STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Tn.Fai
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Suku : Aceh
Alamat : ie-mirah-babahrot
II. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak ±1 minggu yang lalu dan
memberat 2 hari SMRS. Keluhan di sertai nyeri ulu hati(+) ,mual(+) tetapi tidak di
sertai muntah. Keluhan muntah darah di sangkal pasien. Frekuensi BAB 1-2 hari
sekali, konsistensi BAB lunak/lembek, tidak disertai darah berwarna merah segar.
BAK normal.
Hipertensi : Disangkal
DM : Disangkal
1
Riwayat alcohol: disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 92 x/ menit
Suhu : 36,7 0C
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+,
Thorax
2
Palpasi : Ketinggalan gerak nafas (-),
Perkusi : Redup
Perkusi : Timpani
V. Hasil Laboratorium
HB : 8,6 g %
sgot :NA
sgpt : 36
HBsAG : - (negatif)
3
Leukosit : 15,4 x 103/mm3
HT : 24,1 %
VI. Resume
Pasien datang ke RSUD Teungku pekan dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak
±1 minggu yang lalu dan memberat 2 hari SMRS. Keluhan di sertai nyeri ulu hati(+)
,mual(+) tetapi tidak di sertai muntah. Keluhan muntah darah di sangkal pasien. Frekuensi
BAB 1-2 hari sekali, konsistensi BAB lunak/lembek, tidak disertai darah berwarna merah
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan Kesadaran: Compos Mentis, Heart Rate: 92
x/menit, Respiratory rate : 22 x/ menit, T: 36,7 0C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien
terlihat lemah. Riwayat pemakain obat konsumsi jamu-jamuan dan obat dari mantri.
IX. Terapi
4
- Inj. Vit k 1 amp/12j
X. Pemeriksaan Penunjang
XI. Prognosis
5
BAB II
PENDAHULUAN
bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar
yang tidak dirasakan.Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan lokasi perdarahan
saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan.
Hematemesis (muntah darah segar atau hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna
bagian atas, proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya
akibat perdarahan saluran cerna bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halus
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu penyakit yang
sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebagian besar pasien datang dalam
keadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan
tindakan yang cepat dan tepat. Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi
diluar rumah sakit saja namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani
perawatan di rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang cukup
tinggi.
dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka
kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimal
mulai dari esofagus, gaster, duodenum, jejunum proksimal ( batas anatomik di ligamentum
treitz ). Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit
ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan
esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang
jarang.6
Epidemiologi
Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih dikenal perdarahan
saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus
perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari
perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan
selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar
berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna
Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan saluran cerna,
terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus.Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 %
7
dari kasus), perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 %
di negera barat dimana perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di
yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosif hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 10-
15% dan karena sebab lainnya < 5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu
sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian
pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar penderita perdarahan SCBA
meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang ada
secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis,
Ulkus peptikum yakni ulkus gaster dan duodenum masuk dalam 5 besar penyebab
dispepsia. Angka kejadian lebih tinggi pada pria dan usia lanjut. Hal ini dapat dijelaskan oeh
karena berbagai penyebab, mulai dari perbedaan definisi perdarahan SCBA, karakteristik
populasi, prevalensi obat – obatan penyebab ulkus dan Helicobacter pylori. Mortalitas
dikaitkan dengan usia lanjut dan adanya komorbiditas berat. Mortalitas juga meningkat
Etiologi perdarahan, lebih sering pada perdarahan variseal dan jarang pada lesi
mukosal kecil seperti robekan Mallory – Weiss. Perdarahan ulkus peptikum merupakan
penyebab tersering perdarahan SCBA berkisar 31 – 67 % dari semua kasus, diikuti oleh
8
gastritis erosif, perdarahan variceal, esofagitis, keganasan dan robekan.Di Indonesia 70 %
penyebab perdarahan SCBA adalah karena varises esofagus yang pecah. Namun demikian,
diperkirakan oleh karena semakin meningkatnya pelayanan terhadap penyakit hati kronis dan
Tabel 1. Penyebab tersering perdarahan SCBA pada pasien yang menjalani endoskopi di
1. Duodenal ulcer
3. Varices
4. Gastric ulcer
9
6. Erosive esophagitis
7. Angioma
8. Arteriovenous malformation
Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas
disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif
meningkat atau faktor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lain
asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) dan obat kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas ,
khususnya pada pasien lanjut usia. Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah
mukosa yang baik, sel epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus
yang cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa
penyakit sirosis hati.Sirosis hati di Indonesia masih banyak disebabkan oleh infeksi virus
hepatitis B dan hepatitis C.Varises esofagus adalah vena collateral yang berkembang sebagai
hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Saat ini, faktor-faktor
terpenting yang bertanggung jawab atas terjadinya perdarahan varises adalah: tekanan portal,
ukuran varises, dinding varises dan tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit hati.
Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
10
submukosa esophagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan
darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar.Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah dan timbul
dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung dan
penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan
dan gejala utama yang terlihat.Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi
anaerob dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan mengakibatkan/ memberi
efek pada seluruh sistem tubuh dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut
11
Gambar 2. (http://asus10.wordpress.com/hematemesis-melena)
Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis erosif, tukak
peptik.Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat anti
inflamasi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres.Penggunaan NSAIDs
merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu
proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera.
Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai Gastrointestinal yang
kurang baik.
Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan NSAIDs
adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari NSAIDs,
penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan
severe comorbid illness. Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs pada anak tidak
diketahui, tetapi sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis
12
kronik yang dirawat dengan NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan
terjadinya tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk
Gambar 3. (http://physrev.physiology.orgcontentphysrev8841547F2.large.jpg)
Sindroma Mallory-Weiss adalah sebuah kondisi di mana lapisan mukosa di bagian distal
submukosa. Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah melibatkan esophageal venous
atau arterial plexus. Pasien dengan hipertensi portal dapat meningkatkan resiko daripada
meliputi muntah, mengedan saat buang air besar, mengangkat beban, batuk, kejang epilepsi,
13
cegukan di bawah anestesi, dada tertekan, trauma abdomen, preparat kolonoskopi dan
gastroskopi.9
Gambar 4. (http://medicinembbs.blogspot.com/2010_12_01_archive.html)
Manifestasi Klinik
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dari
seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari
Melena : Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur
asam lambung, biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau
14
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber
lainnya.
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah anemia, sinkope, instabilitas
Diagnosis
dalammelaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang sangat
cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan
pasiendalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah keadaan
pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih
seksama.
a. Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis,
1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
15
2. Riwayat perdarahan sebelumnya
7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronis, demam berdarah, demam tifoid,
b. Pemeriksaan Fisik
Adanya stigmata penyakit hati kronik, suhu badan dan perdarahan di tempat lain,
Kelayakan nafas
Tingkat kesadaran
Produksi urin.
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil dengan tanda – tanda sebagai berikut:
16
Hipotensi ( tekanan darah < 90/60 mmHg , frekuensi nadi > 100x/menit )
Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg
Akral dingin
Kesadaran menurun
Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik
tidak stabil ialah bila ditemukan: hematemesis, hematokezia, darah segar pada aspirasi
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan kulit dan mukosa penyakit sistematik.
Perlu juga dicari stigmata pasien dengan sirosis hati karena pada pasien sirosis hati dapat
disertai gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus dengan air
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu masa abdomen, nyeri abdomen,
Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses ini
mempunyai nilai prognostik.Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari
Naso Gastric Tube (NGT).Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak
aktif, aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin
perdarahan arteri.Seperti halnya warna feses maka warna aspirat pun dapat memprediksi
17
mortalitas pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak
c. Pemeriksaan penunjang
4. Pemeriksaan lainnya :
1) Endoskopi
terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera( bukan prosedur emergensi),
dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan
keadaan hemodinamik stabil . Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi
dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari
Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
Duodenum :Ulkus,erosi,tumor,divertikulitis
18
Di Negara barat tukak peptic berada di urutan pertama penyebab perdarahan
telah banyak berkembang namun mortalitasnya relative tidak berubah. Hal ini
Gambar 5.Gambaran endoskopi pada pasien gastric ulcer akibat penggunaan NSAIDs
19
Gambar 6.Gambaran endoskopi pada pasien duodenal ulcer dengan test H.Pylori positif
Gambar 7.Gambaran endoskopi dari esophageal varices (Shah, V.H., et al., 2010)
20
Gambar 8.Gambaran endoskopi pada pasien Mallory-Weiss Tear (Savides, T.J., et al., 2010)
2) Angiography
21
Tabel 2.Perbedaan perdarahan SCBA dan SCBB13
Penatalaksanaan
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid (misalnya
cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat dengan menggunakan dua jarum berdiameter
besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CVP (central venous pressure); tujuannya
memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak sampai
memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada kondisi hipoalbuminemia berat.
Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan darah golongan darah, kadar
Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual tergantung dengan jumlah darah
yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung,
dan akibat klinik perdarahan tersebut. Pemberian transfusi darah dapa perdarahan saluran
22
1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih
3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin kurang dari 10 gr% atau
Perlu dipahami bahwa nilai hemtokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan kurang
akurat bila perdarahan sedang atau baru berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan
ekstravaskular selesai 24-72 jam setelah onset perdarahan. Target pencapaian hematokrit
setelah transfusi darah tergantung kasusyang dihadapi, untuk usia muda dengan kondisi sehat
cukup 20-25%, usia lanjut 30%, sedangkan pada hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.13
Non-Endoskopis
a. Kumbah lambung
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah kumbah
lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini diharapkan
sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk
memanjang,perfusi dinding lambung menurun dan bisa timbul ulserasi pada mukosa
lambung.
23
b. Pemberian vitamin K
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami
c. Vasopressin
pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta melihat.
Digunakan di klinik untuk perdarahan akut varises esofagus sejak 1953. Pernah
dicobakan pada perdarahan non varises, namun berhentinya perdarahan tidak berbeda
vasopressin murni dan preparat pituitari gland yang mengandung vasopressin dan
vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama
20-60 menit dan dapat diulang tiap 3 sampai 6 jam; atau setelah pemberian pertama
dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping
serius berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan
klinik pada perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar tahun 1978. Somatostatin
24
dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat
pula digunakan pada perdarahan non varises. Dosis pemberian somastatin, diawali
dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau
sampai perdarahan berhenti, octreotid dosis bolus 100 mcg intravena dilanjutkan
perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah inhibitor proton dosis tinggi. Diawali
selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok plasebo 20% sedangkan yang diberi
omeprazole hanya 4,2%. Suntikan omeprazole yang beredar di Indonesia hanya untuk
pemberian bolus, yang bisa digunakan per infus ialah persediaan esomeprazole dan
pantoprazole dengan dosis sama seperti omeprazole. Pada perdarahan SCBA ini
f. Balon tamponade
sekitar tahun 1950, paling populer adalah sengstaken blakemore tube (SB-tube) yang
Komplikasi pemasangan SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah pneumonia aspirasi,
25
ENDOSKOPIS
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak
Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila dilakukan ahli
endoskopi yang termapil dna berpengalaman. Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada
90% kasus perdarahan SCBA, sedangkan sisanya 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena
alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang atau letak lesi tidak
terjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak peptik dapat berhenti spontan, namun
pada kasus perdarahan arterial yang bisa berhenti spontan hanya 30%.
Terapi endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan pendukung ialah
sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak
melebihi 1 ml. Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut atau polidoklonal
umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak atau perforasi akibat nekrosis
perdarahan bisa mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang
26
esofagus.Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian sklerosan,
lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi dilakukan mulai distal
mendekati kardia bergerak spiral setiap 1-2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang
berdarah atau bila ditemukan tanda baru mengalami perdarahan seperti bekuan yang melekat,
bilur-bilur merah, noda hematokistik, vena pada vena. Skleroterapi endoskopi sebagai
alternative bila ligasi endoskopi sulit dilakukan karena perdarahan yang massif, terus
berlangsung, atau teknik tidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa digunakan antarla lain
campuran sama banyak polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alkohol absolut. Campuran dibuat
sesaat sebelum skleroterapi dikerjakan. Penyuntikan dimulai dari bagian paling distal
mendekati kardia dilanjutkan ke proksimal bergerak spiral sampai sejauh 5cm. Pada
TERAPI RADIOLOGI
Terapi angiografi perlu pertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan belum
bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan pembedahan
atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontra indikasi dan fasilitas dimungkinkan,
pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS (Trans Jugular Intrahepatic Porto
Systemic Shunt). 8
27
PEMBEDAHAN
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi
dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim multi disipliner
pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan
28
Prognosis
Identifikasi letak perdarahan adalah langkah awal yang paling penting dalam
dan kuratif. Meskipun metode diagnostik untuk menentukan letak perdarahan yang tepat
telah sangat meningkat dalam 3 dekade terakhir, 10-20% dari pasien dengan perdarahan
saluran cerna bagian bawah tidak dapat dibuktikan sumber perdarahannya. Oleh karena itu,
masalah yang kompleks ini membutuhkan evaluasi yang sistematis dan teratur untuk
mengurangi persentase kasus perdarahan saluran cerna yang tidak terdiagnosis dan tidak
terobati.
hasil pengobatan. Ada beberapa prediktor buruk dari perdarahan SCBA antara lain, umur
diatas 60 tahun, adanya penyakit komorbid lain yang bersamaan, adanya hipotensi atau syok,
adanya koagulopati, onset perdarahan yang cepat, kebutuhan transfusi lebih dari 6 unit,
perdarahan rekurens dari lesi yang sama. Setelah diobati dan berhenti, perdarahan SCBA
dapat berulang lagi atau rekurens. Secara endoskopik ada beberapa gambaran endoskopik
yang dapat memprediksi akan terjadinya perdarahan ulang antara lain tukak peptik dengan
bekuan darah yang menutupi lesi, adanya visible vessel tak berdarah, perdarahan segar yang
masih berlangsung.
29
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien datang ke RSUD Teungku pekan dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak
±1 minggu yang lalu dan memberat 2 hari SMRS. Keluhan di sertai nyeri ulu hati(+)
,mual(+) tetapi tidak di sertai muntah. Keluhan muntah darah di sangkal pasien. Frekuensi
BAB 1-2 hari sekali, konsistensi BAB lunak/lembek, tidak disertai darah berwarna merah
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan Kesadaran: Compos Mentis, Heart Rate:
92x/menit, Respiratory rate : 22 x/ menit, T: 36,7 0C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pasien terlihat lemah. Riwayat pemakain obat konsumsi jamu-jamuan dan obat dari mantri
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimal
mulai dari esofagus, gaster, duodenum, jejunum proksimal ( batas anatomik di ligamentum
treitz ). Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit
ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan
esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas.
penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh ketidakseimbangan
faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif meningkat atau faktor defensifnya
menurun. Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks
asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan obat kortikosteroid,
infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas , khususnya pada pasien lanjut usia.
30
Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa yang baik, sel epitel
permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus yang cukup tebal, sekresi
bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa terhadap ion H+ dan regulasi pH
intra sel.
Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis erosif,
tukak peptik.Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat anti
inflamasi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres.Penggunaan NSAIDs
merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu
proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera.
Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai Gastrointestinal yang
kurang baik.
Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan NSAIDs
adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari NSAIDs,
penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan
severe comorbid illness. Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs pada anak tidak
diketahui, tetapi sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis
kronik yang dirawat dengan NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan
terjadinya tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk
31
DAFTAR PUSTAKA
2. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9. Jakarta: EGC
al. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit Erlangga
5. Holster IL, Kuipers EJ. Management of acute nonvariceal upper gastrointestinal bleeding:
6. Anand, B.S., Katz, J., 2011. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference, Professor.
7. Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Friedman, S.L.,
Companies, 53 – 67.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. 2007. Buku ajar ilmu
:http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/75/78. (Accesed
September 2013)
32