Anda di halaman 1dari 35

POTENSI EKSTRAK DAUN TIN (Ficus carica L.

) SEBAGAI
ANTIOKSIDAN DAN AKTIVITAS HAMBATANNYA
TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER HeLa

REDOYAN REFLI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
REDOYAN REFLI. Potensi Ekstrak Daun Tin (Ficus carica L.) sebagai
Antioksidan dan Aktivitas Hambatannya terhadap Proliferasi Sel Kanker HeLa.
Dibimbing oleh LATIFAH K. DARUSMAN dan WULAN TRI WAHYUNI.
Buah tin (Ficus carica L.) secara empiris dan berdasarkan penelitian
ilmiah dilaporkan memiliki sifat antioksidan dan antikanker. Namun, penelitian
ilmiah tentang pemanfaatan daun tin sebagai antikanker belum pernah dilaporkan.
Penelitian ini mengkaji potensi antioksidan dan antikanker ekstrak daun tin.
Berdasarkan uji fitokimia, simplisia daun tin mengandung flavonoid, tanin, steroid
dan alkaloid. Flavonoid, tanin, steroid daun tin masing-masing diekstraksi dengan
teknik maserasi menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstrak yang diperoleh diuji
antioksidan dengan metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil dan diuji toksisitas dengan
metode letalitas larva udang. Ekstrak flavonoid menunjukkan aktivitas
antioksidan terbaik dengan IC50 150 mg/L, sementara uji toksisitas menunjukkan
nilai LC50-nya sebesar 191.43 ppm. Ekstrak flavonoid daun tin kemudian
difraksinasi menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif dan dihasilkan tujuh
fraksi. Uji hambatan proliferasi sel kanker HeLa dengan metode 3-[4,5dimetiltiazol-2-il]-2,5-difeniltetrazolium bromida menunjukkan fraksi teraktif
ialah fraksi F7 yang dapat menghambat proliferasi sel kanker HeLa sebesar
57.18% pada konsentrasi 800 ppm. Berdasarkan identifikasi menggunakan
spektrofotometer ultraviolet dan inframerah transformasi fourier, fraksi F7 diduga
mengandung senyawa isoflavon atau flavon.

ABSTRACT
REDOYAN REFLI. The Potency of Fig Leaf Extract (Ficus carica L.) as an
Antioxidants and its Inhibitory Activity against HeLa Cancer Cell Proliferation.
Supervised by LATIFAH K. DARUSMAN and WULAN TRI WAHYUNI.
Fig fruit (Ficus carica L.) has antioxidant dan anticancer properties both
empirically and scientific reseach. However, scientific research on the use of fig
leaf as anticancer has not reported yet. This study examined the antioxidant and
anticancer protency of fig leaf extract. Based on the phytochemicals test, simplicia
of fig leaf contains flavonoids, tannins, steroids and alkaloids. Flavonoids,
tannins, steroids of fig leaf were extracted by maceration technique using suitable
solvent. The extracts were tested by 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl antioxidant
method and brine shrimp lethality test toxicity method. Flavonoid extract showed
highest antioxidant activity with IC 50 150 mg/L, while the LC50 for toxicity tests
was 191.43 ppm. Flavonoids extract of fig leaf was fractionated using preparative
thin layer chromatography and obtained seven fractions.Proliferation inhibition
test against HeLa cancer cell by 3-[4,5-dimethylthiazol-2yl]-2,5-diphenyl
tetrazolium bromide method showed the most active fraction was fraction F7
which inhibit 57.18 % proliferation of HeLa cancer cells at concentrations of 800
ppm. Based on the identification using ultraviolet spectrophotometer and fourier
transform infrared, F7 fraction suspected to contain isoflavones or flavones
compounds.

POTENSI EKSTRAK DAUN TIN (Ficus carica L.) SEBAGAI


ANTIOKSIDAN DAN AKTIVITAS HAMBATANNYA
TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER HeLa

REDOYAN REFLI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Skripsi : Potensi Ekstrak Daun Tin (Ficus carica L.) sebagai Antioksidan
dan Aktivitas Hambatannya terhadap Proliferasi Sel Kanker HeLa
Nama
: Redoyan Refli
NIM
: G44052579

Disetujui
Pembimbing I

Pembimbing II

Prof Dr Ir Latifah K. Darusman, MS


NIP. 19530824 197603 2 001

Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi

Diketahui
Ketua Departemen Kimia

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS


NIP. 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahirobbilalamin. Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang
menjadi sutradara kehidupan yang menetapkan skenario terbaik bagi hambahamba-Nya. Atas nikmat, hidayah, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ini dengan judul Potensi Ekstrak Daun Tin (Ficus carica L.) sebagai
Antioksidan dan Aktivitas Hambatannya terhadap Proliferasi Sel Kanker HeLa
yang dilaksanakan sejak bulan September 2011 di Laboratorium Kimia Analitik
Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB), Pusat Studi Biofarmaka (PSB),
dan Pusat Studi Satwa Primata (PSSP).
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Latifah K.
Darusman, MS, dan Ibu Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan kepada penulis. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir H Achmad, MS yang banyak
mengarahkan dan memotivasi penulis, Kak Budi Arifin, SSi, MSi selaku komisi
pendidikan dan dosen penguji, Bapak M. Khattib, SSi, MSi selaku dosen penguji,
Bapak Eman, Ibu Nunung, Ibu Silmi, Ibu Salina, dan rekan-rekan (Akbar, Arjun,
Ichsan, Wina, Pita, Fitria, Zurida, dan Diah) serta sahabat-sahabat seperjuangan di
Masjid Al-Hurriyyah yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini. Doa terbaik penulis persembahkan bagi semua pihak yang telah
banyak membantu, semoga Allah membalas semua kebaikan yeng telah
dilakukan, senantiasa menuntun kita dalam kebaikan dan memudahkan kita dalam
mencapai impian dan cita-cita kita. Amin.
Terkhusus penulis persembahkan dan banyak terima kasih penulis sampaikan
kepada kedua Orang Tua, Adik, Kakek, Nenek, dan pihak keluarga lainnya. Atas
restu, semangat, dan doa dari mereka, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi khalayak umum.

Bogor, Agustus 2012


Redoyan Refli

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Redoyan Refli, dilahirkan di Kota Bekasi pada
tanggal 1 Januari 1988 dari Ayah bernama Refrizal Rivai dan Ibu bernama Lili
Magdalena, SPd. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan formal menengah penulis selesaikan di Pesantren Modern
Terpadu Prof Dr HAMKA, Kabupaten Padang Pariaman, lulus tahun 2002, dan di
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Padang, lulus tahun 2005. Penulis masuk
Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Selama studi di Departemen Kimia IPB, penulis bergabung dalam Bagian
Kimia Analitik. Penulis telah melaksanakan praktik lapangan di PT Bintang
Toedjoe, Pulomas, Provinsi DKI Jakarta. Selama mengikuti perkuliahan, penulis
pernah menjadi asisten praktikum Kimia Analitik I pada tahun 2008/2009 dan
asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) pada tahun 2008/2009.
Penulis juga memperoleh beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) selama
satu tahun empat bulan, mulai bulan September 2006 sampai Desember 2007, dan
beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama tahun 2008. Penulis juga
aktif dalam organisasi Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al-Hurriyyah IPB,
Badan Pengelola Rumah Tangga (BPRT) Al-Hurriyyah IPB, Organisasi
Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang (IPMM), dan
Himpunan Profesi (Himpro) Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ VII
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... VII
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ VII
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tin (Ficus carica L.) .......................................................................... 1
Flavonoid ............................................................................................................ 2
Tanin................................................................................................................... 2
Triterpenoid/Steroid ........................................................................................... 3
Ekstraksi ............................................................................................................. 3
Uji Antioksidan Metode DPPH dan Antioksidan............................................... 3
Uji Toksisitas Metode BSLT .............................................................................. 4
Kanker dan Uji Proliferasi Sel Kanker Metode MTT ........................................ 4
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ................................................................................................... 4
Metode Penelitian ............................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air ............................................................................................................ 7
Uji Fitokimia ...................................................................................................... 8
Ekstraksi ............................................................................................................. 8
Uji Antioksidan Metode DPPH .......................................................................... 9
Uji Toksisitas Metode BSLT .............................................................................. 9
Penentuan Eluen Terbaik dengan KLT ............................................................ 10
Fraksionasi dengan KLT Preparatif ................................................................. 10
Uji Proliferasi Sel Kanker ................................................................................ 11
Analisis Spektrum UV-Tampak ....................................................................... 11
Analisis Spektrum FTIR ................................................................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan........................................................................................................... 11
Saran ................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12
LAMPIRAN .......................................................................................................... 15

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil uji fitokimia ............................................................................................... 8
2 Aktivitas antioksidan........................................................................................... 9
3 Rentang serapan spektrum UV-tampak senyawa flavonoid ............................. 11
4 Absorpsi FTIR gugus-gugus fungsi fraksi F7.................................................... 11

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tanaman tin (Ficus carica L.). ........................................................................... 2
2 Struktur flavonoid (1), isoflavonoid (2), dan neoflavonoid (3). ......................... 2
3 Mekanisme reaksi metode DPPH........................................................................ 4
4 Mekanisme reaksi MTT menjadi MTT formazan. .............................................. 4
5 Rendemen ekstrak daun tin. ................................................................................ 9
6 Aktivitas toksisitas ekstak daun tin. .................................................................. 10
7 Hasil pemisahan ekstrak flavonoid menggunakan eluen metanol:etil asetat:air
(1.5:8:0.5) dengan 3 kali ulangan ..................................................................... 10

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian ......................................................................................... 16
2 Identifikasi tanaman tin (Ficus carica L.)......................................................... 17
3 Ekstraksi flavonoid............................................................................................ 18
4 Ekstraksi steroid ................................................................................................ 19
5 Ekstraksi tanin ................................................................................................... 20
6 Kadar air simplisia daun tin .............................................................................. 21
7 Hasil uji aktivitas antioksidan metode DPPH ................................................... 22
8 Hasil uji aktivitas toksisitas metode BSLT ....................................................... 24
9 Hasil uji T nilai LC50 ......................................................................................... 25
10 Hasil fraksionasi ekstrak flavonoid menggunakan KLT preparatif ................. 25
11 Uji proliferasi sel kanker HeLa ........................................................................ 26
12 Spektrum UV-tampak & FTIR fraksi F7 .......................................................... 27

PENDAHULUAN
Setiap organisme mempunyai sistem
pertahanan alami untuk menjinakkan radikal
bebas. Terbentuknya radikal bebas yang
bersifat prooksidan (pemacu oksidasi)
diimbangi oleh tubuh dengan membentuk
antioksidan (penangkal oksidasi). Sejumlah
enzim dalam tubuh bertindak sebagai
penangkal radikal bebas, seperti glutation,
superoksida dismutase (SOD), katalase, dan
glutation peroksidase. Dalam keadaan sehat,
jumlah antioksidan di dalam tubuh dapat
mengimbangi radikal bebas. Namun, dalam
keadaan tertentu seperti sakit, stres, pekerja
keras yang melebihi takaran biasanya,
perokok berat, peminum alkohol, dan kondisi
lingkungan yang tidak sehat dan tercemar oleh
polusi dapat mengganggu pertahanan tubuh
terhadap radikal bebas. Keadaan ini disebut
dengan stres oksidatif. Keadaan ini mendasari
terjadinya berbagai penyakit yang disebabkan
oleh radikal bebas seperti penyakit kanker,
jantung koroner, dan penyakit degeneratif
lainnya
(Astawan
2009).
Untuk
meminimumkan efek buruk dari stres
oksidatif dibutuhkan suplemen antioksidan
dari luar tubuh.
Kanker merupakan salah satu penyakit
yang disebabkan oleh radikal bebas dan telah
menjadi penyakit yang sangat ditakuti saat ini.
Kanker merupakan salah satu penyakit tidak
menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Di
dunia, 12% kematian disebabkan oleh kanker
dan menjadi pembunuh nomor 2 setelah
penyakit kardiovaskular (Kemenkes 2012).
Berdasarkan data dari survei kesehatan rumah
tangga (SKRT) tahun 2002, kanker menjadi
penyakit penyebab kematian keenam di
Indonesia. Sekitar 70 persen penderita kanker
mulut rahim (serviks) baru menyadari terkena
kanker dan berobat ke rumah sakit dalam
kondisi kanker stadium lanjut (Soehartati
2012).
Akhir-akhir ini, berbagai metode terapi
penyakit kanker telah banyak dilakukan, salah
satu di antaranya ialah kemoterapi.
Kemoterapi menghambat pertumbuhan kanker
dengan
menghambat
proliferasi
atau
membunuh sel kanker tersebut. Namun,
metode ini tidak efektif. Ketidakefektifan
metode ini disebabkan oleh kesulitan dalam
mendesain
senyawa
kemoterapi
yang
mempunyai aktivitas antikanker tinggi, tetapi
efek sampingnya rendah terhadap sel normal
(Gibbs 2000). Kesulitan ini menyebabkan
penelitian antikanker dari bahan alam banyak

dilakukan. Obat dari bahan alam menjadi


solusi terbaik dalam mencegah dan mengobati
kanker karena lebih aman dan menimbulkan
efek samping yang lebih kecil bila
dibandingkan
dengan
kemoterapi
(Djadjanegara & Wahyudi 2010).
Secara empiris, bagian buah tanaman tin
(Ficus carica L.) telah digunakan sebagai
antioksidan dan antikanker. Buah tin
merupakan sumber penting komponen
bioaktif seperti fenol, benzaldehida, terpenoid,
flavonoid, dan alkaloid yang memiliki sifat
antioksidan dan telah menunjukan efek
hambat in vitro terhadap proliferasi berbagai
sel kanker (Joseph & Raj 2011). Daun tin
mengandung flavonoid, steroid/triterpenoid,
alkaloid, dan tanin (Sirisha et al. 2010;
Krishna et al. 2007). Menurut Sidi (2010),
daun tin digunakan untuk mengobati penyakit
batu ginjal karena mengandung alkaloid dan
saponin yang bermanfaat sebagai diuretik.
Belum ada laporan ilmiah pemanfaatan
ekstrak daun tin sebagai obat antikanker,
hanya sebatas sebagai obat antikanker yang
digunakan sebagai obat luar dan dijelaskan
dalam kitab klasik karangan Ibnu Sina
(Lanskya et al. 2008). Penelitian ini bertujuan
menentukan aktivitas antioksidan dan
aktivitas hambat proliferasi sel kanker HeLa
dari fraksi ekstrak teraktif daun tin.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tin (Ficus carica L.)
Dalam bahasa Inggris, tanaman tin (Gambar
1) disebut fig. Kebanyakan orang sering
menyebutnya sebagai tanaman ara. Tanaman ini
mempunyai nama Latin Ficus carica L.
Tanaman yang telah ada sekitar ribuan tahun
lalu ini dapat tumbuh subur dan berbuah lebat
di tengah terik matahari, bahkan di padang
pasir sekalipun. Oleh karena itu, tanaman ini
terkadang disebut pohon kehidupan. Tanaman
ini juga dapat ditemukan di daerah beriklim
kontinental dengan musim panas (Sobir &
Mega 2011). Tanaman tin berasal dari Asia
Barat, tumbuh di daerah pantai Balkan hingga
Afganistan (Nix 2010). Tanaman tin juga
dapat tumbuh di Asia Tenggara, toleran
terhadap kekeringan dan suhu dingin (-9 C),
tetapi tetap membutuhkan unsur-unsur hara
yang optimum untuk menjaga mutu buahnya.
Pertumbuhannya membutuhkan pencahayaan
sebagian atau penuh, dan kelembapan ratarata hingga kering.

Gambar 2 Struktur flavonoid (1), isoflavonoid


(2), dan neoflavonoid (3) (Marais et
al. 2006).

Gambar 1 Tanaman tin (Ficus carica L.).


Kandungan fitokimia tanaman ini terutama
buahnya sudah banyak diteliti oleh para
peneliti di beberapa negara Timur Tengah,
Eropa, dan Amerika Serikat. Buah tin
merupakan sumber penting komponen
bioaktif seperti fenol, benzaldehida, terpenoid,
flavonoid, dan alkaloid yang memiliki sifat
antioksidan. Sementara daun tin mengandung
alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol.
Menurut Joseph & Raj (2011), tanaman tin
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Rosales
Famili
: Moraceae
Genus
: Ficus
Spesies
: Ficus carica
Flavonoid
Flavonoid adalah kelompok penting
polifenol. Senyawa ini umumnya terdapat
pada tanaman dan merupakan pigmen pada
tanaman tingkat tinggi (Singh 2002). Senyawa
ini terdapat pada seluruh bagian tanaman,
termasuk pada buah, tepung sari, dan akar
(Sirait 2007). Flavonoid banyak ditemukan di
alam karena sekitar 2% karbon yang disintesis
tumbuhan
diubah
menjadi
flavonoid
(Markham 1988).
Struktur kimia flavonoid didasarkan pada
kerangka C15, terdiri atas 2 cincin benzena
yang dihubungkan dengan rantai 3 karbon,
yaitu C6-C3-C6 (Pengelly 2004). Kerangka ini
dapat memiliki 3 macam bentuk struktur,
yaitu
flavonoid,
isoflavonoid,
dan
neoflavonoid. Perbedaan struktur ketiganya
ialah pada letak gugus fenil rantai propana
(C3), yaitu berturut-turut 2-, 3-, dan 4-fenil
benzopiran (Marais et.al. 2006).

Flavonoid merupakan senyawa polar


karena memiliki gugus hidroksil yang tidak
tersubstitusi. Oleh karena itu, pelarut yang
mengekstraksi flavonoid juga merupakan
senyawa polar seperti etanol, metanol, nbutanol,
aseton,
dimetilsulfoksida,
dimetilformamida, dan air (Markham 1988).
Flavonoid berperan pada berbagai aktivitas
biologis. Menurut para peneliti kanker di
UCLA, perokok yang mengonsumsi makanan
yang
mengandung
flavonoid
dapat
mengurangi risiko penyakit kanker paru-paru
(Irwin 2008). Flavonoid tidak hanya dapat
menghambat dan membunuh sel-sel kanker,
tetapi juga menghambat invasi tumor (Stauth
2007). Menurut Miller (1996), sejumlah
tanaman obat yang mengandung flavonoid
memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri,
antivirus, antiradang, dan antialergi. Menurut
Pietta et al. (2003), flavonoid memiliki
aktivitas antiradang.
Tanin
Tanin merupakan senyawa polifenol yang
tersebar luas dalam tumbuhan terutama dalam
tumbuhan berpembuluh (Harborne 1987).
Senyawa tanin memiliki bobot molekul
5003000 dan dapat mengendapkan protein
dalam larutan. Tanin terbagi dalam 2
kelompok, yaitu tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Tanin terhidrolisis mudah
dihidrolisis secara kimiawi dan enzimatis.
Tanin jenis ini terdapat di beberapa legum
tropika
seperti
Acasia
spp.
Tanin
terkondensasi paling banyak tersebar di
tanaman dan dianggap sebagai tanin tanaman
(Cannas 2009). Dalam uji kualitatifnya, tanin
dapat membentuk kompleks dengan larutan
feri klorida menghasilkan warna biru
kehitaman.
Tanin merupakan senyawa polar dan
umumnya diekstraksi menggunakan pelarut
polar. Cara tradisional untuk mengekstrak
tanin ialah menggunakan air dengan
pemanasan, penggaraman dengan natrium

klorida, ekstraksi kembali dengan aseton, dan


penghilangan lipid dari bahan yang larut
dalam aseton dan eter. Penambahan natrium
klorida
sedikit
demi
sedikit
dapat
mengendapkan tanin. Etanol dapat digunakan
untuk melarutkan tanin yang mengendap
(Robinson 1995).
Triterpenoid/Steroid
Triterpenoid merupakan senyawa dengan
kerangka karbon berasal dari 6 satuan
isoprena dan dibiosintesis dari hidrokarbon
C30 asiklik skualena. Triterpenoid berstruktur
siklik yang relatif rumit; kebanyakan berupa
alkohol, aldehida, atau asam karboksilat; tidak
berwarna, berbentuk kristal, biasanya bertitik
leleh tinggi, optis aktif, dan umumnya sukar
dicirikan karena tidak ada keaktifan kimia
secara khusus yang dimiliki (Harborne 1987).
Lebih lanjut menurut Harborne (1987),
triterpenoid dapat digolongkan menjadi 4
golongan, yaitu triterpena, steroid, saponin,
dan glikosida jantung. Triterpena dan steroid
terdapat dalam bentuk glikosida. Triterpena
tertentu terkenal dengan rasanya yang pahit
seperti limonena dalam buah jeruk.
Struktur steroid sangat beragam sehingga
metode isolasi umum sulit diperoleh. Senyawa
steroid sebagian besar nonpolar hingga
semipolar sehingga proses isolasi dapat
menggunakan pelarut benzena atau eter yang
nonpolar. Di sisi lain, senyawa glikosida
umumnya diekstraksi menggunakan pelarut
polar seperti etanol dan metanol (7090%)
dengan pemanasan (Robinson 1995).
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan metode pemisahan
secara fisik atau kimia satu atau lebih senyawa
yang diinginkan dari larutan atau padatan
yang mengandung campuran senyawa (Hunt
1988).
Pemisahan
pada
ekstraksi
menggunakan prinsip like dissolve like,
artinya kelarutan zat dalam pelarut bergantung
pada kepolarannya. Zat yang polar hanya larut
dalam pelarut polar, begitu pula zat nonpolar
hanya larut dalam pelarut nonpolar. Pemilihan
pelarut dalam ekstraksi harus memperhatikan
selektivitas,
kemampuan
mengekstraksi
komponen sasaran, toksisitas, kemudahan
untuk diuapkan, dan harga (Harborne 1987).
Secara umum terdapat tiga metode
ekstraksi, yaitu metode perkolasi, maserasi,
dan soxhletasi (Houghton & Raman 1998).
Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan

cara merendam sampel dalam pelarut tunggal


atau campuran dengan atau tanpa pengadukan,
tanpa pemanasan untuk mengekstraksi sampel
yang relatif mudah rusak oleh panas.
Menurut List dan Schmidt (1989), metode
maserasi relatif sederhana karena tidak
memerlukan alat-alat yang rumit, relatif
mudah, murah, dan dapat menghindari
rusaknya komponen senyawa akibat panas.
Namun, waktu yang diperlukan relatif lama
(umumnya 12 hari perendaman) dan
penggunaan pelarut tidak efektif dan efisien
(Meloan 1999).
Uji Antioksidan Metode DPPH dan
Antioksidan
Halliwell
dan
Gutteridge
(1997)
mendefinisikan antioksidan ke dalam 4
pengertian. Pertama, antioksidan diartikan
sebagai bahan yang mampu mengeliminasi
radikal bebas dan spesies reaktif secara
katalitik. Kedua, antioksidan diartikan sebagai
protein yang mampu meminimumkan sifat
prooksidan
(seperti
transferin
dan
metalotionein). Ketiga, antioksidan berupa
protein yang mampu melindungi biomolekul
dari kerusakan. Keempat, antioksidan adalah
kelompok bahan yang mampu memakan
spesies oksigen dan nitrogen yang reaktif.
Menurut Qonita (2009), terdapat 3 macam
antioksidan. (1) Antioksidan dapat dibuat oleh
tubuh, berupa enzim antara lain superoksida
dismutase,
glutatione
peroksidase,
peroksidase, dan katalase. (2) Antioksidan
alami dapat diperoleh dari tanaman atau
hewan, misalnya tokoferol, vitamin C, beta
karotena, flavonoid, dan senyawa fenolik. (3)
Antioksidan sintetik, dibuat dari bahan-bahan
kimia seperti hidroksianisol berbutil (BHA),
hidroksitoluena
berbutil
(BHT),
tbutilhidrokuinon (TBHQ), propil galat (PG),
dan asam norhidroguairetat (NDGA) yang
ditambahkan dalam makanan untuk mencegah
kerusakan lemak.
Aktivitas ekstrak daun sebagai antioksidan
dapat diketahui dengan menggunakan metode
1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Metode
DPPH merupakan metode pengukuran
antioksidan yang sederhana, cepat, dan tidak
membutuhkan banyak reagen. Pada metode
ini, DPPH berperan sebagai radikal bebas
yang stabil dan berwarna ungu, yang diredam
oleh antioksidan dari bahan uji. DPPH akan
bereaksi
dengan
antioksidan
tersebut
membentuk 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin yang
berwarna kuning (Gambar 3) (Juniarti et al.

2009). Reaksi ini menyebabkan terjadinya


perubahan warna yang dapat diukur dengan
spektrofotometer
UV-tampak
sehingga
aktivitas peredaman radikal bebas oleh sampel
dapat ditentukan (Zuhra et al. 2008).
H
N-N(C6H5)2
O2N

N-N(C6H5)2

NO2

O 2N

NO2

+ AH

NO2

1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil

+ A

NO2

1,1-Difenil-2-pikrilhidrazin

Gambar 3 Mekanisme reaksi metode DPPH


(Molyneux 2004).
Uji Toksisitas Metode BSLT
Metode uji letalitas larva udang (BSLT)
menggunakan larva udang Artemia salina
Leach sebagai hewan uji. Metode ini cukup
banyak digunakan untuk pencarian senyawa
antikanker baru yang berasal dari tanaman
(Meyer et al. 1982).
Larva udang yang digunakan adalah yang
sudah berumur 48 jam, karena mempunyai
daya resistensi paling rendah terhadap kondisi
lingkungannya. Senyawa metabolit sekunder
toksik akan menyebabkan kematian larva
udang melalui 2 proses, inhalasi (pernapasan)
dan difusi. Pada proses inhalasi, toksikan
masuk ke tubuh melalui saluran pernafasan:
nasofaring, trakea, bronkus, serta lasinia paruparu yang terdiri atas bronkiol pernafasan,
saluran alveolar, dan alveoli. Proses difusi
adalah penyerapan toksikan dalam jumlah
banyak melalui kulit udang yang tipis. Lewat
kedua proses tersebut, toksikan secara
sistemik menyebar ke jaringan lain dan
memberikan efek letal (Sukardiman et al.
2004).
A. salina Leach merupakan udang
invertebrata dari fauna pada ekosistem
perairan laut. Udang renik ini mempunyai
peranan yang penting dalam aliran energi dan
rantai makanan. Spesies invertebrata ini
umumnya digunakan sebagai organisme
sentinel sejati berdasarkan pada penyebaran,
luasnya
karakteristik
ekologi,
dan
sensitivitasnya terhadap bahan kimia (Calleja
& Persoone 1992).
Kanker dan Uji Proliferasi Sel Kanker
Metode MTT
Penyakit
kanker
disebabkan
oleh
pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak
normal. Sel-sel kanker akan berkembang

dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus


membelah diri, selanjutnya menyusup ke
jaringan sekitarnya (invasive) dan terus
menyebar melalui jaringan ikat, darah, dan
menyerang organ-organ penting serta syaraf
tulang belakang. Dalam keadaan normal, sel
hanya
akan
membelah
diri
untuk
menggantikan sel-sel yang telah mati dan
rusak. Sebaliknya sel kanker akan membelah
terus meskipun tubuh tidak memerlukannya
sehingga akan terjadi penumpukan sel baru
yang disebut tumor ganas. Penumpukan sel
tersebut mendesak dan merusak jaringan
normal, sehingga mengganggu organ yang
ditempatinya. Kanker dapat terjadi di berbagai
jaringan dalam hingga organ tubuh, mulai dari
kaki hingga kepala (Agoes 2008).
Uji MTT merupakan uji proliferasi sel
kanker untuk mengetahui pertumbuhan dan
kelangsungan hidup sel kanker. Dalam uji ini,
3-[4,5-dimetiltilazol-2-il]-2,5difeniltetrazolium bromide (MTT) mengalami
reaksi reduksi oleh suksinat dehidrogenase
dalam mitokondria sel hidup (Wang et al.
2009), dan membentuk produk formazan
(Gambar 4) (Chapdelaine 2010). Dengan
penambahan dimetil sulfoksida (DMSO), dan
isopropanol, formazan akan membentuk
warna biru yang dapat diukur absorbansinya
secara kolorimetri (Barile 1997). Kandungan
suksinat dehidrogenase relatif konstan,
sehingga jumlah formazan biru yang
dihasilkan sebanding dengan jumlah sel hidup
yang aktif melakukan metabolisme yang
terdapat dalam kultur (Wang et al. 2009;
Chapdelaine 2010).

Gambar 4 Mekanisme reaksi MTT menjadi


MTT formazan (Kubota et al.
2003).

BAHAN DAN METODE


Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun tanaman tin yang
berasal dari Jawa Barat (Bandung dan Bogor),
CH3OH, C6H14, C4H9OH, CHCl3, C2H5OH,
FeCl3 1%, NH4OH, H2SO4, HCl pekat, amil
alkohol, vitamin C, reagen Wagner, Mayer,
Dragendorf, Liebermann-Buchard, serbuk

Mg, natrium sulfat anhidrat, pelat aluminium


jenis silika gel G60F254 dari Merck, larva A.
salina Leach, galur sel kanker karsinoma
serviks manusia (HeLa), 3-[4,5-dimetiltilazol2-il]-2,5-difeniltetrazolium bromida (MTT),
medium Roswell Park Memorial Institue
(RPMI) 1640, salin buferfosfat (PBS) pH 7.4,
dan dimetil sulfoksida (DMSO).
Alat-alat yang digunakan adalah alat kaca,
neraca analitik, oven, penguap putar, pelat
KLT analitik, pelat KLT preparatif, lampu
ultraviolet (UV), spektrofotometer UVtampak, microplate 96 wells, dan inkubator
CO2.
Metode Penelitian
Lingkup Kerja
Penelitian ini dilaksanakan dalam 6 tahap,
yaitu (1) identifikasi tumbuhan, preparasi
sampel, uji kandungan air, dan uji fitokimia,
(2) ekstraksi flavonoid, steroid, dan tanin, (3)
uji toksisitas metode BSLT, (4) uji aktivitas
antioksidan metode DPPH, (5) fraksionasi
ekstrak teraktif menggunakan KLT preparatif,
serta (6) uji proliferasi sel kanker HeLa
dengan metode MTT dan pencirian senyawa
dengan spektofotometer UV-tampak dan
FTIR. Bagan alir lingkup kerja terdapat pada
Lampiran 1.
Identifikasi Tumbuhan dan Persiapan
Sampel
Tanaman tin diidentifikasi di Pusat
Penelitian
Biologi
Lembaga
Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Setelah
mendapatkan
keterangan
identifikasi
tumbuhan (Lampiran 2), daun tin diambil dan
dicuci lalu dikeringkan dengan dijemur di
bawah sinar matahari selama 7 hari. Daun tin
kering
digiling
menggunakan
mesin
penggiling hingga diperoleh simplisia daun tin
dengan ukuran 40 mesh.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan porselin dikeringkan pada suhu
105 C selama 30 menit lalu didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g
sampel daun tin dimasukkan ke dalam cawan
dan dipanaskan pada suhu 105 C selama 3
jam, kemudian didinginkan dalam eksikator
dan ditimbang. Penetapan kadar air dilakukan
berdasarkan bobot kering sampel, dilakukan
sebanyak 3 ulangan (triplo).
Kadar air

Keterangan:
A = bobot bahan sebelum dikeringkan (g)
B = bobot bahan setelah dikeringkan (g)
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Flavonoid. Sebanyak 0.5 g simplisia
daun tin ditambahkan 10 mL air panas
kemudian dididihkan selama 5 menit dan
disaring. Filtrat ditambahkan 0.5 g serbuk Mg,
1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol.
Campuran dikocok kuat-kuat. Uji positif
ditandai dengan munculnya warna merah,
kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.5 g simplisia
daun tin dilarutkan dengan 10 mL kloroform
dan beberapa tetes NH4OH pekat, disaring ke
dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak
kloroform dalam tabung reaksi dikocok
bersamaan dengan penambahan 10 tetes
H2SO4 2 M kemudian lapisan asamnya
dipindahkan ke dalam tabung reaksi lainnya.
Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng
tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer,
Wagner, dan Dragendorf. Uji positif ditandai
dengan muncul endapan berwarna putih,
cokelat, dan merah jingga berturut-turut pada
pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf.
Uji Terpenoid dan Steroid. Uji ini
menggunakan pereaksi Lieberman-Buchard.
Sebanyak 0.5 g simplisia daun tin dilarutkan
dengan 25 mL etanol panas (50 C) selama 1
jam, disaring, dan residu ditambahkan eter.
Filtrat ditambahkan 3 tetes anhidrida asam
asetat dan 1 tetes asam sulfat pekat secara
berurutan. Larutan dikocok perlahan dan
dibiarkan beberapa menit. Uji positif ditandai
dengan terbentuknya warna merah atau ungu
untuk triterpenoid serta hijau atau biru untuk
steroid.
Uji Tanin. Sebanyak 0.5 g simplisia daun
tin dilarutkan dengan 10 mL air panas,
dididihkan selama 5 menit, lalu disaring.
Filtrat ditambahkan 10 mL FeCl3 1%. Uji
positif ditandai dengan munculnya warna
hijau kehitaman atau biru tua.
Ekstraksi Flavonoid (Markham 1988)
Sampel daun ditimbang sebanyak 50 g
kemudian dimaserasi dengan 200 mL pelarut
MeOH:H2O (9:1) sebanyak 3 kali. Sampel
disaring dan diambil filtratnya. Residu
dimaserasi dengan 200 mL pelarut
MeOH:H2O (1:1) sebanyak 3 kali, kemudian
dipisahkan antara filtrat dan residunya. Setiap
maserasi dilakukan selama 24 jam dan disertai
dengan pengadukan teratur. Seluruh filtrat
yang diperoleh dikumpulkan, kemudian

dipekatkan dengan penguap putar sampai


menjadi sepertiga volume semula.
Ekstrak hasil pemekatan kemudian
dipartisi berturut-turut dengan n-heksana dan
kloroform. Lapisan MeOH:H2O dipisahkan
dari lapisan heksana dan kloroform. Fraksi
MeOH:H2O dipekatkan hingga seluruh pelarut
organik hilang, kemudian dikeringbekukan
selama 24 jam untuk menghilangkan sisa
pelarut air. Ekstrak flavonoid lalu diuji
toksisitas dan antioksidan. Bagan alir
ekstraksi flavonoid terdapat pada Lampiran 3.
Ekstraksi Steroid (Heryani 2002)
Sampel daun ditimbang sebanyak 50 g
kemudian dimaserasi dengan 200 mL pelarut
MeOH sebanyak 3 kali, dipisahkan antara
filtrat dan residunya. Setiap maserasi
dilakukan selama 24 jam dan disertai dengan
pengadukan
teratur.
Seluruh
filtrat
dikumpulkan menjadi satu, kemudian
dipekatkan dengan penguap putar sampai
menjadi sepertiga volume semula.
Ekstrak hasil pemekatan dihidrolisis
dengan KOH 10% (dalam EtOH) di atas
penangas air menggunakan suhu 100 C
selama 3 jam. Hasil hidrolisis disaring dan
dikeringkan dengan penguap putar. Hidrolisat
kering diekstrak menggunakan dietil eter
(Et2O) dan dicuci berturut-turut dengan H2O,
HCl 2 N, NaHCO3 jenuh, dan NaCl jenuh.
Fase air dari hasil pencucian dibuang, fase
Et2O diambil dan dikeringkan dengan Na2SO4.
Ekstrak diuapkan dengan penguap putar
sampai didapatkan ekstrak kering steroid
untuk diuji toksisitas dan antioksidan. Bagan
alir ekstraksi steroid terdapat pada Lampiran
4.
Ekstraksi Tanin (Heryani 2002)
Sampel daun ditimbang sebanyak 50 g
kemudian dimaserasi dengan 200 mL pelarut
MeOH sebanyak 3 kali, dipisahkan antara
filtrat dan residunya. Setiap maserasi
dilakukan selama 24 jam dan disertai dengan
pengadukan
teratur.
Seluruh
filtrat
dikumpulkan menjadi satu, kemudian
dipekatkan dengan penguap putar sampai
menjadi sepertiga volume semula.
Ekstrak hasil pemekatan dipartisi dengan
heksana. Lapisan MeOH dipisahkan dari
lapisan heksana. Fraksi MeOH diekstraksi
menggunakan aseton:air (70:30) + 0.1% asam
askorbat, lalu disaring. Filtrat diambil, dicuci
berturut-turut dengan CHCl3 dan etil asetat.
Larutan pencuci dibuang. Ekstrak diuapkan
dengan penguap putar sampai didapatkan

ekstrak kering tanin untuk diuji toksisitas dan


antioksidan. Bagan alir ekstraksi tanin
terdapat pada Lampiran 5.
Uji Toksisitas Metode BSLT (McLaughlin
et al. 1998)
Penetasan Larva. Larva A. salina Leach
ditimbang sebanyak 20 mg kemudian
dimasukkan ke dalam wadah khusus berisi air
laut yang sudah disaring. Setelah diaerasi,
larva dibiarkan selama 48 jam di bawah
pencahayaan lampu agar menetas sempurna.
Larva yang sudah menetas diambil untuk
digunakan dalam uji toksisitas.
Persiapan Larutan Sampel. Larutan
induk sampel 2000 ppm dibuat dengan
menimbang 10 mg ekstrak, lalu dilarutkan
dalam 0.005 mL etanol dan ditambahkan air
laut hingga menjadi 5 mL. Larutan sampel
dengan konsentrasi 10, 100, 500, dan 1000
ppm dibuat dengan mengencerkan 0.005,
0.050, 0.250, dan 0.500 mL larutan induk
dengan air laut hingga volumenya menjadi 1
mL.
Uji Toksisitas. Sebanyak 10 ekor larva A.
salina Leach yang sehat (berdasarkan
motilitas dan kemampuan larva mencari
cahaya) dimasukkan ke dalam vial uji yang
berisi air laut. Larutan ekstrak daun tin
ditambahkan pada masing-masing vial uji
dengan konsenerasi 10, 100, 500, dan 1000
ppm, sedangkan untuk control, tidak
ditambahkan larutan ekstrak. Masing-masing
dibuat 3 ulangan. Pengamatan dilakukan
setelah 24 jam dengan menghitung jumlah
larva yang mati dari total larva yang
dimasukkan dalam vial uji. Penghitungan
menggunakan bantuan kaca pembesar.
Uji Antioksidan Metode DPPH
Uji ini dilakukan mengacu pada SalazarAranda et al. (2009) dan telah dimodifikasi
oleh Oktavia (2011). Larutan ekstrak dibuat
dari larutan stok 1 mg/mL dalam etanol
dengan konsentrasi antara 200-0.234 g/mL.
Sebanyak 100 L larutan DPPH 125 M
dalam etanol ditambahkan dalam 100 L
larutan ekstrak sehingga volume total menjadi
200 L. Campuran diaduk dan diinkubasi
pada suhu 37 C dalam gelap selama 30 menit.
Serapan kemudian diukur pada panjang
gelombang 517 nm dengan menggunakan
spektrofotometer DU 7500. Vitamin C
digunakan sebagai kontrol positif. Kapasitas
penangkapan radikal DPPH dihitung dengan
rumus.

Aktivitas penangkapan radikal (%)


A adalah absorbans larutan DPPH tanpa
sampel dan B adalah absorbans sampel
(larutan DPPH dan larutan ekstrak) yang telah
dikoreksi dengan absorbans larutan ekstrak
tanpa DPPH.
Pemilihan Eluen Terbaik (Harborne 1987)
Pelat KLT yang digunakan adalah pelat
aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck
dengan ukuran lebar 1 cm dan tinggi 10 cm.
Ekstrak pekat metabolit sekunder teraktif
ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 25
totolan. Setelah kering, langsung dielusi
dalam bejana elusi yang telah dijenuhkan oleh
uap eluen pengembang. Eluen awal yang
digunakan adalah metanol, kloroform, etil
asetat, n-butanol, n-heksana, serta berbagai
nisbah kloroform, etil asetat, metanol, asam
asetat, etil asetat, dan air. Noda hasil elusi
diamati di bawah lampu UV pada panjang
gelombang 254 dan 366 nm. Eluen yang
menghasilkan noda terbanyak dan terpisah
dengan baik dipilih sebagai eluen terbaik.
Fraksionasi Menggunakan KLT Preparatif
Ekstrak teraktif ditotolkan pada pelat,
kemudian dielusi dengan KLT preparatif
menggunakan eluen metanol:etil asetat:air
(1.5:8:0.5) dan diperoleh beberapa pita. Pita
yang dihasilkan diamati menggunakan sinar
UV pada 366 nm, lalu ditandai dan dikerok.
Kemudian dilarutkan lalu disaring dan
diuapkan dengan penguap putar.
Pencirian
Senyawa
dengan
Spektrofotometer UV-tampak
Sebanyak 1 mg fraksi teraktif dilarutkan
dengan metanol, lalu dimasukkan ke dalam
labu takar 50 mL dan ditera dengan pelarut.
Larutan dimasukkan ke dalam kuvet dan
ditempatkan dalam tempat sampel pada alat
spektrofotometer
UV-tampak.
Analisis
dilakukan pada rentang panjang gelombang
400200 nm.
Pencirian Senyawa dengan FTIR
Sedikit fraksi teraktif (kira-kira 12 mg)
ditambahkan bubuk KBr murni (kira-kira 200
mg) kemudian diaduk hingga rata. Campuran
ditempatkan dalam cetakan dan ditekan
dengan menggunakan alat penekan mekanik.
Tekanan dipertahankan beberapa menit,
kemudian sampel (pelet KBr yang terbentuk)
diambil dan ditempatkan dalam tempat sampel

pada alat spektrofotometer FTIR untuk


dianalisis.
Uji Proliferasi Sel Metode MTT (Nurlaila
2011)
Media sel dikeluarkan dari flask (botol
kultur), kemudian 5 mL PBS ditambahkan
untuk membersihkan sel dari sisa media. Sel
dilepaskan dari dinding flask dengan
menambahkan 2.5 mL tripsin, kemudian
diinkubasi pada suhu 37 C selama 5 menit.
Sel yang telah lepas dimasukkan ke dalam
tabung 15 mL dengan menambahkan 2 mL
media. Media sel disentrifugasi, kemudian
supernatan dibuang dan ditambahkan 3 mL
media baru. Viabilitas sel dihitung dengan
hemositometer.
Sel ditumbuhkan menggunakan microplate
96 wells sebanyak masing-masing 100
L/sumur dengan jumlah sel 5103 sel/sumur.
Sel diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam
dalam inkubator CO2. Media kultur dibuang,
kemudian ditambahkan ekstrak daun tin
dengan deret konsentrasi 50, 100, 200, 400,
dan 800 ppm sebanyak 100 L/sumur dengan
3 kali pengulangan. Sebagai pembanding,
dibuat kontrol sel (berisi media sel tanpa
ekstrak). Setelah diinkubasi pada suhu 37 C
selama 48 jam, ditambahkan MTT sebanyak
10 L/sumur dan diinkubasi kembali pada
suhu yang sama selama 4 jam hingga
terbentuk formazan yang berwarna biru pada
sel hidup. Selanjutnya ditambahkan HClisopropanol sebanyak
100
L/sumur,
digoyang secara stabil selama 10 menit, dan
dibaca serapannya dengan menggunakan
ELISA reader pada panjang gelombang 590
nm. Serapan kemudian dikonversi ke dalam
bentuk persen penghambatan.
( )
(
)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kadar Air
Suatu sampel dikatakan baik apabila
memiliki kadar air <10% karena pada tingkat
kadar air tersebut sampel dapat terhindar dari
pertumbuhan jamur yang cepat (Soetarno &
Soediro 1997). Penentuan kadar air
merupakan analisis kuantitatif dengan cara
memanaskan sampel pada suhu tertentu
(105110 C) sehingga air menguap dan kadar
air yang diperoleh merupakan selisih bobot
sampel sebelum dan sesudah pemanasan
(Harjadi 1993).

Kadar air simplisia daun tin didapatkan


sebesar 3.61% dari 3 kali ulangan dengan nilai
RSD 2.19% (Lampiran 6). Nilai tersebut
berarti dalam 100 g simplisia terkandung air
sebanyak 3.61 g. Hasil ini menunjukkan
bahwa simplisia daun tin dapat disimpan
dalam jangka waktu relatif lama karena
memiliki kadar air kurang dari 10% sesuai
dengan ketentuan standar mutu Materia
Medika Indonesia (MMI) (Prawirosujanto et
al. 1995).
Uji Fitokimia
Uji fitokimia merupakan uji kualitatif
untuk menentukan kandungan senyawa
metabolit sekunder di dalam sampel.
Berdasarkan hasil uji ini, tahap ekstraksi
spesifik selanjutnya ditentukan. Uji fitokimia
simplisia daun tin dalam penelitian
sebelumnya
menunjukkan
kandungan
flavonoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, dan
tanin (Sirisha et al. 2010; Krishna et al. 2007).
Tabel 1 Hasil uji fitokimia
Uji Fitokimia
Hasil uji
Flavonoid
+++
Alkaloid
+
Terpenoid
Tanin
++
Steroid
+
Keterangan:
+++
++
+

: intensitas tinggi
: intensitas sedang
: intensitas rendah
: tidak terdeteksi

Simplisia daun tin mengandung semua


metabolit sekunder yang diujikan kecuali
terpenoid, namun dalam intensitas yang
berbeda. Perbedaan intensitas terlihat dari
jumlah tanda positif (+) yang digunakan pada
Tabel 1. Flavonoid menghasilkan intensitas
warna paling besar dengan warna merah yang
intens pada lapisan amil alkohol. Tanin
menghasilkan warna hijau kehitaman dengan
intensitas
warna
lebih
lemah
bila
dibandingkan dengan flavonoid. Terpenoid
dan steroid diujikan bersamaan dan
menghasilkan warna hijau dengan intensitas
warna cukup rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa simplisia daun tin mengandung steroid
dan tidak mengandung terpenoid. Uji alkaloid
dilakukan 2 kali. Pengujian pertama
menggunakan simplisia sebanyak 0.5 g dan
tidak menunjukkan alkaloid. Pengujian kedua
menggunakan 1 g simplisia dan menunjukkan

alkaloid, namun dengan intensitas sangat


kecil.
Ekstraksi
Senyawa aktif pada tanaman atau bahan
alam dapat diperoleh melalui proses ekstraksi.
Proses ekstraksi pada penelitian ini
menggunakan metode maserasi, yaitu dengan
merendam sampel pada pelarut yang sesuai.
Maserasi dipilih untuk menghindari rusaknya
komponen senyawa akibat panas karena
kandungan senyawa dalam sampel belum
diketahui daya tahannya terhadap panas
(Harborne 1987).
Ekstraksi simplisia daun tin dilakukan
untuk mendapatkan 3 metabolit sekunder,
yaitu flavonoid, tanin, dan steroid. Metode
ekstraksi spesifik digunakan sesuai dengan
ekstrak metabolit sekunder yang diinginkan.
Ekstraksi flavonoid mengacu pada Markham
(1988) memberikan rendemen 11.08%.
Ekstraksi tanin dan steroid mengacu pada
Heryani (2002), masing-masing menghasilkan
rendemen 1.75% dan 0.58%.
Rendemen ekstrak flavonoid lebih besar
bila dibandingkan dengan ekstrak tanin dan
steroid. Hal ini disebabkan oleh kesesuaian
antara pelarut pengekstrak yang digunakan,
kepolaran metabolit sekunder, dan proses
ekstraksi yang digunakan. Pemilihan pelarut
merupakan faktor penting dalam melakukan
ekstraksi suatu senyawa. Jenis pelarut yang
digunakan dalam proses ekstraksi akan
memengaruhi jenis senyawa bioaktif yang
terekstraksi karena setiap pelarut memiliki
efisiensi dan selektivitas yang berbeda untuk
melarutkan komponen bioaktif dalam bahan.
Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut
bergantung pada gugus-gugus yang terikat
pada pelarut tersebut. Pelarut yang digunakan
dalam ekstraksi harus dapat menarik
komponen aktif dalam campuran.
Rendemen ekstraksi sesuai dengan hasil
uji fitokimia. Intensitas tinggi pada uji
fitokimia flavonoid menunjukkan bahwa
simplisia mengandung flavonoid dalam
jumlah yang paling besar. Hasil ini sesuai
dengan rendemen ekstrak flavonoid yang
paling besar dibandingkan dengan 2 ekstrak
lainnya. Begitu juga dengan ekstrak tanin dan
steroid. Pada uji fitokimia, tanin menghasilkan
intensitas yang lebih kuat daripada steroid,
dan rendemen ektrak tanin lebih besar
daripada steroid (Gambar 5).

12.00

11.08

% Rendemen

10.00
8.00
6.00
4.00

1.75

2.00

0.58

0.00
Flavonoid

Tanin

Steroid

Gambar 5 Rendemen ekstrak daun tin.


Uji Antioksidan Metode DPPH
Antioksidan dapat melindungi sel tubuh
dari radikal bebas dengan cara mengikat
radikal bebas tersebut sehingga dapat
memperlambat atau mencegah oksidasi sel
oleh radikal bebas. Oksidasi ialah proses
kimia yang melibatkan transfer elektron dari
suatu zat ke bahan pengoksidasi. Keberadaan
senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat
dideteksi dengan melakukan uji aktivitas,
salah satunya dengan metode DPPH.
Radikal bebas DPPH lazim digunakan
untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan
beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam
(Rakesh et al. 2010). Senyawa DPPH
menerima transfer elektron atau radikal
hidrogen dari antioksidan membentuk
molekul diamagnetik yang stabil.
Metode
uji
aktivitas
antioksidan
menggunakan radikal bebas DPPH dipilih
karena sederhana, cepat, dan mudah untuk
penapisan aktivitas penangkapan radikal
beberapa senyawa. Selain itu, metode ini
terbukti akurat, terpercaya, dan praktis.
Radikal DPPH menghasilkan absorbans yang
kuat pada panjang gelombang maksimum 517
nm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi
dengan senyawa antioksidan, DPPH akan
tereduksi dan warnanya berubah menjadi
kuning. Perubahan tersebut dapat diukur
dengan spektrofotometer dan dialurkan
terhadap konsentrasi (Ordon et al. 2006).
Tinggi
atau
rendahnya
aktivitas
antioksidan suatu zat dapat dilihat dari nilai
IC50-nya. IC50 adalah konsentrasi zat
antioksidan yang dapat menyebabkan 50%
DPPH kehilangan karakter radikal atau
konsentrasi zat antioksidan yang memberikan
persen penghambatan sebesar 50%. Semakin
kecil nilai IC50 berarti aktivitas antioksidannya
semakin tinggi (Molyneux 2004). Nilai IC50
ini didapat dengan cara mengalurkan

konsentrasi sampel uji dengan nilai persen


penghambatannya. Setelah itu, persamaan
garis linear ditentukan dan dicari konsentrasi
zat yang dapat menyebabkan persen
penghambatan sebesar 50%.
Kontrol positif yang digunakan pada uji
antioksidan adalah vitamin C. Pada Tabel 2
terlihat
bahwa
ekstrak
vitamin
C
menghasilkan IC50 yang lebih kecil
dibandingkan dengan ekstrak flavonoid dan
tanin. Hasil ini menunjukkan bahwa vitamin C
mempunyai daya hambat yang lebih baik
terhadap radikal bebas karena pada
konsentrasi 4.5 ppm dapat menghambat 50%
radikal bebas, sedangkan ekstrak flavonoid
dan tanin daun tin membutuhkan konsentrasi
berturut-turut 150 dan 286 ppm. Di antara
kedua ekstrak daun tin ini, ekstrak flavonoid
mempunyai daya hambat lebih baik karena
mempunyai nilai IC50 lebih kecil. Ekstrak
steroid daun tin menghasilkan nilai IC50
negatif, yaitu -2.295 ppm. Belum diketahui
penyebab
ekstrak
steroid
daun
tin
menghasilkan nilai IC50 negatif. Penelitian
yang dilakukan oleh Juniarti (2009) terhadap
ekstrak steroid dari daun saga tidak
menunjukkan
aktivitas
antioksidan.
Perhitungan aktivitas antioksidan metode
DPPH terlampir pada Lampiran 7.
Tabel 2 Aktivitas antioksidan
No.

Sampel

Ekstrak flavonoid daun tin

Ekstrak tanin daun tin

Ekstrak steroid daun tin

Vitamin C

IC50
(mg/L)
150
286
-2.295
4.5

Menurut Zuhra (2008), suatu senyawa


dikatakan antioksidan sangat kuat jika nilai
IC50 kurang dari 50 ppm, kuat jika IC50
50100 ppm, sedang jika IC50 100-150 ppm,
dan lemah jika IC50 151-200 ppm. Hasil uji
menunjukkan bahwa vitamin C tergolong
antioksidan sangat kuat, ekstrak flavonoid
daun tin memiliki aktivitas antioksidan
sedang, sedangkan ekstrak tanin daun tin
kurang berpotensi sebagai antioksidan.
Uji Toksisitas Metode BSLT
BSLT dilakukan untuk menentukan
potensi bioaktif senyawa bahan alam dan
toksisitas senyawa kimia yang terkandung
dalam tumbuhan obat. Uji toksisitas dilakukan
menggunakan larva udang A. salina Leach

10

yang berumur 48 jam karena mempunyai daya


resistensi paling rendah terhadap kondisi
lingkungannya.
Pengujian didahului dengan penetasan
telur larva selama 48 jam, lalu ekstrak dengan
berbagai konsentrasi dimasukkan masingmasing ke dalam air laut yang berisi larva
udang. Kematian larva diamati setelah 24 jam.
Uji toksisitas menghasilkan nilai LC50 untuk
ekstrak flavonoid, tanin, steroid masingmasing sebesar 191.43, 150.14, dan 153.85
ppm (Gambar 6). Perhitungan uji toksisitas
metode BSLT terlampir pada Lampiran 8.
Menurut Meyer et al. (1982), tingkat
toksisitas ekstrak tanaman dapat ditentukan
dengan melihat harga LC50. Ekstrak dianggap
sangat toksik bila memiliki nilai LC50 di
bawah 30 ppm, toksik bila LC50 301000
ppm, dan tidak toksik bila LC50 di atas 1000
ppm. Berdasarkan kriteria di atas, ketiga
ekstrak tergolong toksik. Ekstrak tanin dan
steroid daun tin memiliki nilai LC50 lebih
kecil sehingga sifat toksiknya lebih kuat bila
dibandingkan dengan ekstrak flavonoid daun
tin (Gambar 6). Namun, berdasarkan uji T
(Lampiran 9), nilai LC50 ketiga ekstrak tidak
berbeda nyata.

Nilai LC50 (ppm)

250
200

Penggabungan beberapa eluen dengan


berbagai nisbah menghasilkan eluen terbaik
dari eluen yang diujikan, yaitu metanol:etil
asetat:air (1.5:8:0.5) (Gambar 7). Menurut
Skoog et al. (2004), eluen terbaik adalah yang
menghasilkan jumlah noda terbanyak dan
terpisah dengan baik. Eluen metanol:etil
asetat:air (1.5:8:0.5) ini selanjutnya digunakan
pada proses fraksionasi menggunakan KLT
preparatif.

Gambar 7 Hasil pemisahan ekstrak flavonoid


menggunakan eluen metanol:etil
asetat:air (1.5:8:0.5) dengan 3 kali
ulangan.
Fraksionasi dengan KLT Preparatif

191.43
150.14

153.85

Tanin

Steroid

150
100
50
0
Flavonoid

Gambar 6 Aktivitas toksisitas ekstrak daun tin.


Penentuan Eluen Terbaik dengan KLT
Berdasarkan uji antioksidan dan toksisitas,
ekstrak flavonoid daun tin digunakan pada
tahap selanjutnya. Ekstrak dianalisis dengan
KLT analitik menggunakan fase diam silika
gel G60F254 dari Merck untuk menentukan
komposisi eluen terbaik yang akan digunakan
dalam fraksionasi menggunakan KLT
preparatif. Pelarut yang digunakan sebagai
eluen adalah n-heksana, kloroform, etil asetat,
n-butanol, metanol, etil asetat, dan air. Profil
kromatogram diamati di bawah lampu UV
pada 254 dan 366 nm.

Ekstrak flavonoid difraksionasi lebih


lanjut dengan KLT preparatif (KLTp). Fase
gerak yang digunakan metanol:etil asetat:air
(1.5:8:0.5) dan fase diam silika gel yang
tercetak pada lempengan kaca. Silika gel
merupakan senyawa anhidrat, sehingga perlu
diaktifkan dalam oven selama 30 menit
sebelum digunakan untuk melepaskan air
yang terikat secara fisik pada permukaannya.
Silika gel dapat menjerap air sebanyak 3.5%
bobot keringnya dalam kelembapan sekitar
4050% (Septianti 2011). Hasil fraksionasi
ekstrak flavonoid ditunjukkan pada Lampiran
10.
Silika gel bersifat polar sehingga akan
mengikat senyawa yang bersifat polar juga.
Senyawa polar akan cepat bergerak jika
menggunakan pelarut yang polar, begitu juga
sebaliknya (Harvey 2000). Noda yang
terbentuk diamati di bawah lampu UV pada
panjang gelombang 254 dan 366 nm dan
dihasilkan 9 fraksi. Semua fraksi dihitung
rendemennya. Dari 9 fraksi yang dihasilkan,
fraksi 1, 2, 4, dan 7 digunakan dalam uji
lanjutan karena jumlahnya memadai.

Uji Proliferasi Sel Kanker


Pengujian aktivitas antikanker dilakukan
terhadap 4 fraksi hasil fraksinasi dan ekstrak
flavonoid dengan berbagai konsentrasi, yaitu
50, 100, 200, 400, dan 800 ppm. Konsentrasi
dipilih di bawah 800 ppm karena pada uji
toksisitas, ekstrak flavonoid tergolong toksik.
Sel kanker yang digunakan adalah sel HeLa
dan uji proliferasi dilakukan menggunakan
metode MTT. Metode ini relatif cepat, peka,
akurat, dapat digunakan untuk mengukur
sampel dalam jumlah banyak, dan hasilnya
bisa memprediksi sifat sitotoksik suatu bahan.
Namun,
metode
ini
tidak
dapat
menggambarkan morfologi sel. Akibatnya,
apabila terdapat kelainan morfologi akan tetap
dihitung sebagai sel hidup, walaupun
perubahan morfologi dari suatu sel dapat
diakibatkan dari toksisitas suatu bahan.
Hasil uji proliferasi sel kanker (Lampiran
11) menunjukkan bahwa tidak semua fraksi
memiliki aktivitas penghambatan sel kanker.
Beberapa fraksi pada beberapa konsentrasi
yang menghasilkan nilai % inhibisi negatif.
Hal ini dapat terjadi karena 2 hal. Pertama,
pada konsentrasi tertentu ekstrak dapat
memicu perkembangan sel kanker dan kedua,
terdapat kenaikan jumlah sel kanker yang mati
pada blangko. Fraksi F7 teraktif, dengan nilai
penghambatan yang paling besar, yaitu
57.18% pada konsentrasi 800 ppm.
Analisis Spektrum UV-Tampak
Flavonoid mengandung sistem aromatik
terkonjugasi dan karena itu, menunjukkan pita
serapan kuat pada daerah spektrum UVtampak (Harborne 1987). Spektrum khas
flavonoid terdiri atas dua panjang gelombang
maksimum, yaitu 240285 nm (pita 2) dan
300550 nm (pita 1). Rentang serapan
spektrum UV-tampak senyawa flavonoid
ditunjukkan pada Tabel 3 (Markham 1988).
Fraksi F7 (fraksi teraktif) dianalisis
dengan menggunakan spektrofotometer UVtampak. Pemayaran dilakukan dengan
perubahan panjang gelombang 2 nm.
Spektrum UV-tampak fraksi F7 memiliki 2
panjang gelombang maksimum, 325 nm
(bahu) dan 268 nm. Hasil tersebut
menunjukkan terjadinya transisi *, dan
* yang dihasilkan dari kromofor C=C
terkonjugasi dan CO. Senyawa yang
mempunyai transisi n*, dan * akan
mengabsorpsi cahaya di daerah UV pada
panjang gelombang 200-400 nm (Creswell et
al. 2005). Menurut Markham (1988) seperti

tertulis pada Tabel 3, serapan pada panjang


gelombang 325 nm dan 268 nm merupakan
flavonoid golongan isoflavon atau flavon.
Spektrum UV-tampak fraksi F7 ditunjukkan
pada Lampiran 12.
Tabel 3

Rentang serapan spektrum UVtampak


senyawa
flavonoid
(Markham 1988)

Pita 2 (nm)
250280
250280

Pita 1 (nm)
310350
330360

250280

350385

245275
275295

310330 bahu
300330 bahu

230270
230270
(kekuatan
rendah)

340390 bahu
380430

270280
(Kekuatan
rendah)

465560

Jenis Flavonoid
Flavon
Flavonol (3-OH
tersubstitusi)
Flavonol (3-OH
bebas)
Isoflavon
Flavanon dan
dihidroflavonol
Kalkon
Auron

Antosianidin
dan antosianin

Analisis Spektrum FTIR


Analisis spektrum FTIR fraksi F7 (Tabel 4)
menunjukkan beberapa gugus fungsi seperti
OH (3435.00 cm-1) yang didukung juga oleh
munculnya serapan pada 1114.55 cm-1 untuk
ikatan C-O. Gugus C=C aromatik ditunjukkan
dengan munculnya serapan pada bilangan
gelombang 1627.00 cm-1. Spektrum FTIR
fraksi F7 dapat dilihat pada Lampiran 11.
Tabel 4

Absorpsi FTIR gugus-gugus fungsi


fraksi F7
Bilangan
Literatur*
Gelombang
Gugus dugaan
(cm-1)
(cm-1)
3435.00
32003450
Regang O-H
1627.00
15001675
Regang C=C
aromatik
1114.00
10001300
Regang C-O
*) Sumber: Creswell et al. (2005)

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Ekstrak flavonoid daun tin memiliki
aktivitas antioksidan yang lebih baik
dibandingkan dengan ekstrak tanin dan
steroid, dengan nilai IC50 150 ppm.
Fraksionasi KLTp menghasilkan 7 fraksi

ekstrak flavonoid. Fraksi F7 memiliki daya


hambat proliferasi sel kanker tertinggi, yaitu
57.18% pada konsentrasi 800 ppm.
Berdasarkan
identifikasi
menggunakan
spektrofotometer UV dan FTIR, fraksi F7
kemungkinan adalah senyawa golongan
isoflavon atau flavon.
Saran
Perlu dilakukan uji hambatan proliferasi
sel kanker dari ekstrak tanin dan steroid daun
tin untuk mengetahui potensinya sebagai
antikanker.

DAFTAR PUSTAKA
Agoes A. 2008. Obat antikanker. Di dalam:
Rahardjo R, editor. Kumpulan Kuliah
Farmakologi,
Fakultas
Kedokteran,
Universitas Sriwijaya. Ed ke-2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm 261271.
[AOAC] Association of Official Analitycal
Chemist. 2006. Official Methode of
Analysis. Ed ke-18. Washington DC:
AOAC.
Astawan M. 2009. A-Z Ensiklopedia Gizi
Pangan Untuk Keluarga. Jakarta: Dian
Rakyat
Barile FA. 1997. Continuous cell line as a
model for drug toxicity assessment. Di
dalam: Castell JV, Gomez-Lechon MJ,
editor.
In
Vitro
Methods
in
Pharmaceutical Research. California:
Academic Pr. hlm 33-54.
Calleja MC, Persoone G. 1992. Cyst-based
toxicity tests IV, the potential of
ecotoxicological tests for the prediction of
acute toxicity in man as evaluated on the
first ten chemicals of the MEIC progme
ATLA. Altern Lab Anim 20(3):396-405.
Cannas A. 2009. Tannins: fascinating but
sometimes
dangerous
molecules.
[terhubung
berkala].
http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxica
gents/tanin.html [8 Apr 2012].
Chapdelaine JM. 2010. MTT Reduction-A
Tetrazolium-Based Colorimetric Assay for
Cell
Survival
and
Proliferation.
Pennsylvania: Pharmakon Res Int.

Creswell CJ, Olaf AR dan Malcolm MC.


2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik
Ed ke 3. Bandung: ITB.
Djadjanegara I, Wahyudi P. 2010. Uji
sitotoksisitas
ekstrak
etanol
herba
ceplukan (Physalis angulata Linn.)
terhadap sel T47D secara in vitro. J Ilmu
Kefarmasian Ind 1:41-47.
Gibbs JB. 2000. Mechanism-based target
identification and drug discovery in cancer
research. Science 287:1969-1972.
Halliwell B, Gutteridge JMC. 1997. Free
Radicals in Biology and Medicine. Oxford:
Oxford Univ Pr.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia:
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K, Sudiro I,
penerjemah. Bandung: Penerbit ITB.
Terjemahan dari: Phytohemical Methods.
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar.
Jakarta: Gedia Pustaka Utama.
Harvey D. 2000. Modern Analytical
Chemistry. New York: McGraw-Hill.
Heryani H. 2002. Kajian Fraksi Aktif dan
Formulasi Tabat Barito (Ficus deltoidea
Jack)
sebagai
Anti
Kanker
Mikroorganisme Klinis [Disertasi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Houghton JB, Raman A. 1998. Laboratory
Handbook for Fractionation of Natural
Extract. London: Chapman and Hall.
Hunt C. 1988. The Encyclopedia Dictionary
of Science. Oxford: Equinox.
Irwin K. 2008. Fruits, vegetables, teas may
protect smokers from lung cancer.
[terhubung
berkala].
http://newsroom.ucla.edu/portal/ucla/fruits
-vegetables-and-teas-may-51210. aspx. [14
Apr 2011].
Joseph B, Raj SJ. 2011. Pharmacognostic and
phytochemical properties of Ficus carica
Linn An overview. Int J PharmTech Res
3:8-12.
Juniarti, Delvi O, Yuhernita. 2009.
Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas
(brine shrimp lethality test) dan

13

antioksidan
(1,1-diphenyl-2pikrilhydrazyl) dari ekstrak daun saga
(Abrus precatorius L.). Makara Sains
13:50-54.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI.
2012. Kanker Penyebab Kematian
Keenam Terbesar di Indonesia [terhubung
berkala].
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/i
nfo-umum-kesehatan/539-kankerpenyebab-kematian-keenam-terbesar-diindonesia.html [09 Jul 2012].
Krishna MG, Pallavi E, Ravi KB, Ramesh M,
Venkatesh S. 2007. Hepatoprotective
activity of Ficus carica Linn. leaf extract
against
carbon
tetrachloride-induced
hepatotoxicity in rats. DARU 15(3):162166.
Kubota T. 2003. Cancer Chemotherapy
Chemosensitivity Testing is Useful In
Evaluating the Appropriate Adjuvant
Cancer Chemotherapy for Stages III/IV
Gastric Cancers Without Peritoneal
Dissemination. Anticancer Res. 23:583587.
Lanskya EP, Helena M. Paavilainena,
Pawlusb AD, Newmana RA. 2008. Ficus
spp. (g): Ethnobotany and potential as
anticancer and anti-inammatory agents.
Ethnopharmacol 119:195213.
List
PH,
Schmidt
Phytopharmauceutical
Boston: CRC Pr.

PC.
1989.
Technology.

Marais JPJ, Deavours B, Dixon R, Ferreira D.


2006. The stereochemistry of flavonoids.
Di dalam: Grotewold E, editor. The
Science of Flavonoids. New York:
Springer Science & Business Media. hlm
1-46.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi
Flavonoid. Padmawinata K, penerjemah.
Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari:
Techniques of Flavonoid Identification.
McLaughlin JL, Rogers LL, dan Anderson JE.
1998. The Use of Biological Assays to
Evaluate Botanicals. Drug information
journal 32: 513-524.

Meloan CE. 1999. Chemical Separation. New


York: J Willey.
Meyer BN et al. 1982. Brine shrimp: A
convenient general bioassay for active
plants constituents. Planta Med 45:31-34.
Miller AL. 1996. Antioxidant flavonoid:
structure, function, and clinical usage. Alt
Med Rev 1(2):103-111.
Molyneux P. 2004. The use of the stable free
radical diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH)
for estimating antioxidant activity.
Songklanakarin J. Sci. Technol. 26: 211
219.
Nix S. 2010. How to manage and identify fig.
[terhubung
berkala].
http://forestry.about.com/od/ silviculture
/p/fig.htm. [9 Mei 2011].
Nurlaila. 2011. Fraksi Aktif Ekstrak Daun
Sansevieria trifasciata Prain Sebagai
Penghambat Pertumbuhan Sel Lestari
HeLa [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Oktavia JD. 2011. Pengoptimuman Ekstraksi
Flavonoid Daun Salam (Syzygium
polyanthum) dan Analisis Sidik Jari
dengan
Kromatografi
Lapis
Tipis
[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ordon ez AAL, Gomez V, Vattuone MA, Isla
MI. 2006. Antioxidant activities of
Sechium edule (jacq.) swartz extracts.
Food Chem 97: 452-458.
Pengelly A.
Medicinal
Chemistry
Medicine.
Unwin.

2004. The Constituents of


Plants: an Introduction to the
and Therapeutics of Herbal
Ed ke-2. Australia: Allen &

Pietta P., Gardana C, Pietta A. 2003.


Flavonoids in herbs. Di dalam: Catherine
AR, Packer L, editor. Flavonoids in
Health and Disease, Second Edition,
Revised and Expanded. New York: Marcel
Dekker. hlm 43-69.
Prawirosujanto S et al. 1995. Materia Medika
Indonesia Jilid I. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

14

Qonita. 2009. Antioksidan. [terhubung


berkala].
http://drqonita.multiply.com/
journal/item/14/ Anti_Oksidan. [15 Apr
2010].

Stauth D. 2007. Studies force new view on


biology of flavonoids. [terhubung berkala].
http://www.eurekalert.org/pub_releases/20
07-03/osu-sfn030507.php. [13 Apr 2011].

Rakesh SU, Patil PR, Salunkhe VR. 2010.


Free radical scavenging activity of
hydroalcoholic extracts if dried flowers of
Nymphaea stellata Wild. International
Journal of Pharma and Bio Sciences 1(2):
1-9.

Soehartati. 2012. Jika tidak dikendalikan 26


juta orang di dunia menderita kanker.
[terhubung
berkala].
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/
press-release/1060-jika-tidakdikendalikan-26-juta-orang-di-duniamenderita-kanker-.html [09 Jul 2012].

Robinson T. 1995. Kandungan Organik


Tumbuhan Tinggi. Ed ke-6. Padmawinata
K, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB.
Terjemahan dari The Organic Constituent
of Higher Plants.
Salazar-Aranda R, Perez-Lopez LA, LopezArroyo J, Alans-Garza BA, dan Torres
NW de. 2009. Antimicrobial and
Antioxidant Activities of Plants from
Northeast of Mexico. eCAM 1-6.
Septianti A. 2011. Pengukuran Kapasitas
Antioksidan Ekstrak Daun Teh Hijau
(Camellia sinensis) dengan Metode DPPH
dan Voltammetri Siklik [Skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Sidi. 2010. Khasiat Tin. Trubus Ed ke-482:24.
Singh
AP.
2002.
A
Treatise
on
Phytochemistry. Chandigarh: Emedia
Science.
Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam
Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Sirisha N, Sreenivasulu M, Sangeeta K,
Chetty CM. 2010. Antioxidant properties
of ficus species A review. IntJ
PharmTech Res 2(4):2174-2182.
Skoog DA, Holler PJ, Nieman TA. 2004.
Principles of Instrumental Analysis. Ed ke5. Philadelphia: Hartcaurt Brace.
Sobir, Amalya M. 2011. 20 Buah Koleksi
Ekslusif. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soetarno S, dan Soediro LS. 1997.
Standardisasi Mutu Simplisia dan Extrak
Bahan Obat Tradisional, Presidium Temu
Ilmiah Nasional Bidang Farmasi.

Sukardiman, Rahman A, Pratiwi FN. 2004.


Uji praskrining aktivitas antikanker
ekstrak eter dan ekstrak metanol
Marchantia cf. planiloba Steph. dengan
metode uji kematian larva udang dan profil
densitometri ekstrak aktif. Surabaya:
Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga.
Airlangga J Pharm (4)3:24-30.
Wang Y et al. 2009. Screening Antitumor
Compounds Psoralen and Isopsoralen
from Psoralea corylifolia L Seeds. Hang
Zhou: College of Pharmaceutical Science,
Zhengjiang University.
Zuhra CF, Juliati BT, Herlince S. 2008.
Aktivitas antioksidan senyawa flavonoid
dari daun katuk (Sauropus androgunus (L)
Merr.). J Biol Sumatera 3:7-10.

LAMPIRAN

16

Lampiran 1 Bagan alir penelitian


Simplisia daun tin

Preparasi sampel, identifikasi tumbuhan, dan kadar air


Uji Fitokimia

Ekstraksi flavonoid

Ekstraksi tanin

Uji toksisitas BSLT

Ekstraksi terpenoid

Uji antioksidan DPPH


Ekstrak teraktif
Fraksionasi menggunakan KLT Preparatif
Fraksi teraktif

Uji proliferasi sel kanker HeLa dengan metode MTT

Pendugaan senyawa menggunakan Spektrofotometer UV dan FTIR

18

Lampiran 3 Ekstraksi flavonoid

Serbuk daun tin

Maserasi
[Pelarut MeOH:H2O (9:1)]

Residu

Maserasi
[Pelarut MeOH:H2O (1:1)]

Filtrat dikumpulkan
Dipekatkan dengan penguap putar
Filtrat pekat (volume sepertiga volume semula)
Partisi berturut-turut dengan heksana dan kloroform

Fraksi heksana dan


kloroform

Fraksi air
Dikeringbekukan selama 24 jam
Ekstrak flavonoid

19

Lampiran 4 Ekstraksi steroid

Serbuk daun tin

Maserasi
(Pelarut MeOH)
Dipekatkan dengan penguap putar
Dihidrolisis dengan KOH 10% (dalam EtOH)
Diatas penangas air, 100C, 3 jam

Saring (mendapatkan hidrolisat)

Dipekatkan dengan penguap putar


Ampas dibuang

Ekstrak Et2O

Cuci berturut-turut dengan


(H2O, HCl 2N, NaHCO3 jenuh, NaCl jenuh)

Fase Et2O
Fase air (pencuci dibuang)
Keringkan dengan Na2SO4 anhidrida

Ekstrak steroid

20

Lampiran 5 Ekstraksi tanin

Serbuk daun tin

Maserasi
(Pelarut MeOH)
Dipekatkan dengan penguap putar
Dipartisi dengan heksana
Residu dibuang
Ekstraksi dengan aseton:air (70:30) + 0.1% asam askorbat
Cucian dibuang
Ekstrak dicuci dengan CHCl3
Cucian dibuang

Ekstrak dicuci dengan Etil asetat

Ekstrak tin

21

Lampiran 6 Kadar air simplisia daun tin

Ulangan
1
2
3

Bobot
Awal
(g)

Bobot
Akhir
(g)

2.0004
2.0005
2.0001

1.9274
1.9274
1.9298

Kadar air

Rerata

SB

SBR

(%[b/b])
3.65
3.65
3.51

(%[b/b])

(%[b/b])

(%)

3.61

0.08

2.19

( )

Simpangan Baku Rerata (% SBR)


(

( )
Simpangan aku ( )
(

)
)

Simpangan aku Rerata (%S R)=

.100% =

.100% = 2.19%

Keterangan:
Bobot awal adalah bobot simplisia sebelum dikeringkan (g)
Bobot akhir adalah bobot simplisia setelah dikeringkan (g)

22

Lampiran 7 Hasil uji aktivitas antioksidan metode DPPH


1. Ekstrak flavonoid
Konsentrasi
% Inhibisi
(mg/L)
200
58.78
100
39.99
50
34.38
12.5
30.89
3.125
29.75

70.00

% inhibisi

60.00

30.00

y = 0.1458x + 28.094
R = 0.977

20.00
0.00
0

100

200

300

konsentrasi (ppm)

45.00
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00

% inhibisi

Perhitungan IC50 tanin


X = konsentrasi (ppm), Y= % inhibisi
# Y = 0.1073.X + 19.314
50 = 0.1073.X + 19.314
X = 286 ppm

y = 0.1073x + 19.314
R = 0.9312

100

200

300

konsentrasi (ppm)

16.00

14.00
12.00

% inhibisi

3. Ekstrak steroid
Konsentrasi
% Inhibisi
(mg/L)
200
10.47
100
10.73
50
10.97
12.5
12.98
3.125
14.19

40.00

10.00

Perhitungan IC50 flavonoid


X = konsentrasi (ppm), Y= % inhibisi
# Y = 0.1458.X + 28.094
50 = 0.1458 . X + 28.094
X = 150 ppm
2. Ekstrak tanin
Konsentrasi
% Inhibisi
(mg/L)
200
40.34
100
32.47
50
21.82
12.5
19.16
3.125
22.02

50.00

10.00
8.00

y = -0.0161x + 13.045
R = 0.6299

6.00
4.00
2.00
0.00
0

100

200

konsentrasi (ppm)

300

23

Lanjutan Lampiran 7
Perhitungan IC50 steroid
X = konsentrasi (ppm), Y= % inhibisi
Y = -0.0161.X + 13.045
50 = -0.0161.X + 13.045
X = -2,295 ppm

% Inhibisi
82.42
70.86
62.72
34.55
21.82

Perhitungan IC50 Vitamin C


X = konsentrasi (ppm), Y= % inhibisi
Y = 6.7754.X + 19.241
50 = 6.7754.X + 19.241
X = 4.5 ppm

% inhibisi

4. Vitamin C
Konsentrasi
(mg/L)
200
100
50
12.5
3.125

100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00

y = 6.7754x + 19.241
R = 0.9481

10

konsentrasi (ppm)

15

24

Lampiran 8 Hasil uji aktivitas toksisitas metode BSLT


1. Kapasitas LC50 ekstrak flavonoid
Log Konsentrasi

Perhitungan LC50
y = Log konsentrasi, x= % kematian
y = 0.0248x + 1.042
y = 0.0248(50) + 1.042
y = 2.282
Log (A) = 2.282
A = 191.43 ppm

3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

y = 0.0248x + 1.042
R = 0.987
0

50

100

% Kematian

Perhitungan LC50
y = Log konsentrasi, x= % kematian
y = 0.0173x + 1.3115
y = 0.0173(50) + 1.3115
y = 2.1765
Log (A) = 2.1765
A = 150.14 ppm

Log Konsentrasi

2. Kapasitas LC50 ekstrak tanin


3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

y = 0.0173x + 1.3115
R = 0.8874
0.00

50.00

100.00

150.00

% Kematian

Perhitungan LC50
y = Log konsentrasi, x= % kematian
y = 0.0211x + 1.1321
y = 0.0211(50) + 1.1321
y = 1.7802
Log (A) = 2.1871
A = 153.85 ppm

Log Konsentrasi

3. Kapasitas LC50 ekstrak steroid

-50.00

3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

y = 0.0211x + 1.1321
R = 0.9919
0.00

50.00

% Kematian

100.00

25

Lampiran 9 Hasil uji T nilai LC50


Paired T-Test and CI: Flavonoid; Tanin
Paired T for Flavonoid - Tanin
N
Mean
StDev
Flavonoid
4
45,7634
35,6470
Tanin
4
49,9612
48,4224
Difference 4 -4,19778 19,81740

SE Mean
17,8235
24,2112
9,90870

95% CI for mean difference: (-35,73169; 27,33612)


T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0,42
Value = 0,700

P-

Menghasilkan tolak H0 dan terima H1, sehingga flavonoid dan tanin tidak berbeda nyata

Paired T-Test and CI: Flavonoid; Steroid


Paired T for Flavonoid N
Mean
Flavonoid
4
45,7634
Steroid
4
49,5008
Difference 4 -3,73738

Steroid
StDev
35,6470
41,9956
9,61862

SE Mean
17,8235
20,9978
4,80931

95% CI for mean difference: (-19,04275; 11,56800)


T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0,78
Value = 0,494

P-

Menghasilkan tolak H0 dan terima H1, sehingga flavonoid dan steroid tidak berbeda nyata

Lampiran 10 Hasil fraksionasi ekstrak flavonoid menggunakan KLT preparatif

Fraksi
1
2
3a
3b
4
5
6
7
8

Rf
0.06
0.17
0.27
0.23
0.30
0.39
0.65
0.81
0.95

Bobot
kosong
(g)
37.6388
36.8145
37.2892
37.5775
38.5986
36.6021
37.3032
37.4041
37.3094
Total

Bobot
kosong+sampel
(g)
37.6466
36.8370
37.2897
37.5796
38.6086
36.6056
37.3054
37.4130
37.3132

Perhitungan Rendemen :
Jumlah ekstrak = 0.2029 + 0.2050 = 0.4079 g
% Rendemen

= 15.03%

Bobot
fraksi
(g)
0.0078
0.0225
0.0005
0.0021
0.0100
0.0035
0.0022
0.0089
0.0038
0.0613

Rendemen
(%)
1.91
5.52
0.12
0.51
2.45
0.86
0.54
2.18
0.93
15.03

26

Lampiran 11 Uji proliferasi sel kanker HeLa


Konsentrasi
(ppm)
800
400
200
100
50

Fraksi 1
44.53
17.52
15.09
7.79
13.36

% Inhibisi
Fraksi 2
Fraksi 4
-1.22
33.58
0.73
-18.73
-41.36
33.09
13.38
17.76
16.30
-8.76

Fraksi 7
57.18
3.16
-12.41
7.76
-51.34

Crude
6.33
14.11
6.57
0.19
-9.73

80.00
57.18

60.00
44.53
33.58

% Inhibisi

40.00

800 ppm
20.00

400 ppm

0.00

200 ppm
Fraksi 1

-20.00
-40.00
-60.00

Fraksi 2

Fraksi 4

Fraksi 7

Crude

100 ppm

27

Lampiran 12 Spektrum UV-tampak & FTIR fraksi F7

2 = 268 nm
1 = 325 nm

Spektrum UV-tampak

Regang C=C
aromatik

Regang O-H

Spektrum FTIR

Regang C-O

Anda mungkin juga menyukai