Ellcome To My Blog..
Ellcome To My Blog..
Mengenai Saya
1. Kerajaan
2. Republik
.:[Close][Klik
Kontak Saya
Blog Archive
Hal tersebut semuanya ditemukan dalam LONTARAK SUKKUNA WAJO. Sebagaimana yang
diungkapkan bahwa beberapa nama pada masa Kerajaan Wajo yang berjasa dalam mengantar
Tana Wajo menuju kepada kebesaran dan kejayaan antara lain :
1. LATADAMPARE PUANGRIMAGGALATUNG
2. PETTA LATIRINGENG TO TABA ARUNG SIMETTENGPOLA
2009 (25)
3. LAMUNGKACE TOADDAMANG
2010 (64)
4. LATENRILAI TOSENGNGENG
January (4)
5. LASANGKURU PATAU
March (5)
April (3)
May (10)
June (6)
August (2)
September (14)
SEJARAH
KABUPATEN
SINJAI
SEJARAH
KABUPATEN
BULUKUMBA
SEJARAH
KABUPATEN
BONE
SEJARAH
KABUPATEN
TAKALAR
SEJARAH
KABUPATEN
JENEPONTO
SEJARAH
KABUPATEN
BARRU
KOTA PAREPARE
SEJARAH
KABUPATEN
SIDRAP
SEJARAH
KABUPATEN
BANTAENG
SEJARAH
KABUPATEN
ENREKANG
SEJARAH
8. LAFARIWUSI TOMADDUALENG
Dan masih banyak lagi nama-nama yang berjasa di Tanah Wajo yang menjadi peletak dasar kebesaran dan
kejayaan Wajo.
Beberapa versi tentang kelahiran Wajo, yakni :
1. Versi Puang Rilampulungeng
2. Versi Puang Ritimpengen
3. Versi Cinnongtabi
4. Versi Boli
5. Versi Kerajaan Cina
Share it
Ads
Pow ered
Share
this on Facebo
by:KumpulBlogger.com
Dari versi tersebut, disepakati yang menjadi tahun dari pada Hari Jadi Wajo ialah versi Boli, yakni pada waktu
pelantikan Batara Wajo pertama LATENRI BALI Tahun 1399, dibawah pohon besar (pohon Bajo). Tempat pelantikan
sampai sekarang masih bernama Wajo-Wajo, di daerah Tosora Kecamatan Majauleng.
Terungkap bahwa, pada mulanya LATENRI BALI bersama saudaranya bernama LATENRI TIPPE secara berdua
diangkat sebagai Arung Cinnongtabi, menggantikan ayahnya yang bernama LAPATIROI. Akan tetapi dalam
pemerintahannya, LATENRI TIPPE sering berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya yang diistilahkan
NAREMPEKENGNGI BICARA TAUWE, maka LATENRI BALI mengasingkan dirinya ke Penrang (sebelah Timur
Tosora) dan menjadi Arung Penrang. Akan tetapi tak lama kemudian dia dijemput rakyatnya dan diangkat menjadi
Arung Mata Esso di Kerajaan Boli. Pada upacara pelantikan dibawah pohon Bajo, terjadi perjanjian antara LATENRI
BALI dengan rakyatnya dan diakhiri dengan kalimat BATARAEMANI TU MENE NA JANCITTA, TANAE MANI
RIAWANA (Hanya Batara Langit di atasnya perjanjian kita, dan bumi di bawahnya) NARITELLANA PETTA LATENRI
BALI PETTA BATARA WAJO.
Berdasarkan perjanjian tersebut, maka dirubahlah istilah Arung Mata Esso menjadi Batara, dan kerajaan baru
didirikannya, yang cikal bakalnya dari Kerajaan Boli, menjadi Kerajaan Wajo, dan LATENRI BALI menjadi Batara
Wajo yang pertama.
Sedangkan untuk menentukan tanggal Hari Jadi Wajo, dikemukakan beberapa versi, yakni :
Tweet this
1. Versi tanggal 18 Maret, ketika armada Lamaddukkelleng dapat mengalahkan armada Belanda di perairan
Pulau Barrang dan Koddingareng.
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
1/16
6/10/2014
KABUPATEN
PINRANG
SEJARAH
KABUPATEN
SOPPENG
SEJARAH
KABUPATEN
TANA TORAJA
SEJARAH
KABUPATEN
WAJO
October (1)
November (17)
December (2)
2011 (39)
2012 (2)
4. Versi ketika Andi Ninnong Ranreng Tuwa Wajo, menyatakan di depan Dr.
SAM RATULANGI dan LANTO DG. PASEWANG di Sengkang pada Tahun
1945 bahwa rakyat Wajo berdiri di belakang Negara Kesatuan Indonesia.
Dari versi tersebut, disepakati yang menjadi tanggal daripada Hari Jadi
Wajo, ialah versi tanggal 29 Maret, karena sepanjang sejarah belum
pernah ada pejuang yang mampu mengalahkan Belanda pada
pertempuran terakhir. Peristiwa ini terjadi pada Tahun 1741.
Dengan perpaduan dua versi tersebut di atas, maka disepakati: Hari Jadi Wajo ialah Tanggal 29 Maret 1399.
Kebesaran dan kejayaan Kerajaan Wajo pada masanya, disebabkan oleh berbagai
aspek sebagaimana telah dikemukakan tedahulu, namun ada hal yang sangat hakiki
yang perlu mendapatkan perhatian, yakni adanya kepatuhan dan ketaatan Raja dan
rakyatnya terhadapat Pangadereng, Ade yang diwarisi dan disepakati, Ade
Assiamengeng, Ade Amaradekangeng, sistem Ade dengan sitilah ADE MAGGILING
JANCARA, serta berbagai falsafah hidup, pappaseng dan sebagainya.
Kepatuhan dan ketaatan rakyat Wajo terhadap rajanya, sebaliknya perhatian dan
pengayoman raja terhadap rakyatnya adalah satu aspek terwujudnya ketentraman
dan kedamaian dalam menjalankan pemerintahan pada masa itu. Hal ini dapat kita
lihat, pada saat LA TIRINGENG TO TABA dalam kedudukannya sebagai Arung
Simettengpola mengadakan perjanjian dengan rakyatnya. Perjanjian ini dikenal
dengan LAMUNGPATUE RILAPADDEPA (Penanaman batu = Perjanjian
Pemerintahan di Lapaddeppa).
Inti dari perjanjian ini ialah bahwa rakyat akan patuh terhadap perintah raja, asalkan
atas kebaikan dan kemaslahatan rakyat, demikian pula raja akan senantiasa
mengayomi rakyatnya dengan dasar Ade, Pengadereng (hukum), dengan
pengakuannya :
IO TO WAJO, MAUTOSA MUPAMESSA, MUA RIATIMMU, MUPAKEDOI RILILAMU MAELOE PASSUKKA
RIAKKARUNGEKKU RI BETTENGPOLA, MAPERING TOKKO NA BACU BACUE, ONCOPISA REKKO
MUELOREKKAMAJA MATTI PAJJEO TO WAJO
Artinya :
Ya orang-orang Wajo, sekalipun menimbulkan dalam hatimu atau menggerakkan dalam lidahmu, hendak
mengeluarkan aku dari jabatan kerajaanku di Bettengpola, engkau akan tersapu bersih dari pada tersapunya batubatu. Apalagi jika kalian bermaksud jahat terhadapku, maka engkau kering bagaikan garam.
Pada bagian lain Petta Latiringeng To Taba Arung Sao Tanre, Arung Simettengpola mengemukakan
NAPULEBBIRENGNGI TO WAJJOE MARADEKA NAKKEADE, NAMAFACCING RI GAU SALAE, NAMATINULU
MAPPALAONG, NASABA RESOFA TEMMANGINGNGI MALOMO NALETEI PAMMASE DEWATA, NAMAFAREKKI
WARANG PARANG, NASABA WARANG PARANGMITU WEDDING MAPPATUWO, WARANG PARANG MITU
WEDDING MAPPAMATE.
Artinya :
Yang menjadikan orang Wajo mulia ialah Kemerdekaan yang menjunjung tinggi hukum dan hak azasi manusia, ia
rajin bekerja, karena hanya dengan kerja keras sebagai titian untuk mendapatkan limpahan Rahmat dari Tuhan
Yang Maha Kuasa. Hemat terhadap harta benda, karena harta benda orang bisa hidup sempurna dan harta benda
pula bisa mematikan orang.
Apa yang telah diletakkan oleh Batara Wajo Pertama ini, oleh Batara Wajo dan Arung Matowa berikutnya terus
dikembangkan sampai masa pemerintahan ARUNG MATOWA WAJO KEEMPAT: LATADAMPARE PUANG
RIMAGGALATUNG, Wajo mencapai kejayaan. Pada masa pemerintahan inilah selama sepuluh tahun disempurnakan
segala peraturan hukum adat, pemerintahan dan peradilan, dan mengajarkan etika pemerintahan, merealisasikan
demokrasi dan hak-hak azasi manusia, konsep negara sebagai abdi rakyat (public servent) dan konsep Rule of Law
(hukum yang dipertuan bukan raja).
Salah satu Ade Amaradekangengna yang dimuat secara terpencar dalam Lontarak Sukkuna Wajo, yang selanjutnya
menjadi motto pada Lambang Daerah Kaubpaten Wajo (walaupun disingkatkan), antara lain berbunyai :
MARADEKA TOWAJOE NAJAJIAN ALENA MARADEKA, TANAEMMI ATA, NAIYYA TOMAKKETANAE MARADEKA
MANENG, ADE ASSAMA TURUSENNAMI NAPOPUANG.
Artinya :
Orang-orang Wajo, adalah orang merdeka, mereka merdeka sejak dilahirkan, hanya negeri mereka yang abdi,
sedangkan si pemilik negeri (rakyat) merdeka semua dan hanya hukum adat yang disetuji bersama yang mereka
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
2/16
6/10/2014
Universitas
Negeri Makassar
2 komentar
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
3/16
6/10/2014
0 komentar
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
4/16
6/10/2014
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
5/16
6/10/2014
0 komentar
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
6/16
6/10/2014
0 komentar
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
7/16
6/10/2014
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
8/16
6/10/2014
0 komentar
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
9/16
6/10/2014
Selain itu, sejarah menunjukkan, bahwa pada tanggal 7 Juli 1667 terjadi perang
Makassar, dimana tentara Belanda mendarat lebih dahulu di Bantaeng sebelum
menyerang Gowa karena letaknya yang strategis sebagai bandar pelabuhan dan
lumbung pasngan Kerajaan Gowa. Serangan Belanda tersebut gagal, karena
ternyata dengan semangat patriotiseme rakyat Bantaeng sebagai bagian Kerajaan
Gowa pada waktu itu mengadakan perlawanan besar-besaran.
Bulan 12 (dua belas),menunjukkan sistim Hadat 12 atau semacam DPRD
sekarang, yang terdiri dari perwakilan rakyat melalui Unsur Jannang (Kepala
Kampung) sebagai anggotanya, yang secara demokratis mennetapkan kebijaksanaan pemerintahan bersama
Karaeng Bantaeng.
Tahun 1254 dalam atlas sejarah Dr. Muhammad Yamin, telah dinyatakan wilayah Bantaeng sudah ada, ketika
kerajaan Singosari dibawah pemerintahan Raja Kertanegaramemperluas wilayahnya ke daerah timur Nusantara
untuk menjalin hubungan niaga pada tahun 1254-1292. Penentuan autentik Peta Singosari ini jelas membuktikan
Bantaeng sudah ada dan eksis ketika itu.
Bahkan menurut Prof. Nurudin Syahadat, Bantaeng sudah ada sejak tahun 500 masehi, sehiongga dijuluki Butta Toa
atau Tanah Tuo (Tanah bersejarah).
selanjutnya laporan peneliti Amerika Serikat Wayne A. Bougas menyatakan Bantayan adalah Kerajaan Makassar
awal tahun 1200-1600, dibuktikan dengan ditemukannya penelitian arkeolog dan para penggali keramik pada bagian
penting wilayah Bantaeng yakni berasal dari dinasti Sung (960-1279) dan dari dinasti Yuan (1279-1368).
Dengan demikian, maka sesuai kesepakatan yang telah dicapai oleh para
pakar sejarah,sesepuh dan tokoh masyarakat Bantaeng pada tanggal 2-4
Juli 1999. berdasarkan Keputusan Mubes KKB nomor 12/Mubes
KKB/VII/1999 tanggal 4 Juli 1999 tentang penetapan Hari Jadi Bantaeng
maupun kesepatan anggota DPRD Tingkat II Bantaeng, telah memutuskan
bahwa sangat tepat Hari Jadi Bantaeng ditetapkan pada tanggal 7 bulan 12 tahun 1254, Peraturan Daerah Nomor:
28 tahun 1999.
Sejak terbentuknya Kabupaten daerah Tingkat II Bantaeng berdasarkasn UU Nomor 29 Tahun 1959, Bupati Kepala
Daerah Tingkat II yang pertama dilantik pada tanggal 1 Pebruari 1960.
Adapun pejabat pemerintahan sejak terbentuknya Kabupaten Bantaeng sebagai berikut:
1. A. Rifai Bulu Tahun 1960-1965
2. Aru Saleh Tahun 1965-1966
3. Solthan Tahun 1966-1971
4. H. Solthan Tahun 1971-1978
5. Drs. H. Darwis Wahab Tahun 1978-1988
6. Drs. H. Malingkai Maknun Tahun 1988-1993
7. Drs. H. said Saggaf Tahun 1993-1998
8. Drs. H. Azikin Solthan, M. Si Tahun 1998 - 2008
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
10/16
6/10/2014
0 komentar
1 komentar
KOTA PARE-PARE
Diawal perkembangannya dataran tinggi yang sekarang ini, yang disebut Kota Parepare, dahulunya adalah
merupakan semak-semak belukar yang diselang-selingi oleh lubang-lubang tanah yang agak miring tempat
tumbuhnya semak-semak tersebut secara liar dan tidak teratur, mulai dari utara (Cappa Ujung) hingga ke jurusan
selatan kota. Kemudian dengan melalui proses perkembangan sejarah sedemikian rupa dataran itu dinamakan Kota
Parepare.
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
11/16
6/10/2014
Sumber : www.pareparekota.go.id
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010
0 komentar
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
12/16
6/10/2014
8 komentar
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
13/16
6/10/2014
penelusuran
tersebut
menggunakan
dua
pendekatan
yaitu
tanggal, bulan, dan tahun menurut teks dan tanggal kejadiannya, serta
pendekatan dengan mengambil tanggal-tanggal, bulan-bulan maupun tahuntahun yang mempunyai makna-makna penting yang bertalian dengan lahirnya
suatu daerah, yang dianggap merupakan puncak kulminasi peristiwa-peristiwa
yang pernah terjadi.
Adapun alternatif yang digunakan terhadap kedua pendekatan tersebut di atas
yaitu:
Pertama:
a. November 1863, adalah tahun berpisahnya antara Bangkala dan Binamu dengan Laikang. Ini membuktikan jiwa
patriotisme Turatea melakukan perlawanan yang sangat gigih terhadap pemerintah Kolonial Belanda.
b. Tanggal 29 Mei 1929 adalah pengangkatan Raja Binamu. Tahun itu mulai diangkat Todo sebagai lembaga adat
yang refresentatif mewakili masyarakat.
c. Tanggal 1 Mei 1959, adalah berdasarkan Undang-undang No. 29 Tahun 1959 menetapkan terbentuknya Daerah
Tingkat II di Sulawesi Selatan, dan terpisahnya Takalar dari Jeneponto.
Kedua:
a. Tanggal 1 Mei 1863, adalah bulan dimana Jeneponto menjalani masa-masa yang sangat penting yaitu dilantiknya
Karaeng Binamu, yang diangkat secara demokratis oleh Toddo Appaka sebagai lembaga representatif
masyarakat Turatea.
b. Mundurnya Karaeng Binamu dari tahta sebagi wujud perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda.
c. Lahirnya Undang Undang No. 29 Tahun 1959.
d. Diangkatnya kembali raja Binamu setelah berhasil melawan penjajah Belanda. Kemudian tahun 1863, adalah tahun
yang bersejarah yaitu lahirnya Afdeling Negeri-negeri Turatea setelah diturunkan oleh pemerintah Belanda dan
keluarnya Laikang sebagai konfederasi Binamu.
e. Tanggal 20 Mei 1946, adalah simbol patriotisme Raja Binamu (Mattewakkang Dg Raja) yang meletakkan jabatan
sebagai raja yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah Belanda. Dengan Demikian penetapan Hari Jadi
Jeneponto yang disepakati oleh pakar pemerhati sejarah, peneliti, sesepuh dan tokoh masyarakat Jeneponto, dari
seminar Hari jadi Jeneponto yang berlangsung pada hari Rabu, tanggal 21 Agustus 2002 di Gedung Sipitangarri,
dianggap sangat tepat, dan merupakan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan berbagai kesimpulan di atas, maka Hari jadi Jeneponto ditetapkan pada tanggal 1 Mei 1863,
dan dikukuhkan dalam peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 1 Tahun 2003 tanggal 25 April 2003.
Sumber : www.jenepontokab.go.id
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010
0 komentar
1.
Melalui Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Swatantra Makassar. Perjuangan melalui Legislatif ini, dipercayakan
sepenuhnya kepada 4 (empat) orang anggota DPRD utusan Takalar, masing-masing H. Dewakang Dg. Tiro, Daradda Dg. Ngambe,
Abu Dg. Mattola dan Abd. Mannan Dg. Liwang.
2.
Melalui pengiriman delegasi dari unsur pemerintah bersama tokoh-tokoh masyarakat. Mereka menghadap Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan di Makassar menyampaikan aspirasi, agar harapan terbentuknya Kabupaten Takalar segera terwujud. Mereka
yang menghadap Gubernur Sulawesi adalah Bapak H. Makkaraeng Dg. Manjarungi, Bostan Dg. Mamajja, H. Mappa Dg. Temba, H.
Achmad Dahlan Dg. Sibali, Nurung Dg. Tombong, Sirajuddin Dg. Bundu dan beberapa lagi tokoh masyarakat lainnya.
Upaya ini dilakukan tidak hanya sekali jalan. Titik terang sebagai tanda-tanda keberhasilan dari perjuangan tersebut sudah mulai
nampak, namun belum mencapai hasil yang maksimal yaitu dengan keluarnya Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1957 (LN No. 2
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
14/16
6/10/2014
BPH Pemerintahan
BPH Ekonomi
Setelah terbentuknya Kabupaten Takalar, maka Districk Polombangkeng dijadikan 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Polombangkeng
Selatan dan Polombangkeng Utara, Districk Galesong dijadikan 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Galesong Selatan dan Kecamatan
Galesong Utara, Districk Topejawa, Districk Takalar, Districk Laikang dan Districk Sanrobone menjadi Kecamatan TOTALLASA (Singkatan
dari Topejawa, Takalar, Laikang dan Sanrobone) yang selanjutnya berubah menjadi Kecamatan Mangarabombang dan Kecamatan
Mappakasunggu. Perkembangan selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001 terbentuk lagi sebuah Kecamatan yaitu
Kecamatan Pattallassang (Kecamatan Ibukota) dan terakhir dengan Perda Nomor 3 Tahun 2007 tanggal 27 April 2007 dan Perda Nomor 5
Tahun 2007 tanggal 27 April 2007, dua kecamatan baru terbentuk lagi yaitu Kecamatan Sanrobone (Pemekaran dari Kecamatan
Mappakasunggu) dan Kecamatan Galesong (Pemekaran dari Kecamatan Galesong Selatan dan Kecamatan Galesong Utara). Sehingga
dengan demikian sampai sekarang Kabupaten Takalar terdiri dari 9 (sembilan) buah Kecamatan, sebagaimana telah disebutkan terdahulu.
Kesembilan kecamatan ini membawahi sejumlah 82 Desa/Kelurahan, dengan jumlah penduduk + 252,275 jiwa.
Sejak terbentuknya Kabupaten Takalar hingga saat ini, pejabat Bupati Kepala Daerah silih berganti, demikian pula Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, masing-masing yaitu:
BUPATI KEPALA DAERAH :
1.
Donggeng Dg. Ngasa, masa Jabatan 1960-1964.
2.
Makkatang Dg. Sibali, masa Jabatan 1965-1967.
3.
M. Suaib Pasang, masa Jabatan 1967-1978.
4.
Ibrahim Tulle, masa Jabatan 1968-1983.
5.
Batong Aminullah, masa Jabatan 1983-1987.
6.
Drs.H. Tadjuddin Nur, masa Jabatan 1987-1992.
7.
Drs.H. Syahrul Saharuddin, MS, masa Jabatan 1992-1997.
8.
Drs.H. Zainal Abidin, M.Si, masa Jabatan 1997-2002.
9.
Drs.H. Ibrahim Rewa,MM, masa Jabatan 2002-2007.
10.
DR.H.Ibrahim Rewa,MM, masa Jabatan 2007-2012.
Sumber : www.takalarkab.go.id
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010
0 komentar
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
15/16
6/10/2014
Newer Posts
Home
Older Posts
ZIDDU
http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
16/16