukar panas sedemikian sehingga temperatur permukaan penukar panas tidak melampaui
temperatur pengendapan kerak.
Air adalah zat/unsur kimia yang sangat dibutuhkan manusia, dalam zaman sekarang
air banyak sekali digunakan untuk industri dan pertanian. Air untuk industri umumnya
digunakan sebagai pendingin (cooler, condensor, cooling tower), sebagai pemanas (heater),
sebagai pembangkit/steam (driver turbin generator/pompa), sebagai evakuasi gas (vacum
system) dan sebagai air minum / proses (pelarut, drinking water, jacket water, boiler feed
water). Pemilihan cooling water dan cooling system yang sesuai adalah salah satu unsur
penting dalam perancangan pabrik. Hal ini dikarenakan sistem pendingin berkaitan
langsung dengan efisiensi pabrik, selain itu juga berpengaruh pada biaya capital juga biaya
operasional. Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem pendingin
adalah:
a) Availability dan reliability: Ketersediaan dan kesinambungan sistem pendingin
merupakan pertimbangan utama.
b) Operability dan Maintainability: Meliputi kemudahan pengoperasian dan
pemeliharaan
c) Biaya investasi: Meliputi seluruh biaya yang diperlukan untuk mendirikan fasilitas
sistem pendingin
d) Operating cost: Meliputi biaya man power, chemical, electrical dan biaya
pemeliharaan
e) Dampak lingkungan: Meliputi konsiderasi pada dampak lingkungan seperti polusi
limbah, maupun polusi panas

Sebagai

islustrasi,

bila

pada

lingkungan

industri

tersebut

potensi

air

tanah/sungai/danau lebih dominan. Maka pembangunan sistem cooling waternya akan


diperolih close sistem, sedangkan untuk sistem pengolahan air proses dipilih Teknologi
Pertukaran Ion. Sedangkan bila lingkungan industri tersebut potensi air laut yang lebih
dominan. Maka pembangunan sistem cooling waternya akan dipilih Once Through
System,

sedangkan

untuk

sistem

pengolahan

air

proses

dipilih

Teknologi

Desalinasi/Elektrodialysis/Reverse Osmosis. Disamping pertimbangan diatas harus dilihat


juga kompleksitas dari unit proses yang tersedia, sehingga akan lebih selektif dalam
pemilihan material kontruksi, pengurangan biaya chemical control dan penyederhanaan
pembangunan sistem waste water treatment.
Dari permasalahan sumber air yang tersedia dan kondisi/kompleksitas dari unit
proses yang selalu berkembang sesuai keadaan potensi bisnis minyak, diharapkan dari
ulasan buku ini akan memberikan informasi tentang pengertian dasar Teknologi
Pengolahan Air khususnya cooling water, sehingga akan mampu mengoptimalkan
kereaktifitas dan inovasi dalam bekerja pada lingkungan unit yang dihadapi.
Cooling water digunakan sebagai pendingin pada heat exchanger hanya dilewatkan
sekali, selanjutnya langsung dikembalikan lagi ke badan air. Once through systems
digunakan bilamana kebutuhan cooling water sangat banyak, ketersediaan sumber air
banyak dan murah serta memiliki fasilitas untuk menangani buangan air panas dari cooling
water yang sudah digunakan. Keuntungan menggunakan Once through systems yaitu tidak
diperlukan cooling tower dan tidak diperlukan pengolan / treatment pendahuluan.
Sedangkan kerugian menggunakan Once through systems adalah korosi, fouling, sampah
dan kotoran, serta polusi / pencemaran temperatur di badan air
Air tawar yang berasal dari sungai atau danau dipompakan sebagai make-up
cooling tower setelah sebelumnya dilakukan treatment (sedimentasi dan koagulasi) terlebih
dahulu. Air tersebut digunakan untuk mendinginkan proses-proses di dalam pabrik. Air
pendingin yang telah panas kemudian didinginkan di cooling tower untuk kemudian
disirkulasikan kembali ke dalam pabrik. Untuk menjaga kualitas air, misalnya agar tidak
terdapat algae/bacteria dan pengendapan (scaling), maka perlu diinjeksikan beberapa jenis
chemicals tertentu. Kualitas air juga dijaga melalui mekanisme make-up dan blow-down.
Sistem ini banyak digunakan oleh pabrik yang berada dekat dengan sumber air
tawar atau jauh dari laut. Spesifikasi material untuk peralatan yang menggunakan air tawar
tidak perlu sebagus peralatan yang menggunakan air laut, karena air tawar lebih tidak

korosif dibandingkan dengan air laut. Cooling water teruapkan sekitar 1% water.
Kehilangan air akibat penguapan ini harus dikompensasi oleh make up cooling water.
Keuntungan menggunakan Open evaporative recirculating systems adalah Jumlah
kebutuhan air medikit (make up); dan Memungkinkan untuk mengontrol korosi.
Sedangkan kerugian menggunakan Open evaporative recirculating systems adalah
Investasi (capital cost) lebih tinggi daripada once through; Memerlukan cooling tower
yang cukup besar; dan System purge dan blowdown kemungkinan dapat mengakibatkan
pencemaran lingkungan
Air tawar pendingin digunakan untuk mendinginkan proses-proses didalam pabrik.
Air tawar pendingin yang telah panas didinginkan kembali di suatu secondary cooler
(biasanya plate heat exchanger) untuk selanjutnya disirkulasikan kembali secara tertutup
kedalam pabrik. Air laut dipakai untuk mendinginkan secondary cooler dengan cara
hanya sekali pakai (once through), sumber air berasal dari laut kemudian dibuang lagi ke
laut. Cooling water didinginkan pada secondary heat exchanger. Tidak ada loss akibat
penguapan juga tidak ada make up. Keuntungan menggunakan Closed nonevaporative
recirculating systems adalah Cooling water return relatif bersih dan Temperatur cooling
water memungkinkan lebih tinggi dari 100oC. Sedangkan kerugian menggunakan Closed
nonevaporative recirculating system adalah Investasi / capital cost sangat tinggi dan
Dibatasi oleh equipment secondary heat exchanger. Dalam ilmu perpindahan kalor fouling
adalah Pembentukan lapisan deposit pada permukaan perpindahan panas dari bahan atau
senyawa yang tidak diinginkan. Bahan atau senyawa itu berupa kristal, sedimen, senyawa
biologi, produk reaksi kimia, ataupun korosi. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus
berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan. Akumulasi deposit pada permukaan
alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop

dan menurunkan efisiensi

perpindahan panas. Untuk menghindari penurunan performance alat penukar kalor yang
terus berlanjut dan terjadinya unpredictable cleaning, maka diperlukan suatu informasi
yang jelas tentang tingkat pengotoran untuk menentukan jadwal pembersihan (cleaning
schedule).
Lapisan fouling dapat berasal dari partikel-partikel atau senyawa lainnya yang
terangkut oleh aliran fluida. Pertumbuhan lapisan tersebut dapat meningkat apabila
permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesif yang cukup kuat. Gradien
temperatur yang cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat juga meningkatkan
kecepatan pertumbuhan deposit. Pada umumnya proses pembentukan lapisan fouling

merupakan phenomena yang sangat kompleks sehingga sukar sekali dianalisa secara
analitik. Mekanisme pembentukannya sangat beragam, dan metode-metode pendekatannya
juga berbeda-beda.
Proses Pembentukkan
Berdasarkan proses terbentuknya endapan atau kotoran, faktor pengotoran dibagi 5
jenis, yaitu :
1. Pengotoran akibat pengendapan zat padat dalam larutan (precipitation fouling).
Pengotoran ini biasanya terjadi pada fluida yang mengandung garam-garam yang
terendapkan pada suhu tinggi, seperti garam kalsium sulfat, dll.
2. Pengotoran akibat pengendapan partikel padat dalam fluida (particulate fouling).
Pengotoran ini terjadi akibat pengumpulan partikel-partikel padat yang terbawa
oleh fluida di atas permukaan perpindahan panas, seperti debu, pasir, dll.
3. Pengotoran akibat reaksi kimia (chemical reaction fouling).
Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia di dalam fluida, di atas permukaan
perpindahan panas, dimana material bahan permukaan perpindahan panas tidak ikut
bereaksi, seperti adanya reaksi polimerisasi, dll.
4. Pengotoran akibat korosi (corrosion fouling).
Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia antara fluida kerja dengan material bahan
permukaan perpindahan panas.
5. Pengotoran akibat aktifitas biologi (biological fouling).
Pengotoran ini berhubungan dengan akitifitas organisme biologi yang terdapat atau
terbawa dalam aliran fluida seperti lumut, jamur, dll.
Akibat pembentukan fouling tersebut, maka kemampuan alat penukar kalor akan
mengalami penurunan. Dalam beberapa kasus, pembersihan lapisan fouling dilakukan
secara kimia dan mekanis. Salah satu cara mekanis yang umum dilakukan adalah dengan
metode on-line cleaning dengan menggunakan bola taprogge
Kecepatan aliran dan temperatur fluida (atau beda temperatur) dapat menjadi
variabel signifikan terjadinya fouling. Peningkatan kecepatan menyebabkan transfer massa
spesies fouling dapat meningkat, seiring dengan terbentuknya deposit pada permukaan
perpindahan kalor. Secara terus menerus, shear force pada fluida/permukaan perpindahan
kalor meningkat, melalui mekanisme removal deposit. Temperatur yang digunakan pada
alat penukar kalor dapat mempengaruhi besarnya luasan fouling pada permukaan
perpindahan kalor.

Deposit partikel pada permukaan perpindahan kalor banyak dijumpai pada aliran
gas-partikel dengan temperatur tinggi. Proses terjadinya fouling ini dapat ditemukan di
power plant system seperti di economizer, superheater, peralatan penukar kalor pipa air
pendingin, dan beberapa proses di industri kimia. Salah satu contoh adalah fenomena
fouling pada boiler. Partikel yang dikenal dengan fly ash (abu terbang) berasal dari sisa
hasil pembakaran batubara di boiler. Fly ash ini tersuspensi dalam aliran gas yang
kemudian akan masuk ke peralatan penukar kalor. Aliran gas-fly ash ini akan membentuk
lapisan deposit/fouling pada dinding luar tube.
Lapisan deposit paling tebal terdapat pada bagian depan tube (upstream) atau pada
sudut 0o. Jumlah deposit partikel yang jatuh (removed) semakin besar dengan semakin
besarnya sudut sampai pada sudut 90o. Untuk sudut mendekati nol, kecepatan aliran adalah
minimal, sehingga daya lepas deposit partikel (detaching force) karena aerodynamic force
dapat diabaikan (Anatoli D. Zimon). Untuk sudut mendekati 90o, boleh dibilang hampir
semua deposit partikel jatuh, hal ini disebabkan oleh impact dari pergerakan partikel.
Sebaliknya ketika aliran melalui sisi bagian atas tube, detaching force meningkat sesuai
dengan kecepatan aliran, dimana pada sisi ini kecepatan aliran adalah maksimum.
Setelah deposit mencapai kondisi jenuh pada waktu tertentu, sejumlah deposit pada
bagian depan (upstream) terjatuh, namun tidak semua bagian dari deposit itu terjatuh.
Setelah itu terbentuk lagi deposit, kemudian setelah mencapai kondisi jenuh, terjatuh lagi.
Fenomena ini terus berulang-ulang, dan keadaan akhir distribusi ketebalan deposit.
Penanggulangan Korosi karena Air Pendingin Terbentuknya kerak dapat dihindari dengan
cara mengendalikan indeks saturasi air (untuk sistem resirkulasi), Membuat rancang
bangun alat penukar panas sedemikian sehingga temperatur permukaan penukar panas
tidak melampaui temperatur pengendapan kerak. Korosi yang terjadi pada Cooling tower
umumnya disebabkan beberapa factor antara lain :
1.
2.
3.
4.

Tingginya kandungan oksigen dalam air


PH air yang tidak terkontrol
Tingginya kandungan ion OH- dalam air (Alkaline embrittlement)
Akibat samping dari timbulnya deposit dan kerak
Proses karat dan korosi harus ditekan seminimal mungkin yang bertujuan untuk

menekan tingkat kerusakan cooling tower terutama pada jaringan pipa sekaligus untuk

meningkatkan waktu hidup (life cycle). Kegagalan ini diakibatkan oleh pengaruh
Chemycal Complex antara material Heat Exchanger dan fluida yang bersirkulasi

didalamnya. Ada 7 (tujuh) type kegagalan dari Chemically induced corrosion yaitu:
General corrosion adalah Kegagalan tipe jenis ini mempunyai karakteristik yang relatif
sama menyerang permukaan tube, tube sheet, shell dan tidak ada tanda-tanda bahwa akan
ada serangan korosi.
PH dibawah 7 yang dikombinasikan dengan CO2 atau O2 akan menyerang Copper.
Warna biru atau hijau kebiru-biruan pada permukaan tube menunjukkan hasil serangan
CO2 pada permukaan dalam dari Copper tube. Berbagai macam bahan kimia seperti asam
juga menimbulkan serangan pada metal. Pemilihan material yang tahan terhadap serangan
korosi dan lingkungan yang banyak mengandung bahan kimia harus benar-benar dilakukan
untuk memaksimalkan umur dari heat exchanger.
Local pitting sering terjadi pada ferrous dan nonferrous metal yang terjadi akibat
perbedaan potensial dari electrochemical serta perbedaan konsentrasi oksigen Oksigen
akan memaksa membuat lubang (anoda) dan permukaan benda kerja sebagai Katoda. Yang
menghasil lubang kecil( pitting).
Stress corrosion adalah Bentuk korosi ini serangannya terjadi pada area batas butir.
Tube heat exchanger biasanya mempunyai residual stress, dimana residual stress. Stress
sudah terbentuk sejak pembuatan tube maupun pada saat fabrikasi, membentuk U-Tube,
atau pada saat expanding tube ke tube-sheet. Kegagalan korosi jenis ini mengambil bentuk
"fine crack'; yang mengikuti garis stress dan batas-batas butir material. Corrodent yang
menyebabkan stress corrosion pada stainlees steel adalah ion Chloride, yang selalu ada
pada setiap bahan campuran dengan chlorine. Phenomena stress corrosion akibat chloride
ini frekwensi kejadiannya akan bertambah dengan naiknya temperatur dan konsentrasi ion
chloride. Corrodent yang menyebabkan stress corrosion cracking pada copper atau tube
copper alloy adalah Amonia. Konsentrasi Amonia yang sangat kecil (< dari 1 ppm).
Amonia menyebabkan problem stress cracking, terutama pada bagian dalam Ubend tube heat exchanger. Copper nickle alloys mempunyai ketahanan yang baik terhadap
stress corrosion cracking dan dapat digunakan pada konsentrasi amonia yang rendah.
Dezincification ini terjadi pada Copper Zinc Alloys yang mengandung kurang dari 85%
Copper ketika kontak dengan air yang mengandung oksigen dan CO2 yang tinggi, atau
larutan yang diam.

De-zincification cenderung terjadi pada saat percepatan kenaikan

temperature atau PH turun sampai di bawah 7. Dezincification menimbulkan porous pada

permukaan metal yang mana bahan kimia Zinc terbuang dari alloy. Sisa Copper timbul
seperti bunga karang. Dezincification dapat dicegah dengan menggunakan Brass dengan
kandungan zinc rendah atau brass mengandung timah atau arsenic untuk mencegah
terjadinya reaksi kimia atau dengan melakukan kontrol terhadap pengaruh lingkungan
caustik.
Galvanic corrosion ini terjadi ketika material yang tidak sejenis digabungkan
sehingga menimbulkan arus elektrolyte, seperti air asam (acidic water). Galvanic corrosion
biasanya terjadi pada reaksi kecepatan tinggi pada logam yang kurang mulia. Sebagai
contoh : jika Cell Galvanic mengubah copper dan steel dibenamkan dalam larutan asal
sulfur, maka steel yang kurang mulia akan terkorosi dengan cepat dan copper yang kurang
mulia tidak terserang.
Chart dari Galvanic menunjukkan perbedaan relatif potensial yang menyokong
terjadinya korosi ini. Material yang digolongkan dalam satu group mempunyai tendensi
yang relatip lebih kecil untuk menimbulkan adanya galvanic corrosion. Jika dua buah
metal yang berbeda group digabungkan dalam suatu elektrolyte akan menghasilkan korosi
yang hebat pada metal yang kurang mulia.
Crevice corrosion ini terjadi pada celah antara material, seperti antara baffle dan
tube atau dibawah kerak atau kotoran. Korosi ini akan berkembang secara lokal dan
memunculkan korosi pada metal berupa pitting (lubang).
Condensate grooving ini terjadi pada heat exchanger dengan kondisi bagian luar
tube steam dan air pada tube, khususnya pada daerah U-Bend tube. Kejadiannya dapat
dikenal dengan adanya groove (alur) yang tidak teratur, korosi jenis ini biasanya
berkembang dalam area yang basah yang disebabkan perbedaan potensial listrik antara
daerah yang kering dan basah. Mengontrol PH condensate dan membuang gas-gas dengan
membersihkan permukaan luar tube dari oli, akan mencegah basahnya tube secara
seragam, biasanya akan mengurangi perbedaan potensial yang ada. Kegagalan heat
Exchanger dalam banyak contoh bukan hanya disebabkan oleh satu kasus saja, tetapi
kombinasi dari beberapa kondisi. Contoh dari Serangan pitting, galvanic dan crevice
corrosion dapat terjadi bersamasama pada satu lokasi atau lebih. Sangat sering terjadi
kombinasi problem antara mechanical dan korosi akan mengakibatkan semakin cepatnya
kegagalan yang terjadi dari pada sendiri-sendiri. Ada 2 (dua) type kombinasi yang umum
terjadi antara mechanical dan korosi yaitu : Erosion Corrosion dan Corrosion Fatique.

a) Erosion Corrosion
Setiap korosi akan dipercepat terjadi apabila lapisan film terbuang/terlepas oleh
kecepatan yang berlebih, larutan yang kasar atau terjadinya vibrasi . Erosion-Corrosion
biasanya terjadi pada daerah inlet tube, di bawah inlet nozzle pada shell pada titik kontak
antara baffle dengan tube dan bagian dalam area U-Bend tube, khususnya pada ikatan Ubend.
b) Corrosion - Fatique
Kombinasi kedua model kegagalan ini, ditekankan pada fatique yang dihasilkan
oleh karena adanya beban berlebih, seperti vibrasi dari mesin, expansion atau contraction
yang disebabkan oleh siklus temperature atau water hammer ringan dan dilingkungan yang
hanya mungkin terjadi korosi. Bagaimanapun dalam corrosion - fatique Cyclic stressed
merapuhkan area yang sudah tidak terproteksi dan membuatnya mudah terkena serangan,
kejadian ini membuka kesempatan terjadinya percepatan korosi.
Untuk menjamin keberhasilan proses pendinginan udara dan menghindari
pertumbuhan bakteri dan alga pada sistem cooling tower maka perlu Adanya langkah
internal treatment yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan efisiensi
pertukaran panas dan mencegah kerusakan pada instalasi sistem cooling tower. Pengolahan
internal treatment cooling tower bertujuan untuk menekan jumlah zat-zat yang dapat
menyebabkan terbentuknya kerak, korosi , fouling dan perkembangan lumut dan bakteri
dalam air yang masuk ke dalam sistem cooling tower seperti Padatan terlarut (Dissolved
Solid), silika, besi, dan Garam- garam anorganik . Pengerjaan kimia adalah langkah yang
paling

efektif

untuk

mencegah

proses

korosi,

pengerakan

dan

pertumbuhan

microorganisma pada instalasi cooling tower, Namun jumlah pemakaian dan komposisi
senyawa yang dipergunakan harus selalu diperhatikan

untuk mencegah inefisiensi

pemakaian obat ,juga agar tidak menimbulkan interferensi diantara senyawa-senyawa yang
dipergunakan dalam internal water treatment tersebut. Pemakaian senyawa berbasis
phosfate sebagai internal cooling water treatment mempunyai beberapa kelemahan utama
antara lain :
1. Terbentuknya Lumpur yang cukup banyak sebagai efek samping yang dihasilkan.
2. Senyawa ini akan memicu terbentuknya endapan kerak Calsium pospat sebagai
hasil reaksi ion Ca dengan senyawa orthophosfate, atau Calsium pospat
terkandung dalam air.

yang

Boiler dan Heat Exchanger merupakan peralatan utama dalam rangkaian suatu
proses di industri, seperti industri pembangkit tenaga uap, industri petrokimia, industri
pupuk, unit pengolahan minyak, industri textile, industri kertas dan industri lainnya.
Apabila Boiler dan Heat Exchanger tidak berfungsi maka industri tidak dapat berproduksi,
secara optimal sehingga industry tersebut akan mengalami kerugian besar. Kerusakan yang
terjadi sering sekali tidak terprediksi sehingga selain menganggu proses produksi, sering
juga menimbulkan ledakan dan mengakibatkan adanya korban jiwa. Korosi merupakan
salah satu bentuk kerusakan yang mungkin terjadi pada Boiler dan Heat Exchanger, karena
pada komponen tersebut terdapat fluida kerja. Interaksi material (Logam) dengan fluida
kerja akan mengakibatkan sifat material terdegradasi dan tebal material semakin tipis.
Korosi merupakan proses yang membutuhkan waktu dan peristiwa korosi tidak bisa di
cegah tetapi bisa di kendalikan. Untuk bisa mengendalian korosi pada peralatan seperti
Boiler dan Heat Exchanger diperlukan pemahaman mengenai korosi secara memadai.
Masalah korosi dan pembentukan kerak yang sering dijumpai pada unit heat
exchange dalam lingkungan air pendingin diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain:
disain, temperatur operasi, laju alir, kualitas air pendingin, pemilihan material logam, jenis
dan dosis inhibitor korosi dan anti kerak yang kurang tepat. Sampai saat ini, masalah
tersebut sering terjadi di sektor industri seperti industru pupuk, petrokimia, pembangkit
listrik, minyak dan gas serta sarana transportasi kapal laut. Unit heat exchanger merupakan
salah satu urat nadi proses di lingkungan industri yang sangat diperlukan sebagai sarana
perpindahan panas. Oleh karena itu unit perlu dipelihara seoptimal mungkin untuk
memperpanjang umur pelayanannya. Berikut Merupakan jenis Unit Heat Exchanger:
Once Through System. Air pendingin mengalir melalui unit heat exchanger dan
langsung dibuang. Jumlah volume air yang dibutuhkan sangat besar sehingga kenaikan
temperatur relatif kecil sepanjang pipa unit heat exchanger dan kandungan mineral dalam
air relatif sama. Pada umumnya air pendingin untuk unit heat exchanger diambil dari
berbagai sumber seperti sungai, danau, laut dan sumur.
Closed Recirculating System. Air pendingin secara kontinyu disirkulasikan melalui
unit heat exchanger. Panas yang diabsorbsi dari unit heat exchanger dimanfaatkan untuk
proses pemanasan lainnya, yang kemudian didinginkan melalui pendingin sekunder once
through atau open recirculating system. Volume makeup water yang ditambahkan relatif
kecil, karena kehilangan air akibat evaporasi relatif sedikit. Kandungan mineral dalam air

pendingin relatif konstan, akan tetapi produk sampingan akibat korosi terakumulasi. Pada
umumnya, closed recirculating system digunakan pada sistem pendinginan mesin
pembakar.
Open Recirculating System. Air pendingin secara kontinyu disirkulasikan melalui
unit heat exchanger dari menara pendingin. Volume makeup water yang ditambahkan
relatif banyak, untuk menggantikan air yang hilang akibat evaporasi atau dibuang melalui
blowdown untuk menjaga level mineral dan padatan terlarut yang memenuhi persyaratan
kualitas air pendingin. Konsentrasi ion agresif dan padatan terlarut dalam air pendingin
meningkat diakibatkan penambahan makeup water secara kontinyu. Hal ini dapat
mempercepat korosi dan pembentukan kerak pada pipa unit heat exchanger.
Dengan pemilihan material logam, jenis dan dosis inhibitor korosi dan anti kerak
yang memadai, maka masalah korosi dan kerak pada unit heat exchanger dapat diatasi,
penghematan material logam, penurunan biaya pemeliharaan dan produktivitas berjalan
dengan lancar.
Menurut Incropera dan Dewitt (1981), efektivitas suatu Heat Exchanger
didefinisikan sebagai perbandingan antara perpindahan panas yang diharapkan (nyata)
dengan perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi dalam Heat Exchanger
tersebut. Secara umum pengertian alat penukar panas atau heat exchanger (HE), adalah
suatu alat yang memungkinkan perpindahan panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas
maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas dipakai uap lewat panas (super
heated steam) dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang
sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien.
Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang
memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung begitu saja. Penukar panas sangat
luas dipakai dalam industry seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun petrokimia,
industri gas alam,refrigerasi,pembangkit listrik. Salah satu contoh sederhana dari alat
penukar panas adalahradiator mobil di mana cairan pendingin memindahkan panas mesin
ke udara sekitar.
Prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan panas dari dua fluida
padatemperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara langsung ataupun
tidak langsung. Secara kontak langsung, panas yang dipindahkan antara fluida panas dan

dingin melalui permukaan kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua
fluida.Transfer panas yang terjadi yaitu melalui interfase / penghubung antara kedua fluida.
Secara kontak tak langsung, perpindahan panas terjadi antara fluida panas dandingin
melalui dinding pemisah. Dalam sistem ini, kedua fluida akan mengalir.
Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminology yang telah
distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh
Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tublar Exchanger Manufactures
Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan untuk melindungi para pemakai dari
bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperature dan
tekanan yang tinggi. Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat
Exchanger, yaitu: Kelas R, yang berfungsi untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi
berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat. Dan yang kedua adalah Kelas C, yang
dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan
untuk proses-proses umum industri.
Jenis Shell and Tube merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam industri
perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/slinder besar) dimana didalamnya
terdapat suatu bandle (berkas) pipa dengan diameter yang relative kecil. Satu jenis fluida
mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya mengalir dibagian luar pipa tetapi
masih didalam shell. Shell and Tube Heat exchanger merupakan Heat exchanger yang
paling banyak digunakan di proses-proses industri karena mampu memberikan ratio area
perpindahan panas dengan volume dan massa fluida yang cukup kecil. Selain itu juga dapat
mengakomodasi ekspansi termal, mudah untuk dibersihkan, dan konstruksinya juga paling
murah di antara yang lain. Untuk menjamin bahwa fluida pada shell-side mengalir
melintasi tabung dan dengan demikian menyebabkan perpindahan kalor yang lebih tinggi,
maka didalam shell tersebut dipasangkan sekat/penghalang (baffles)
Fixed Tube Sheet Merupakan jenis shell and tube Heat exchanger yang terdiri dari
tube-bundle yang dipasang sejajar dengan shell dan kedua tube sheet menyatu dengan
shell. Kelemahan padatipe ini adalah kesulitan pada penggantian tube dan pembersihan
shell. Floating Tube Sheet Merupakan Heat exchanger yang dirancang dengan salah satu
tipe tube sheet nya mengambang, sehingga tube-bundle dapat bergerak di dalam shell jika
terjadi pemuaian atau penyusutan karena perubahan suhu. Tipe ini banyak digunakan
dalam industri migas karena pemeliharaannya lebih mudah dibandingkan fix tube sheet,

karena tube-bundlenya dapat dikeluarkan, dan dapat digunakan pada operasi dengan
perbedaan temperatur antara shell dan tube side di atas 2000F.
U tube/U bundle Jenis ini hanya mempunyai 1 buah tube sheet, dimana tube dibuat
berbentuk U yang ujung-ujungnya disatukan pada tube sheet sehingga biaya yang
dibutuhkan paling murah diantara Shell and Tube Heat exchanger yang lain. Tube bundle
dapat dikeluarkan dari shell nya setelah channel headnya dilepas. Tipe ini juga dapat
digunakan pada tekanan tinggi dan beda temperatur yang tinggi. Masalah yang sering
terjadi pada Heat exchanger ini adalah terjadinya erosi pada bagian dalam bengkokan tube yang
disebabkan oleh kecepatan aliran dan tekanan di dalam tube, untuk itu fluida yang mengalir
dalam tube side haruslah fluida yang tidak mengandung partikel-partikel padat
Pada jenis ini tiap pipa atau beberapa pipa mempunyai shell sendiri-sendiri. Untuk
menghindari tempat yang terlalu panjang, heat exchanger ini dibentuk menjadi U. pada
keperluan khusus, untuk meningkatkan kemampuan memindahkan panas, bagian diluar
pipa diberi sirip, bentuk siripnya ada yang memanjang, melingkar dan sebagainya. Pada
alat ini, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak langsung (indirect contact type),
karena terdapat dinding pemisah antara kedua fluida sehingga kedua fluida tidak
bercampur. Fluida yang memiliki suhu lebih rendah (fluida pendingin) mengalir melalui
pipa kecil, sedangkan fluida dengan suhu yang lebih tinggi mengalir pada pipa yang lebih
besar (pipa annulus). Penukar kalor demikian mungkin terdiri dari beberapa lintasan yang
disusun dalam susunan vertikal. Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida adalah proses
konveksi, sedangkan proses konduksi terjadi pada dinding pipa. Kalor mengalir dari fluida
yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah. Keistimewaan jenis ini
adalah mampu beroperasi pada tekanan yang tinggi, dan karena tidak ada sambungan,
resiko tercampurnya kedua fluida sangat kecil, mudah dibersihkan pada bagian fitting,
fleksibel dalam berbagai aplikasi dan pengaturan pipa, dapat dipasang secara seri
ataupun paralel, dapat diatur sedimikian rupa agar diperoleh batas pressure drop dan
LMTD sesuai dengan keperluan, mudah bila kita ingin menambahkan luas permukaannya
dan kalkulasi design mudah dibuat dan akurat. Sedangkan kelemahannya terletak pada
kapasitas perpindahan panasnya sangat kecil, mahal, terbatas untuk fluida yang
membutuhkan area perpindahan, kalor kecil (<50 m2), dan biasanya digunakan untuk
sejumlah kecil fluida yang akan dipanaskan atau dikondensasikan.
Heat Exchanger ini mempunyai pipa berbentuk koil yang dibenamkan didalam
sebuah box berisi air dingin yang mengalir atau yang disemprotkan untuk mendinginkan

fluida panas yang mengalir di dalam pipa. Jenis ini disebut juga sebagai box cooler jenis ini biasanya
digunakan untuk pemindahan kalor yang relative kecil dan fluida yang didalam shell yang
akan diproses lanjut. Pada heat exchanger ini pipa-pipa tidak ditempatkan lagi didalam
shell, tetapi dibiarkan diudara. Pendinginan dilakukan dengan mengalirkan air atau udara
pada bagian pipa. Berkas pipa itu biasanya cukup panjang. Untuk pendinginan dengan
udara biasanya bagian luar pipa diberi sirip-sirip untuk memperluas permukaan
perpindahan panas. Seperti halnya jenis coil pipa,perpindahan panas yang terjadi cukup
lamban dengan kapasitas yang lebih kecil dari jenis shell and tube.
Jenis spiral ini mempunyai bidang perpindahan panas yang melingkar. Karena
alirannya yang melingkar maka system ini dapat Self Cleaning dan mempunyai efisiensi
perpindahan panas yang baik. Akan tetapi konstruksi seperti ini tidak dapat dioperasikan
pada tekanan tinggi. Jenis lamella biasanya digunakan untuk memindahkan panas dari gas ke gas
pada tekanan rendah .Jenis ini memiliki koefisien perpindahan panas yang baik/tinggi.
Gasketter plate exchanger mempunyai bidang perpindahan panas yang terbentuk dari
lembaran pelat yang dibuat beralur. Laluan fluida (biasanya untuk cairan) terdapat diantara
lembaran pelat yang dipisahkan gasket yang dirancang khusus sehingga dapat memisahkan
aliran dari kedua cairan. Perawatannya mudah dan mempunyai efisiensi perpindahan panas
yang baik.
Kontruksi shell sangat ditentukan oleh keadaan tubes yang akan ditempatkan
didalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat logam yang
dirol. Shell merupakan badan dari heat exchanger, dimana didapat tube bundle. Untuk
temperatur yang sangat tinggi kadang-kadang shell dibagi dua disambungkan dengan sambungan
ekspansi. Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang mengalir
didalamnya dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Ketebalan dan bahan pipa
harus dipilih pada tekanan operasi fluida kerjanya. Selain itu bahan pipa tidak mudah
terkorosi oleh fluida kerja. Susunan dari tube ini dibuat berdasarkan pertimbangan untuk
mendapatkan jumlah pipa yang banyak atau untuk kemudahan perawatan (pembersihan
permukaan pipa).
Tube Sheet merupakan tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi
satu yang disebut tube bundle. HE dengan tube lurus pada umumnya menggunakan 2 buah
tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu buah tube sheet yang berfungsi
untuk menyatukan tube-tube menjadi tube bundle dan sebagai pemisah antara tube side
dengan shell side.

DAFTAR PUSTAKA
Void, Faceless .2009. Korosi. http://www.scribd.com/Korosi/ (diakses .(diakses pada
tanggal 6 Maret 2015)
Traxex, Alleria. 2010. Jenis-jenis Heat Exchanger. https://belajar biokimia.com//.(diakses
pada tanggal 6 Maret 2015)
Sven, Mortred. 2012. Proses Penanggulangan Korosi Pada Heat Exchanger.
http://ainihairul.blogspot.com/(diakses pada tanggal 6 Maret2015)
Axe, Mogul.2013. Korosi Pada HE .http://renataemily.wordpress.com// .(diakses pada
tanggal 6 Maret 2015)
Aghanim, Eul. 2013. Dampak-dampak Korosi pada HE. http://www.alangkepacakkau.com.(diakses pada tanggal 6 Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai