Anda di halaman 1dari 16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We

Mengenai Saya

Thursday, 2 September 2010


silahkan

SEJARAH KABUPATEN WAJO


Kebesaran tanah Wajo pada masa dahulu, termasuk kemajuannya di bidang pemerintahan,
kepemimpinan, demokrasi dan jaminan terhadap hak-hak raknyatnya. Adapun konsep
pemerintahan adalah :

Andi Brilin UNM


makassar, sulawesiselatan, Indonesia
Biasa-biasa aja

1. Kerajaan

View my complete profile

2. Republik

.:[Close][Klik

3. Federasi, yang belum ada duanya pada masa itu

Kontak Saya

Blog Archive

Hal tersebut semuanya ditemukan dalam LONTARAK SUKKUNA WAJO. Sebagaimana yang
diungkapkan bahwa beberapa nama pada masa Kerajaan Wajo yang berjasa dalam mengantar
Tana Wajo menuju kepada kebesaran dan kejayaan antara lain :
1. LATADAMPARE PUANGRIMAGGALATUNG
2. PETTA LATIRINGENG TO TABA ARUNG SIMETTENGPOLA

2009 (25)

3. LAMUNGKACE TOADDAMANG

2010 (64)

4. LATENRILAI TOSENGNGENG

January (4)

5. LASANGKURU PATAU

March (5)

6. LASALEWANGENG TO TENRI RUA

April (3)

7. LAMADDUKKELLENG DAENG SIMPUANG, ARUNG SINGKANG (Pahlawan Nasional)

May (10)
June (6)
August (2)
September (14)
SEJARAH
KABUPATEN
SINJAI
SEJARAH
KABUPATEN
BULUKUMBA
SEJARAH
KABUPATEN
BONE
SEJARAH
KABUPATEN
TAKALAR
SEJARAH
KABUPATEN
JENEPONTO
SEJARAH
KABUPATEN
BARRU
KOTA PAREPARE
SEJARAH
KABUPATEN
SIDRAP
SEJARAH
KABUPATEN
BANTAENG
SEJARAH
KABUPATEN
ENREKANG
SEJARAH

8. LAFARIWUSI TOMADDUALENG
Dan masih banyak lagi nama-nama yang berjasa di Tanah Wajo yang menjadi peletak dasar kebesaran dan
kejayaan Wajo.
Beberapa versi tentang kelahiran Wajo, yakni :
1. Versi Puang Rilampulungeng
2. Versi Puang Ritimpengen
3. Versi Cinnongtabi
4. Versi Boli
5. Versi Kerajaan Cina

Share it

6. Versi masa Kebataraan

Ads
Pow ered
Share
this on Facebo

7. Versi masa ke Arung Matoa-an

by:KumpulBlogger.com

Dari versi tersebut, disepakati yang menjadi tahun dari pada Hari Jadi Wajo ialah versi Boli, yakni pada waktu
pelantikan Batara Wajo pertama LATENRI BALI Tahun 1399, dibawah pohon besar (pohon Bajo). Tempat pelantikan
sampai sekarang masih bernama Wajo-Wajo, di daerah Tosora Kecamatan Majauleng.
Terungkap bahwa, pada mulanya LATENRI BALI bersama saudaranya bernama LATENRI TIPPE secara berdua
diangkat sebagai Arung Cinnongtabi, menggantikan ayahnya yang bernama LAPATIROI. Akan tetapi dalam
pemerintahannya, LATENRI TIPPE sering berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya yang diistilahkan
NAREMPEKENGNGI BICARA TAUWE, maka LATENRI BALI mengasingkan dirinya ke Penrang (sebelah Timur
Tosora) dan menjadi Arung Penrang. Akan tetapi tak lama kemudian dia dijemput rakyatnya dan diangkat menjadi
Arung Mata Esso di Kerajaan Boli. Pada upacara pelantikan dibawah pohon Bajo, terjadi perjanjian antara LATENRI
BALI dengan rakyatnya dan diakhiri dengan kalimat BATARAEMANI TU MENE NA JANCITTA, TANAE MANI
RIAWANA (Hanya Batara Langit di atasnya perjanjian kita, dan bumi di bawahnya) NARITELLANA PETTA LATENRI
BALI PETTA BATARA WAJO.
Berdasarkan perjanjian tersebut, maka dirubahlah istilah Arung Mata Esso menjadi Batara, dan kerajaan baru
didirikannya, yang cikal bakalnya dari Kerajaan Boli, menjadi Kerajaan Wajo, dan LATENRI BALI menjadi Batara
Wajo yang pertama.
Sedangkan untuk menentukan tanggal Hari Jadi Wajo, dikemukakan beberapa versi, yakni :

Tweet this

Demo Targeted Ads


View stats

(NEW) Appointment gadg


>>

1. Versi tanggal 18 Maret, ketika armada Lamaddukkelleng dapat mengalahkan armada Belanda di perairan
Pulau Barrang dan Koddingareng.

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

1/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


2. Versi tanggal 29 Maret, ketika dalam peperangan terakhir,
Lamaddukkelleng di Lagosi, dapat memukul mundur pasukan gabungan
Belanda dan sekutu-sekutunya.

KABUPATEN
PINRANG
SEJARAH
KABUPATEN
SOPPENG

3. Versi tanggal 16 Mei, ketika Lasangkuru Patau bergelar Sultan Abdul


Rahman Arung Matoa Wajo, memeluk agama Islam.

SEJARAH
KABUPATEN
TANA TORAJA
SEJARAH
KABUPATEN
WAJO
October (1)
November (17)
December (2)
2011 (39)
2012 (2)

Copy HTML Ini


<a href="
http://andibril
inunm.blogspot.
com "><img
src="
http://oi54.tin
ypic.com/29bm2a
q.jpg "
border="0"
Pengikut
alt="Image and
video hosting
Join
this
by T
inyP
ic"site
/>
w/
ith
Google Friend
<
a>
Connect

Members (14) More

Already a member? Sign in

Ads Pow ered


by:KumpulBlogger.com
Demo Targeted Ads

4. Versi ketika Andi Ninnong Ranreng Tuwa Wajo, menyatakan di depan Dr.
SAM RATULANGI dan LANTO DG. PASEWANG di Sengkang pada Tahun
1945 bahwa rakyat Wajo berdiri di belakang Negara Kesatuan Indonesia.
Dari versi tersebut, disepakati yang menjadi tanggal daripada Hari Jadi
Wajo, ialah versi tanggal 29 Maret, karena sepanjang sejarah belum
pernah ada pejuang yang mampu mengalahkan Belanda pada
pertempuran terakhir. Peristiwa ini terjadi pada Tahun 1741.
Dengan perpaduan dua versi tersebut di atas, maka disepakati: Hari Jadi Wajo ialah Tanggal 29 Maret 1399.
Kebesaran dan kejayaan Kerajaan Wajo pada masanya, disebabkan oleh berbagai
aspek sebagaimana telah dikemukakan tedahulu, namun ada hal yang sangat hakiki
yang perlu mendapatkan perhatian, yakni adanya kepatuhan dan ketaatan Raja dan
rakyatnya terhadapat Pangadereng, Ade yang diwarisi dan disepakati, Ade
Assiamengeng, Ade Amaradekangeng, sistem Ade dengan sitilah ADE MAGGILING
JANCARA, serta berbagai falsafah hidup, pappaseng dan sebagainya.
Kepatuhan dan ketaatan rakyat Wajo terhadap rajanya, sebaliknya perhatian dan
pengayoman raja terhadap rakyatnya adalah satu aspek terwujudnya ketentraman
dan kedamaian dalam menjalankan pemerintahan pada masa itu. Hal ini dapat kita
lihat, pada saat LA TIRINGENG TO TABA dalam kedudukannya sebagai Arung
Simettengpola mengadakan perjanjian dengan rakyatnya. Perjanjian ini dikenal
dengan LAMUNGPATUE RILAPADDEPA (Penanaman batu = Perjanjian
Pemerintahan di Lapaddeppa).
Inti dari perjanjian ini ialah bahwa rakyat akan patuh terhadap perintah raja, asalkan
atas kebaikan dan kemaslahatan rakyat, demikian pula raja akan senantiasa
mengayomi rakyatnya dengan dasar Ade, Pengadereng (hukum), dengan
pengakuannya :
IO TO WAJO, MAUTOSA MUPAMESSA, MUA RIATIMMU, MUPAKEDOI RILILAMU MAELOE PASSUKKA
RIAKKARUNGEKKU RI BETTENGPOLA, MAPERING TOKKO NA BACU BACUE, ONCOPISA REKKO
MUELOREKKAMAJA MATTI PAJJEO TO WAJO
Artinya :
Ya orang-orang Wajo, sekalipun menimbulkan dalam hatimu atau menggerakkan dalam lidahmu, hendak
mengeluarkan aku dari jabatan kerajaanku di Bettengpola, engkau akan tersapu bersih dari pada tersapunya batubatu. Apalagi jika kalian bermaksud jahat terhadapku, maka engkau kering bagaikan garam.
Pada bagian lain Petta Latiringeng To Taba Arung Sao Tanre, Arung Simettengpola mengemukakan
NAPULEBBIRENGNGI TO WAJJOE MARADEKA NAKKEADE, NAMAFACCING RI GAU SALAE, NAMATINULU
MAPPALAONG, NASABA RESOFA TEMMANGINGNGI MALOMO NALETEI PAMMASE DEWATA, NAMAFAREKKI
WARANG PARANG, NASABA WARANG PARANGMITU WEDDING MAPPATUWO, WARANG PARANG MITU
WEDDING MAPPAMATE.
Artinya :
Yang menjadikan orang Wajo mulia ialah Kemerdekaan yang menjunjung tinggi hukum dan hak azasi manusia, ia
rajin bekerja, karena hanya dengan kerja keras sebagai titian untuk mendapatkan limpahan Rahmat dari Tuhan
Yang Maha Kuasa. Hemat terhadap harta benda, karena harta benda orang bisa hidup sempurna dan harta benda
pula bisa mematikan orang.
Apa yang telah diletakkan oleh Batara Wajo Pertama ini, oleh Batara Wajo dan Arung Matowa berikutnya terus
dikembangkan sampai masa pemerintahan ARUNG MATOWA WAJO KEEMPAT: LATADAMPARE PUANG
RIMAGGALATUNG, Wajo mencapai kejayaan. Pada masa pemerintahan inilah selama sepuluh tahun disempurnakan
segala peraturan hukum adat, pemerintahan dan peradilan, dan mengajarkan etika pemerintahan, merealisasikan
demokrasi dan hak-hak azasi manusia, konsep negara sebagai abdi rakyat (public servent) dan konsep Rule of Law
(hukum yang dipertuan bukan raja).
Salah satu Ade Amaradekangengna yang dimuat secara terpencar dalam Lontarak Sukkuna Wajo, yang selanjutnya
menjadi motto pada Lambang Daerah Kaubpaten Wajo (walaupun disingkatkan), antara lain berbunyai :

MARADEKA TOWAJOE NAJAJIAN ALENA MARADEKA, TANAEMMI ATA, NAIYYA TOMAKKETANAE MARADEKA
MANENG, ADE ASSAMA TURUSENNAMI NAPOPUANG.
Artinya :
Orang-orang Wajo, adalah orang merdeka, mereka merdeka sejak dilahirkan, hanya negeri mereka yang abdi,
sedangkan si pemilik negeri (rakyat) merdeka semua dan hanya hukum adat yang disetuji bersama yang mereka

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

2/16

6/10/2014

Universitas
Negeri Makassar

llcome To My Blog...: September 2010We


pertuan.
Kebesaran dan kemuliaan Tana Wajo disebutkan dalam Lontarak :
MAKKEDATOI ARUNG SAOTANRE PETTA TO TABA LA TIRINGENG : NAIA PARAJAIENGNGI WAJO, BICARA
MALEMPUE NAMAGETTENG RI ADE MAPPURAONRONA, NAMASSE RI ADE AMMARADEKANGENNA IA
TONA PASIAMASENGNGE TAUE RI LALEMPANUA, PASIODANINGNGE TAU TEMMASSEAJINGNGENG,
NASSEKITOI ASSEAJINGENNA TANAE. NAPOALIE-BIRETTOI TO WAJOE MARADEKAE, NAIATOSI
NAPOASALAMAKENGNGE TO WAJOE MAPACCINNA ATINNA NAMALEMPU, NAMATIKE, NAMATUTU,
NAMETAU RI DEWATA SEAUAE, NAMASIRI RIPADANNA TAU. LATONARO KUAE PACCOLLII PADAUNGNGI
WAJO, PATTAKKEI, PAPPALEPANGNGI, PAPPARANGA-RANGAI, NALORONG LAO ORAI, LAO ALAU, LAO
MANINAG, LAO MANORANG, MATERENG RAUNNA MACEKKE RIANNAUNGI RI TO WAJOE.
Artinya :
Berkata pula Arung Saotanre Tuan Kita To Taba La Tiringeng: Yang membesarkan Wajo, ialah peradilan yang
jujur, getang pada adat tetapnya dan teguh pada adat kebesarannya. Itu pula yang menyebabkan orang-orang
saling mengasihi di dalam negeri, saling merindui orang-orang yang tidak bersanak dan mengukuhkan persahabatan
negeri. Menjadikan pula orang-orang Wajo mulia karena kebebasannya. Yang menyelamatkan orang-orang Wajo,
ialah ketulusan hatinya dan kejujurannya lagi waspada, berhati-hati, takut kepada Dewata Yang Esa dan menghargai
harkat sesamanya manusia. Yang demikian itulah yang memutikkan dan mendaunkan Wajo, menangkaikan dan
memelepahkan serta melebarkannya, menjalar ke barat, timur, selatan dan ke utara, rimbun dan dingin daunnya
dinaungi oleh orang-orang Wajo.
Nilai-nilai luhur yang antara lain dikemukakan di atas, maupun dalam Lontarak Sukkuna Wajo adalah kearifan yang
menjadi jati diri rakyat Wajo, yang seharusnya kita kembangkan dan lestarikan.
Sumber :
1. Wajo Abad XV-XVI, Suatu Penggalian Sejarah terpendam Sulawesi Selatan dari Lontara;
Prof. Mr. Dr. Andi Zainal Abidin, 1985
2. Munculnya Kerajaan Elektif Wajo, Suatu Percobaan untuk Menemukan Hari Jadi Daerah Wajo;
Prof. Mr. Dr. Andi Zainal Abidin, 1985
3. Sejarah Singkat Hari Jadi Wajo;
Drs. Hamid M. ; Andi Pabbarangi ; Dammar Jabbar, Maret 2000
4. Panitia Hari jadi Wajo (HJW). ke-610 Tahun 2009
5. www.wajokab.go.id
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010

2 komentar

Link ke posting ini

Rekomendasikan ini di Google

SEJARAH KABUPATEN TANA TORAJA


Sebelum menggunakan kata TANA TORAJA pada mulanya terkenal dengan nama TONDOK
LEPONGAN BULAN TANA MATARIALLO , yang mengandung arti : Negri Dengan Bentuk
Pemerintahan Dan Kemasyarakatannya,Merupakan Suatu Kesatuan Yang Bulat Bagaikan Bulan Dan
Matahari .
Kata Tana Toraja baru dikenal sejak abad ke XVII yaitu sejak daerah ini mengadakan hubungan
dengan beberapa daerah tetangga,yang dalam hal ini kerajaan-kerajaan didaerah bugis yakni: Bone,
Sidenreng dan luwu.
Adapun beberapa pendapat tentang arti tentang arti kata tana Tana Toraja antara lain dari bahasa
bugis TO =ORANG,RIAJA = DARI UTARA.Ada pula yang berpendapat bahwa kata Toraja berasal dari
kata TO RIAJA yang berarti ORANG DARI BARAT, anggapan ini diberikan oleh orang orang dari
daerah Luwu,pada pemulaan abad ke XIX yang pada saat itu penjajah mulai merentangkan sayapnya
kedaerah pedalaman Sulawesi selatan.
Tahun 1906 pasukan penjajah tiba di Rantepao dan Makale melalui palopo. Saat tibanya kaum penjajah di Rantepao dan Makale
tersebut maka perlawanan gigih mulai juga dilancarkan oleh beberapa penguasa antara lain PONGTIKU, BOMBING,WASARURAN dan
lain- lain yang menimbulkan cukup banyak korban dipihak kaum penjajah.
Pemerinta Hindia Belanda mulai menyusun pemerintahannya yang terdiri dari DISTRIK,BUA dan
KAMPUNG yang masing-masing dipimpin oleh penguasa setempat ( PUANG MADIKA ).
Setelah 19 tahun Hindia Belanda berkuasa di daerah ini, Tana Toraja dijadikan sebagai
ONDERRAFDELING dibawah SELFBERSTUUR Luwu di Palopo yang terdiri dari 32 Landchaap dan 410
kampung dan sebagai controleuur yang pertama yaitu; H.T. MANTING.
Pada tanggal 18 Oktober 1946 dengan besluit LTGG tanggal 8 Oktober 1946 Nomor 5 ( Stbld Nomor 105 )
Onderafdeling Makale/Rantepao dipisahkan dari Swapraja yang berdiri sendiri dibawah satu
pemerintahan yang disebut TONGKONAN ADA.
Pada saat Pemerintahan berbentuk serikat (RIS ) tahun 1946 TONGKONAN ADA diganti dengan suatu
pemerintahan darurat yang beranggotakan 7 orang dibantu oleh satu badan yaitu KOMITE NASIONAL
INDONESIA ( KNI ) yang beranggotakan 15 orang.
Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Selatan Nomor 482, Pemerintah Darurat diadakan dan pada tanggal 21 Pebruari
1
Dengan Surat Keputusan gubernur Kepala Daerah Sulawesi Selatan Nomor 482, Pemerintah Darurat dibubarkan dan pada tanggal 21
Pebruari 1952 diadakan serah terima Pemerintahan Kepada Pemerintahan Negeri (KPN ) Makale/Rantepao yaitu kepada Wedana ANDI
ACHMAD.Dan pada saat itu wilayah yang terdiri dari 32 Distrik,410 Kampung dirubah menjadi 15 Distrik dan 133 Kampung.
Berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1957 dibentuk Kabupaten Daerah Tingkat II Tana-Toraja yang peresmiannya
dilakuan pada tanggal31 agustus 1957 dengan Bupati Kepala Daerah yang pertama bernama LAKITTA.
Pada tahun 1961 berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 2067 A,Administrasi

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

3/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


Pemerintahan berubah dengan penghapusan sistim Distrik dan Pembentukan Pemerintahan Kecamatan.
Tana Toraja Pada waktu itu terdiri dari 15 Distrik dengan 410 Kampung berubah menjadi 9 Kecamatan dengan 135 Kampung,Kemudian
dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 450/XII/1965 tanggal 20 desember 1965 diadakan
pembentukan Desa Gaya Baru.
Berdasarkan petunjuk surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi selatan tentang pembentukan Desa Gaya Baru tersebut, ditetapkan
surat keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tana Toraja Nomor 152/SP/1967 tanggal 7 september1967 tentang pembentukan Des
Gaya Baru dalam kabupaten daerah Tingkat II Tana Toraja sebanyak 65 Desa Gaya Baru yang terdiri atas 186 Kampung dengan perincian
sebagai berikut:
1. Kecamatan Makale 7 Desa 20 Kampung
2. Kecamatan Sangalla 4 Desa 8 Kampung
3. Kecamatan Mengkendek 6 Desa 20 Kampung
4. Kecamatan Saluputti 10 Desa 25 Kampung
5. Kecamatan Bonggakaradeng 4 Desa 15 Kampung
6. Kecamatan Rantepao 4 Desa 18 Kampung
7. Kecamatan Sanggalangi 9 Desa 40 Kampung
8. Kecamatan Sesean 11 Desa 18 Kampung
9. Kecamatan Rindingallo 10 Desa 22 Kampung
Jumlah 65 Desa 186 Kampung
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dan Peraturan pelaksanaannya, dari 65
Desa Gaya Baru tersebut berubah menjadi 45 desa dan 20 Kelurahan.
Dengan keluarnya Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor ;168/XI/1982,wilaya Kabupaten Tana Toraja terdiri dari 9
Kecamatan dan 22 Kelurahan serta 63 Desa.
Berdasarkan Surat Keputusan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 1988 tanggal 26 September 1988,dibentuk wilaya kerja
Pembantu Bupati Kepala Daerah Wilaya Utara yang dipimpin oleh seorang Wedana Pembantu Bupati Wilaya Utara yang meliputi;
1. Kecamatan Rantepao
2 Kecamatan Sanggalangi
3. Kecamatan Sesean
4. Kecamatan Rindingallo
Adapun pejabat WEDANA Pembantu Bupati Wilaya Utara berturut-turut sebagai berikut:
1.Drs. Bartho Sattu Tahun 1989-1990
2.Drs.Soleman Tahun 1990-1996
3.Drs.A.Palino Popang Tahun 1996-1999
4.Drs.Y.S. Dalipang Tahun 1999-2000
Setelah keluarnya Surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 954/XI/1998 tanggal 14 Desember
1998,wilaya Kabupaten Tana Toraja terdiri dari 9 kecamatan defenitif, 6 Perwakilan Kecamatan, 22 Kelurahan,dan 63 Desa. Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah,dan ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Daerah
No.18 Tahun 2000 tanggal 29 Desember 2000, 6 Perwakilan Kecamatan menjadi defenitif sehingga jumlah kecamatan seluruhnya menjadi 15
Kecamatan.Selanjutnya dengan terbitnya Peraturan daerah No.2 Tahun 2001 tanggal 11 april 2001 keseluruhan desa yang ada berubah
nama menjadi Lembang.
Setelah ditetapkannya Peraturan Daerah No. 2 tahun 2001 tentang perubahan Pertama
Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2000,Peraturan Daerah Kabupaten Tana-Toraja Nomor 8
Tahun 2004 tentang perubahan Kedua Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2000, serta
peraturan daerah nomor 6 Tahun 2005 tentang perubahan Ketiga peraturan Daerah
Nomor 18 tahun 2000,Wilaya Kabupaten Tana-toraja menjadi 40 kecamatan, 87
Kelurahan dan 223 Lembang sampai sekarang.
Sumber : www.torajakab.go.id

Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010

0 komentar

Link ke posting ini

Rekomendasikan ini di Google

SEJARAH KABUPATEN SOPPENG


Asal mula nama Soppeng para pakar dan budayawan belum ada kesepakatan
bahwa dalam sastra bugis tertua I LAGALIGO telah tertulis nama kerajaan Soppeng
yang berbunyi :
IYYANAE SURE PUADA ADAENGNGI TANAE RI SOPPENG, NAWALAINNA SEWOGATTARRENG, NONI MABBANUA TAUWE RI SOPPENG, NAIYYA TAU SEWOE
IYANARO RI YASENG TAU SOPPENG RIAJA, IYYA TAU GATTARENGNGE IYANARO
RIASENG TAU SOPPENG RILAU.
Berdasarkan naskah lontara tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
penduduk tanah Soppeng mulanya datang dari dua tempat yaitu sewo dan
Gattareng.
PENGANGKATAN DATU PERTAMA KERAJAAN SOPPENG
Didalam lontara tertulis bahwa jauh sebelum terbentuknya Kerajaan Soppeng telah
ada kekuasaan yang mengatur jalannya Pemerintahan yang berdasarkan
kesepakatan 60 Pemuka Masyarakat, hal ini dilihat dari jumlah Arung, Sullewatang,
Paddanreng, dan Pabbicara yang mempunyai daerah kekuasaan sendiri yang dikoordini olih LILI-LILI

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

4/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


Namun suatu waktu terjadi suatu musim kemarau disana sini timbul huru-hara, kekacauan sehingga kemiskinan dan
kemelaratan terjadi dimana-mana olehnya itu 60 Pemuka Masyarakat bersepakat untuk mengangkat seorang
junjungan yang dapat mengatasi semua masalah tersebut
Tampil Arung Bila mengambil inisiatif mengadakan musyawarah besar yang dihadiri 30
orang matoa dari Soppeng Riaja dan 30 orang Matoa dari Soppeng Rilau, sementara
musyawarah terganggu dan Arung Bila memerintahkan untuk menghalau burung tersebut
dan mengikuti kemana mereka terbang.
Burung Kakak Tua tersebut akhirnya sampai di Sekkanyili dan ditempat inilah ditemukan
seorang berpakaian indah sementara duduk diatas batu, yang bergelar Manurungnge Ri
Sekkanyili atau LATEMMAMALA sebagai pemimpin yang diikuti dengan IKRAR, ikrar
tersebut terjadi antara LATEMMAMALA dengan rakyat Soppeng.
Demikianlah komitmen yang lahir antara Latemmamala dengan rakyat Soppeng, dan saat
itulah Latemmamala menerima pengangkatan dengan Gelar DATU SOPPENG, sekaligus
sebagai awal terbentuknya Kerajaan Soppeng, dengan mengangkat Sumpah di atas Batu yang di beri nama
LAMUNG PATUE sambil memegang segenggam padi denga mengucapkan kalimat yang artinya isi padi tak akan
masuk melalui kerongkongan saya bila berlaku curang dalam melakukan Pemerintahan selaku Datu Soppeng.
PERUMUSAN HARI JADI SOPPENG
Soppeng yang memiliki sejarah cemerlang dimasa lalu, dengan memperhatikan berbagai masukan agar penempatan
Hari Jadi Soppeng, diadakan seminar karena kurang tepat bila dihitung dari saat dimulainya Pelaksanaan Undangundang Darurat Nomor 04 Tahun 1957, sebab jauh sebelumnya didalam lontara, Soppeng telah mengenal sistem
Pemerintahan yang Demokrasi dibawah kepemimpinan Raja dan Datu. Maka dilaksanakanlah Seminar Sehari pada
Tanggal 11 Maret 2000, yang dihadiri oleh para pakar, Budayawan, Seniman, Ahli Sejarah, Tokoh Masyarakat,
AlimUlama, Generasi Muda dan LSM, dimana disepakati bahwa hari Jadi Soppeng dimulai sejak Pemerintahan TO
MANURUNGNGE RI SEKKANYILI atau LATEMMAMALA tahun 1261, berdasarkan perhitungan dengan menggunakan
BACKWARD CONTING, dan mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Soppeng untuk
dibahas dalam Rapat Paripurna dan mengesahkan untuk dijadikan salam suatu Peraturab Daerah tentang Hari Jadi
Soppeng.
Dari hasil rapat Paripurna Dewan perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten Soppeng, Tanggal 12 Maret 2001 telah menetapkan dan
mengesahkan suatu Peraturan Daerah Kabupaten Soppeng, Nomor
09 Tahun 2001, Tanggal 12 Maret 2001, bahwa Hari Jadi Soppeng
Jatuh pada Tanggal 23 Maret 1261.
Ringkasan arti dari pemakaian Hari jadi Soppeng yakni angka 2 dan
angka 3, karena angka tersebut mempunyai makna sejarah dan filosofi
sebagai berikut :
1. Angka 2 menunjukkan :
a. Dua ke Datuan yakni Soppeng Rilau dan Soppeng Riaja
b. Dua Tomanurung yaitu : TOMANURUNG RI SEKKANYILI DAN TO
MANURUNG RI GORIE.
c. Dua Cakkelle/Burung Kakaktua yang memperebutkan setangkai padi, yang merupakan petunjuk para matoa yang
bermusyawarah mengatasi krisi kelaparan, akhirnya menemukan Tomanurungnge RI SEKKANYILI
d. Dua Pegangan hidup yaitu kejujuran dan keadilan.
e. Dua hal yang tidak bisa dihindari yaitu nasib dan takdir.
f. Dua tanranna namaraja tanaE
- Seorang pemimpin harus jujur dan pintar
- Masyarakat hidup aman, tentram dan damai.
2. Angka 3 menunjujjan :
a. adanya perjanjian 3 kerajaan yaitu : Bone, Soppeng dan Wajo yang dikenal dengan Tellu PoccoE.
b. Taring Tellu Menunjukkan tempat bertumpu yang sangat kuat dan stabil.
c. TELLU RIALA SAPPO, yaitu TAUE RIDEWATAE, TAUE RI WATAKKALE, TAUE RI PADATTA RUPA TAU.
d. TELLU EWANGENNA LEMPUE, yaitu kejujuran, kebenaran dan keteguhan.
3. Angka Dua Tellu bermakna :
a. Dua Tellu bermakna antara lain murah reski.
b. - Dua temmasarang, artinya Allah dan hambanya tidak pernah berpisah.
- Tellu temmalaiseng, artinya Allah Malaikat dan hamba selalu bersama-sama.
c. Tellu Dua Macciranreng, Tellu-Tellu Tea Pettu bermakna berpintal dua sangat rapu, berpintal tiga tidak akan
putus.
d. - Mattulu Parajo Dua Siranreng teppettu sirangreng.
- Marutte Parajo, Mattulu Tellu Tempettu Silariang, bermakna tidak saling membohongi, nanti akan putus jika putus
bersama.
4. dipilihnya bulan tiga atau maret Karen :
a. Bulan Terbentuknya Kabupaten Soppeng
b. Bulan Pelaksanaan Seminar hari Jadi Soppeng.
5. selain itu angka dua atau tiga juga bermakna :
- jika angka 2 + 3 = 5 yang berarti :
a. makna kata dalam huruf karawi lambing Daerah yaitu ADE, RAPANG,
WARI, BICARA, SARA
b. Rukun Islam
c. Pancasila
- jika angka 2 X 3 = 6 yang bermakna : Rukun Islam

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

5/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


6. dipilihnya tahun 1261 adalah menggunakan BACKWARD COUNTING, yaitu pemerintahan Datu Soppeng pertama
TAU MANURUNGNGE RI SEKKANYILI atau LATEMMAMALA pada tahun 1261. sehingga dengan demikian hari jadi
Soppeng ditetapkan pada tanggal 23 Maret 1261.
Sumber : http://andev.multiply.com
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010

0 komentar

Link ke posting ini

Rekomendasikan ini di Google

SEJARAH KABUPATEN PINRANG


Tersebutlah suatu peristiwa di Sawitto pada waktu pemerintahan La Paleteang Raja
IV, Kerajaan Sawitto. Dimana pada waktu itu terjadi peperangan antara Sawitto dan
Gowa, Perang ini terjadi karena Gowa sebagai kerajaan besar, berusaha untuk
menguasai Sawitto yang kondisi dan potensinya menjanjikan setumpuk harapaan.
Berbagai upaya yang telah digunakan Gowa untuk menguasai Sawitto melalui agresi
dan terjadilah perang antar Sawitto dan Gowa sekitar Tahun 1540.
Prajurit - parjurit Sawitto dengan gigih mengadakan perlawanan abdi kerajaan mati matian mempertahankan dan membela bumi ini berkesudahaan dengan kekalahan
dipihak Sawitto sehingga raja La Paleteang dan isterinya dibawa ke Gowa sebagai
tanda kemenangan Gowa atas Sawitto. Awan yang meliputi kesedihan rakyat atas
kepergian sang raja yang arif dan bijaksana. Upaya yang dilakukan membebaskan
sang raja bersama permaisuri kerajaan Sawitto. Akhirnya dalam suatu musyawarah
kerajaan terpilih dua Tobarani, yaitu Tolengo dan To Kipa untuk mengemban tugas membebaskan sang raja beserta
permaisurinya. Kemudian berangkatlah kedua bersaudara tersebut ke Gowa yang berhasil membawa pulang raja La
Paleteang beserta permaisurnya. Kedatangan raja bersama permaisuri, disambut dengan luapan kegembiraan dan
di elu - elukan sepanjang jalan menuju istana. dibalik kegembiraan itu, mereka terharu melihat kondisi sang raja yang
mengalami banyak perubahan seraya mengatakaan " PINRA KANA NI TAPPA NA DATUE POLE RI GOWA " Yang
artinya wajah raja menagalami perubahan sekembali dari Gowa. Kata-kata inilah senantiasa terlontar dari orang oraang yang menyertai sang raja. Ketika raja beristrahat sejenak sebelum tiba di istana bertitahlah sang raja kepada
pengantarnya untuk menyebut tempat tersebut dengan nama PINRA.
Sumber lain ini mengatakan pemukiman kota Pinrang yang dahulunya rawa-rawa yang
selalu tergenang air membuat masyarakat senantiasa berpindah-pindah mencari
wilayah pemukiman yang bebas genangan air, berpindah-pindah atau berubah-ubah
pemukiman, dalam bahasa bugis disebut "PINRA - PINRA ONROANG" setelah
masyarakat menemukan tempat pemukiman yang baik, maka diberinya tempat
tersebut:PINRA-PINRA.Dari kedua sejarah yang berbeda itu lahirlah istilah yang sama
yaitu " PINRA " kemudian kata itu dalam perkembangannya dipengaruhi oleh intonasi
dan dialek bahasa bugis sehingga menjadi Pinrang yang sekarang ini diabadikan
menjadi Kabupaten Pinrang.
Sebagaimana diketahui bahwa ketika jepang masuk di pinrang sekitar tahun 1943
sistem Pemerintahan warisan kolonial dengan struktur lengkap yang terdiri dari 4
(Empat) swapraja, masing - masing Swapraja Sawitto, Swapraja Batu Lappa, Swapraja
Kassa dan Swapraja Suppa. Ketika Pinrang menjadi onder-afdeling di bawah afdeling
Parepare Sementara afdeling Parepare adalah salah satu afdeling dari tujuh afdeling
yang ada di propinsi Sulawesi.
Dengan ditetapkannya PP Nomor 34/1952 tentang perubahan daerah Sulawesi selatan,pembagian wilayahnya
menjadi menjadi daerah swatantra. Pertimbangan diundangkannya PP tersebutadalah untuk memenuhi keinginan
rakyat dan untuk memperbaiki susunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Daerah swantantra yang dibentuk
adalah sama dengan wilayah afdeling yang ditetapkan dalam keputusan Gubernur Timur besar (GROTE GOSTE)
tanggal 24 juni 1940 nomor 21, kemudian diubah oleh Keputusan Gubernur Sulawesi nomor 618/1951.Perubahan
adalah kata afdeling dirubah menjadi daerah swatantra dan onder afdeling menjadi kewedaan. Dengan perubahan
tersebut maka onder afdeling pinrang berubah menjadi kewedanaan pinrang yang membawahi empat swapraja dan
distrik.dengan status demikian inilah pemerintahan senantiasa mengalami pasang surut ditengah-tengah pasang
surutnya keadaan pemerintahan, upaya memperbaiki struktur dan penyelenggaraan pemerintahan di satu
sisi,disamping memenuhi kebahagiaan dan keinginan rakyat. Maka pada tahun 1959 keluarlah satu undang-undang
yang dikenal dengan undang-undang nomor 29/1959 yang berlaku pada tanggal 4 juli 1959 tentang pembentukan
daerah-daerah TK.II di Sulawesi yang praktis. Membentuk Daerah Tingkat II Pinrang pula.namun hal ini belum dapat
dijadikan sebagai patokan lahirnya Kabupaten Daerah TK.II Pinrang.Berhubung unsur Pemerintahannya yang
merupakan organ atau bagian yang belum ada.
Setelah keluarnya surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: UP7/3/5-392 tanggal 28 januari 1960 yang menunjuk H.A.MAKKOELAOE
menjadi Kepala DaerahTK.II Pinrang. Karena pada saat itu unsur atau
organ sebagai perangkat daerah otonomi telah terpenuhi. kemudian
dikaji melalui suatu simposium yang dilakukan oleh kelompok pemuda
khususnya KPMP Kabupaten Pinrang dan diteruskan kepada DPRD
untuk dituangkan kedalam suatu PERDA tersendiri.
Sumber : http://pinrangkab.go.id

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

6/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010

0 komentar

Link ke posting ini

Rekomendasikan ini di Google

SEJARAH KABUPATEN ENREKANG


Sejak abad XIV, daerah ini disebut MASSENREMPULU yang artinya meminggir
gunung atau menyusur gunung, sedang sebutan Enrekang dari ENDEG yang artinya
NAIK DARI atau PANJAT dan dari sinilah asal mulanya sebutan ENDEKAN. Masih ada
arti vrsi lain yang dalam pengertian umum sampai saat ini bahkan dalam Adminsitrasi
Pemerintahan telah dikenal dengan nama ENREKANG versi Bugis sehingga jika
dikatakan bahwa Daerah Kabupaten Enrekang adalah daerah pegunungan, sudah
mendekati kepastian sebab jelas bahwa Kabupaten Enrekang terdiri dari gununggunung dan bukit-bukit sambung menyambung mengambil 85 % dari seluruh luas
wilayah yang luasnya 1.786.01 Km.
Pada mula terbentuknya Kabupaten Enrekang yang telah mengalami beberapa kali
pergantian Bupati sampai sekarang, antara lain :
Periode 1960 - 1963 dijabat oleh ANDI BABBA MANGOPO
Periode 1963 - 1964 dijabat oleh M. NUR
Periode 1964 - 1965 dijabat oleh M. CAHTIF LASINY
Periode 1965 - 1969 dijabat oleh BAMBANG SOETRESNA
Periode 1969 - 1971 dijabat oleh ABD. RACHMAN, BA.
Periode 1971 - dijabat oleh Drs. A. PARAWANSA (Pjs.)
Periode 1971 - 1978 dijabat oleh MUCH. DAUD ( 2 Thn masa non Fictive )
Periode 1978 - 1983 dijabat oleh H. ABDULLAH DOLLAR, BA.
Periode 1983 - 1988 dijabat oleh M. SALEH NURDIN AGUNG
Periode 1988 - 1993 dijabat oleh H. M. AMIN SYAM
Periode 1993 - 1998 dijabat oleh H. ANDI RACHMAN
Periode 1998 6 Oktober 2003 dijabat oleh Drs. H. IQBAL MUSTAFA Wakil Bupati Drs. ZAINI BADAWING
Periode 2003 2008 dijabat oleh Ir. H. LA TINRO LA TUNRUNG Wakil Bupati H. MUH. LODY SINDANGAN, SH. M.Si.
Periode 2008 (Mei s/d Oktober 2008) dijabat oleh H. MUH. LODY SINDANGAN, SH. M.Si. (Menjabat selama 5 bulan,
menggantikan H. La tinro La Tunrung, yang ikut dalam pencalonan Bupati Periode 2008 - 2013)
Periode 2008 sampai sekarang dijabat oleh Ir. H. LA TINRO LA TUNRUNG Wakil Bupati Drs. NURHASAN.
Dilantik oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo pada tanggal 9 Oktober 2008, di Lapangan
Batili Abu Bakar Lambogo.
Pelantikan Bupati Enrekang yang pertama tepat pada tanggal 19 Pebruari 1960 yang juga menjadi hari terbentuknya
DAERAH KABUPATEN ENREKANG.
Kemudian tidak adillah bila kita tidak menyebutkan para mantan Pimpinan Daerah dibidang legistalif sampai
sekarang antara lain :
ANDI BABA MANGOPO (merangkap Bupati karena masih DPRD GR) Tahun 1960 1963
ABD. RAHMAN, BA.
H. ARIFIN ALI
MAHATMANTONG
M. JAFAR
IBRAHIM TAQWA
H.M. MIEN KAMASE
JAMALUDDIN TANTI
M. SALEH NURDIN AGUNG sebagai Ketua dan Wakilnya MAYOR ABDUL LATIF.
H. ABD. SAMAD MANNAN sebagai Ketua dan Wakilnya MAYOR CHK HUSAIN GANTARAN, SH.
H.M. ALI RAHIM sebagai Ketua dan Wakilnya Drs. MUSTAFA CAWIDU dan LETKOL MUSTAFA BK.
H. JK. SAWATI (periode 1999 2004 )
- Periode 1999 - .. wakilnya MAYOR CHOIRI
- Periode 1999 2004 Wakilnya MAYOR CHOIRI dan H. ACHMAD ANGGORO
- Periode 2004 2005 Wakilnya SAFRUDDIN, SH dan H. ACHMAD ANGGORO
- Periode 2005 - 2008 H. AHMAD ANGGOR wakilnya SAFRUDDIN,SH dan Drs. H. MUSTAKIM
PEMERINTAHAN
Sebelum terbentuknya menjadi Kabupaten berturut-turut mengalami perubahan bentuk :
PERTAMA : Menurut sejarah pada mulanya Kabupaten Enrekang adalah merupakan suatu kerajaan besar yang
bernama MALEPONG BULAN, kemudian kerajaan ini bersifat MANURUNG yang terdiri dari 7 kawasann yang lebih
dikenal dengan PITU MASSENREMPULU yaitu :
1. ENDEKAN
2. KASSA

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

7/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


3. BATU LAPPA
4. DURI
5. MAIWA
6. LETTA
7. BARINGIN
( 7 Massenrempulu ) ini terjadi kira-kira dalam abad ke XIV dan kerajaan tersebut
berubah menjadi LIMA MASSENREMPULU yakni :
1. ENDEKAN
2. DURI
3. MAIWA
4. KASSA
5. BATU LAPPA
( Kira kira abad ke XVII )
Karena Politik Devide At Impera Pemerintah Belanda memecah daerah ini dengan adanya Surat Keputusan dari
Perintah Kerajaan Belanda (KORTE VERKLARING ) dimana kerajaan KASSA dan kerajaan BATU LAPPA
dimasukkan ke SAWITTO. Ini terjadi Tahun 1905 ( abad XX ), sehingga untuk tetap pada keadaan LIMA
MASSENREMPULU tersebut, maka kerajaan-kerajaan yang ada didalamnya dipecah sehingga menjadi :
1. Kerajaan itu pada Zaman penjajahan Belanda secara Admisnitrasi Belanda menjadi Landshcap
2. Tiap Landschap dipimpin oleh seorang Arung ( Zelftbesteur ) dan dibantu oleh SULEWATANG dan PABBICARA,
ARUNG LILI tetapi kebijaksanaan tetap ditangan Belanda sebagai Kontroleur.
FEDERASI
DURI
TALLU BATU PAPAN
ENDEKAN ( ENREKANG )
MAIWA
ALLA
BUNTU BATU
MALUA
KEDUA : Dalam zaman penjajahan sejak Tahun 1012 sampai dengan 1941 berubah kembali menjadi ONDER
AFDELING yang dikepalai oleh seorang Kontroleur ( Tuan PETORO ).
KETIGA : Dalam zaman Pendudukan Jepang ( 1941 1945 ) ONDER AFDELING ENREKANG berubah nama
menjaddi KANRIKAN, Pemerintahan dikepalai oleh seorang BUNKEM KANRIKAN.
KEEMPAT : Dalam zaman NICA ( NIT 1946 27 Desember 1949 ) kembali Kawasan Massenrempulu menjadi ONDER
AFDELING ENREKANG.
KELIMA : Kemudian sejak tanggal 27 Desember 1949 sampai 1960 Kawasan Massenrempulu berubah menjadi
KEWEDANAAN ENREKANG dengan pucuk pimpinan Pemerintahan disebut Kepala Pemerintahan Negeri Enrekang (
KPN ENREKANG ) dan meliputi 5 (lima) SWAPRAJA :
1. SWAPRAJA ENREKANG
2. SWAPRAJA ALLA
3. SWAPRAJA BUNTU BATU
4. SWAPRAJA MALUA
5. SWAPRAJA MAIWA
Adapun mantan Kepala Pemerintahan Negeri Enrekang (KPN) :
ABDUL HAKIM
ABDUL RAHMAN, BA.
ABDUL MADJID PATTAROPURA
NUHUNG
AT JO
Yang menjadi catatan atau lembaran sejarah yang tak dapat dilupakan, bahwa dalam perjuangan atau pembentukan
Kewadanaan Enrekang ( 5 SWAPRAJA) menjadi DASWATI II / DAERAH SWANTARA TINGKAT II ENREKANG atau
KABUPATEN MASSENREMPULU. (ingat bahwa yang disetujui kelak dengan nama Kabupaten Dati II Enrekang
mungkin karena latar belakang historisnya).
Adapun pernyataan . resolusi tesebut :
Pernyataan Partai / Ormas Massenrempulu di Enrkeang pad tanggal 27 Agustus 1956.
Resolusi Panitia Penuntut Kabupaten Massenrempulu di Makassar pada tanggal 18 Nopember 1956 yang diketuai

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

8/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


oleh ALMARHUM Drs. H.M. RISA.
Resolusi HIKMA di Pare pare tanggal 29 Nopember 1956.
Resolusi Raja-raja (ARUM PARPOL / ORMAS MASSENREMPULU ) di Kalosi tanggal 14 Desember 1956
Diantara Tokoh-tokoh / Sesepuh MASSENREMPULU yang mempelopori terbentuknya Kabupaten Enrekang antara
lain :
Drs. H. M. RISA
Drs. H. M. THALA
H. ANDI SANTO
PALISURI
H. M. YASIN
ANDI MARAINTANG
ANDI BASO NUR RASYID
ANDI TAMBONE
BOMPENG RILANGI
ANRI ENRENG
ABDUL RAHMAN, BA.
DAN MASIH BANYAK LAGI NAMA YANG TAK SEMPAT DISEBUTKAN
Berdasarkan PP No. 34 Tahun 1962 dan Undang-Undang NIT Nomor 44 Tahun 1960 Sulawesi terpecah dan sebagai
pecahannya meliputi Administrasi (AFDELING) Parepare yang lebih dikenal dengan nama Kabupaten Parepare lama,
dimana kewedanaan Kabupaten Enrekang adalah merupakan salah satu daerah diantara 5 (lima) Kewedanaan
lainnya.
Selanjutnya dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 29
Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 74 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi atau daerah
Swatantra Tingkat II (DASWATI II), maka Kabupaten Parepare
lama terpecah menjadi 5 (lima) DASWATI II antara lain :
DASWATI II ENREKANG
DASWATI II SIDENRENG RAPPANG
DASWATI II BARRU
DASWATI II PINRANG
DASWATI II PARE PARE
Kelima gabungan darah tersebut dari dulu dikenal dengan
nama : AFDELING PAREPARE
Dengan terbentuknya DASWATI II ENREKANG berdasarkan Undang-Undang Nomor : 29 Tahun 1959, maka sebagai
tindak lanjut pada tanggal 19 februari 1960 dilantiklah saudara H. ANDI BABBA MANGOPO sebagai Bupati yang
pertama dan hari terbentuknya DASWATI II Enrekang atau KABUPATEN ENREKANG berdasarkan Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pemerintahan Daerah.
Sehubungan dengan ditetapkannya Perda Nomor : 4,5,6 dan 7 tahun 2002 tanggal 20 Agustus 2002 tentang
Pembentukan 4 (empat) Kecamatan Definitif dan Perda Nomor 5 dan 6 Tahun 2006 tentang Pembentukan 2
Kecamatan sehingga pada saat ini enrekang telah memiliki 11 (sebelas ) Kecamatan yang defenitif yaitu :
Kecamatan Enrekang ibukotanya Enrekang
Kecamatan Maiwa ibukotanya Maroangin
Kecamatan Anggeraja ibukotanya Cakke
Kecamatan Baraka ibukotanya Baraka
Kecamatan Alla ibukotanya Belajen
Kecamatan Curio ibukotanya Curio
Kecamatan Bungin ibukotanya Bungin
Kecamatan Malua ibukotanya Malua
Kecamatan Cendana ibukotanya Cendana
Kecamatan Buntu Batu ibukotanya Pasui hasil pemekaran dari Kecamatan Baraka diresmikan oleh Bapak Bupati
Enrekang yang dihadiri Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 19 Januari 2007.
Kecamatan Masalle ibukotanya Loko hasil pemekaran dari Kecamatan Alla.
Kecamatan Baroko Ibukotanya Baroko hasil pemekaran dari Kecamatan Alla. Diresmikan oleh Bapak Bupati
Enrekang, dihadiri Bapak Gubernur Prov. Sulawesi Selatan, Para Muspida, Tokoh Agama dan Tokoh-tokoh
Masyarakat.
Selanjutnya dari 12 (Duabelas) Kecamatan Defenitif terdapat 112 (seratus dua belas ) desa / kelurahan, yang terdiri
dari 17 Kelurahan dan 95 desa. Adapun jumlah penduduk Kabupaten Enrekang untuk keadaan sekarang ( 2008)
dalam memasuki Hari Ulang Tahun (HUT) ke 48 Kabupaten Enrekang sejumlah 168.810 terdiri dari laki-laki sebanyak
93.939 jiwa, perempuan sebanyak 92.871 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 43.062.
www.enrekangkab.go.id
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010

0 komentar

Link ke posting ini

Rekomendasikan ini di Google

SEJARAH KABUPATEN BANTAENG


Hari kelahiran Bantaeng adalah merupakan momentum sejarah yang memiliki makna yang sangat dalam dan

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

9/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


mendasar, oleh karena itu maka penentuan hari Jadi Bantaeng harus dilakukan
sejarah arif dan bijaksanas serta mempertimbangkan berbagai hal dan dimensi,
antara lain dengan mempergunakan berbagai pendekatan dan penelitian yang
seksama, seperti seminar , diskusi-diskusi ilmiah dan observasi terhadap data
lontara, penelitian situs sejarah dan melalui penelitian dokumen-dokumen yang ada.
Apabila dilihat dari segi yuridis formal, maka hari jadi Bantaeng jatuh pada tanggal 4
Juli 1959 disaat diundangkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959 tentang
pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi.
Namun, pemberlakuasn Undang-Undangf Nomor 29 tahun 1959, bukanlah
menunjukkan keberadaaan Bantaeng pertama kali, karena Kabupaten Bantaeng
sebagai bekas Afdeling pada Zama Pemerintahan Hindia Belanda sudah lama dikenal sebagai pusat pemerintahan
formal. Bahkan sejak tanggal 11 November 1737 Resident Pertama Pemerintahan Hindia Belanda telah memimpin
pemerintahan di Bantaeng.
Dengan status "Buttatoa", maka kita menoleh kepada sejarah jauh sebelumnya, ketika kerajaan Bantaeng
terbentuk pada abad XII, yang telah ditemukan oleh kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit ketika memperlebar
usaha dagang dan kekuasaan kewilayah timur edan dicatat dalam berbagai dokumen, antara lain peta wilayah
Singosari dan buku Prapanca yang berjudul Negara Kertagama.
Dengan demikian, maka hari jadi Bantaeng, selain bermakna historis juga bermakna simbolik yang menggambarkan
nilai budaya dan kebesaran Bantaeng dimasa lalu dengan adat istiadatnya yang khas.
Tanggal 7 (Tujuh) menunjukkan simbol Balla Tujua di Onto, dan Tau Tujua yang memerintah dimasa lalu, yaitu :
Kare Onto, Bissampole, Sinowa, Gantarangkeke, Mamampang, Mamampang, Katapang dan Lawi-Lawi.

Selain itu, sejarah menunjukkan, bahwa pada tanggal 7 Juli 1667 terjadi perang
Makassar, dimana tentara Belanda mendarat lebih dahulu di Bantaeng sebelum
menyerang Gowa karena letaknya yang strategis sebagai bandar pelabuhan dan
lumbung pasngan Kerajaan Gowa. Serangan Belanda tersebut gagal, karena
ternyata dengan semangat patriotiseme rakyat Bantaeng sebagai bagian Kerajaan
Gowa pada waktu itu mengadakan perlawanan besar-besaran.
Bulan 12 (dua belas),menunjukkan sistim Hadat 12 atau semacam DPRD
sekarang, yang terdiri dari perwakilan rakyat melalui Unsur Jannang (Kepala
Kampung) sebagai anggotanya, yang secara demokratis mennetapkan kebijaksanaan pemerintahan bersama
Karaeng Bantaeng.
Tahun 1254 dalam atlas sejarah Dr. Muhammad Yamin, telah dinyatakan wilayah Bantaeng sudah ada, ketika
kerajaan Singosari dibawah pemerintahan Raja Kertanegaramemperluas wilayahnya ke daerah timur Nusantara
untuk menjalin hubungan niaga pada tahun 1254-1292. Penentuan autentik Peta Singosari ini jelas membuktikan
Bantaeng sudah ada dan eksis ketika itu.
Bahkan menurut Prof. Nurudin Syahadat, Bantaeng sudah ada sejak tahun 500 masehi, sehiongga dijuluki Butta Toa
atau Tanah Tuo (Tanah bersejarah).

selanjutnya laporan peneliti Amerika Serikat Wayne A. Bougas menyatakan Bantayan adalah Kerajaan Makassar
awal tahun 1200-1600, dibuktikan dengan ditemukannya penelitian arkeolog dan para penggali keramik pada bagian
penting wilayah Bantaeng yakni berasal dari dinasti Sung (960-1279) dan dari dinasti Yuan (1279-1368).

Dengan demikian, maka sesuai kesepakatan yang telah dicapai oleh para
pakar sejarah,sesepuh dan tokoh masyarakat Bantaeng pada tanggal 2-4
Juli 1999. berdasarkan Keputusan Mubes KKB nomor 12/Mubes
KKB/VII/1999 tanggal 4 Juli 1999 tentang penetapan Hari Jadi Bantaeng
maupun kesepatan anggota DPRD Tingkat II Bantaeng, telah memutuskan
bahwa sangat tepat Hari Jadi Bantaeng ditetapkan pada tanggal 7 bulan 12 tahun 1254, Peraturan Daerah Nomor:
28 tahun 1999.
Sejak terbentuknya Kabupaten daerah Tingkat II Bantaeng berdasarkasn UU Nomor 29 Tahun 1959, Bupati Kepala
Daerah Tingkat II yang pertama dilantik pada tanggal 1 Pebruari 1960.
Adapun pejabat pemerintahan sejak terbentuknya Kabupaten Bantaeng sebagai berikut:
1. A. Rifai Bulu Tahun 1960-1965
2. Aru Saleh Tahun 1965-1966
3. Solthan Tahun 1966-1971
4. H. Solthan Tahun 1971-1978
5. Drs. H. Darwis Wahab Tahun 1978-1988
6. Drs. H. Malingkai Maknun Tahun 1988-1993
7. Drs. H. said Saggaf Tahun 1993-1998
8. Drs. H. Azikin Solthan, M. Si Tahun 1998 - 2008

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

10/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


9. Dr.Ir. Nurdin Abdullah, M.Agr Tahun 2008 - Sekarang
Sumber : www.bantaeng.go.id
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010

0 komentar

Link ke posting ini

Rekomendasikan ini di Google

SEJARAH KABUPATEN SIDRAP


Sebelum ditetapkan menjadi sebuah Kabupaten, Sidenreng Rappang atau yang lebih
akarab disingkat SIDRAP, memiliki sejarah panjang sebagai kerajaan Bugis yang
cukup disegani di Sulawesi Selatan sejak abad XIV, disamping Kerajaan Luwu, Bone,
Gowa, Soppeng, dan Wajo.
Berbagai literatur yang ada menyebutkan, eksitensi Kerajaan ini turut memberi warna
dalam percaturan politik dan ekonomi kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan.
Sidenreng merupakan salah satu dari sedikit kerajaan yang tercatak dalam kitab "La
Galigo" yang amat melegenda. Sementara masa La Galigo, menurut Christian Pelras
yang menulis buku Manusia Bugis, berlangsung pada periode abad ke 11 dan 13
Masehi. Ini berarti Sidenreng merupakan salah satu kerajaan kuno atau pertama di
Sulawesi Selatan. Di abad selajutnya, Kerajaan Sidenreng yang berpusat di sekitar
danau besar (Tappareng karaja) menjadi salah satu negeri yang ramai dan terkenal
hingga ke benua lain. Ini sesuai dengan catatan seorang Portugis di abad ke-16 M yang menuliskan Sidereng
sebagai "...Sebuah kota besar dan terkenal, berpusat di sebuah danau yang dapat dilayari, dan dikelilingi tempattempat pemukiman." (Tiele 1880, IV;413).
Manuel Pinto, seorang berkebangsaan Portugsi lainnya malah sempat menetap
selama delapan bulan di Kerajaan Sidenreng dan merekam suasana tahun 1548
M. Pinto menggambarkan Sidenreng sebagai sebuah negeri yang ramai dengan
penduduk sekitar 300.000 orang. Ada yang berpendapat bahwa asumsi penduduk
di tahun 1548 M yang disebut Pinto terlalu besar. Namun dengan kebesaran dan
kejayaan Sidenreng di masa itu, tak menutup kemungkinan bahwa Sidereng
mempunyai wilayah yang jauh lebih luas daripada Kabupaten Sidenreng Rappang
atau wilayah Ajatappareng sekarang ini.
Ia juga menceritakan aktivitas perdagangan di kerajaan ini yang dikunjungi
pedangang dari berbagai belahan dunia termasuk Portugis dengan muggunakan jalur laut menuju Tappareng
Karaja. Pinto menulis, "Sebuah fusta besar (kapal layar portugis yang panjang dan dilengkapi deretan dayung di
kedua sisinya) dapat berlayar dari laut munuju Sidereng." (Wicki, Documents Indica, II: 420-2).
Hal ini diperkuat oleh Crawfurd pada 1828 (Descriptive Dictionary; 74, 441) yang menulis, "pada kampung-kakmpung
di tepi (danau)... berlangsung perdagangan luar negeri yang peset. Perahu-perahu dagang dihela ke hulu sungai
Cenrana...Kecuali pada musim kemarau, airnya cukup dalam untuk dilewati perahu-perahu paling besar sekalipun."
Sejarawan lainnya mencatat, "Sidenreng adalah perbatasan wilayah
pengaruh Luwu dan Siang, terletak di antara dataran yang merupakan
satu-satunya celah alami antara gugusan gunung yang memisahkan
pantai barat dan timur semenanjung Sulawesi Selatan." (Andaya 2004,
Wari san Arung Palakka, Sejarah Sulawesi di Abad XVII).
Dalam literatur lain, Rappang disebutkan sebagai kerajaan yang
menguasai daerah hilir Sungai Saddang di abad 15 M. Bersama dengan
Sidenreng, Sawitto, Alitta, Suppa, dan Bacukiki, mereka membentuk
persekutuan AjaTappareng (wilayah barat danau) untuk membendung
dominasi Luwu. Persekutuan itu kemudian diikatkan dalam perkawinan
antar keluarga raja-raja mereka.
Sumber : http://putra-putri-sidrap.com
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010

1 komentar

Link ke posting ini

Rekomendasikan ini di Google

KOTA PARE-PARE
Diawal perkembangannya dataran tinggi yang sekarang ini, yang disebut Kota Parepare, dahulunya adalah
merupakan semak-semak belukar yang diselang-selingi oleh lubang-lubang tanah yang agak miring tempat
tumbuhnya semak-semak tersebut secara liar dan tidak teratur, mulai dari utara (Cappa Ujung) hingga ke jurusan
selatan kota. Kemudian dengan melalui proses perkembangan sejarah sedemikian rupa dataran itu dinamakan Kota
Parepare.

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

11/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


Lontara Kerajaan Suppa menyebutkan, sekitar abad XIV seorang anak Raja Suppa
meninggalkan Istana dan pergi ke selatan mendirikan wilayah tersendiri pada tepian pantai
karena hobbynya memancing. Wilayah itu kemudian dikenal sebagai kerajaan Soreang,
kemudian satu lagi kerajaan berdiri sekitar abad XV yakni Kerajaan Bacukiki.
Dalam satu kunjungan persahabatan Raja Gowa XI, Manrigau Dg. Bonto Karaeng
Tonapaalangga (1547-1566) berjalan-jalan dari kerajaan Bacukiki ke Kerajaan Soreang.
Sebagai seorang raja yang dikenal sebagai ahli strategi dan pelopor pembangunan,
Kerajaan Gowa tertarik dengan pemandangan yang indah pada hamparan ini dan spontan
menyebut Bajiki Ni Pare artinya Baik dibuat pelabuhan Kawasan ini. Sejak itulah melekat
nama Parepare Kota Pelabuhan. Parepare akhirnya ramai dikunjungi termasuk orangorang melayu yang datang berdagang ke kawasan Suppa.
Melihat posisi yang strategis sebagai pelabuhan yang terlindungi oleh tanjung di depannya, serta memang sudah
ramai dikunjungi orang-orang, maka Belanda pertama kali merebut tempat ini kemudian menjadikannya kota penting
di wilayah bagian tengah Sulawesi Selatan. Di sinilah Belanda bermarkas untuk melebarkan sayapnya dan
merambah seluruh dataran timur dan utara Sulawesi Selatan. Hal ini yang berpusat di Parepare untuk wilayah
Ajatappareng.
Pada zaman Hindia Belanda, di Kota Parepare, berkedudukan seorang Asisten Residen dan seorang Controlur atau
Gezag Hebber sebagai Pimpinan Pemerintah (Hindia Belanda), dengan status wilayah pemerintah yang dinamakan
Afdeling Parepare yang meliputi, Onder Afdeling Barru, Onder Afdeling Sidenreng Rappang, Onder Afdeling
Enrekang, Onder Afdeling Pinrang dan Onder Afdeling Parepare.
Pada setiap wilayah/Onder Afdeling berkedudukan Controlur atau Gezag Hebber. Disamping adanya aparat
pemerintah Hindia Belanda tersebut, struktur Pemerintahan Hindia Belanda ini dibantu pula oleh aparat pemerintah
raja-raja bugis, yaitu Arung Barru di Barru, Addatuang Sidenreng di Sidenreng Rappang, Arung Enrekang di
Enrekang, Addatung Sawitto di Pinrang, sedangkan di Parepare berkedudukan Arung Mallusetasi.
Struktur pemerintahan ini, berjalan hingga pecahnya Perang Dunia II yaitu pada saat terhapusnya Pemerintahan
Hindia Belanda sekitar tahun 1942.
Pada zaman kemerdekaan Indonesia tahun 1945, struktur pemerintahan disesuaikan dengan undang-undang no. 1
tahun 1945 (Komite Nasional Indonesia). Dan selanjutnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1948, dimana struktur
pemerintahannya juga mengalami perubahan, yaitu di Daerah hanya ada Kepala Daerah atau Kepala Pemerintahan
Negeri (KPN) dan tidak ada lagi semacam Asisten Residen atau Ken Karikan.
Pada waktu status Parepare tetap menjadi Afdeling yang wilayahnya tetap meliputi 5 Daerah seperti yang disebutkan
sebelumnya. Dan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan dan pembagian
Daerah-daerah tingkat II dalam wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, maka ke empat Onder Afdeling tersebut menjadi
Kabupaten Tingkat II, yaitu masing-masing Kabupaten Tingkat II Barru, Sidenreng Rappang, Enrekang dan Pinrang,
sedang Parepare sendiri berstatus Kota Praja Tingkat II Parepare. Kemudian pada tahun 1963 istilah Kota Praja
diganti menjadi Kotamadya dan setelah keluarnya UU No. 2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka status
Kotamadya berganti menjadi KOTA sampai sekarang ini.
Didasarkan pada tanggalpelantikan dan pengambilan sumpah Walikotamadya Pertama H. Andi Mannaungi pada
tanggal 17 Februari 1960, maka dengan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah No. 3 Tahun 1970
ditetapkan hari kelahiran Kotamadya Parepare tanggal 17 Februari 1960.

Sumber : www.pareparekota.go.id
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010

0 komentar

Link ke posting ini

Rekomendasikan ini di Google

SEJARAH KABUPATEN BARRU


Kabupaten Barru dahulu sebelum terbentuk adalah sebuah kerajaan kecil yang masing masing dipimpin oleh seorang Raja yaitu : Kerajaan Berru (Barru), Kerajaan
Tanete,Kerajaan Soppeng Riaja dan Kerajaan Mallusetasi.
Dimasa pemerintahan Belanda dibentuk Pemerintahan Sipil Belanda dimana wilayah
Kerajaan Berru,Tanete dan Soppeng Riaja dimasukkan dalam wilayah ONDER
AFDELLING BARRU,yang bernaung dibawah AFDELLING PARE PARE sebagai kepala
Pemerintahan Onder Afdelling diangkat seorang control Belanda yang berkedudukan di
Barru, sedangkan ketiga bekas kerajaan tersebut diberi status sebagai Self Bestuur
(Pemerintahan
Kerajaan
Sendiri)
yang
mempunyai
hak
otonom untuk
menyelenggarakan Pemerintahan sehari-hari baik terhadap eksekutif maupun dibidang
yudikatif.
Dari sejarahnya, sebelum menjadi daerah-daerah Swapraja pada permulaan Kemerdekaan Bangsa Indonesia,
keempat wilayah Swapraja ini merupakan 4 bekas Selfbestuur didalam Afdeling Pare-Pare masing-masing:
1. Bekas Selbesteuur Mallusetasi yang daerahnya sekarang menjadi kecamatan MalluseTasi dengan Ibu Kota

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

12/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


Palanro. Adalah penggabungan bekas-bekas Kerajaan Lili dibawah kekuasan Kerajaan Ajattapareng oleh
Belanda sebagai Selfbestuur, ialah Kerajaan Lili Bojo dan Lili Nepo.
2. Bekas selfbestuur Soppeng Riaja yang merupakan penggabungan 4 Kerajaan Lili dibawah bekas Kerajaan
Soppeng (Sekarang Kabupaten Soppeng) Sebagai Satu Selfbestuur, ialah bekas Kerajaan Lili Siddo, Lili KiruKiru, Lili Ajakkang, dan lili Balusu.
3. Bekas Selfbestuur Barru yang sekarang menjadi Kecamatan Barru dengan lbu Kotanya Sumpang Binangae
yang sejak semula memang merupakan suatu bekas kerajaan kecil yang berdiri sendiri.
4. Bekas Selbestuur Tanete dengan pusat Pemerintahannya di Pancana daerahnya sekarang menjadi 3
Kecamatan masing-masing Kecamatan Tanete Rilau, Kecamatan Tanete Riaja, Kecamatan Pujananting.
Seiring dengan perjalanan waktu,maka pada tanggal 24 Pebruari 1960 merupakan tongkak sejarah yang menandai
awal kelahiran Kabupaten Daerah TK.II Barru dengan Ibukota Barru berdasarkan Undang-Undang Nomor 229 tahun
1959 tentang pembentukan Daerah-Daerah Tk. II di Sulawesi Selatan. Kabupaten Barru terbagi dalam 7 Kecamatan
dan 54 Desa/Kelurahan.
Sebelum dibentuk sebagai suatu Daerah Otonom berdasarkan
UU No. 29 Tahun 1959 pada tahun 1961, Daerah ini terdiri dari
4 Wilayah Swapraja didalam kewedanaan Barru Kabupaten
Pare-Pare lama, masing-masing Swapraja Barru Swapraja
Tanete, Swapraja Soppeng Riaja dan bekas Swapraja
Mallusetasi, Ibu Kota Kabupaten Barru sekarang bertempat di
bekas ibu Kota Kewedanaan Barru.
Kabupaten Barru yang dikenal dengan motto HIBRIDA (
Hijau,Bersih,Asri dan Indah) adalah salah satu Kabupaten yang
terletak dipesisir Pantai Barat Propinsi Sulawesi Selatan dengan
garis pantai sekitar 78 Km.Secara Geografis terletak diantara
Koordinat 4'0.5'35" lintang selatan dan 199'35" - 119'49'16"
Bujur Timur dengan luas wilayah 1.174,72 Km2 (117.472 Ha) dan berada kurang lebih 102 Km sebelah utara Kota
Makassar Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, yang dapat ditempuh melalui perjalanan darat kurang lebih 2,5 jam
.Kabupaten Barru secara Administratif terbagi atas 7 kecamatan, 14 Kelurahan dan 40 Desa sebagaimana pada
tabel dibawah yang mempunyai batas - batas wilayah :
Sebelah Utara dengan Kota Pare-Pare dan Kabupaten Sidrap
Sebelah Timur dengan Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Bone
Sebelah Selatan dengan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
Sebelah Barat dengan selat Makassar.
Kabupaten Barru terletak pada jalan Trans Sulawesi dan merupakan daerah lintas Wisata yang terletak antara Kota
Makassar dan Kota Pare-Pare menuju Kabupaten Tana Toraja sebagai daerah tujuan wisata dari Mancanegara.
Kabupaten Barru mempunyai ketinggian antara 0-1.700 meter diatas permukaan laut dengan bentuk permukaan
sebahagian besar daerah kemiringan,berbukit hingga bergunung - gunung dan sebahagian lainnya merupakan
daerah datar hinggi landai. Di Kabupaten Barru terdapat seluas 71,79 % wilayah ( 84.340 Ha) dengan tipe iklim C
yakni mempunyai bulan basah berturut-turut 5-6 bulan (Oktober - Maret) dan bulan Kering berturut-turut kurang dari
2 bulan (April - September). Total hujan selama setahun di Kabupaten Barru sebanyak 113 hari dengan jumlah
curah hujan sebesar 5.252 mm.Curah hujan di kabupaten Barru berdasarkan hari hujan terbanyak pada bulan
Desember - Januari dengan jumlah curah hujan 1.335 mm dan 1.138 mm sedangkan hari hujan masing-masing 2
hari dengan jumlah curah hujan masing- masing 104 mm dan 17 mm
Sumber : www.barru.go.id
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010

8 komentar

Link ke posting ini

Rekomendasikan ini di Google

SEJARAH KABUPATEN JENEPONTO


Penetapan Hari Jadi Jeneponto sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi
Sulawesi Selatan merupakan waktu yang cukup panjang dan melibatkan banyak
tokoh di daerah ini. Kajian dan berbagai peristiwa penting melahirkan beberapa
versi mengenai waktu yang paling tepat untuk dijadikan sebagai Hari Jadi
Jeneponto.
Kelahiran adalah suatu proses yang panjang, yang merupakan
momentum awal dan tercatatnya sebuah sejarah Bangsa, Negara, dan Daerah.
Oleh karena itu, kelahiran tersebut memiliki makna yang sangat dalam bagi
peradaban manusia.
Jeneponto merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan,
yang terletak di bagian selatan, tumbuh dengan budaya dan peradaban tersendiri
seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman. Menyadari perlunya
kepastian akan Hari Jadi Jeneponto, maka dilakukan beberapa upaya dengan melibatkan berbagai elemen di daerah ini melalui
seminar seminar yang dilaksanakan secara terpadu.
Dari pemikiran yang berkembang dalam pelaksanaan seminar tersebut, diharapkan bahwa kriteria yang paling tepat
untuk menetapkan Hari Jadi Jeneponto adalah berdasarkan pertimbangan historia, sosio-kultural, dan struktur pemerintahan,
baik pada masa pra dan pasca kemerdekaan Republik Indonesia, maupun pertimbangan eksistensi dan norma-norma serta
simbol-simbol adat istiadat yang dipegang teguh, dan dilestarikan oleh masyarakat dalam meneruskan pembangunan.

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

13/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


Selanjutnya,

penelusuran

tersebut

menggunakan

dua

pendekatan

yaitu

tanggal, bulan, dan tahun menurut teks dan tanggal kejadiannya, serta
pendekatan dengan mengambil tanggal-tanggal, bulan-bulan maupun tahuntahun yang mempunyai makna-makna penting yang bertalian dengan lahirnya
suatu daerah, yang dianggap merupakan puncak kulminasi peristiwa-peristiwa
yang pernah terjadi.
Adapun alternatif yang digunakan terhadap kedua pendekatan tersebut di atas
yaitu:
Pertama:
a. November 1863, adalah tahun berpisahnya antara Bangkala dan Binamu dengan Laikang. Ini membuktikan jiwa
patriotisme Turatea melakukan perlawanan yang sangat gigih terhadap pemerintah Kolonial Belanda.
b. Tanggal 29 Mei 1929 adalah pengangkatan Raja Binamu. Tahun itu mulai diangkat Todo sebagai lembaga adat
yang refresentatif mewakili masyarakat.
c. Tanggal 1 Mei 1959, adalah berdasarkan Undang-undang No. 29 Tahun 1959 menetapkan terbentuknya Daerah
Tingkat II di Sulawesi Selatan, dan terpisahnya Takalar dari Jeneponto.
Kedua:
a. Tanggal 1 Mei 1863, adalah bulan dimana Jeneponto menjalani masa-masa yang sangat penting yaitu dilantiknya
Karaeng Binamu, yang diangkat secara demokratis oleh Toddo Appaka sebagai lembaga representatif
masyarakat Turatea.
b. Mundurnya Karaeng Binamu dari tahta sebagi wujud perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda.
c. Lahirnya Undang Undang No. 29 Tahun 1959.
d. Diangkatnya kembali raja Binamu setelah berhasil melawan penjajah Belanda. Kemudian tahun 1863, adalah tahun
yang bersejarah yaitu lahirnya Afdeling Negeri-negeri Turatea setelah diturunkan oleh pemerintah Belanda dan
keluarnya Laikang sebagai konfederasi Binamu.
e. Tanggal 20 Mei 1946, adalah simbol patriotisme Raja Binamu (Mattewakkang Dg Raja) yang meletakkan jabatan
sebagai raja yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah Belanda. Dengan Demikian penetapan Hari Jadi
Jeneponto yang disepakati oleh pakar pemerhati sejarah, peneliti, sesepuh dan tokoh masyarakat Jeneponto, dari
seminar Hari jadi Jeneponto yang berlangsung pada hari Rabu, tanggal 21 Agustus 2002 di Gedung Sipitangarri,
dianggap sangat tepat, dan merupakan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan berbagai kesimpulan di atas, maka Hari jadi Jeneponto ditetapkan pada tanggal 1 Mei 1863,
dan dikukuhkan dalam peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 1 Tahun 2003 tanggal 25 April 2003.
Sumber : www.jenepontokab.go.id
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010

0 komentar

Link ke posting ini

Rekomendasikan ini di Google

SEJARAH KABUPATEN TAKALAR


Kabupaten Takalar yang hari jadinya pada tanggal 10 Pebruari 1960, proses pembentukannya melalui
tahapan perjuangan yang panjang. Sebelumnya, Takalar sebagai Onder afdeling yang tergabung
dalam daerah Swatantra MAKASSAR bersama-sama dengan Onder afdeling Makassar, Gowa, Maros,
Pangkajene Kepulauan dan Jeneponto.
Onder afdeling Takalar, membawahi beberapa district (adat gemen chap) yaitu: District
Polombangkeng, District Galesong, District Topejawa, District Takalar, District Laikang, District
Sanrobone. Setiap District diperintah oleh seorang Kepala Pemerintahan yang bergelar Karaeng,
kecuali District Topejawa diperintah oleh Kepala Pemerintahan yang bergelar Lomo.
Upaya memperjuangkan terbentuknya Kabupaten Takalar, dilakukan bersama antara Pemerintah,
Politisi dan Tokoh-tokoh masyarakat Takalar. Melalui kesepakatan antara ketiga komponen ini,
disepakati 2 (dua) pendekatan/cara yang ditempuh untuk mencapai cita-cita perjuangan terbentuknya
Kabupaten Takalar, yaitu:

1.
Melalui Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Swatantra Makassar. Perjuangan melalui Legislatif ini, dipercayakan
sepenuhnya kepada 4 (empat) orang anggota DPRD utusan Takalar, masing-masing H. Dewakang Dg. Tiro, Daradda Dg. Ngambe,
Abu Dg. Mattola dan Abd. Mannan Dg. Liwang.

2.
Melalui pengiriman delegasi dari unsur pemerintah bersama tokoh-tokoh masyarakat. Mereka menghadap Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan di Makassar menyampaikan aspirasi, agar harapan terbentuknya Kabupaten Takalar segera terwujud. Mereka
yang menghadap Gubernur Sulawesi adalah Bapak H. Makkaraeng Dg. Manjarungi, Bostan Dg. Mamajja, H. Mappa Dg. Temba, H.
Achmad Dahlan Dg. Sibali, Nurung Dg. Tombong, Sirajuddin Dg. Bundu dan beberapa lagi tokoh masyarakat lainnya.
Upaya ini dilakukan tidak hanya sekali jalan. Titik terang sebagai tanda-tanda keberhasilan dari perjuangan tersebut sudah mulai
nampak, namun belum mencapai hasil yang maksimal yaitu dengan keluarnya Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1957 (LN No. 2

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

14/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We


Tahun 1957) maka terbentuklah Kabupaten Jeneponto-Takalar
dengan Ibukotanya Jeneponto. Sebagai Bupati Kepala Daerah yang
pertama adalah Bapak H. Mannyingarri Dg. Sarrang dan Bapak
Abd. Mannan Dg. Liwang sebagai ketua DPRD.
Para politisi dan tokoh masyarakat tetap berjuang, berupaya dengan sekuat
tenaga, agar Kabupaten Jeneponto-Takalar segera dijadikan menjadi 2 (dua)
Kabupaten masing-masing berdiri sendiri yaitu: Kabupaten Jeneponto dan
Kabupaten Takalar.
Perjuangan panjang masyarakat Kabupaten Takalar, berhasil mencapai
puncaknya, setelah keluarnya Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1959
(LN Nomor 74 Tahun 1959), tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II
di Sulawesi Selatan dimana Kabupaten Takalar termasuk didalamnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 itu, maka sejak tanggal
10 Pebruari 1960, TERBENTUKLAH KABUPATEN TAKALAR, dengan Bupati Kepala Daerah (Pertama) adalah Bapak H. DONGGENG
DG. NGASA seorang Pamongpraja Senior.
Selanjutnya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Takalar Nomor 13 Tahun 1960 menetapkan PATTALLASSANG sebagai IBUKOTA
KABUPATEN TAKALAR.
Dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Takalar Nomor 7 Tahun 1990 menetapkan Tanggal 10 Pebruari 1960 sebagai Hari Jadi
Kabupaten Takalar.
Berdasarkan struktur pemerintahan pada waktu itu, Bupati Kepala Daerah, dalam melaksanakan tugas pemerintahan, dibantu oleh 4 (empat)
orang Badan Pemerintahan Harian (BPH), dengan personalianya yaitu:
BPH Tehnik & Keamanan : H. Mappa Dg. Temba
BPH Keuangan

: Bangsawan Dg. Lira

BPH Pemerintahan

: H. Makkaraeng Dg. Manjarungi

BPH Ekonomi

: Bostan Dg. Mamajja

Setelah terbentuknya Kabupaten Takalar, maka Districk Polombangkeng dijadikan 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Polombangkeng
Selatan dan Polombangkeng Utara, Districk Galesong dijadikan 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Galesong Selatan dan Kecamatan
Galesong Utara, Districk Topejawa, Districk Takalar, Districk Laikang dan Districk Sanrobone menjadi Kecamatan TOTALLASA (Singkatan
dari Topejawa, Takalar, Laikang dan Sanrobone) yang selanjutnya berubah menjadi Kecamatan Mangarabombang dan Kecamatan
Mappakasunggu. Perkembangan selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001 terbentuk lagi sebuah Kecamatan yaitu
Kecamatan Pattallassang (Kecamatan Ibukota) dan terakhir dengan Perda Nomor 3 Tahun 2007 tanggal 27 April 2007 dan Perda Nomor 5
Tahun 2007 tanggal 27 April 2007, dua kecamatan baru terbentuk lagi yaitu Kecamatan Sanrobone (Pemekaran dari Kecamatan
Mappakasunggu) dan Kecamatan Galesong (Pemekaran dari Kecamatan Galesong Selatan dan Kecamatan Galesong Utara). Sehingga
dengan demikian sampai sekarang Kabupaten Takalar terdiri dari 9 (sembilan) buah Kecamatan, sebagaimana telah disebutkan terdahulu.
Kesembilan kecamatan ini membawahi sejumlah 82 Desa/Kelurahan, dengan jumlah penduduk + 252,275 jiwa.
Sejak terbentuknya Kabupaten Takalar hingga saat ini, pejabat Bupati Kepala Daerah silih berganti, demikian pula Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, masing-masing yaitu:
BUPATI KEPALA DAERAH :

1.
Donggeng Dg. Ngasa, masa Jabatan 1960-1964.

2.
Makkatang Dg. Sibali, masa Jabatan 1965-1967.

3.
M. Suaib Pasang, masa Jabatan 1967-1978.

4.
Ibrahim Tulle, masa Jabatan 1968-1983.

5.
Batong Aminullah, masa Jabatan 1983-1987.

6.
Drs.H. Tadjuddin Nur, masa Jabatan 1987-1992.

7.
Drs.H. Syahrul Saharuddin, MS, masa Jabatan 1992-1997.

8.
Drs.H. Zainal Abidin, M.Si, masa Jabatan 1997-2002.

9.
Drs.H. Ibrahim Rewa,MM, masa Jabatan 2002-2007.

10.
DR.H.Ibrahim Rewa,MM, masa Jabatan 2007-2012.
Sumber : www.takalarkab.go.id
Diposkan oleh Andi Brilin UNM di Thursday, September 02, 2010

0 komentar

Link ke posting ini

Rekomendasikan ini di Google

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

15/16

6/10/2014

llcome To My Blog...: September 2010We

Newer Posts

Home

Older Posts

Subscribe to: Posts (Atom)

ZIDDU

Template images by fpm. Powered by Blogger.

http://andibrilinunm.blogspot.com/2010_09_01_archive.html

16/16

Anda mungkin juga menyukai