Sembarang
Sembarang
Vol. 6, No.
Juni 2004:
Sari Pediatri,
Vol. 16,(Supplement),
No. 1 (Supplement),
Juni68-84
2004
68
Epidemologi
Masih sulit untuk menentukan secara pasti angka
kejadian GGK pada anak. Epidemiologi GGK pada
anak berdasarkan satu atau multisenter sangat tidak
sesuai untuk keakuratan analisis demografi karena
selalu dipengaruhi oleh bias (sebagai contoh pasien
dengan gangguan ginjal derajat kurang berat kadangkadang dirawat di senter non nefrologi pediatrik;
kelainan yang jarang, berat dan spesifik cenderung
terkumpul di senter tertentu; atau beberapa pasien
remaja biasa dirujuk ke bagian nefrologi dewasa).10
Berdasarkan survey the Nephrology Branch dari
LFG (ml/m/1,73m2)
50-25
25-15
15-5
80-50
50-30
30-10
<5
<10
Dikutip dari Rigden SPA. The management of chronic and end stage renal failure in children.
Asimptomatik
Kelainan metabolik,
angguan pertumbuhan,
gagal ginjal progresif
Perlu terapi pengganti ginjal
Clinical Paediatric Nephrology, 2003.9
Tabel 2. Insidens dan prevalens GGK pradialisis pada anak di beberapa negara di Eropa
Perancis
Swedia
Italia
Periode
Umur
(tahun)
Definisi GGK
Insidens
Per juta populasi
Prevalens
Per juta populasi
75-90
86-94
90-00
0-16
0,5-16
0-20
Scr>2mg/dl
Ccr<30ml/m
Ccr<75ml/m
1,05
7,7
12,1
29,0
21,0
74,7
Dikutip dari: Ardissino A. Epidemiology of Chronic Renal Failure. ESPN Handbook, 2002.10
Scr : Serum kreatinin
Ccr : klirens kreatinin
75-90
86-94
89-91
1998
7,3
6,4
11,0
14,0
Prevalens
Per juta populasi
37
38
53
NR (Not Reported)
Dikutip dari: Ardissino. Epidemiology of Chronic Renal Failure. ESPN Handbook, 2002.10
69
Etiologi
Etiologi GGK tampaknya berhubungan erat dengan
usia penderita pada saat pertama kali gagal ginjal
ditemukan. GGK pada anak dibawah usia 5 tahun
umumnya berasal dari kelainan anatomis (hipoplasia,
displasia, malformasi), sedangkan setelah usia 5 tahun
berasal dari penyakit glomerulus yang di dapat
(glomerulonefritis, sindrom hemolitik uremik) atau
kelainan herediter (sindrom Alport, kista).12
Penyebab terjadinya gagal ginjal kronik ditampilkan pada Tabel 4.
Penyebab GGK (Tabel 4) yang terbanyak
adalah kelainan kongenital, dan dari laporan
tahunan NAPRTCS 2001 uropati obstruktif
merupakan diagnosis terbanyak. Pada kerusakan
55,1
22,5
20,2
7,2
2,2
17,6
5,3
1,8
1,2
2
0,4
6,9
40
15,8
16,1
5,4
2,7
13,3
2,8
2,8
2,4
2,1
0,6
2,6
10,3
6,4
3,9
5,6
22
11,6
10,4
6,8
1,7
1,4
2,7
1
12,6
1,7
0,6
0,6
9,7
5,4
1,6
3,2
0,8
9
4,5
1,6
2,9
2
Dikutip dari: Rigden SPA, The management of chronic and end stage renal failure in children.
Clinical Paediatric Nephrology,2003.9
NAPRTCS : The North American Pediatric Transplant Cooperative Study
70
Swedia
GGK(%)
GGT(%)
n = 118
n = 97
40,7
17,8
19,5
0
3,4
26,3
6,8
34,1
15,5
15,5
0
3,1
35
10,3
5,1
7,2
5,1
9,3
14,4
2,5
11,9
3,4
7,2
10,3
14,4
3,1
11,3
4,1
3,4
4,1
15,2
6,8
12,4
4,1
2,5
5,9
3,1
5,2
Patofisiologi
Terdapat dua pendekatan teoritis untuk menjelaskan
gangguan fungsi ginjal pada GGK. Sudut pandang
tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron
yang telah diserang penyakit namun dalam stadium
berbeda-beda, dapat benar-benar rusak atau berubah
strukturnya. Misalnya lesi organik pada medula
akan merusak susunan anatomik ansa henle dan vasa
recta, atau pompa klorida pada pars asendens ansa
henle akan mengganggu proses aliran balik
pemekatan. Pendekatan kedua, yang diterima
sekarang, dikenal dengan nama Hipotesis Bricer
atau hipotesis nefron utuh, yaitu bahwa bila nefron
terserang pernyakit, maka seluruh unitnya akan
hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap
bekerja normal. Hal ini menerangkan pola adaptasi
fungsional ginjal berupa kemampuan mem-
Mekanisme Progresivitas
Mekanisme progresivitas gagal ginjal kronik yang
paling meyakinkan adalah teori adaptasi. Dalam teori
ini dikemukakan bahwa sebagai akibat berkurangnya
sejumlah nefron, maka nefron-nefron yang tersisa akan
mengalami serangkaian perubahan baik secara
fungsional maupun morfologik.7
Adapun perubahan-perubahan tersebut berupa
peningkatan aliran plasma glomerulus, peningkatan
tekanan kapiler intraglomerulus, peningkatan laju
filtrasi glomerulus, kemudian terjadi hipertrofi
glomerulus. Perubahan-perubahan ini yang merupakan perubahan hemodinamik adalah suatu upaya yang
dilakukan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan homeostasis. Namun ternyata berakibat
buruk terhadap nefron yang tersisa, oleh karena setelah
beberapa waktu akan timbul kerusakan pada glomerulus, tubulus maupun jaringan intestisial yang
berlanjut terus sampai akhirnya terjadi fibrosis yang
luas dan hilangnya struktur dari nefron. Pada tahap
ini fungsi ginjal sangat minimal.4,7,9
Mekanisme dari perubahan hemodinamik mengakibatkan terjadi perubahan struktur yang menuju
kepada pembentukan jaringan fibrotik, diduga akibat
faktor-faktor berupa protein preload, keadaan hipoksia,
dan stres atau rangsangan mekanik:7
Protein Preload
Perubahan hemodinamik yang dialami nefron berupa
peningkatan aliran darah glomerulus dan tekanan
intrakapiler glomerulus menyebabkan meningkatnya
protein dalam filtrat glomerulus. Meningkatnya
jumlah protein yang difiltrasi oleh glomerulus juga
disebabkan oleh mengingkatnya permeabilitas kapiler
glomerulus. (Gambar 1) Ukuran pori-pori pada
membran kapiler glomerulus membesar atas pengaruh
Angiotensin II lokal yang terbentuk akibat kerusakan
lapisan endotel kapiler glomerulus oleh perubahan
hemodinamik.7
Selain protein, beberapa makromolekul juga
meningkat dalam ultrafiltrat. Keduanya bersifat toksik
dan menimbulkan kerusakan pada sel epitel tubulus.
Protein dalam filtrat glomerulus akan direabsorbsi oleh
sel epitel tubulus proksimal, lalu mengalami proses
endositosis (baik melalui reseptor atau secara
konstitusional) untuk kemudian mengalami degradasi
oleh lisosom menjadi asam-asam amino.7
72
Manifestasi Klinis
Fungsi utama ginjal adalah untuk memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit serta fungsi
endokrin. Hilang atau rusaknya nefron berdampak
pada perubahan semua ekskresi, metabolik, endokrin
dan fungsi hemodinamik yang pada akhirnya akan
Renal Injury
Peningkatan sintesis
angiotensin II
Up-regulation
TGF-1 gene
Proteinuri
Nuclear signal untuk NF-B dependent dan independent vasoaktif dan gen inflamasi
Pelepasan vasoaktif dan substan inflamatori ke
dalam intestisial
Peningkatan sintesis dari
kolagen tipe IV
Proliferasi fibroblas
fibrogenesis
Renal scarring
Gambar 1
1. Efek peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap progresivitas kerusakan ginjal
Dikutip dengan modifikasi dari: Remuzzi G, dkk . Pathophysiology of Progressive Nephropaties. N Eng J Med,1998.15
Renal Injury
Kehilangan nefron
(Nephron Loss)
Oxygen Dellivery
Oxygen consumption
Glomerular/tubular
pressure/flow
makromolekul
Strech-stress ; Shear-stress
Hipoksia Renal
Vasokonstriksi
Hiperplasia ; Hipertrofi
Dilatasi tubulus
Matrix expansion
Infiltrasi sel radang
Sklerosis
glomerulus
Obliterasi
vaskular
Proliferasi fibroblas
Fibrosis interstitial
Atrofi tubular
Gambar 2
2. Peran faktor-faktor yang menimbulkan kerusakan ginjal
Dikutip dari : Markum MS,dkk,1999.7
Natrium
Dengan berkurangnya LFG yang progresif pada pasien
GGK, ginjal akan mempertahankan keseimbangan
natrium dengan meningkatkan ekskresi natrium oleh
nefron yang masih baik. Bila adaptasi ini tidak terjadi,
akan timbul retensi natrium. Meningkatnya ekskresi
natrium ini disebabkan karena meningkatnya rejeksi
tubular dengan akibat meningkatnya fraksi ekskresi
natrium (FENa). Peningkatan masukan natrium yang
tiba-tiba dapat menimbulkan perubahan volume
ekstraselular dengan segala akibatnya. Sebaliknya
pasien GGK tidak mampu menurunkan ekskresi
natrium pada saat diberikan diet dengan retriksi
natrium. Bila diberikan restriksi garam secara tiba-tiba
74
Gangguan Metabolisme
Osteodistrofi ginjal
Metabolisme karbohidrat
Gangguan metabolisme karbohidrat sering menyertai
keadaan uremia. Pada gagal ginjal kronik yang berat,
terjadi hiperinsulinisme dengan resistensi post-reseptor
terhadap insulin. Hal ini menyebabkan kecenderungan
terjadi hipoglikemia dan gangguan metabolisme
karbohidrat.10
Metabolisme lemak
Gangguan utama pada metabolisme lemak adalah
hipertrigliseridemia dan hiperkholesterolemia sedang,
terutama akibat penurunan aktivitas lipoprotein-lipase
dan hepatik trigliserid-lipase yagn terjadi pada keadaan
gagal ginjal sedang.10
Gangguan Pertumbuhan
75
basa, malnutrisi, dan osteodistrofi ginjal. Kemungkinan faktor yang paling penting adalah umur waktu
timbulnya GGK.12
Hipertensi
Hipertensi pada umumnya simptomatik, tidak jarang
dipakai sebagai gambaran skaring parenkim ginjal
akibat refluk nefropati misalnya sehingga berakibat
GGK.9 Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki
kaitan yang erat. Hipertensi mungkin merupakan
penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada
ginjal, sebaliknya penyakit ginjal kronik dapat
menyebabkan hipertensi melalui mekanisme retensi
natrium dan air dan pengaruh vasopresor dari sistem
renin angiotensin.12,13
Ensefalopati Hipertensi
Peninggian tekanan darah yang hebat dan tiba-tiba
dapat menyebabkan nekrosis arteri intrakranial dan
edema serebri dengan gejala sakit kepala, penurunan
kesadaran dan kejang. Krisis hipertensi sering terjadi
pada GGT.1
Tata laksana
Gagal jantung kongestif akibat hipertensi yang tidak
dikelola dengan baik atau kelebihan cairan dan
natrium, tidak akan terjadi sampai tahap lanjut GGK,
namun pada beberapa anak dapat terlihat gejala yang
membutuhkan terapi diuretik atau dialisis.9
Retensi Fosfat
Peningkatan fosfor serum
Osteitis Fibrosa
Gambar 3
3. Patogenesis Osteodistrofi Renal pada Gagal Ginjal Kronik.
Dikutip dengan modifikasi dari: Kher KK. Chronic Renal Failure. Clinical Paediatric Nephrology, 1992
76
Laboratorium
Adanya peningkatan ureum dan kreatinin serum
Hiperkalemia, bikarnonat serum yang rendah, hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiponatremia (pada penderita GGT
dengan kelebihan cairan)
Hipoalbumin pada pasien nefrotik dan atau malnutrisi
Anemia normokrom normositer
Urinalisis. Bila tampak dipstik proteinuria, maka kecurigaan pada masalah glomerular atau tubulointerstitial
Sedimen urin adanya sel darah merah, mengarah pada golerulonefritis proliveratif. Piuria dan kast leukosit mengarah
pada nefritis interstitial atau infeksi traktus urinarius
Tampungan urin untuk rasio total protein terhadap kreatinin memberikan perkiraan dari ekskresi urin selama 24
jam. Bila nilai > 2 gram perlu dipertimbangkan adanya masalah pada glomerulus, dan bila nilai > 3,0-3,5 gram
dipertimbangkan adanya masalah nefrotik, dan bila < 2 gram merupakan karekteristik dari masalah tubulointerstitial
Tampungan urin selama 24 jam untuk menilai protein total dan klirens kreatinin
Elektroforesis protein serum dan protein urin untuk menyaring dalah suatu kemungkinan protein monoknonal
yang merepresentasikan suatu multipel mieloma
ANA, DNA double-stranded untuk menyaring kemungkinan adanya SLE
b. Radiologis
Foto polos abdomen, terutama untuk melihat adanya batu radioopak
USG ginjal
Skanning radionukleoid ginjal (untuk melihat stenosis arteri renalis)
CT scan
MRI
VCUG (voiding cystourethrogram) Kriteria standar untuk diagnosis VUR.
Dikutip dengan modifikasi dari Verelli M. Chronic Renal Failure. eMedicine, 2004. www.eMedicine.com4
77
Energi
(kkal/kg)
Protein
(g/kg)
Natrium
(mg)
Kalium
(mg)
Kalsium
(mg)
Fosfor
(mg)
0-0.5
0.5-1
1-3
3-6
6-10
10-14
10-14
14-18
14-18
115
105
100
85
85
60
48
42
38
2,2
2,0
1,8
1,5
1,5
1,0
1,0
0,85
0,85
230
500
650
900
1.200
1.800
1.800
1.800
1.800
650
850
1.100
1.550
2.000
3.025
3.025
3.025
3.025
360
540
800
800
800
1.200
1.200
1.200
1,200
240
360
800
800
800
1.200
1.200
1.200
1.200
(Laki laki)
(Perempuan)
(Laki-laki)
(Perempuan)
78
Koreksi Natrium
Koreksi Kalium
Hiperkalemia biasanya timbul apabila fungsi ginjal
sudah sangat menurun. Tindakan utama untuk
mencegah terjadinya hiperkalemia adalah dengan
membatasi makanan yang mengandung kalium tinggi
seperti jeruk, pisang, tomat, kentang, coklat.
- Bila kadar kalium > 6 mEq/l tanpa disertai gejala
klinis, cukup dengan koreksi makanan dan atau
pemberian polysturene sulfonate (kayexalate 1 g/
kgBB) sampai kadar kalium < 6 mEq/l. Di
Indonesia tersedia Kalitake, yaitu suatu exchange
resin antara kalium dan kalsium yang dapat
diberikan secara oral atau suppositoria diberikan
1-2 kali/hari, dilarutkan dalam 30 ml air.
- Bila kadar kalium > 7 mEq/l dan disertai kelainan
EKG (gelombang T meninggi dan QRS kompleks
Memaksimalkan Pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan dapat dihambat dengan
mencegah terjadinya asidosis, osteodistrofi ginjal dan
melakukan konsultasi gizi untuk mendapatkan asupan
nutrisi yang optimal. Akhir akhir ini dicoba pemberian
Human recombinant growth hormone (rhGH) dan
ternyata memberikan hasil yang efektif untuk
mempercepat pertumbuhan anak dengan GGK 20,26,28
Dosis pemberian rhGH adalah 0,35 mg/kg atau 30
U/m2 perminggu.11,20
Penelitian tahun1989 terhadap 5 orang anak
penderita gagal ginjal kronik dengan klirens kreatinin
5-30 ml/m/1,73 yang menerima kadar rhGH dengan
dosis suprafisiologis (0,1,25 mg/kg BB sebanyak 3 kali
seminggu selama satu tahun, kecepatan pertumbuhan
meningkat dari 4,9 + 1,4 cm pertahun menjadi 8,9 +
1,2 cm/tahun,3 dan dengan pemberian rhGH dengan
dosis 28 IU/m2/minggu menghasilkan peningkatan
percepatan pertumbuhan 4 cm per tahun.31Terapi
pemberian rhGH dapat dihentikan apabila anak sudah
mencapai persentil ke-50 dari tinggi midparental atau
anak telah menerima transplantasi ginjal.17
Hemodialisis
Hemodialisis kronik yang dilakukan pada anak usia <
dari 2 tahun cukup efektif dan aman sebagai terapi ginjal
pengganti, namun akses vaksular merupakan keterbatasan
untuk dilakukan dalam jangka waktu lama.35
Transplantasi Ginjal
Transpantasi ginjal merupakan pilihan ideal untuk
pengobatan gagal ginjal terminal karena memberikan
potensi untuk rehabilitasi yang terbaik mendekati
kehidupan normal. Secara keseluruhan, di Eropa pada
periode 1984-1993, hampir 21% penanaman pertama
dilakukan pada penderita usia < 21 tahun berasal dari
donor hidup. Di Amerika Utara sekitar 50%
penanaman dilakukan pada anak dan remaja usia <
21 tahun antara tahun 1987-2000. Dinegara
berkembang hasil jangka panjang transplantasi renal
dari ginjal keluarga masih suboptimal, kematian karena
septikemia, 40% terbukti mengalami infeksi, 45,8%
mengalami rejeksi akut.36
Usia optimal untuk dilakukan transplantasi ginjal
pada anak gagal ginjal terminal masih menjadi
perdebatan. Disebutkan bahwa tidak ada usia minimum
untuk menjalani transplantasi ginjal karena keberhasilan
tidak hanya ditentukan oleh usia saat transplantasi saja
melainkan faktor-faktor lainnya seperti ukuran ginjal
donor, asal ginjal donor dan fungsi ginjal serta follow up
selanjutnya dengan imunosupresif. 37 Obat-obat
imunosupresif harus diberikan pada penderita yang
menjalani transplantasi ginjal. Umumnya mereka
mendapat 3 macam obat yaitu azatioprin, metil
prednisolon, dan cyclosporin A.
Pencegahan
Deteksi dini dan pengobatan segera penyakit yang
mendasari secara adekuat adalah hal yang dapat
82
Prognosis
Kelangsungan hidup anak penderita gagal ginjal
terminal semakin meningkat setelah menjalani
transplantasi. Mortalitas hanya 9% yang meninggal
saat dianalis, dan 5 year survival rate penderita yang
mendapat transplantasi ginjal dari donor hidup sebesar
80,8% pada anak usia < 1 tahun, dan 97,4% pada
anak usia 6-10 tahun. Rehabilitasi setelah menjalani
transplantasi pada umumnya baik.9
Ringkasan
Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitias pada anak. Jalan keluar
terbaik adalah mencegah agar tidak terjadi gagal ginjal
kronik, yaitu dengan deteksi dan intervensi dini
penyebab penyakit primernya serta menghindari obatobatan nefrotoksik, juga dengan melakukan pola hidup
yang baik seperti mengatur diit yang benar, olahraga
teratur. Apabila gagal ginjal kronik telah terjadi, maka
usaha yang dilakukan adalah memperlambat penurunan fungsi ginjal selama mungkin dengan
pengaturan nutrisi terutama asupan protein dan
kalium, natrium, mengendalikan hipertensi dan
kontrol secara teratur untuk memonitor perkembangan
fungsi ginjal. Penggunaan obat yang akhir-akhir ini
banyak dipakai, seperti recombinant human erytropoietin dan human growth hormone, CAPD dan
Daftar Pustaka
Kher KK. Chronic renal failure. Dalam: Kher KK,
Makker SP, penyunting. Clinical Pediatric Nephrology.
New York:Mc Graw-Hill Inc,1992. h. 501-41.
2. Anochie I, Eke F. Chronic renal failure in children: a
report from Port Harcourt, Nigeria (1985-2000). Pediatr
Nephrol, 2003;18:692-5.
3. Seikaly MG, Ho PL, Emmett L, Fine RN, Tejani A.
Chronic Renal Insufficiency in Children: The 2001
Annual Report of the NAPRTCS. Pediatr Nephrol 2003;
18:796-804.
4. Verelli M. Chronic Renal Failure. eMedicine, 2004.
www.eMedicine.com
5. Trihono PP. Terapi konservatif untuk mencegah
penurunan fungsi ginjal yang progresif pada gagal ginjal.
Dalam: Adirawati, Bahrun D, Herman E, Prambudi,
penyunting. Naskah lengkap sinas nefrologi anak VIII
Ikatan Dokter anak Indonesia. Palembang 23-24 Juni
2001.163-72.
6. Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. Gagal ginjal
kronik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, penyunting. Buku Ajar Nefrologi anak.
Edisi ke-2. Jakarta:FKUI, 2002:509-30.
7. Markum MS, Ardaya. Progresivitas penyakit ginjal
kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiati S, Alwi I, Bawazier
LA, Mansjoer A, penyunting. Naskah Lengkap
Pertemuan Ilmiah tahunan Ilmu penyakit Dalam.
Jakarta:FKUI,1999.63-70.
8. Lagomarsimo E, Valenzuela A, Cavagnaro F, Solar E.
Chronic renal failure in pediatrics 1996 Chilean survey.
Pediatr Nephrol, 1999;13:288-91.
9. Ridgen SPA. Chronic Renal Failure. Dalam:
Postlethwaite R, Web N, penyunting. Clinical
Paediatric Nephrology. Edisi ke-3. New York:Oxford
Univ.Press, 2003. h. 428-45.
10. Ardissino G. Epidemiology of Chronic Renal Failure.
Dalam: Cochat P, penyunting. European Society for
Paediatric Nephrology. ESPN Handbook, 2002.h.36972.
11. Wassner SJ, Baum M. Physiology and management.
Dalam: Barratt TM, Avner ED, Harmon WE,
penyunting. Pediatric Nephrology. Edisi ke-4.
12.
13.
1.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
83
Dis: 2000;36:6
26. Salusky IB. Goodman WG, Kuizon BD. Implication of
intermittent calcitriol therapy on growth and secondary
hyperparathyroidism. Pediatr Nephrol, 2000;14:641-5.
27. Sanchez CP. Modulation of endochondral bone
formation: role of growth hormone, 1,25dihydroxyvitamin D and hyperparathyroidism.
Pediatr Nephrol, 2000;11:646-9.
28. Hruska K. Pathophysiology of renal osteodystrophy.
Pediatr Nephrol,1995: 636-40.
29. Papadopoulou ZL. Chronic Renal Failure. Dalam:
Barakat AY, penyunting. Renal disease in children clinical
evaluation and diagnosis.New York: Springer-Verlag,
1990:286-303
30. Warady B, Kathy J. New hormones in the therapeutic
arsenal of chronic renal failure : Growth Hormone and
erythropoietin. Pediatr Clin North Am 1995;42 :155172.
31. Vimalachandra D, Craig JC, Cowell CT, Knight JF.
Growth hormone treatment in children with chronic
renal failure : A meta-analysis of randomized controlled
trials. J Pediatr 2001;139:561-567.
32. Sudjatmiko S, Oesman O. Hemodialisis. . Dalam: Alatas
H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting.
84
33.
34.
35.
36.
37.
38.