Anda di halaman 1dari 45

WP PPh Pasal 25 yang Diwajibkan

Pada dasarnya WP yang diwajibkan untuk membayar angsuran atau cicilan PPh Pasal 25 adalah
WP baik badan (company) maupun orang pribadi yang penghasilannya dikenai PPh bersifat tidak
final. Penghasilan yang dimaksud dalam hal ini adalah penghasilan yang bersifat rutin
(penghasilan teratur/regular income).
Khusus bagi WP orang pribadi, kewajiban membayar angsuran PPh Pasal 25 ini berlaku apabila
WPOP tersebut menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (WPOP pengusaha) atau
memperoleh penghasilan teratur lainnya yang bersifat tidak final seperti misalnya WPOP
menjadi direktur di dua perusahaan sekaligus dan memperoleh gaji atau penghasilan dari kedua
perusahaan tersebut.
Jika seluruh penghasilan yang diterima/diperoleh WP menurut ketentuan perpajakan bukan
merupakan objek PPh (non-taxable income) atau penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat
final, maka WP tersebut tidak diwajibkan untuk membayar cicilan atau angsuran PPh Pasal 25.
Tetapi apabila sebagian penghasilannya berupa penghasilan yang menjadi objek PPh dan dikenai
PPh bersifat tidak final, maka WP wajib menghitung PPh Pasal 25 atas penghasilan tersebut dan
membayar angsuran PPh Pasal 25 pada setiap bulan (masa pajak).
PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah angsuran atau cicilan PPh yang harus dibayar oleh
Wajib Pajak (WP) pada setiap bulan (masa pajak). Jika WP tidak melakukan pembayaran atau
penyetoran PPh Pasal 25 untuk suatu bulan, maka WP dapat dikenai sanksi perpajakan sesuai
dengan ketentuan dan peraturan perpajakan yang berlaku.
Ketentuan Umum PPh Pasal 25
Sejatinya PPh adalah pajak atas penghasilan yang diterima/diperoleh WP dalam satu tahun pajak
atau bagian tahun pajak. Penghitungan besarnya penghasilan dan PPh yang terutang untuk satu
tahun pajak biasanya hanya bisa dilakukan manakala tahun pajak yang bersangkutan telah
berakhir dan WP sudah melakukan tutup pembukuan. Dalam konteks ini, penghitungan besarnya
penghasilan dan besarnya PPh yang terutang tersebut baru dapat diketahui pada saat WP
membuat SPT Tahunan PPh yang harus dilaporkan (disampaikan) kepada KPP tempatnya
terdaftar.
Akan tetapi dalam konteks perpajakan Indonesia, WP tidak diperbolehkan untuk melakukan
pembayaran seluruh PPh yang terutang sekaligus hanya pada saat menyampaikan atau
melaporkan SPT Tahunan PPh. WP diwajibkan untuk mengangsur atau mencicil pembayaran
PPh-nya selama tahun pajak berjalan, sebelum membuat dan melaporkan SPT Tahunan PPh. Tapi
bagaimana menghitungnya? Bukankah dalam tahun berjalan jumlah penghasilannya belum
diketahui dengan pasti? Lalu bagaimana menghitung PPh atas penghasilan yang belum bisa
dipastikan tersebut?
Terkait dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, ketentuan dan peraturan perpajakan sudah
memberikan jawaban atau cara penghitungan angsuran PPh Pasal 25. Ketentuan umum mengenai
penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 ini diatur dalam peraturan-peraturan berikut:

Pasal 25 UU PPh Nomor 7 Tahun 1983 stdtd UU Nomor 36 Tahun 2008;


Peratuan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 255/PMK.03/2008 stdd PMK Nomor
208/PMK.03/2009 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam
Tahun Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna
Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib
Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan
Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu;

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 tentang Tata Cara Pembayaran dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25; dan

Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32/PJ/2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak


Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

Saat Pembayaran
Angsuran PPh Pasal 25 harus dibayar paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah masa pajak (bulan) berakhir. Misalnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Februari 2013
harus dibayar paling lambat tanggal 15 Maret 2013.
Jika batas waktu penyetoran itu jatuh tepat pada hari libur, termasuk hari Sabtu atau libur
nasional, maka penyetoran atau pembayaran PPh Pasal 25 bisa dilakukan ada hari kerja
berikutnya. Seperti dijelaskan dalam Pasal 3 PMK Nomor 184/PMK.03/2007 stdd PMK
80/PMK.03/2010, termasuk dalam pengertian hari libur nasional adalah hari yang diliburkan
untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama
secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.
Seperti diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 tanggal 21 Mei 2008
tentang Tata Cara Pembayaran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25, penyetoran PPh Pasal
25 harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen lainnya yang
dipersamakan dengan SSP.
Sanksi Keterlambatan Setor
Apabila WP membayar PPh Pasal 25 melewati jangka waktu yang telah ditetapkan, maka WP
dapat dikenai sanksi administrasi bunga keterlambatan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2a)
UU KUP. Sanksi bunga yang akan dikenakan adalah 2% per bulan yang dihitung dari tanggal
jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.
Misalnya PPh Pasal 25 untuk bulan (masa pajak) Februari 2013 yang seharusnya dibayar paling
lambat tanggal 15 Maret 2013. Apabila WP melakukan pembayaran pada tanggal 16 Maret 2013
(terlambat satu hari), WP sudah dapat dikenai sanksi bunga sebesar 2%. Sanksi bunga sebesar
2% ini akan tetap diberlakukan meski misalnya WP melakukan pembayaran hingga tanggal 15
April 2013. Kemudian jika WP melakukan pembayaran pada tanggal 16 April 2013,
keterlambatan tersebut sudah dihitung sebanyak 2 bulan. Jadi sanksi bunga yang akan dikenakan
2% x 2 bulan. Begitu seterusnya di mana bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

Lain halnya jika WP tidak melakukan pembayaran PPh Pasal 25. Dalam hal ini sanksi bunga 2%
dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan bulan diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP) oleh KPP. Oleh karena itu, berhatihatilah agar tidak terjadi keterlambatan pembayaran PPh Pasal 25 ini.
Sanksi Keterlambatan Lapor
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, SSP untuk penyetoran PPh Pasal 25 tersebut berfungsi
sebagai SPT Masa PPh Pasal 25. Bagi WP yang SSP-nya telah mendapat validasi dari pihak bank
mendapat Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), maka WP tidak perlu lagi
menyampaikan lembar ke-3 SSP PPh Pasal 25 kepada KPP karena dianggap telah
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25. Dalam hal ini tanggal validasi yang ada di SSP
dianggap sebagai tanggal pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25.
Tapi bagi WP yang SSP-nya tidak mendapat validasi bank atau tidak mendapat NTPN, mereka
wajib melaporkan lembar ke-3 SSP PPh Pasal 25 itu ke KPP tempatnya terdaftar NPWP. Dalam
hal ini, lembar ke-3 SSP tersebut harus dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak (bulan) yang bersangkutan. Misalnya untuk PPh Pasal
25 bulan Februari 2013, harus disetor paling lambat tanggal 15 Maret 2013 dan kemudian
dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 Maret 2013 (sama seperti pelaporan SPT Masa PPh
withholding) (http://www.pembayarpajak.com/index.php/articles/ketentuan-umumperpajakan/fase-kedua/192-kewajiban-withholding-tax).
http://www.pembayarpajak.com/index.php/articles/pajak-penghasilan/pph-umum/202menghitung-angsuran-pph-pasal-25
Ada Penghasilan Tidak Teratur
Jika misalnya dalam Penghasilan Kena Pajak (Rp 500.000.000,00) tersebut ada penghasilan tidak
teratur (irregular income), maka PPh yang terutang dalam rumus di atas dhitung ulang terlebih
dahulu. Misalnya jika dalam Penghasilan Kena Pajak itu termasuk penghasilan berupa laba-rugi
penjualan aset, penggantian asuransi, dan penghasilan-penghasilan lain yang bersifat insidentil.
Jika PT ABC dalam contoh di atas tidak bergerak di bidang usaha jual-beli valuta asing (money
changer), maka laba-rugi selisih kurs juga termasuk sebagai penghasilan yang bersifat tidak
teratur. Namun demikian jika dalam setiap transaksi yang dilakukannyanya PT ABC
menggunakan mata uang asing, maka laba-rugi selisih kurs yang terjadi merupakan penghasilan
teratur meski PT ABC bukan money changer.
Dalam penghitungan ulang PPh terutang ini, variabel penghasilan-penghasilan yang tidak teratur
dikeluarkan dari Penghasilan Kena Pajak. Pengertian dari kata dikeluarkan di sini bisa berarti
ditambahkan atau dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak (penghasilan neto).

Jika misalnya dalam Rp 500.000.000,00 tersebut termasuk laba penjualan aktiva (asset),
maka laba penjualan aktiva itu dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak tersebut untuk
mencari nilai atau jumlah penghasilan neto teraturnya;

- Jika misalnya jumlah Rp 500.000.000,00 tersebut adalah jumlah penghasilan neto (Penghasilan
Kena Pajak) setelah dikurangi dengan rugi selisih kurs (atau rugi penjualan aktiva, atau kerugian
insidentil lainnya), maka rugi selisih kurs harus ditambahkan kembali ke penghasilan neto untuk
mencari kembali jumlah penghasilan teraturnya.
Kita misalkan jumlah Penghasilan Kena Pajak PT ABC, yang sebesar Rp 500.000.000,00, terdiri
dari penghasilan neto dari kegiatan usaha setelah ditambah dengan laba penjualan aktiva Rp
10.000.000,00 dan rugi selisih kurs Rp 15.000.000,00. Ini berarti Penghasilan Kena Pajak yang
berasal dari kegiatan usaha (penghasilan teratur) adalah = Rp 500.000.000,00 (-) Rp
10.000.000,00 (+) Rp 15.000.000,00 = Rp 495.000.000,00. Dengan demikian, penghitungan PPh
Pasal 25-nya adalah seperti berikut:

Penghasilan Kena Pajak = Rp 495.000.000,00


PPh Terutang (asumsi tarif PPh 25%) = Rp 123.750.000,00

Kredit PPh (asumsi sama seperti contoh pertama) = Rp 110.000.000,00

PPh yang harus dibayar sendiri = (Rp 123.750.000,00 Rp 110.000.000,00) = Rp


13.750.000,00

PPh Pasal 25 bulanan = (Rp 13.750.000,00 12 bulan) = Rp 1.145.833,00.

PT ABC harus membuat perhitungan PPh Pasal 25 tersebut pada lembaran lain dan harus
dilampirkan saat melaporkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012 ke kantor pajak.
Ada Kompensasi Kerugian Fiskal
Jika PT ABC dalam contoh di atas mengalami kerugian fiskal pada tahun 2011, maka sesuai
ketentuan kerugian fiskal tersebut dapat dikompensasikan kepada penghasilan neto tahun 2012.
Dan apabila masih ada sisa kerugian yang dapat dikompensasikan ke tahun pajak 2013, maka
sisa kerugian tersebut dapat diperhitungkan untuk penghitungan PPh Pasal 25 tahun pajak 2013.
Misalnya dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 PT ABC melaporkan kerugian sebesar Rp
750.000.000,00, maka untuk tahun pajak 2012 PT ABC dapat mengkompensasikan kerugian
tahun 2011 itu terhadap penghasilan neto tahun 2012. Karena penghasilan neto tahun 2012 hanya
sebesar Rp 500.000.000,00 berarti masih ada sisa kerugian yang dapat dikompensasi ke tahun
pajak berikutnya (maksimal sampai tahun pajak 2016) yaitu sebesar Rp 250.000.000,00.
Jadi meskipun di tahun 2012 ini PT ABC memperoleh laba neto (Rp 500.000.000,00) tetapi PT
ABC tidak perlu membayar PPh badan di SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012 (SPT Tahunan
PPh Badan PT ABC di Tahun Pajak 2012 akan menyatakan Nihil karena ada kompensasi rugi
dari tahun sebelumnya).
Akan tetapi, PT ABC dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012 tersebut tetap harus
menghitung PPh Pasal 25 untuk tahun 2013. Sebab di tahun 2012 PT ABC masih memperoleh
laba atau penghasilan neto. Dan untuk menghitung PPh Pasal 25 ini, sisa kompensasi rugi (Rp
250.000.000,00) ikut diperhitungkan dan dikurangkan dari penghasilan neto tahun 2012. Dengan
demikian penghitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2013 adalah seperti berikut:

Penghasilan Kena Pajak = Rp 500.000.000,00 (-) Rp 250.000.000,00 = Rp


250.000.000,00
PPh Terutang (asumsi tarif PPh 25%) = Rp 62.500.000,00

Kredit PPh (asumsi sama seperti contoh pertama) = Rp 110.000.000,00

PPh yang harus dibayar sendiri = (Rp 123.750.000,00 Rp 110.000.000,00) = Rp 0,-

PPh Pasal 25 bulanan = Rp 0,- (tidak ada angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar
dalam tahun 2013).

PT ABC harus membuat perhitungan PPh Pasal 25 tersebut pada lembaran lain dan harus
dilampirkan saat melaporkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012 ke kantor pajak.
PPh Pasal 25 hasil penghitungan-penghitungan tersebut di atas (baik dalam kondisi biasa, ada
penghasilan tidak teratur maupun ada kompensasi kerugian fiskal) mulai berlaku untuk bulan
(Masa Pajak) dilaporkannya SPT Tahunan PPh yang bersangkutan. Sedangkan untuk bulan
sebelum SPT disampaikan, PPh Pasal 25 yang harus dibayar adalah sebesar PPh Pasal 25 untuk
bulan Desember tahun sebelumnya.
Jadi jika misalnya PT ABC melaporkan SPT Tahunan PPh 2012 ke kantor pajak pada bulan April
2013, maka PPh Pasal 25 yang yang dihitung di atas berlaku mulai bulan (Masa Pajak) April
2013 sampai Masa Pajak Desember 2013. Sedangkan untuk bulan Januari sampai dengan Maret
2013, besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh PT ABC adalah sama seperti
yang dibayar untuk bulan (Masa Pajak) Desember 2012.
Menghitung Angsuran PPh Pasal 25
Sejatinya PPh atau Pajak Penghasilan, adalah pajak atas penghasilan yang diterima/diperoleh
Wajib Pajak (WP) dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. Penghitungan besarnya
penghasilan dan PPh yang terutang untuk satu tahun pajak secara prinsip hanya bisa dilakukan
manakala tahun pajak yang bersangkutan telah berakhir dan WP sudah melakukan tutup
pembukuan. Dengan demikian, penghitungan besarnya penghasilan dan besarnya PPh yang
terutang tersebut baru dapat diketahui pada saat WP membuat SPT Tahunan PPh.
Akan tetapi dalam konteks perpajakan Indonesia, WP tidak diperkenankan melakukan
pembayaran seluruh jumlah PPh yang terutang sekaligus hanya pada saat menyampaikan atau
melaporkan SPT Tahunan PPh kepada kantor pajak. WP dalam hal ini diwajibkan untuk
mengangsur atau mencicil pembayaran PPh-nya selama tahun pajak berjalan, sebelum membuat
dan melaporkan SPT Tahunan PPh. Tapi bagaimana menghitungnya? Bukankah dalam tahun
berjalan jumlah penghasilannya belum diketahui dengan pasti?
Terkait dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, ketentuan dan peraturan perpajakan sudah
memberikan jawaban serta cara penghitungan angsuran PPh Pasal 25. Ketentuan umum
mengenai penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 ini diatur dalam peraturan-peraturan
berikut:

Pasal 25 UU PPh Nomor 7 Tahun 1983 stdtd UU Nomor 36 Tahun 2008;

Peratuan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 255/PMK.03/2008 stdd PMK Nomor


208/PMK.03/2009 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam
Tahun Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna
Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib
Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan
Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu;

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 tentang Tata Cara Pembayaran dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25;

Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32/PJ/2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak


Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

Berikut ini akan diberikan beberapa ilustrasi serta contoh penghitungan jumlah PPh Pasal 25
yang harus disetor oleh WP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PPh Pasal 25 Wajib Pajak Lama
Dalam hal ini yang dimaksud dengan WP lama adalah WP yang sudah menyampaikan SPT
Tahunan PPh, baik orang pribadi maupun WP badan (perusahaan/company).
Menurut Pasal 25 ayat (1) UU PPh, besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun pajak berjalan
dihitung sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lain dikurangi
dengan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 yang telah dipotong/dipungut pihak lain
serta PPh Pasal 24 (kredit pajak luar
negeri). Maksud dari kata tahun pajak berjalan adalah tahun pajak berikutnya setelah
tahun yang dilaporkan di SPT Tahunan PPh. Sedangkan SPT Tahunan PPh tahun pajak yang
lain..adalah SPT Tahunan PPh tahun pajak sebelumnya.
Misalnya saat ini kita sedang berada di Tahun Pajak 2013, tepatnya di bulan Maret 2013, maka
tahun 2013 inilah yang disebut dengan tahun pajak berjalan. Dan karena PPh Pasal 25 untuk
tahun 2013 ini dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak sebelumnya, dengan
demikian PPh Pasal 25 untuk tahun 2013 ini dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun
Pajak 2012.
PPh Pasal 25 Kondisi Biasa
Dalam kondisi biasa, PPh Pasal 25 untuk tahun berjalan dapat dihitung dengan mudah.
Rumusnya = PPh yang terutang dikurangi dengan kredit PPh Pasal 21 (khusus untuk orang
pribadi), kredit PPh Pasal 22, kredit PPh Pasal 23 dan kredit PPh Pasal 24, kemudian hasilnya
dibagi dengan 12 (dua belas) bulan. Semua angka yang ada dalam rumus ini diambil dari angkaangka yang dilaporkan di SPT Tahunan PPh tahun pajak sebelumnya.
Misalnya PT ABC pada bulan April 2013 melaporkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012
dengan keterangan sebagai berikut:

Penghasilan Kena Pajak (penghasilan neto) dan PPh yang terutang, yang dilaporkan di
Induk SPT Tahunan PPh, masing-masing sebesar Rp 500.000.000,00 dan Rp
125.000.000,00 (asumsi tarif PPh Badan yang digunakan 25%);
Kredit PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 yang dilaporkan di Formulir 1771-III (Kredit Pajak
Dalam Negeri) total berjumlah Rp 100.000.000,00;
Kredit PPh Pasal 24 yang dilaporkan di Lampiran Khusus 7A (Kredit Pajak Luar Negeri)
berjumlah Rp 10.000.000,00.

Dari ketiga keterangan tersebut, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2013 ini bisa
dihitung sebesar = (Rp 125.000.000,00 Rp 110.000.000,00) : 12 bulan = Rp 1.250.000,00.
Dengan demikian, PPh Pasal 25 yang harus disetorkan PT ABC setiap bulan di tahun 2013 ini
Rp 1.250.000,00.
http://blogpajak.com/pengertian-pph-pasal-25/
Pengertian PPh Pasal 25
Wibowo Subekti, 5 June, 2012
Pengertian PPh Pasal 25 adalah :
Besarnya angsuran pajak penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan untuk setiap bulan.
Angsuran Pajak PPh Pasal 25 dibayarkan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikut,
dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 bulan berikut.
Contoh :
Untuk masa pajak Januari 2012, maka angsuran PPh Pasal 25 disetor paling lambat tanggal 15
Pebruari 2012 dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 Pebruari 2012
Perhitungan Angsuran Pajak PPh Pasal 25 berasal dari SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan
SPT Tahunan PPh Badan atau data lainnya sesuai ketentuan yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
Istilah yang perlu diketahui klik dibawah ini :
Pengertian Pajak Penghasilan http://blogpajak.com/pengertian-pajak-penghasilan/
Pengertian Wajib Pajak http://blogpajak.com/pengertian-wajib-pajak/
Pengertian Badan http://blogpajak.com/pengertian-badan/
Referensi : Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
http://blogpajak.com/undang-undang-nomor-36-tahun-2008-tentang-pajak-penghasilan-pph/
http://blogpajak.com/pengertian-pajak-penghasilan/
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)
Wibowo Subekti, 16 May, 2012

Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) adalah :


Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak.
Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek
pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang no.36 tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan (PPh) disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau
berakhir dalam tahun pajak.
Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada
Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak
dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan kepastian
hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.
Istilah yang perlu diketahui klik dibawah ini :
Pengertian Subjek Pajak Penghasilan http://blogpajak.com/pengertian-subjek-pajak-penghasilan/
Pengertian penghasilan http://blogpajak.com/pengertian-atau-definisi-penghasilan/
Pengertian Wajib Pajak (WP) http://blogpajak.com/pengertian-wajib-pajak/
Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) http://blogpajak.com/pengertian-nomor-pokokwajib-pajak-npwp/
Pengertian Tahun Pajak http://blogpajak.com/pengertian-tahun-pajak/
Pengertian Bagian Tahun Pajak http://blogpajak.com/pengertian-bagian-tahun-pajak/
Referensi :
UU No.28 Tahun 2007 Tentang KUP dan peraturan pelaksanaannya
http://blogpajak.com/undang-undang-nomor-28-tahun-2007-tentang-ketentuan-umum-dan-tatacara-perpajakan-kup/
UU No.36 Tahun 2008 Tentang PPh dan peraturan pelaksanaannya http://blogpajak.com/undangundang-nomor-28-tahun-2007-tentang-ketentuan-umum-dan-tata-cara-perpajakan-kup/
UU No.42 Tahun 2009 Tentang PPN dan PPnBM dan peraturan pelaksanaannya
http://blogpajak.com/undang-undang-nomor-28-tahun-2007-tentang-ketentuan-umum-dan-tatacara-perpajakan-kup/
http://blogpajak.com/pengertian-wajib-pajak/
Pengertian Wajib Pajak
Wibowo Subekti, 26 April, 2012
Pengertian Wajib Pajak adalah :
orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

Pemotong pajak adalah wajib pajak yang ditunjuk oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagai
pemotong PPh Pasal 15, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 26 dan Pasal 4 (2) atas transaksi yang terjadi,
sehingga apabila tidak ditunjuk sebagai pemotong pajak wajib pajak tidak bisa memotong pajak
atas transaksi yang terjadi.
Pemungut pajak adalah wajib pajak yang ditunjuk oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagai
pemungut PPh Pasal 22 dan PPN atas transaksi yang terjadi, sehingga apabila tidak ditunjuk
sebagai pemungut pajak wajib pajak tidak bisa memungut pajak atas transaksi yang terjadi.
Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Bendahara Bos termasuk pemungut dan
pemotong pajak.
Untuk mengetahui kewajiban pemotongan atau pemungutan dapat diketahui pada Surat
Keterangan Terdaftar (SKT) yang diterima oleh wajib pajak pada waktu pendaftaran NPWP
Referensi : UU No.28 Tahun 2007 Tentang KUP http://blogpajak.com/undang-undang-nomor28-tahun-2007-tentang-ketentuan-umum-dan-tata-cara-perpajakan-kup/
http://catatanpajak.com/2012/11/pph/kewajiban-perpajakan-wajib-pajak-orang-pribadipengusaha-tertentu-wp-oppt
Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT)
26 November, 2012 19:50
Jika Anda mempunyai sebuah toko swalayan/ retail kecil bisa jadi Anda adalah termasuk Wajib
Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu atau yang lebih dikenal dengan WP OP PT ( Pengusaha
Tertentu ) yang mengharuskan Anda memiliki NPWP.
APA YANG YANG DIMAKSUD DENGAN WP OP PENGUSAHA TERTENTU ?
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih
tempat usaha. Pengertian Pedagang Pengecer sendiri adalah orang pribadi yang melakukan:
penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
penyerahan jasa,
melalui suatu tempat usaha.
KEWAJIBAN PERPAJAKAN WP OP PENGUSAHA TERTENTU

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi setiap tempat usaha di Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tersebut dan di Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak. Hal ini
berlaku juga jika tempat usaha dan tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama.

Membayar angsuran PPh Pasal 25 yang besarnya adalah 0,75% (nol koma tujuh puluh
lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha.
Pembayaran ini dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor
Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan mencantumkan
NPWP. Jika SSP ini sudah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan
Negara (NTPN) maka WP dianggap telah melaporkan PPh Pasal 25 ke KPP.

Apabila hasil penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah NIHIL, maka tetap harus
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25.

Menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan Pajak Penghasilan dengan


melampirkan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari
masing-masing tempat usaha ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan formulir
khusus seperti pada lampiran PER 32/PJ/2010

CONTOH WP OP PENGUSAHA TERTENTU


Seorang pengusaha mempunyai 2 tempat usaha perdagangan, masing-masing di kota A dan di
kota B. Masing-masing omset/ peredaran bruto usaha pada bulan Juni 2011 adalah sebagai
berikut :
KOTA A : 400 Juta
KOTA B : 500 Juta
Maka aspek perpajakannya dalam hubungannya dengan WP OP Pengusaha Tertentu adalah
sebagai berikut :

Masing-masing tempat usaha tersebut harus memiliki NPWP sesuai dengan wilayah kerja
masing-masing tempat usaha tersebut.
Membayar angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan atas masing-masing tempat usaha, dalam
contoh tersebut angsuran pasal 25 untuk bulan Juni 2011 adalah : Kota A = 0.75% x 400
jt= Rp 3 juta, Kota B= 0.75% x 500 juta = 3.75 juta.

Melaporkan SSP tersebut ke KPP jika belum mendapat validasi NTPN dari bank.

Melaporkannya seluruh peredaran usaha masing-masing tempat usaha di SPT Tahunan


PPh OP

Ketentuan terkait : PER 32/PJ/2010


PTKP Baru Mulai 1 Januari 2013 http://catatanpajak.com/2012/11/pph/ptkp-baru-mulai-1januari-2013
Syarat SKB (Surat Keterangan Bebas Pajak) Pajak Penghasilan Pengalihan Tanah/Bangunan
Hibah dan Warisan http://catatanpajak.com/2012/11/pph/syarat-skb-surat-keterangan-bebaspajak-pajak-penghasilan-pengalihan-tanahbangunan-hibah-dan-warisan
Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan dan/ Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh)
http://catatanpajak.com/2012/11/pph/surat-keterangan-bebas-skb-pemotongan-dan-pemungutanpajak-penghasilan-pph
Faktur Pajak Untuk Pedagang Eceran Mulai Tahun Pajak 2011
http://catatanpajak.com/2012/11/ppn/faktur-pajak-untuk-pedagang-eceran-mulai-tahun-pajak-

2011
Faktur Pajak Pengganti : Tata Cara Penggantian Faktur Pajak Cacat, Rusak, Salah Dalam
Pengisian, Salah Dalam Penulisan, atau Hilang http://catatanpajak.com/2012/11/ppn/fakturpajak-pengganti-tata-cara-penggantian-faktur-pajak-cacat-rusak-salah-dalam-pengisian-salahdalam-penulisan-atau-hilang
Contoh Cara Menghitung PPh Pasal 21 Atas Karyawan Yang Juga Mempunyai Pegawai Lain
http://catatanpajak.com/2012/11/pph/contoh-cara-menghitung-pph-pasal-21-atas-karyawanyang-juga-mempunyai-pegawai-lain
PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri Mulai Nopember 2012
http://catatanpajak.com/2012/11/ppn/ppn-atas-kegiatan-membangun-sendiri-mulai-nopember2012
Dasar Penentuan Apakah Suatu Biaya Boleh Sebagai Pengurang Penghasilan Bruto
http://catatanpajak.com/2012/11/pph/dasar-penentuan-apakah-suatu-biaya-boleh-sebagaipengurang-penghasilan-bruto
http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=345
PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002 Jo KMK No. 522/KMK.04/2000, KEP
547/PJ./2000 Jo KEP 513/PJ./2001 Jo KEP 171/PJ./2002 Jo SE 14/PJ.41/2002 Jo S
58/PJ.311/2004
Ketentuan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2002
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Tertentu (WP OPPT) adalah Wajib Pajak (WP) yang melakukan
kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui
tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan
kendaraan bermotor dan restoran.
2. WP yang memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah kerja KPP, harus mendaftarkan
masing-masing tempat usahanya di KPP yang bersangkutan.
3. WP yang memiliki beberapa tempat usaha di lebih dari 1 wilayah kerja KPP, harus
mendaftarkan setiap tempat usahanya di KPP Lokasi masing-masing tempat usaha WP berada.
4. Terhadap WP OPPT tersebut di atas wajib membayar angsuran PPh dalam tahun berjalan
(PPh Pasal 25) sebesar 2 % dari jumlah peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau pencatatan
setiap bulan dari masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) WP.
5. WP OP yang memberikan pernyataan semata-mata hanya memiliki satu tempat
usaha/gerai(outlet) tidak boleh dikukuhkan menjadi WP OPPT oleh KPP Lokasi. WP yang
bersangkutan hanya wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke KPP Domisili. KPP
lokasi hanya bisa memberitahukan ke WP dan KPP domisili agar terhadap WP yang
bersangkutan dilakukan pendaftaran/pemberian NPWP ( lihat S 58/PJ.311/2004 )
6. PPh Pasal 25 tersebut harus dilunasi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan harus
dilaporkan ke KPP terkait paling lambat tanggal 20 bulan tersebut dengan menggunakan SPT
Masa PPh Pasal 25 seperti contoh pada lampiran II KEP 171/PJ./2002.
7. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut hanya disampaikan di KPP tempat
domisili Wajib Pajak terdaftar dengan melampirkan formulir daftar jumlah penghasilan dan

pembayaran PPh Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha/gerai (outlet). Formulir yng
digunakan seperti contoh pada lampiran I KEP 171/PJ./2002.
8. Hal-hal penting sehubungan dengan pembayaran dan pelaporan PPh pasal 25 untuk WP Orang
Pribadi tertentu :
a. KPP lokasi adalah KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha/gerai (outlet).
b. KPP Domisili adalah KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP Orang Pribadi
yang bersangkutan.
c. Jika WP Orang Pribadi tertentu menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan
PPh yang bersifat tidak final maka :
- PPh Pasal 25 yang dibayar oleh masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) dapat dikreditkan
dalam penghitungan PPh terutang untuk tahunn pajak yang bersangkutan
- Jika ada kompensasi kerugian tahun pajak sebelumnya, kompensasi kerugian dapat
diperhitungkan dengan penghasilan WP Orang Pribadi tertentu sepanjang belum habis masa
kompensasinya
- Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh WP untuk
bulan-bulan setelah batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh, sama dengan besarnya PPh
Pasal 25 untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.
- Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh WP untuk
bulan-bulan setelah batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh adalah sbb =
Penghasilan lain neto/Total penghasilan neto X besar angsuran yang terutang berdasarkan
SPT tahunan PPh tahun pajak sebelumnya.
- Contoh penghitungan PPh Pasal 25 untuk WP Orang Pribadi tertentu menerima atau
memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final:
Uraian
Perdagangan (Rp)
Penghasilan Lain (Rp)
Jumlah (Rp)
Peredaran Bruto
600.000.000
200.000.000
800.000.000
Harga Pokok dan Biaya lain
(500.000.000)
(120.000.000)
(620.000.000)
Penghasilan Neto
100.000.000
80.000.000
180.000.000
PTKP ( misal K/2)

(7.200.000)
PKP
172.800.000
PPh Terutang ( tarif Psl 17)
29.450.000
PPh Pasal 25 ayat (7) yang telah dibayar
(6.000.000)
PPh Kurang Bayar
23.450.000
Besar Angsuran ( 1/12 X 17.450.000 )
1.954.167
Besar Angsuran untuk Penghasilan lain = (80.000.000/180.000.000) X 1.954.167
868.518
d. Jika WP Orang Pribadi tertentu tidak memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh
yang bersifat final maka :
- PPh Pasal 25 yang dibayar oleh masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) merupakan
pelunasan PPh terutang.
- Jika ada kompensasi kerugian tahun pajak sebelumnya, kompensasi kerugian tidak dapat
diperhitungkan
Peraturan Terkait
8 Mar 2002
PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
522/KMK.04/2000 TENTANG PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK
PENGHASILAN DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI
OLEH WAJIB PAJAK BARU, BANK, SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI, BADAN
USAHA MILIK NEGARA, BADAN USAHA MILIK DAERAH DAN WAJIB PAJAK
LAINNYA TERMASUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Keputusan Menteri Keuangan 84/KMK.03/2002
14 Des 2000
PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN
PAJAK BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK BARU,
BANK, SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI, BADAN USAHA MILIK NEGARA,

BADAN USAHA MILIK DAERAH DAN WAJIB PAJAK LAINNYA TERMASUK WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Keputusan Menteri Keuangan 522/KMK.04/2000
29 Des 2000
BESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN
UNTUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Keputusan Dirjen Pajak KEP 547/PJ./2000
16 Jul 2001
PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Keputusan Dirjen Pajak KEP 513/PJ./2001
28 Mar 2002
PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Keputusan Dirjen Pajak KEP 171/PJ./2002
7 Ags 2002
PELAKSANAAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP171/PJ./2002 TENTANG PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL
25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Surat Edaran Dirjen Pajak SE 14/PJ.41/2002
23 Jan 2004
KEWAJIBAN MEMILIKI NPWP BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA
TERTENTU
Surat Dirjen Pajak S 58/PJ.311/2004
Konsultasi via BB : PIN 31231309
Konsultasi via SMS : 085885695969
Konsultasi via Email: jts@pajakonline.com
Pembina Graha Building 3rd Floor
Jl. D.I. Pandjaitan Kav 45 Jatinegara
Jakarta Timur 13350 Indonesia
Phone: +62-21-85911228, +62-21-44306699
Email : jts@pajakonline.com
http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/pajak-penghasilan-pph-pasal-25.html
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25
Dudi Wahyudi on March 18th, 2008 11:55 PM
Pengertian PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu
yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh
dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh
dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut
berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu
saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.
Dengan cara seperti itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru dapat diketahui
ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak tidak dilakukan sekaligus yang
tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah mekanisme pembayaran pajak di muka atau
pembayaran cicilan setiap bulan. Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak
Penghasilan Pasal 25.
Cara Mengitung PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada umumnya, cara
menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita
mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu
saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah
berakhir. Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan
bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih
bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran
pajak yang telah dilakukan.
Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang menurut SPT
Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikuranggi dengan kredit pajak Pajak Penghasilan Pasal
21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Misal, SPT Tahunan 2007 menunjukkan data sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang
50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24
35.000.000
Maka, PPh Pasal 25 tahun 2008 yang harus dibayar tiap bulan adalah sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang
50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24
35.000.000
Selisih
15.000.000
PPh Pasal 25 = 15.000.000 : 12 =

1.250.000

PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Bulan Batas Waktu Penyampaian SPT
Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
adalah sama besarnya dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Apabila tahun pajaknya adalah tahun kalender (Januari-Desember), maka yang dimaksud dengan
bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah bulan Januari dan Pebruari.

Dengan demikian PPh Pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2008 adalah sama dengan PPh Pasal
25 bulan Desember 2007.
PPh Pasal 25 Jika Dalam Tahun Berjalan Telah Diterbitkan SKP Untuk Tahun Pajak Yang
Lalu
Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang
lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku
mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP
PPh Pasal 25 Dalam Hal-hal Tertentu
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak
dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, antara lain apabila :

Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;


Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;

ST tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan;

Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan;

Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.

Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

Keputusan Dirjen Pajak yang mengatur penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun
berjalan dalam hal-hal tertentu adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 (http://www.ziddu.com/download.php?
uid=aa2am5mqcKqamZmttayZlJyiZ62WlZyt7).
PPh Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Tertentu
Penghitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak baru
(http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/contoh-pph-pasal-25-untuk-wajib-pajakorang-pribadi-baru.html), bank, BUMN, BUMD, dan Wajib Pajak tertentu lainnya ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
Keputusan Menteri Keuangan Yang Mengatur Hal Ini Adalah Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 522/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 Jo Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002 tanggal 8 Maret 2002 Tentang Penghitungan Besarnya
Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh
Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah Dan Wajib Pajak Lainnya Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Pengusaha Tertentu (http://www.ziddu.com/download.php?


uid=Z6yfm5unZrKbluKnYqqhkZSoX6uhmp2u2)
Update :
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/2000 sudah tidak berlaku lagi. Ketentuan
yang berlaku saat ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255.PMK.03/2008
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009.
http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/contoh-pph-pasal-25-untuk-wajib-pajak-orangpribadi-baru.html
Contoh PPh Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Baru
Dudi Wahyudi on September 23rd, 2010 11:29 AM
Besarnya PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak baru dihitung berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009. Pengertian Wajib Pajak baru sendiri
sebenarnya adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh
penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan. Jadi, istilah Wajib Pajak
baru sama sekali tidak dikaitkan dengan NPWP. Misalkan seseorang yang sudah memiliki NPWP
dari tahun 2005 tetapi baru memperoleh penghasilan dari kegitan usaha pada bulan September
2010, maka dalam konteks penghitungan PPh Pasal 25, istilah Wajib Pajak baru adalah untuk
penghitungan PPh Pasal 25 bulan September 2010.
Pada dasarnya. besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan
neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). Adapaun besarnya penghasilan neto
dihitung dari pembukuan Wajib Pajak jika Wajib Pajak wajib menyelenggarakan pembukuan.
Jika Wajib Pajak tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, maka besarnya penghasilan neto
adalah sebesar tarif norma penghitungan dikalikan jumlah peredaran usaha.
Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto yang disetahunkan dikurangi
terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Misalkan seorang Wajib Pajak Orang Pribadi (Tuan Ahmad) yang baru mulai kegiatan usaha
pada bulan September 2010 dengan hasil penjualan bulan tersebut adalah Rp50.000.000,-.
Dengan tarif norma 10%, maka penghasilan neto Tuan Ahmad dalam bulan September 2010
adalah sebesar Rp5.000.000,- Penghasilan neto yang disetahunkan adalah 12 x Rp5.000.000,atau sama dengan Rp60.000.000,-. Misalkan Tuan Ahmad sudah berkeluarga dengan anak satu,
maka PTKP bagi Tuan Ahmad adalah Rp18.480.000,-. Dengan demikian Penghasilan Kena
Pajak setahun adalah Rp60.000.000,- dikurangi Rp18.480.000,- atau sama dengan
Rp41.520.000,-.
Selanjutnya dihitung PPh terutang setahun dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang
PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak yaitu 5% x Rp41.520.000,- atau sama dengan Rp

2.076.000,-. Terakhir dihitung PPh Pasal 25 yang harus dibayar untuk bulan September 2010
yaitu dengan membagi PPh terutang setahun Rp2.076.000,- dengan 12 sehingga diperoleh angka
Rp173.000,-.
Nah, dengan demikian PPh Pasal 25 yang harus disetor oleh Tuan Ahmad untuk bulan September
2010 adalah Rp173.000,-. Penyetoran ini harus dilakukan paling lambat tanggal 15 Oktober
2010. Untuk bulan-bulan berikutnya penghitungannya sama seperti itu sehingga besarnya PPh
Pasal 25 akan berubah tergantung pada besarnya omzet penjualan yang didapatkan oleh Tuan
Ahmad.
Jika tahun 2011 Tuan Ahmad sudah membuat SPT Tahunan 2010, maka besarnya PPh Pasal 25
akan akan dihitung berdasarkan pada SPT Tahunan yang dibuat Tuan Ahmad. Jadi pada tahun
2011 Tuan Ahmad sudah bukan Wajib Pajak baru lagi dan harus menghitung dan menyetor PPh
Pasal 25 sesuai ketentuan normal tentang penghitungan PPh Pasal 25.
http://blogpajak.com/tarif-pajak-pph-orang-pribadi-untuk-perhitungan-spt-tahunan-pph-orangpribadi-tahun-2012-2011-2010-dan-tahun-2009/
Tarif Pajak PPh Orang Pribadi Untuk Perhitungan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
Tahun 2012, 2011, 2010 Dan Tahun 2009
Wibowo Subekti, 11 August, 2012
Tarif Pajak PPh Orang Pribadi Untuk Perhitungan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2012,
2011, 2010 Dan Tahun 2009 adalah sebagai berikut :
Tarif Pajak PPh Orang Pribadi sejak Tahun 2009 berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang No.36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
5% (lima persen)
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah)
15% (lima belas persen)
di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)
25% (dua puluh lima persen)
di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
30% (tiga puluh persen)

Contoh 1 :
Penghasilan Kena Pajak Tuan Aditya Pada Tahun 2011 sebesar Rp.30.000.000,PPh Terutang : 5 % x 30.000.000 = 1.500.000
Contoh 2 :
Penghasilan Kena Pajak Tuan Amir Pada Tahun 2011 sebesar Rp.100.000.000,PPh Terutang : 5 % x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 50.000.000 = 7.500.000 +
Total PPh Terutang = 10.000.000
Contoh 3 :
Penghasilan Kena Pajak Tuan Gino Pada Tahun 2011 sebesar Rp.300.000.000,PPh Terutang : 5 % x 50.000.000 = 2.500.000
15 % x 200.000.000 = 30.000.000
25% x 50.000.000 = 12.500.000 +
Total PPh Terutang = 45.000.000
Dasar Hukum :
Pasal 17 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh (Pajak Penghasilan). http://blogpajak.com/undangundang-nomor-36-tahun-2008-tentang-pajak-penghasilan-pph/
http://rumushitung.com/2012/12/29/cara-menghitung-pph-pasal-25/
Cara Menghitung PPh Pasal 25
December 29, 2012
Cara Menghitung PPh pasal 25 PPh pasal 25 pada dasarnya merupakan mekanisme yang
membantu wajib pajak orang pribadi maupun badan pajak membayar pajaknya dengan
menggunakan angsuran. Angsuran PPH pasal 25 sangat membantu menjaga liquiditas
perusahaan terutama di masa pembayaran PPh badan. Lalu bagaimana cara menghitung PPh pasa
25? berikut contoh soal dan jawaban cara menghitung pph pasal 25.
Contoh Soal Menghitung PPh pasal 25
PT RIZQI
TAHUN PAJAK 2009
Penjualan
1. Penjualan bruto
2. Retur Penjualan

Rp. 63.140.000.000
Rp.
5.940.000.000

Pembelian dan Persediaan


1. Pembelian
2. Persediaan awal
3. Persediaan akhir
4. Retur Pembelian

Rp. 46.376.000.000
Rp.
1.320.000.000
Rp.
2.200.000.000
Rp.
220.000.000

Biaya-biaya
1. Gaji dan tunjangan lainnya
2. Biaya perawatan aktiva
3. Listrik dan telepon
4. Kerugian Kurs
5. Pajak Bumi dan Bangunan
6. Perjalanan dinas
7. Premi asuransi karyawan
8. Biaya Penyusutan
9. Sewa peralatan
10. Biaya promosi
11. Cadangan penghapusan Piutang
12. Bunga Pinjaman
13. Pengangkutan
14. Biaya jasa konsultasi hukum
15. Lain-lain
Penghasilan Lain-lain
1. Penghasilan jasa konsultasi dari PT. Widya (before tax)
2. Penghasilan sewa kendaraan dari PT. JMT (after tax)
3. Penghasilan bunga obligasi dari PT. SUN (before tax)
4. Penghasilan hadiah dari PT. Gracia (after tax)
5. Ph dividen dari PT. BJA (kepemilikan 20%) (before tax)
6. Penghasilan dari Singapura (pajak 20%)

Rp.
1.670.000.000
Rp.
12.000.000
Rp.
342.000.000
Rp.
48.000.000
Rp.
30.000.000
Rp.
144.000.000
Rp.
230.000.000
Rp.
64.000.000
Rp.
60.000.000
Rp.
200.000.000
Rp.
450.000.000
Rp.
21.600.000
Rp.
150.000.000
Rp
40.000.000
Rp
72.000.000
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp

3.000.000
19.600.000
12.000.000.
42.500.000.
17.000.000.
90.000.000

Informasi yang ada adalah sebagai berikut :


1. Penjualan, pembelian dan beserta returnya sudah termasuk PPN. Persediaan awal dan akhir
dicatat juga termasuk PPN didalamnya. Wajib Pajak telah melaporkan PPN sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Didalam penjualan termasuk penjualan sebesar Rp. 536.250.000 kepada Pemerintah Daerah
DKI
3. Didalam pembelian termasuk pembelian impor dengan Nilai Impor sebesar Rp1.980.000.000
dan bea masuk sebesar 20%. Wajib Pajak menggunakan API dan sudah dipungut PPN dan PPh
pasal 22 oleh pihak Bea dan Cukai
4. Rincian biaya gaji dan tunjangan lainnya
Biaya gaji pegawai tetap
Rp980.000.000
Biaya gaji komisaris
Rp210.000.000
Penggantian pengobatan
Rp 90.000,000
Tunjangan transportasi
Rp340.000.000
Tunjangan keluarga
Rp 50.000.000
Uang transport
Rp76.000.000
Uang penginapan
Rp38.000.000
Uang makan
Rp20.000.000
Uang saku
Rp10.000.000
Premi asuransi kesehatan
Rp123.000.000
Premi asuransi kecelakaan
Rp 36.000.000

Premi asuransi jiwa


Iuran Jaminan Hari Tua

Rp 15.000.000
Rp 56.000.000

5. Biaya perawatan aktiva adalah biaya rutin dan perbaikan kecil


6. Sebagian biaya listrik merupakan biaya listrik mess pegawai sebesar Rp42.000.000 dan biaya
pulsa handphone sebesar Rp16.000.000
7. Keterangan Kerugian kurs : Wajib Pajak mempunyai piutang sebesar US$10.000 dengan nilai
tukar Rp10.000. Selama tahun 2009 tidak ada pembayaran piutang dan nilai tukar per 31
Desember 2009 adalah Rp9.750.
8. Pajak Bumi dan Bangunan atas gedung pabrik dan mess pegawai masing-masing sebesar
Rp26.000.000 dan Rp4.000.000 .
9. Rincian dari biaya perjalanan dinas :
10. Premi asuransi karyawan dibayarkan kepada Jamsostek dan dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan yang terdiri dari :
11. Penyusutan dengan metode garis lurus tanpa nilai sisa.
Jenis aktiva tetap
Unit
Kel
Umur komersial
Tgl pembelian
Hrg/unit
Handphone
3
I
5 Th
5 Juni 2006
15.000.000
Kendaraan Operasional
2
II
6 Th
21 Feb 2005
120.000.000
Mebel dan perkakas
10
I
5 th
17 Juni 2006
7.500.000
Keterangan :
a. Handphone dipakai oleh pegawai bagian pemasaran

b. Pada tanggal 20 Oktober 2009, 1 kendaraan operasional ditukar dengan kendaraan operasional
dengan harga sebesar Rp159.500.000 termasuk PPN. Pajak Masukan atas PPN tersebut telah
dikreditkan. Wajib Pajak tambah uang sebanyak Rp55.000.000
c. 3 unit mebel dan perkakas dijual dengan harga masing-masing sebesar Rp2.000.000/unit pada
tanggal 8 Februari 2009
d. Pada tanggal 6 November 2009, telah selesai dibangun sebuah gudang dan langsung dipakai
dengan biaya pinjaman dari bank. Pembangunan gudang dari bulan Januari sampai dengan
Oktober 2009
12. Sewa peralatan dibayar untuk masa 1 Oktober 2009 sampai dengan 31 Maret 2010
13. Sebagian biaya promosi diberikan kepada Pemda DKI sehubungan dengan HUT Jakarta
berupa spanduk produk dari barang sebesar Rp4.000.000.
14. Realisasi penghapusan piutang sebesar Rp300.000.000 namun sebesar Rp80.000.000 tidak
dilaporkan kepada DJP, sisanya sudah memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku
15. Bunga pinjaman dibayarkan kepada Bank atas pinjaman selama 1 tahun untuk membangun
gudang. Pokok pinjaman sebesar Rp180.000.000 dengan bunga sebesar 12% pertahun.
16. Biaya pengangkutan adalah untuk sewa truk dan gudang masing masing sebesar
Rp100.000.000 dan Rp50.000.000
17. Biaya jasa konsultan hukum diberikan kepada Tn. Catur sebagai pengacara
18. Biaya lain-lain terdiri dari :

Biaya restribusi kebersihan dan keamanan


Pajak Air Tanah

Rp28.600.000
Rp 7.400.000

Lokakarya pegawai tentang ISO 2100

Rp21.000.000

Fiskal Luar negeri pegawai

Rp15.000.000

19. Penghasilan dari jasa konsultasi, sewa kendaraan dan hadiah bersifat tidak teratur
20. Kompensasi kerugian Rp55.000.000 tahun sebelumnya yang masih bisa dikompesasikan
21. Pajak Pajak

PPh pasal 25 yang sudah dibayar Rp12.400.000/tahun


STP PPh pasal 25 yang sudah dibayar dengan rincian : Pokok Pajak Rp. 200.000 dan
bunga sebesar Rp. 20.000.

PPh pasal 23 yang disetor ke kas Negara sebesar Rp1.200.000

PPh pasal 21 yang disetor ke kas Negara sebesar Rp24.560.000

Diminta :

Hitung Penyusutan fiskal untuk tahun pajak 2009


Hitung PPh terhutang atau PPh kurang (lebih) bayar tahun 2009

Hitung PPh Pasal 25 tahun 2010 dan bagaimana cara menghitung PPh pasal 25

JAWABAN
yang perlu dilakukan pertama kali adalah melakukan rekonsiliasi fiskal. Bagaimana cara
rekonsiliasi fiskalnya?
Berikut rekonsiliasi fiskal dan cara menghitung pph pasal 25 (file word docx ukuran 55kb), buat
sobat yang memerlukannya silahkan email ke rumushitung @gmail.com
Berikut screen shotnya
http://rumushitung.com/wp-content/uploads/2012/12/cara-menghitung-pph-pasa-25300124.png
Okey sobat hitung itu tadi cara menghitung PPh pasal 25, semoga artikel cara menghitung pph
pasal 25 ini bisa membantu memcahkan kesulitan sobat.
http://binacons.wordpress.com/2012/12/29/pajak-penghasilan-pph-pasal-25-tatacarapembayaran-dan-pelaporan-pph-pasal-25-berdasarkan-per-22pj2008/
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25, Tatacara Pembayaran dan Pelaporan PPh Pasal 25
Berdasarkan PER-22/PJ/2008
December 29, 2012 by Binacons
Pengertian PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu
yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh
dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh
dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut
berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu
saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.
Dengan cara seperti itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru dapat diketahui
ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak tidak dilakukan sekaligus yang
tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah mekanisme pembayaran pajak di muka atau
pembayaran cicilan setiap bulan. Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak
Penghasilan Pasal 25.
Cara Mengitung PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada umumnya, cara
menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita
mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu
saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah
berakhir. Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan
bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih
bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran
pajak yang telah dilakukan.

Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang menurut SPT
Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikuranggi dengan kredit pajak Pajak Penghasilan Pasal
21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Misal, SPT Tahunan 2007 menunjukkan data sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24

50.000.000
35.000.000

Maka, PPh Pasal 25 tahun 2008 yang harus dibayar tiap bulan adalah sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang
50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24
35.000.000
Selisih
15.000.000
PPh Pasal 25 = 15.000.000 : 12 =
1.250.000
PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Bulan Batas Waktu Penyampaian SPT
Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
adalah sama besarnya dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Apabila tahun pajaknya adalah tahun kalender (Januari-Desember), maka yang dimaksud dengan
bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah bulan Januari dan Pebruari.
Dengan demikian PPh Pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2008 adalah sama dengan PPh Pasal
25 bulan Desember 2007.
PPh Pasal 25 Jika Dalam Tahun Berjalan Telah Diterbitkan SKP Untuk Tahun Pajak Yang
Lalu
Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang
lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku
mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP
PPh Pasal 25 Dalam Hal-hal Tertentu
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak
dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, antara lain apabila :
Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
ST tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan;
Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan;
Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

Keputusan Dirjen Pajak yang mengatur penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun
berjalan dalam hal-hal tertentu adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.
PPh Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Tertentu
Penghitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak baru, bank, BUMN, BUMD, dan Wajib
Pajak tertentu lainnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Keputusan Menteri Keuangan Yang Mengatur Hal Ini Adalah Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 255.PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 208/PMK.03/2009.
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN
Tanggal 21 Mei 2008 Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Peraturan Dirjen Nomor PER22/PJ/2008. Peraturan Dirjen ini mengatur tentang tatacara pembayaran dan pelaporan PPh Pasal
25. Kalau dicermati sebagian besar isi dari ketentuan ini sebenarnya adalah sekedar kompilasi
ketentuan dalam KUP tentang PPh Pasal 25 yang tersebar di peratura-peraturan lain. Satu hal
yang baru adalah masalah pelaporan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang membayar PPh Pasal
25 melalui sisten MPN.
Beberapa hal penting yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :
1. Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran PPh
Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2. Dalam pengertian hari libur termasuk hari Sabtu, hari libur nasional, hari pemilihan umum
yang diliburkan dan cuti bersama secara nasional.Pembayaran dilakukan di bank persepsi atau
bank devisa persepsi atau kantor pos persepsi dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi
lain. Pengesahan dilakukan oleh pejabat kantor penerima pembayaran atau melalui validasi
sistem Modul Penerimaan Negara dengan adanya Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
3. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dengan validasi NTPN dianggap telah
menyampaikan SPT PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi. Ketentuan ini rasanya bisa
diartikan bahwa Wajib Pajak yang telah membayar PPh Pasal 25 dengan sistem MPN tidak perlu
lagi melaporkan SSP lembar ketiga ke Kantor Pelayanan Pajak. Kalau memang demikian, hal ini
merupakan suatu kemajuan yang berarti di mana satu prosedur pelaporan bisa dihilangkan
sehingga bisa menghemat biaya administrasi.
4. Bagi Wajib Pajak yang PPh Pasal 25nya nihil, PPh Pasal 25nya Dollar, dan yang
pembayarannya tidak secara online dan tidak mendapat NTPN, tetap diharuskan melaporkan SSP
lembar ketiganya di KPP tempat WP tersebut terdaftar.
5. Sanksi keterlambatan pembayaran mengacu kepada Pasal 9 ayat (2a) UU KUP dan sanksi
keterlambatan lapor mengacu kepada Pasal 7 ayat (1) UU KUP.
http://blogpajak.com/cara-dan-contoh-perhitungan-pajak-pasal-25angsuran-pph-pasal-25-orangpribadi-untuk-wajib-pajak-baru-dengan-metode-norma-penghitungan-penghasilan-neto/

Cara Dan Contoh Perhitungan Pajak Pasal 25/Angsuran PPh Pasal 25 Orang Pribadi
Untuk Wajib Pajak Baru Dengan Metode Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Wibowo Subekti, 12 October, 2012
Untuk menghitung penghasilan neto orang pribadi bisa menggunakan metode pembukuan atau
norma penghitungan penghasilan neto
Tarif Pajak PPh Orang Pribadi sejak Tahun 2009 berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang No.36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Cara Perhitungan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi saat pertama kali sebagai wajib
pajak baru adalah sebagai berikut :
Omzet 1 bulan x 12 = omzet 1 Tahun
Omzet 1 tahun x norma = penghasilan neto
Penghasilan neto PTKP = Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak x Tarif = PPh Terutang 1 Tahun
PPh Terutang 1 Tahun/12 = PPh Pasal 25 sebulan
Contoh :
Tuan Samiun mendaftar sebagai wajib pajak pada tanggal 12 Maret 2012. Peredaran usaha/omzet
Tuan Samiun sebagai pedagang kelontong selama bulan Maret Tahun 2012 sebesar
Rp.30.000.000,-. Status Tuan Samiun adalah Kawin dengan anak satu. Tuan Samiun akan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk perdagangan kelontong sebesar 20 %.
Maka perhitungan PPh Pasal 25 untuk bulan Maret 2012 adalah sebagai berikut
Usaha 1 bulan : 30.000.000
Peredaran Usaha 12 Tahun(12 x 30.000.000) : 360.000.000
Penghasilan neto(20 % x 360.000.000 : 72.000.000
PTKP (K/1) iri wp : 15.840.000
Kawin : 1.320.000
Anak 1 : 1.320.000 : 18.480.000
Penghasilan Kena Pajak(72.000.000 -18.480.000)
PPh Terutang setahun5 % x 50.000.000
15 % x 3.520.000 :
3.028.000
PPh Pasal 25 sebulan3.028.000 / 12 :

eredaran

53.520.000

252.333

Jadi angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Maret 2012 adalah sebesar 252.333.
Demikian juga untuk bulan April s/d Desember 2012 PPh Pasal 25 setiap bulan disetor sebesar
252.333
http://blogpajak.com/contoh-dan-cara-perhitungan-pajak-pasal-2529-pph-orang-pribadi-untukpenghasilan-kena-pajak-pkp-sd-rp-50-000-000-tahun-2012-2011-2010-dan-tahun-2009-denganmetode-norma-penghitungan-penghasil/

Contoh Dan Cara Perhitungan Pajak PPh Pasal 25/29 PPh Orang Pribadi Untuk
Penghasilan Kena Pajak (PKP) s/d Rp.50.000.000,- Tahun 2012, 2011, 2010 Dan Tahun
2009 Dengan Metode Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Wibowo Subekti, 14 August, 2012
Untuk menghitung penghasilan neto orang pribadi bisa menggunakan metode pembukuan atau
norma penghitungan penghasilan neto
Tarif Pajak PPh Orang Pribadi sejak Tahun 2009 berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang No.36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Perhitungan Pajak/PPh Terutang untuk PPh Orang Pribadi adalah dengan cara mengkalikan
Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak.
Contoh :
Peredaran usaha Tuan Aditya sebagai pedagang kelontong Pada Tahun 2011 sebesar
Rp.300.000.000,- dan PPh Pasal 25 yang sudah disetor selama tahun 2011 sebesar Rp.500.000,-.
Status Tuan Aditya adalah Kawin dengan anak satu.
Perhitungan PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi :
Peredaran Usaha
= 300.000.000
Norma
= 20 %
Penghasilan Neto
= 60.000.000
(300.000.000 x 20 %)
PTKP :
Diri WP
= 15.840.000
Kawin
= 1.320.000
Anak 1
= 1.320.000 +
Total PTKP
Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang
(5 % x 41.520.000)
Kredit Pajak
PPh Pasal 29

= 18.480.000 = 41.520.000
= 2.076.000
= 500.000 = 1.576.000

http://blogpajak.com/contoh-perhitungan-pajak-pph-orang-pribadi-pasal-25-dan-29/
Contoh Perhitungan Pajak PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi (PPh Terutang, PPh Pasal 29
dan Angsuran PPh Pasal 25)
Wibowo Subekti, 19 September, 2012
Cara Dan Contoh Perhitungan Pajak PPh 25/29 Orang Pribadi berisikan tentang Contoh
Perhitungan Pajak PPh Orang Pribadi Terutang dan PPh Pasal 29 dengan perhitungan
penghasilan neto metode pembukuan dan norma penghitungan penghasilan neto serta
perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Orang Pribadi.

Untuk selengkapnya silahkan klik dibawah ini :


Contoh Perhitungan Kompensasi Kerugian :
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi http://blogpajak.com/contoh-perhitungan-kompensasikerugian-untuk-wajib-pajak-orang-pribadi/
Contoh Dan Cara Perhitungan Harga Perolehan Harta :
Berdasarkan Transaksi Tukar-Menukar Dengan Harta Lain http://blogpajak.com/contoh-dancara-perhitungan-harga-perolehan-harta-berdasarkan-transaksi-tukar-menukar-dengan-harta-lain/
Contoh Dan Cara Perhitungan Harga Perolehan Harta
Dalam Rangka Likuidasi, Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Pemecahan, Atau
Pengambilalihan Usaha http://blogpajak.com/contoh-dan-cara-perhitungan-harga-perolehanharta-dalam-rangka-likuidasi-penggabungan-peleburan-pemekaran-pemecahan-ataupengambilalihan-usaha/
Contoh Dan Cara Perhitungan Penilaian Harta Sebagai Pengganti Saham / Penyertaan Modal
Badan (PT, CV Dan Lain-Lain) http://blogpajak.com/contoh-dan-cara-perhitungan-penilaianharta-sebagai-pengganti-saham-penyertaan-modal-badan-pt-cv-dan-lain-lain/
Cara dan Contoh Perhitungan PPh Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi (PPh Terutang
dan PPh Pasal 29 :
Untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) s/d Rp.50.000.000,- Tahun 2012, 2011, 2010 Dan Tahun
2009 Dengan Metode Norma Penghitungan Penghasilan Neto http://blogpajak.com/contoh-dancara-perhitungan-pajak-pasal-2529-pph-orang-pribadi-untuk-penghasilan-kena-pajak-pkp-sd-rp50-000-000-tahun-2012-2011-2010-dan-tahun-2009-dengan-metode-norma-penghitunganpenghasil/
Cara dan Contoh Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi :
Cara Dan Contoh Perhitungan Pajak Angsuran PPh Pasal 25 Orang Pribadi Dalam Kondisi
Normal http://blogpajak.com/cara-dan-contoh-perhitungan-pajak-angsuran-pph-pasal-25-orangpribadi-dalam-kondisi-normal-masa-januari-sd-desember/
Cara Dan Contoh Perhitungan Pajak Angsuran PPh Pasal 25 Orang Pribadi Untuk Wajib Pajak
Baru http://blogpajak.com/cara-dan-contoh-perhitungan-pajak-pasal-25angsuran-pph-pasal-25orang-pribadi-untuk-wajib-pajak-baru-dengan-metode-norma-penghitungan-penghasilan-neto/
http://catatanpajak.com/2012/11/pph/ptkp-baru-mulai-1-januari-2013
PTKP Baru Mulai 1 Januari 2013
28 November, 2012 21:12
Sobat, beberapa waktu yang lalu, DPR dan pemerintah telah menyetujui adanya kenaikan PTKP/
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Sebagai buntutnya, akhirnya Kemenkeu menerbitkan PMK No.
162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
(http://www.ortax.org/ortax/?
mod=aturan&id_topik=&id_jenis=&p_tgl=tahun&tahun=2012&nomor=162&q=&q_do=macth
&cols=isi&hlm=1&page=show&id=15122).

Besarnya PTKP mulai 1 Januari 2013 adalah sebagai berikut;


Untuk diri WP Rp 24.300.000;
Tambahan WP Kawin Rp 2.025.000;
Tambahan untuk Penghasilan istri digabung dg penghasilan suami Rp 24.300.000; dan
Tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (maksimal 3 orang), masingmasing Rp 2.025.000.
Atau apabila dibuat tabel maka besarnya PTKP dengan status perkawinan adalah sebagai
berikut :
http://catatanpajak.com/wp-content/uploads/2012/11/ptkp-2013.jpg
Sumber Tabel : http://lianaluthfi.files.wordpress.com/2012/11/ptkp-2013.jpg
Dengan demikian, mulai tahun 2013, besarnya PTKP maksimal adalah :
Rp 32.400.000 untuk penghitungan PPh Pasal 21 (status K/3), dan
Rp 56.700.000 untuk penghitungan PPh Orang Pribadi ( status K/I/3)
http://catatanpajak.com/2012/11/pph/syarat-skb-surat-keterangan-bebas-pajak-pajakpenghasilan-pengalihan-tanahbangunan-hibah-dan-warisan
Syarat SKB (Surat Keterangan Bebas Pajak) Pajak Penghasilan Pengalihan
Tanah/Bangunan Hibah dan Warisan
25 November, 2012 14:47
Disamping transaksi dengan nilai dibawah Rp 60 juta yang mendapat fasilitas bebas pajak,
terdapat juga transaksi atas pengalihan tanah dan/ bangunan yang mendapat fasilitas bebas pajak
dengan prosedur SKB (Surat Keterangan Bebas), yaitu HIBAH dan WARISAN.
1. HIBAH
Pengalihan tanah/ bangunan karena hibah yang dapat diberikan fasilitas bebas pajak melalui
pemberian SKB (Surat Keterangan Bebas) adalah :
Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

Adapun syarat untuk mendapatkan SKB dari Kantor Pajak adalah;


Menggunakan formulir permohonan yang sudah ditentukan (dapat didownload di lampiran
bawah ini);
Surat pernyataan hibah dengan from yang sudah ditentukan (dapat didownload di lampiran
bawah ini);
2. WARISAN
Sama seperti hibah, pengalihan tanah/ bangunan karena warisan juga berhak mendapat fasilitas
bebas pajak melalui pemberian SKB (Surat Keterangan Bebas) pajak. Persyaratan untuk
mendapatkan SKB ini dari Kantor Pajak adalah ;
Diajukan oleh ahli waris dengan menggunakan formulir permohonan yang sudah ditentukan
(dapat didownload di lampiran bawah ini);
Surat pernyataan pembagian warisan dengan form yang sudah ditentukan (dapat didownload di
lampiran bawah ini)
Sehingga apabila para sobat mengalihkan/ menerima pengalihan rumah/tanah, dan memenuhi
kriteria tersebut di atas, silakan saja ajukan permohonan SKB.
Lampiran PER-30
http://catatanpajak.com/2012/11/pph/syarat-skb-surat-keterangan-bebas-pajak-penghasilanpengalihan-tanahbangunan-transaksi-60-juta
Syarat SKB (Surat Keterangan Bebas) Pajak Penghasilan Pengalihan Tanah/Bangunan
Transaksi < 60 juta
25 November, 2012 14:52
Transaksi jual beli rumah, tanah dan/ bangunan adalah transaksi yang sering dilakukan oleh
masyarakat. Dari aspek perpajakan, pihak penjual akan dikenai Pajak final yang disebut dengan
PPh Pengalihan Tanah dan/ atau Bangunan dengan tarif 5% dari nilai transaksi.
Sebagai contoh Bp. Agus menjual rumah yang ada di Kebon Jeruk dengan nilai Rp 50.000.000,- .
Atas transaksi ini Bp. Agus harus membayar PPh final tersebut sebesar 5% X Rp 50 juta atau
sebesar Rp 2,5 juta. Tetapi atas pajak sebesar Rp 2.5 juta tersebut Anda bisa mengajukan SKB
(Surat Keterangan Bebas) sepanjang memenuhi syarat :
Mempunyai penghasilan di bawah PTKP ( Penghasilan Tidak Kena Pajak ); dan
Jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp 60 juta.
Syarat untuk mendapatkan SKB tersebut adalah :
Mengajukan permohonan menggunakan formulir yang sudah ditentukan (formulir dapat
didownload di bagian bawah/lampiran);
Surat Pernyataan Berpenghasilan di Bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak dan Jumlah Bruto
Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah) dengan format yang sudah disediakan (formulir dapat didownload di bagian bawah);
Fotokopi Kartu keluarga;

Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang
bersangkutan.
Atas permohonan SKB, Kantor Pajak harus menerbitkan keputusan dalam jangka waktu 3 hari
kerja.
Lampiran PER-30
http://catatanpajak.com/2012/11/pph/surat-keterangan-bebas-skb-pemotongan-dan-pemungutanpajak-penghasilan-pph
Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan dan/ Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh)
26 November, 2012 23:39
Dengan diterbitkannya Peraturan Dirjen Pajak Nomor : Per 1/PJ/2011 Tentang Tata Cara
Pengajuan Permohonan Pembebasan Dari Pemotongan Dan/Atau Pemungutan Pajak Penghasilan
Oleh Pihak Lain (http://ortax.org/ortax/?
mod=aturan&id_topik=&id_jenis=&p_tgl=tahun&tahun=2011&nomor=1&q=&q_do=macth&co
ls=isi&hlm=1&page=show&id=14542) yang selanjutnya diikuti peraturan pelaksanaannya SE
11/PJ/2011 (http://ortax.org/ortax/?
mod=aturan&id_topik=&id_jenis=&p_tgl=tahun&tahun=2011&nomor=11&q=&q_do=macth&c
ols=isi&hlm=1&page=show&id=14570), semakin jelas bahwa Ditjen Pajak ingin membuktikan
komitmennya untuk lebih memberikan kemudahan pelayanan kepada Wajib Pajak. Terlihat dari
percepatan jangka waktu penyelesaian permohonan SKB dari yang semula 1 bulan menjadi 5
hari kerja.
Sedangkan inti dari peraturan tersebut adalah Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat
membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena:
mengalami kerugian fiskal;
berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan
terutang,
dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
Hal penting yang harus diperhatikan oleh Wajib Pajak dalam mengajukan permohonan SKB PPh
adalah;
Permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib
Pajak terdaftar dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan.
Satu permohonan diajukan untuk setiap jenis pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21,
Pasal 22 Impor, Pasal 22 selain Impor, dan Pasal 23.
Setiap permohonan dilampiri dengan penghitungan Pajak Penghasilan yang diperkirakan akan
terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan, kecuali bagi Wajib Pajak yang seluruh
penghasilannya dikenakan PPh Final. Minimal yang harus dilampirkan dalam perkiraan
penghitungan pph terutang dalam tahun berjalan adalah;

peredaran usaha dan luar usaha tahun berjalan serta perkiraan peredaran usaha dan luar usaha
dalam satu tahun pajak;
biaya fiskal tahun berjalan dan perkiraan biaya fiskal dalam satu tahun pajak, kecuali bagi Wajib
Pajak yang menggunakan norma penghitungan penghasilan neto;
perkiraan Pajak Penghasilan yang akan terutang dalam satu tahun pajak;
Pajak Penghasilan yang telah dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri dalam tahun berjalan;
dan
perkiraan Pajak Penghasilan yang akan dipotong/dipungut dan/atau dibayar sendiri dalam tahun
berjalan.
Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir sebelum
tahun diajukan permohonan, kecuali bagi Wajib Pajak kecuali bagi Wajib Pajak yang masih
dalam tahap investai, belum produksi, atau kejadian luar biasa.
Download Form SKB PPh Pasal 21, 22, 22 Impor, 23 http://catatanpajak.com/wpcontent/uploads/2012/11/SKB-PPh-Pasal-21-22-22-Impor-23.zip
http://catatanpajak.com/2012/11/kup/pengajuan-permohonan-non-efektif-ne-wajib-pajak
Permohonan Non Efektif (NE) Karena Sudah Tidak Usaha
28 November, 2012 11:12
Halo Sob, selamat pagihari ini ada Wajib Pajak yang berkonsultasi tentang status WP, karena
perusahaan memang sudah tidak beroperasi lagi/ sudah tidak ada kegiatan lagi. Pada intinya,
Wajib Pajak menanyakan apakah bisa tidak melaksanakan kewajiban melapor SPT karena
memang sudah tidak ada kegiatan ? Hmmmseingat saya hanya Wajib Pajak Non Efektif ( NE)
yang bisa tidak melaporkan SPT.
Setelah saya buka-buka peraturan, ketemulah SE-89/PJ/2009 tanggal 14 September 2012 tentang
Tata Cara Penanganan Wajib Pajak Non Efektif (NE) (http://ortax.org/ortax/?
mod=aturan&id_topik=&id_jenis=&p_tgl=tahun&tahun=2009&nomor=89&q=&q_do=macth&
cols=isi&hlm=1&page=show&id=13928). Pada intinya gini Sob, Wajib Pajak dinyatakan
sebagai WP NE apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut :
selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan
baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian SPT Masa dan/atau SPT Tahunan.
tidak diketahui/ditemukan lagi alamatnya.
Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia tetapi belum diterima pemberitahuan
tertulis secara resmi dari ahli warisnya atau belum mengajukan penghapusan NPWP.
secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha.
bendahara tidak melakukan pembayaran lagi.
Wajib Pajak badan yang telah bubar tetapi belum ada Akte Pembubarannya atau belum ada
penyelesaian likuidasi (bagi badan yang sudah mendapat pengesahan dari instansi yang
berwenang).
Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada atau bekerja di luar negeri lebih
dari 183 dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.

Dengan demikian sesuai dengan butir nomor 4 diatas, bagi yang sudah tidak ada usaha lagi/ tidak
ada kegiatan bisa menjadi NE. Masih menurut surat edaran tersebut, untuk menjadi Non Efektif,
Wajib Pajak harus;
Harus mengajukan permohonan ke KPP terdaftar; dan
Membuat surat pernyataan sudah tidak ada kegiatan dengan menggunakan form sesuai dengan
lampiran surat edaran tersebut.
http://blogpajak.com/ptkp-penghasilan-tidak-kena-pajak-tahun-2011/
Pengertian Dan Besarnya PTKP Tahun 2012 Dan 2011 (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
Wibowo Subekti, 14 April, 2012
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena
pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto wajib pajak
orang pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29.
Jumlah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) Tahun 2011 dan Tahun 2012 adalah sebagai
berikut :
a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi;
b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin;
c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1); dan
d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Penerapan ketentuan tersebut ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian
tahun pajak.
Contoh :
Tahun 2010 Tuan A status Kawin anak 1 .
Pada Pebruari Tahun 2011 Isteri Tuan A melahirkan anak.
PTKP Tahun 2011 untuk status Tuan A adalah Kawin anak 1
Penerapan PTKP Tahun 2012 Dan 2011 untuk satu tahun :
PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (kawin/tidak kawin)
STATUS
TK/0
TK/1
TK/2
TK/3

Wajib Pajak (Laki-laki tidak kawin & Wanita)


15.840.000
17.160.000
18.480.000
19.800.000
Penjelasan :
Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali dapat
membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan)
TK/0 = Tidak Kawin tidak ada tanggungan (15.840.000)
TK/1 = Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan (15.840.000+ 1.320.000)
TK/2 = Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan (15.840.000+ 1.320.000+ 1.320.000)
TK/3 = Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan (15.840.000+ 1.320.000+ 1.320.000+
1.320.000)
PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Tidak Bekerja/Tidak Usaha
STATUS
K/0
K/1
K/2
K/3
Istri Tdk Kerja/ Tdk Usaha
17.160.000
18.480.000
19.800.000
21.120.000
Penjelasan Isteri Tidak Bekerja:
K/0 = Kawin tidak ada tanggungan (15.840.000+ 1.320.000)
K/1 = Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan (15.840.000+ 1.320.000+1.320.000)
K/2 = Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan (15.840.000+ 1.320.000+1.320.000+1.320.000)
K/3 = Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan (15.840.000+
1.320.000+1.320.000+1.320.000+1.320.000)
PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Bekerja/Usaha
STATUS
K/I/0
K/I/1
K/I/2
K/I/3
Istri Kerja/Usaha
33.000.000
34.320.000

35.640.000
36.960.000
Penjelasan Isteri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha :
PTKP untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan suami, yang
digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan/atau
isteri yang usaha (penghasilan digabung dengan penghasilan suami)
K/I/0 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan (15.840.000+ 15.840.000+1.320.000)
K/I/1 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan (15.840.000+
15.840.000+1.320.000+1.320.000)
K/I/2 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan (15.840.000+15.840.000+
1.320.000+1.320.000+1.320.000)
K/I/3 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan (15.840.000+
15.840.000+1.320.000+1.320.000+1.320.000+1.320.000)
Artikel Yang Perlu Diketahui :
PTKP Tahun 2013 Dan Penerapannya Dalam Perhitungan PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi
http://blogpajak.com/ptkp-tahun-2013-dan-penerapannya-dalam-perhitungan-pph-pasal-21-sertapph-orang-pribadi/
Referensi :
Pasal 7 dan Pasal 8 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh (Pajak Penghasilan).
http://blogpajak.com/?p=57
http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=345
raden says:
August 17, 2012 at 2:54 am
Kepada :
Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta
Bp. Teguh Budiharto
c.q Bp. Agus Widhi Tamtomo (Seksi Pengawasan dan Konsultasi I) / Bp. Soelistijo (Kepala
Seksi)
Menanggapi surat nomor : S-620/WPJ.32/KP.06/2012 perihal : Klarifikasi Atas Kewajiban PPh
Pasal 25 tertanggal 4 Juli 2012 yang sampai ditangan saya tanggal 16 Agustus 2012 melalui
Pemilik Rumah yang beralamat di JL. Srikatan No.16 RT.03 RW.03 Kerten Laweyan Surakarta.
Bersama ini saya beritahukan kronologis serta(fakta dan perkembangannya) hingga
diterbitkannya NPWP bernomor : 074875444-526.000 yang mestinya berkonsekwensi memiliki
kewajiban penyetoran dan/ pelaporan PPh Pasal 25 (sampai dengan terbitnya surat ini)
1. Motivasi saya waktu itu untuk mengajukan permohonan NPWP adalah keinginan untuk
mengajukan kredit modal usaha ke Bank yang oleh Bank memang dipersyaratkan untuk
memiliki NPWP.
2. NPWP terbit, namun pengajuan kredit tidak saya lanjutkan karena saya kesulitan melengkapi

berkas persyaratan yang lain, salah satunya proposal yang memuat estimasi rugi laba usaha dan
pembukuan tahun berjalan.
3. Waktu berjalan, saya konsultasikan kepada bapak yang menerbitkan NPWP waktu itu bahwa
kredit tidak jadi diajukan serta usaha belum jadi dijalankan, dan saya mendapatkan jawaban
untuk melaporkan : NIHIL karena PPh Pasal 25 tidak memungkinkan untuk disetorkan.
4. Tahun pertama saya rutin setiap bulan saya melaporkan : NIHIL, dan menginjak Tahun kedua
saya merasa jenuh dan pada kenyataannya usaha yang diklasifikasikan dalam 15312 (INDUSTRI
PENGGILINGAN DAN PEMBERSIHAN PADI PADIAN LAINNYA) Ataupun jenis usaha
yang lain, tidak sempat dijalankan.
5. Berdasarkan hal hal tersebut diatas, sudilah kiranya Bapak-bapak untuk langsung terjun ke
lapangan/ lokasi, guna melihat lebih dekat dan secara langsung membuktikan kebenaran fakta
yang nyata daripada sekedar mengedepankan bahasa tulis yang tampak sekilas akan
menyelesaikan masalah.
6. Dari Tahun berapa sampai dengan tahun berapa bisa di cek ke perangkat desa atau kesaksian
Bapak RT/RW/ para tetangga pernahkah dilokasi tersebut ada jenis usaha yang diklasifikasikan
dalam 15312.
7. Lha rupiah apa dan berapa yang akan dijadikan dasar penghitungan kalau memang tidak ada
aktivitas usahanya????? saya kok jadi pusing sendiri???? Kalau PBB, saya terima tagihan berupa
SPPT tahun berjalan dari Pak Bayan, baru kemudian saya bayarkan sejumlah tagihan yang
tertulis.
8. Ada baiknya Bapak-bapak terjun dan selalu giat untuk terjun kelapangan/ lokasi guna
memastikan kondisi riil calon tertagih. Atau tingkatkan koordinasi dan komunikasi dengan
perangkat/ aparat kampung atau aparat kota setempat agar tagihan menjadi tepat sasaran dan
tepat porsi.
9. Waktu itu Rumah masih a.n Orang Tua kami, dan selanjutnya dihibahkan pada kakak saya
serta selalu dikontrakkan per 2 tahun yang mungkin diadakan perpanjangan kontrak ataupun
kontrak baru, mengenai jenis usaha/ profesi pihak pengontrak bisa jadi bermacam-macam yang
pasti bukan 15312. Perlu juga diketahui bahwa sebelum diterbitkannya NPWP a.n saya, rumah
tersebut sudah dikontrakkan dan saya sudah tidak tinggal dirumah itu. Terakhir saya tinggal
dirumah itu adalah sewaktu saya kelas 2 SMA (tahun 1988).
Demikian penjelasan saya untuk menjadikan guna seperlunya.
Dan jika diperlukan, silahkan menghubungi saya di nomor : 085867779425
Terima Kasih dan Salam Hormat saya.
MERDEKA .. MERDEKA MERDEKA .
Pak Raden, sebaiknya berkirim surat langsung ke KPP terkait atau menghubungi Kring Pajak
500200

Kompilasi Hukum Perpajakan 2013


http://pajak.go.id/content/buku-susunan-dalam-satu-naskah-undang-undang-perpajakan-2012
Buku Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Perpajakan 2012
Jumat, 15 Pebruari 2013 10:59

Buku ini berisi naskah aturan undang-undang perpajakan agar masyarakat dapat lebih memahami
hal-hal terkait kewajiban perpajakannya. Adapun Undang-undang yang terdapat pada buku ini,
yaitu:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-Undang Pajak Penghasilan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan
Undang-Undang Penagihan dengan Surat Paksa
Undang-Undang Bea Materai
Buku UU Perpajakan SDSN 2012.pdf http://pajak.go.id/sites/default/files/Buku%20UU
%20Perpajakan%20SDSN%202012.pdf
http://pajak.go.id/content/buku-panduan-pajak-2013
Buku Panduan Pajak 2013
Jumat, 15 Pebruari 2013 14:02
Buku SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2013
Buku ini (http://pajak.go.id/content/buku-spt-tahunan-pph-orang-pribadi-2013) berisi informasi
mengenai hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan (PPh) Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP). Di dalamnya diuraikan mengenai SPT
Tahunan, jenis-jenis SPT Tahunan PPh WP OP dan cara pengisiannya. Juga diuraikan mengenai
cara menghitung pajak, cara menyetor pajak terutang, cara penyampaian SPT, batas akhir
penyampaian SPT, serta sanksi administrasi akibat keterlambatan penyetoran pajak maupun
penyampaian SPT.
Buku Saku Pengalihan PBB 2013
Buku ini (http://pajak.go.id/content/buku-saku-pengalihan-pbb-2013) berisi penjelasan tentang
proses pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perdesaan dan Perkotaan (P2)
kepada Pemerintah Daerah.
Buku Panduan Perpajakan Bagi Pemilik Rumah Indekos 2013
Buku ini (http://pajak.go.id/content/buku-panduan-perpajakan-bagi-pemilik-rumah-indekos2013) dibuat sebagai panduan bagi pemilik rumah indekost dalam melakukan pemenuhan hak
dan kewajiban di bidang perpajakan, beserta contoh dan ilustrasinya.
Buku Panduan Billing System
Buku ini (http://pajak.go.id/content/buku-panduan-billing-system) dibuat sebagai panduan sistem
pembayaran elektronik (billing system) yang memudahkan Wajib Pajak untuk membayarkan
pajaknya dengan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih akurat!
http://pajak.go.id/content/persandingan-satu-naskah-undang-undang-pph
Persandingan Satu Naskah Undang-Undang PPh
Selasa, 20 Maret 2012 15:33

Buku ini merupakan wujud karya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memberikan edukasi
perpajakan kepada masyarakat tanpa dipungut biaya. Secara umum buku ini menyandingkan
keseluruhan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan dalam satu
naskah. Dengan terbitnya buku ini, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami hal-hal terkait
kewajiban perpajakan dalam undang-undang dan peraturan pemerintah ini, mulai dari tahun 1983
hingga saat ini. Selamat membaca!
PersandinganUUPPh.pdf http://pajak.go.id/sites/default/files/PersandinganUUPPh.pdf
PersandinganPPPPh.pdf http://pajak.go.id/sites/default/files/PersandinganPPPPh.pdf
http://pajak.go.id/content/buku-spt-tahunan-pph-orang-pribadi-2013
Buku SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2013
Jumat, 15 Pebruari 2013 10:33
Buku ini berisi informasi mengenai hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP).
Di dalamnya diuraikan mengenai SPT Tahunan, jenis-jenis SPT Tahunan PPh WP OP dan cara
pengisiannya. Juga diuraikan mengenai cara menghitung pajak, cara menyetor pajak terutang,
cara penyampaian SPT, batas akhir penyampaian SPT, serta sanksi administrasi akibat
keterlambatan penyetoran pajak maupun penyampaian SPT.
Buku SPT Tahunan PPh WP OP 2013.pdf http://pajak.go.id/sites/default/files/Buku%20SPT
%20Tahunan%20PPh%20WP%20OP%202013.pdf
http://pajak.go.id/content/booklet-pajak-penghasilan
Booklet Pajak Penghasilan
Selasa, 20 Maret 2012 12:00
Booklet ini berisi informasi mengenai hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang kewajiban
perpajakan terkait Pajak Penghasilan (PPh), dimana pajak ini adalah Pajak Negara yang
dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008. Hal-hal yang diuraikan dalam booklet ini antara lain: definisi penghasilan, subjek
PPh, objek PPh, tarif PPh, dan sebagainya.
BookletPPh.pdf http://pajak.go.id/sites/default/files/BookletPPh.pdf
http://pajak.go.id/content/buku-peraturan-perpajakan
Buku Peraturan Perpajakan
Rabu, 13 Juni 2012 23:35

Buku Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Perpajakan 2012


Buku ini (http://pajak.go.id/content/buku-susunan-dalam-satu-naskah-undang-undangperpajakan-2012) berisi naskah aturan undang-undang perpajakan agar masyarakat dapat lebih
memahami hal-hal terkait kewajiban perpajakannya.
Buku Persandingan Satu Naskah Undang-Undang KUP 2011
Buku ini (http://pajak.go.id/content/persandingan-satu-naskah-undang-undang-kup) berisi
persandingan naskah aturan perpajakan agar masyarakat dapat lebih memahami hal-hal terkait
kewajiban perpajakan umum dalam seluruh undang-undang yang ada di dalam buku ini, mulai
dari tahun 1983 hingga saat ini.
Buku Persandingan Satu Naskah Undang-Undang PPh 2011
Buku ini (http://pajak.go.id/content/persandingan-satu-naskah-undang-undang-pph) berisi
persandingan naskah aturan perpajakan agar masyarakat dapat lebih memahami hal-hal terkait
kewajiban Pajak Penghasilan dalam seluruh undang-undang yang ada di dalam buku ini, mulai
dari tahun 1983 hingga saat ini.
Buku Persandingan Satu Naskah Undang-Undang PPN 2011
Buku ini (http://pajak.go.id/content/persandingan-satu-naskah-undang-undang-ppn) berisi
persandingan naskah aturan perpajakan agar masyarakat dapat lebih memahami hal-hal terkait
kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dalam seluruh undang-undang yang ada di dalam buku ini,
mulai dari tahun 1983 hingga saat ini.
Buku Persandingan Satu Naskah Undang-Undang Perpajakan 2011
Buku ini (http://pajak.go.id/content/persandingan-satu-naskah-undang-undang-perpajakan) berisi
persandingan naskah aturan perpajakan agar masyarakat dapat lebih memahami hal-hal terkait
kewajiban perpajakan dalam seluruh undang-undang yang ada di dalam buku ini, mulai dari
tahun 1983 hingga saat ini.
http://pajak.go.id/content/booklet-perpajakan-2011
Booklet Perpajakan 2011
Kamis, 15 Maret 2012 15:42
Booklet Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Booklet (http://pajak.go.id/content/booklet-kup) ini berisi informasi mengenai hal-hal yang perlu
Anda ketahui tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (http://pajak.go.id/peraturan_tkb?id=45c48cce2e2d7fbdea1afc51c7c6ad26)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
(http://pajak.go.id/peraturan_tkb?id=82743f31779d2167a2fb3a7e7ec979bc). Uraian mengenai
KUP akan membantu Anda untuk memahami proses bisnis perpajakan di Indonesia. Hal-hal
yang diuraikan dalam booklet ini antara lain: definisi istilah-istilah perpajakan, Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) dan manfaatnya, tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP. pelaporan
dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), Surat Pemberitahuan (SPT) dan batas
pembayaran pajak, dan masih banyak lagi.

Booklet Koperasi
Booklet (http://pajak.go.id/content/booklet-koperasi) ini berisi informasi mengenai hal-hal yang
perlu Anda ketahui tentang kewajiban perpajakan bagi koperasi. Berdasarkan ketentuan pasal 1
angka 3 Undang-Undang KUP, Koperasi termasuk sebagai Wajib Pajak badan yang ditentukan
untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Hal-hal yang diuraikan dalam booklet ini antara lain: tata cara mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau Pengusaha Kena Pajak (PKP), tata
cara menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan (PPh) Badan, tata cara melakukan
pemotongan PPh, serta tata cara melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Booklet Pajak Bumi dan Bangunan
Booklet (http://pajak.go.id/content/booklet-pajak-bumi-dan-bangunan) ini berisi informasi
mengenai hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang kewajiban perpajakan terkait Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dimana pajak ini adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau
bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (http://pajak.go.id/peraturan_tkb?id=c51ce410c124a10e0db5e4b97fc2af39)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
(http://pajak.go.id/peraturan_tkb?id=6f4922f45568161a8cdf4ad2299f6d23). PBB adalah pajak
yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu
bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan
besarnya pajak.
Booklet Pajak Pertambahan Nilai
Booklet (http://pajak.go.id/content/booklet-pajak-pertambahan-nilai) ini berisi informasi
mengenai hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang kewajiban perpajakan terkait Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), dimana pajak ini adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap
penyerahan barang dan/atau jasa berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(http://pajak.go.id/peraturan_tkb?id=6512bd43d9caa6e02c990b0a82652dca) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
(http://pajak.go.id/peraturan_tkb?id=7b16a52cf3727c22984590c4f4c36039). Hal-hal yang
diuraikan dalam booklet ini antara lain: definisi PPN, Pengusaha Kena Pajak (PKP), pengukuhan
PKP, jenis-jenis penyerahan yang dikenakan PPN, barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN,
dan sebagainya.
Booklet Pajak Penghasilan
Booklet (http://pajak.go.id/peraturan_tkb?id=d3600ee41761c7da0116a12ea8b6588e) ini berisi
informasi mengenai hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang kewajiban perpajakan terkait Pajak
Penghasilan (PPh), dimana pajak ini adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(http://pajak.go.id/peraturan_tkb?id=d3d9446802a44259755d38e6d163e820) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
(http://pajak.go.id/peraturan_tkb?id=d3600ee41761c7da0116a12ea8b6588e). Hal-hal yang

diuraikan dalam booklet ini antara lain: definisi penghasilan, subjek PPh, objek PPh, tarif PPh,
dan sebagainya.
http://pajak.go.id/content/persandingan-satu-naskah-undang-undang-kup
Persandingan Satu Naskah Undang-Undang KUP
Selasa, 20 Maret 2012 14:58
Buku ini merupakan wujud karya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memberikan edukasi
perpajakan kepada masyarakat tanpa dipungut biaya. Secara umum buku ini menyandingkan
keseluruhan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dalam satu
naskah. Dengan terbitnya buku ini, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami hal-hal terkait
kewajiban perpajakan dalam undang-undang ini, mulai dari tahun 1983 hingga saat ini. Selamat
membaca!
PersandinganUUKUP.pdf http://pajak.go.id/sites/default/files/PersandinganUUKUP.pdf
PersandinganUUKUP.rar http://pajak.go.id/sites/default/files/PersandinganUUKUP.rar
http://pajak.go.id/content/booklet-kup
Booklet KUP
Kamis, 15 Maret 2012 15:25
Booklet Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Booklet ini berisi informasi mengenai hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (http://pajak.go.id/peraturan_tkb?
id=45c48cce2e2d7fbdea1afc51c7c6ad26) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (http://pajak.go.id/peraturan_tkb?
id=82743f31779d2167a2fb3a7e7ec979bc). Uraian mengenai KUP akan membantu Anda untuk
memahami proses bisnis perpajakan di Indonesia. Hal-hal yang diuraikan dalam booklet ini
antara lain: definisi istilah-istilah perpajakan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
manfaatnya, tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP. pelaporan dan pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak (PKP), Surat Pemberitahuan (SPT) dan batas pembayaran pajak, dan masih banyak
lagi.
BookletKUP.pdf http://pajak.go.id/sites/default/files/BookletKUP.pdf
The links
http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=345
Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 84/KMK.03/2002 http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=a02ffd91ece5e7efeb46db8f10a74059
Jo KMK No. 522/KMK.04/2000 http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?

id=502e4a16930e414107ee22b6198c578f,
KEP 547/PJ./2000 http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=9adeb82fffb5444e81fa0ce8ad8afe7a
Jo KEP 513/PJ./2001 http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=884ce4bb65d328ecb03c598409e2b168
Jo KEP 171/PJ./2002 http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=70222949cc0db89ab32c9969754d4758
Jo SE 14/PJ.41/2002 http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=ab7314887865c4265e896c6e209d1cd6
Jo S 58/PJ.311/2004 http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=afecc60f82be41c1b52f6705ec69e0f1
S 58/PJ.311/2004 http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=afecc60f82be41c1b52f6705ec69e0f1
lampiran II KEP 171/PJ./2002 http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=70222949cc0db89ab32c9969754d4758
lampiran I KEP 171/PJ./2002 http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=70222949cc0db89ab32c9969754d4758
8 Mar 2002
PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
522/KMK.04/2000 TENTANG PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK
PENGHASILAN DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI
OLEH WAJIB PAJAK BARU, BANK, SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI, BADAN
USAHA MILIK NEGARA, BADAN USAHA MILIK DAERAH DAN WAJIB PAJAK
LAINNYA TERMASUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Keputusan Menteri Keuangan 84/KMK.03/2002
http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?id=a02ffd91ece5e7efeb46db8f10a74059
14 Des 2000
PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN
PAJAK BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK BARU,
BANK, SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI, BADAN USAHA MILIK NEGARA,
BADAN USAHA MILIK DAERAH DAN WAJIB PAJAK LAINNYA TERMASUK WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Keputusan Menteri Keuangan 522/KMK.04/2000
http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=502e4a16930e414107ee22b6198c578f
29 Des 2000
BESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN
UNTUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Keputusan Dirjen Pajak KEP 547/PJ./2000
http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?id=9adeb82fffb5444e81fa0ce8ad8afe7a

16 Jul 2001
PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Keputusan Dirjen Pajak KEP 513/PJ./2001
http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=884ce4bb65d328ecb03c598409e2b168
28 Mar 2002
PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Keputusan Dirjen Pajak KEP 171/PJ./2002
http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=70222949cc0db89ab32c9969754d4758
7 Ags 2002
PELAKSANAAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP171/PJ./2002 TENTANG PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL
25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Surat Edaran Dirjen Pajak SE 14/PJ.41/2002
http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?
id=ab7314887865c4265e896c6e209d1cd6
23 Jan 2004
KEWAJIBAN MEMILIKI NPWP BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA
TERTENTU
Surat Dirjen Pajak S 58/PJ.311/2004
http://www.pajakonline.com/engine/peraturan/view.php?id=afecc60f82be41c1b52f6705ec69e0f1
WP OP baru
Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009
PPh Pasal 25 bulan September 2010.
PER 32/PJ/2010
http://2.bp.blogspot.com/Huakkb2X_Wo/ULjv7KyremI/AAAAAAAABnI/MDL13CsvAoA/s1600/slip%2Bgaji.jpg
http://1.bp.blogspot.com/-v76gXoe0SAo/ULjqr7MjwnI/AAAAAAAABmE/lsQ_nWT_Uc/s320/Contoh%2BSlip%2BGaji.jpg
http://2.bp.blogspot.com/XVioLq6zufE/UR2qfSU4ZqI/AAAAAAAADCA/ZNt7CbL0kVM/s1600/slip-gaji-1.jpg
http://3.bp.blogspot.com/di5tRcA5ARc/UR2qhmIDmJI/AAAAAAAADCI/5IU87ADk7Rw/s1600/slip-gaji-2.jpg

http://1.bp.blogspot.com/bQJC0hJuS1w/UR2qid7yYwI/AAAAAAAADCQ/aMP6e93gnYY/s1600/slip-gaji-3.jpg
http://3.bp.blogspot.com/FW0FuiFtzYk/UR2qisWDsBI/AAAAAAAADCU/672rBDP9p2w/s1600/slip-gaji-4.jpg
http://3.bp.blogspot.com/-6sUHxF0Ep0/UR2qi5632pI/AAAAAAAADCY/521a1nPU5fk/s400/slip-gaji-5.jpg
http://3.bp.blogspot.com/3ZyQIXQGWTg/UR2qmQ3TD8I/AAAAAAAADCo/uQVh6B9c8QA/s400/slip-gaji-6.jpg
http://4.bp.blogspot.com/TWVwrQNizMI/UR2qm21mgBI/AAAAAAAADCw/7tfSYNfuliA/s1600/slip-gaji-7.jpg
http://4.bp.blogspot.com/1s5KViDPWRA/TaxJ39pWrAI/AAAAAAAAFT8/dJjTniayqXQ/s1600/contoh_slip_gaji.jpg
http://4.bp.blogspot.com/1s5KViDPWRA/TaxJ39pWrAI/AAAAAAAAFT8/dJjTniayqXQ/s280/contoh_slip_gaji.jpg
http://eprints.undip.ac.id/2533/1/PPh_Pasal_25.ppt
http://halizairfani.trigunadharma.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/Chapter6.pdf
http://statcounter.com/p7295284/pageload/?excel
http://pajak.go.id/sites/default/files/Buku%20SPT%20Tahunan%20PPh%20WP%20OP
%202013.pdf
http://pajak.go.id/sites/default/files/BookletPPh.pdf
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/image_humas/Buku%20HKWP_1.png
http://pajak.go.id/sites/default/files/BookletKUP.pdf
http://pajak.go.id/sites/default/files/PersandinganUUKUP.rar
http://pajak.go.id/sites/default/files/PersandinganUUPPh.pdf
http://pajak.go.id/sites/default/files/PersandinganPPPPh.pdf
http://pajak.go.id/sites/default/files/Buku%20UU%20Perpajakan%20SDSN%202012.pdf
http://rumushitung.com/wp-content/uploads/2012/12/cara-menghitung-pph-pasa-25300124.png

http://catatanpajak.com/wp-content/uploads/2012/11/ptkp-2013.jpg
http://catatanpajak.com/wp-content/uploads/2012/11/SKB-PPh-Pasal-21-22-22-Impor-23.zip
http://ortax.org/files/downaturan/11PJ_PER1.pdf
http://ortax.org/files/downaturan/11PJ_SE11.pdf
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/116728-T%2024565-Analisis%20kebijakan-Lampiran.pdf
http://staff.ui.ac.id/internal/060603586/material/NPWPNPPKP.ppt
http://staff.ui.ac.id/internal/060603075/material/slide_KUP_NPWPpembukuan_ptemuan13.ppt
http://staff.ui.ac.id/internal/060603586/material/KUPEkstensi.ppt
http://www.dikti.go.id/files/atur/uang/UU36-2008.pdf

Anda mungkin juga menyukai