Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Tn.Fai

Umur : 34 tahun

Agama : Islam

Suku : Aceh

Alamat : ie-mirah-babahrot

Tgl Masuk : 27 Oktober 2017

II. Anamnesis

1. Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan BAB berwarna hitam

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak ±1 minggu yang lalu dan

memberat 2 hari SMRS. Keluhan di sertai nyeri ulu hati(+) ,mual(+) tetapi tidak di

sertai muntah. Keluhan muntah darah di sangkal pasien. Frekuensi BAB 1-2 hari

sekali, konsistensi BAB lunak/lembek, tidak disertai darah berwarna merah segar.

BAK normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

 Hipertensi : Disangkal

 DM : Disangkal

1
 Riwayat alcohol: disangkal

 Riwayat bekerja ke Malaysia ±2 tahun

4. Riwayat Penyakit Keluarga : Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang

sama seperti pasien.

5. Riwayat Pemakaian Obat : Konsumsi jamu-jamuan dan obat dari mantri.

III. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum : Lemah

 Kesadaran : Compos Mentis

 TD : 120/80 mmHg

 Nadi : 92 x/ menit

 Pernafasan : 22 x/menit, Reguler

 Suhu : 36,7 0C

IV. Status Generalis

 Kepala : Normosefali, rambut hitam, tidak mudah dicabut.

 Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+,

diameter pupil 3 mm/ 3 mm, strabismus -/-.

 Telinga : Sekret (-)

 Hidung : Sekret (-)

 Mulut : Bibir tampak normal, gigi karies (-)

 Thorax

- Pulmo : Inspeksi : Pergerakan dinding dada simertris, retraksi iga(-)

2
Palpasi : Ketinggalan gerak nafas (-),

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (-/-), Rh (-/-) Wh (-/-)

- Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V

Perkusi : Redup

Auskultasi : Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

 Abdomen : Inspeksi : Perut simetris(+)

Palpasi : nyeri tekan (+) regio epigastrium, nyeri tekan

McBurney (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik normal

 Ekstremitas atas dan bawah : Akral hangat (-),udem (-), sianosis(-)

V. Hasil Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin tanggal 27 Oktober 2017

HB : 8,6 g %

gds : 138 mg/dl/

sgot :NA

sgpt : 36

HBsAG : - (negatif)

Eritrosit : 2,6 x 106/mm3

3
Leukosit : 15,4 x 103/mm3

HT : 24,1 %

Trombosit : 302 x 103/mm3

VI. Resume

Pasien datang ke RSUD Teungku pekan dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak

±1 minggu yang lalu dan memberat 2 hari SMRS. Keluhan di sertai nyeri ulu hati(+)

,mual(+) tetapi tidak di sertai muntah. Keluhan muntah darah di sangkal pasien. Frekuensi

BAB 1-2 hari sekali, konsistensi BAB lunak/lembek, tidak disertai darah berwarna merah

segar. BAK normal.

Pada pemeriksaan vital sign didapatkan Kesadaran: Compos Mentis, Heart Rate: 92

x/menit, Respiratory rate : 22 x/ menit, T: 36,7 0C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien

terlihat lemah. Riwayat pemakain obat konsumsi jamu-jamuan dan obat dari mantri.

VII. Diagnosa Banding

- PSMBA ec gastritis erosifa

- Psmba ec varises esophagus

- Psmba ec sindrom Mallory wais

VIII. Diagnosa Kerja : PSMBA ec gastritis erosifa

IX. Terapi

- O2 2-4 liter/menit(nasal kanul)

- Ivfd asering 20 gtt/i

- Drip omeprazol 1vial dalam dex 5%/24 j

- Inj. transamin 1 amp/8j

4
- Inj. Vit k 1 amp/12j

- Inj. ondansentron 1amp/8j

- Inj. ceftriaxon 1vial/12j(st)

- Drip metronidazol 1 fls/8j

- Sucralfat syr 3xc1

- Transfusi prc 1 kolf

X. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan urine / darah rutin

XI. Prognosis

- Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam

- Quo Ad Fungsionum : Dubia ad bonam

- Quo Ad Sanationum : Dubia ad bonam

5
BAB II

PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapai. Manifestasinya

bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar

yang tidak dirasakan.Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan lokasi perdarahan

saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan.

Hematemesis (muntah darah segar atau hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna

bagian atas, proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya

akibat perdarahan saluran cerna bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halus

atau kolon bagian kanan, juga dapat menimbulkan melena.

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu penyakit yang

sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebagian besar pasien datang dalam

keadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan

tindakan yang cepat dan tepat. Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi

diluar rumah sakit saja namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani

perawatan di rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang cukup

tinggi.

Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 %

dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka

kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum

ada perubahan selam 50 tahun terakhir.

6
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimal

mulai dari esofagus, gaster, duodenum, jejunum proksimal ( batas anatomik di ligamentum

treitz ). Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit

ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan

obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varises

esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang

jarang.6

Epidemiologi

Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih dikenal perdarahan

saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus

perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari

perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan

selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar

berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna

serta dengan meningkatnya kondisi comorbid.

Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan saluran cerna,

terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus.Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 %

7
dari kasus), perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 %

dari kasus).Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60

% dari keseluruhan kasus perdarahan akut.

Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Berbeda dengan

di negera barat dimana perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di

Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagei merupakan penyebab tersering

yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosif hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 10-

15% dan karena sebab lainnya < 5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu

sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian

pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar penderita perdarahan SCBA

meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang ada

secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis,

pneumonia dan sepsis. 7

Ulkus peptikum yakni ulkus gaster dan duodenum masuk dalam 5 besar penyebab

dispepsia. Angka kejadian lebih tinggi pada pria dan usia lanjut. Hal ini dapat dijelaskan oeh

karena berbagai penyebab, mulai dari perbedaan definisi perdarahan SCBA, karakteristik

populasi, prevalensi obat – obatan penyebab ulkus dan Helicobacter pylori. Mortalitas

dikaitkan dengan usia lanjut dan adanya komorbiditas berat. Mortalitas juga meningkat

dengan perdarahan berulang yang merupakan parameter mayor.

Etiologi perdarahan, lebih sering pada perdarahan variseal dan jarang pada lesi

mukosal kecil seperti robekan Mallory – Weiss. Perdarahan ulkus peptikum merupakan

penyebab tersering perdarahan SCBA berkisar 31 – 67 % dari semua kasus, diikuti oleh

8
gastritis erosif, perdarahan variceal, esofagitis, keganasan dan robekan.Di Indonesia 70 %

penyebab perdarahan SCBA adalah karena varises esofagus yang pecah. Namun demikian,

diperkirakan oleh karena semakin meningkatnya pelayanan terhadap penyakit hati kronis dan

bertambahnya populasi perdarahan oleh karena ulkus peptikum akan meningkat.8

Tabel 1. Penyebab tersering perdarahan SCBA pada pasien yang menjalani endoskopi di

RSCM selama tahun 2001 – 2005

Penyebab Jumlah kasus Persentase

Pecahnya varises esofagus 280 kasus 33.4 %

Perdarahan ulkus peptikum 225 kasus 26.9 %

Gastritis erosiva 219 kasus 26.2 %

Tidak ditemukan 38 kasus 4.5 %

Lain – lain 45 kasus 9%

Total 807 kasus 100 %

Etiologi dan Patofisiologi

Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yaitu 9:

1. Duodenal ulcer

2. Gastric atau duodenal erosions

3. Varices

4. Gastric ulcer

5. Mallory – Weiss tear

9
6. Erosive esophagitis

7. Angioma

8. Arteriovenous malformation

9. Gastrointestinal stromal tumors

Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas

disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif

meningkat atau faktor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lain

asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid

(OAINS) dan obat kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas ,

khususnya pada pasien lanjut usia. Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah

mukosa yang baik, sel epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus

yang cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa

terhadap ion H+ dan regulasi pH intra sel.

Penyebab varises esofagus merupakan yang terbanyak di Indonesia, disebabkan oleh

penyakit sirosis hati.Sirosis hati di Indonesia masih banyak disebabkan oleh infeksi virus

hepatitis B dan hepatitis C.Varises esofagus adalah vena collateral yang berkembang sebagai

hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Saat ini, faktor-faktor

terpenting yang bertanggung jawab atas terjadinya perdarahan varises adalah: tekanan portal,

ukuran varises, dinding varises dan tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit hati.

Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan

peningkatan tekanan vena porta.Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam

10
submukosa esophagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan

darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar.Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,

maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah dan timbul

varises.Varises bisa pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.Selanjutnya

dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung dan

penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan

penurunan perfusi jaringan.

Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme

kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi.Mekanisme ini merangsang tanda-tanda

dan gejala utama yang terlihat.Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi

jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolisme

anaerob dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan mengakibatkan/ memberi

efek pada seluruh sistem tubuh dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut

akan mengalami kegagalan.2

11
Gambar 2. (http://asus10.wordpress.com/hematemesis-melena)

Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis erosif, tukak

peptik.Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat anti

inflamasi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres.Penggunaan NSAIDs

merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu

proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera.

Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai Gastrointestinal yang

kurang baik.

Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan NSAIDs

adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari NSAIDs,

penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan

severe comorbid illness. Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs pada anak tidak

diketahui, tetapi sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis

12
kronik yang dirawat dengan NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan

terjadinya tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk

menimbulkan tukak gaster.11

Gambar 3. (http://physrev.physiology.orgcontentphysrev8841547F2.large.jpg)

Sindroma Mallory-Weiss adalah sebuah kondisi di mana lapisan mukosa di bagian distal

esophagus pada gastroesophageal junction mengalami laserasi yang dapat menyebabkan

hematemesis (muntah darah). Laserasi seringkali juga menyebabkan perdarahan arteri

submukosa. Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah melibatkan esophageal venous

atau arterial plexus. Pasien dengan hipertensi portal dapat meningkatkan resiko daripada

perdarahan dibandingkan dengan pasien hipertensi non-portal. Sindrom Mallory-Weiss

biasanya sekunder terhadap peningkatan mendadak tekanan intraabdominal. Faktor pencetus

meliputi muntah, mengedan saat buang air besar, mengangkat beban, batuk, kejang epilepsi,

13
cegukan di bawah anestesi, dada tertekan, trauma abdomen, preparat kolonoskopi dan

gastroskopi.9

Gambar 4. (http://medicinembbs.blogspot.com/2010_12_01_archive.html)

Manifestasi Klinik

Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dari

seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari

esofagus,gaster dan duodenum.7

Manifestasi klinis pasien dapat berupa :

 Hematemesis : Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna

atas, yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”.

 Melena : Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur

asam lambung, biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau

14
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber

lainnya.

 Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah anemia, sinkope, instabilitas

hemodinamikkarena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit

hati kronis,penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal.7,9

Diagnosis

Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana

dalammelaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang sangat

cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan

adalahpenanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation ) terlebih dahulu. Bila

pasiendalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah keadaan

pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih

seksama.

a. Anamnesis

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis,

riwayatdispepsia,riwayat mengkonsumsi NSAID,obat rematik,alkohol,jamu –

jamuan,obat untukpenyakit jantung,obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit

ginjal,riwayat penyakitparu dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-

muntah sebelumterjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya

sindroma Mallory Weiss.

Dalam anamnesis yang perlu ditekankan8:

1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar

15
2. Riwayat perdarahan sebelumnya

3. Riwayat perdarahan dalam keluarga

4. Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain

5. Penggunaan obat-obatan terutama antiinflamasi nonsteroid dan antikoagulan

6. Kebiasaan minum alkohol

7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronis, demam berdarah, demam tifoid,

GGK, DM, hipertensi, alergi obat-obatan

8. Riwayat transfusi sebelumnya

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan awal perdarahan saluran cerna

Adanya stigmata penyakit hati kronik, suhu badan dan perdarahan di tempat lain,

tanda – tanda Langkah awal menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan

status hemodinamiknya. Pemeriksaan meliputi :

 Tekanan darah dan nadi posisi baring

 Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi

 Ada tidaknya vasokonstriksi perifer ( akral dingin )

 Kelayakan nafas

 Tingkat kesadaran

 Produksi urin.

Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20 % volume intravaskular akan

mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil dengan tanda – tanda sebagai berikut:

16
 Hipotensi ( tekanan darah < 90/60 mmHg , frekuensi nadi > 100x/menit )

 Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg

 Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit

 Akral dingin

 Kesadaran menurun

 Anuria atau oliguria

Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik

tidak stabil ialah bila ditemukan: hematemesis, hematokezia, darah segar pada aspirasi

pipa nasogastrik dengan, hipotensi persisten, 24 jam menghabiskan transfusi darah

melebihi 800 – 1000 mL.8

Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan kulit dan mukosa penyakit sistematik.

Perlu juga dicari stigmata pasien dengan sirosis hati karena pada pasien sirosis hati dapat

disertai gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus dengan air

kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena

Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu masa abdomen, nyeri abdomen,

rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit rematik dll.

Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses ini

mempunyai nilai prognostik.Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari

Naso Gastric Tube (NGT).Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak

aktif, aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin

perdarahan arteri.Seperti halnya warna feses maka warna aspirat pun dapat memprediksi

17
mortalitas pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak

duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.7

c. Pemeriksaan penunjang

Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan13 :

1. Elektrokardiagram (terutama pasien berusia > 40 tahun)

2. BUN, kreatinin serum

3. Elektrolit (Na, K, Cl)

4. Pemeriksaan lainnya :

1) Endoskopi

Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold

standard.Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk

terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera( bukan prosedur emergensi),

dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan

keadaan hemodinamik stabil . Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi

dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari

95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis –melena

dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.7

Lokasi dan sumber perdarahan

 Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor

 Gaster :Erosi,ulkus,tumor,polip,angiodisplasia,varises,gastropati kongestif

 Duodenum :Ulkus,erosi,tumor,divertikulitis

18
Di Negara barat tukak peptic berada di urutan pertama penyebab perdarahan

SCBA dengan frekuensi sekitar 50%.Walaupun pengelolaan perdarahan SCBA

telah banyak berkembang namun mortalitasnya relative tidak berubah. Hal ini

dikarenakan bertambahnya kasus perdarahan dengan usia lanjut dan akibat

komorbiditas yang menyertai.13

Klasifikasi aktivitas perdarahan tukak peptic menurut Forest :

 Forrest Ia :Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri

 Forrest Ib :Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing

 Forrest II : Perdarahan berhenti dan masih terdapat sisa-sisa perdarahan

 Forrest III : Perdarahan berhenti tanpa sisa perdarahan

Gambar 5.Gambaran endoskopi pada pasien gastric ulcer akibat penggunaan NSAIDs

dan test H.Pylori negatif (Vakil, N., 2010)

19
Gambar 6.Gambaran endoskopi pada pasien duodenal ulcer dengan test H.Pylori positif

tetapi tidak ada riwayat penggunaan NSAIDs (Vakil, N., 2010)

Gambar 7.Gambaran endoskopi dari esophageal varices (Shah, V.H., et al., 2010)

20
Gambar 8.Gambaran endoskopi pada pasien Mallory-Weiss Tear (Savides, T.J., et al., 2010)

2) Angiography

Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana

perdarahanberat, khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat ditentukan

dengan menggunakan endoskopi atas maupun bawah.7

3) Conventional radiographic imaging

Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu dibutuhkan

pada pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi adakalanya dapat

memberikan beberapa informasi penting. Misalnya pada CT scan; CT Scandapat

mengidentifikasi adanya lesi massa, seperti tumor intra-abdominal ataupun

abnormalitas pada usus yang mungkin dapat menjadi sumber perdarahan.7

21
Tabel 2.Perbedaan perdarahan SCBA dan SCBB13

Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB

Manifestasi klinik pada umumnya Hematemesis dan atau melena Hematokezia

Aspirasi nasogatrik Berdarah Jernih

Rasio (BUN/kreatinin) Meningkat > 35 < 35

Auskultasi Usus hiperaktif Normal

Penatalaksanaan

STABILISASI HEMODINAMIK PADA PERDARAHAN SALURAN CERNA

Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid (misalnya

cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat dengan menggunakan dua jarum berdiameter

besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CVP (central venous pressure); tujuannya

memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak sampai

memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada kondisi hipoalbuminemia berat.

Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan darah golongan darah, kadar

hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit. Adanya kecurigaan diatesis hemoragik pelu

ditindaklanjuti dengan melakukan test rumple-leed, pemeriksaan waktu perdarahn, waktu

pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT dan aPTT.

Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual tergantung dengan jumlah darah

yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung,

dan akibat klinik perdarahan tersebut. Pemberian transfusi darah dapa perdarahan saluran

cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini :

22
1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil

2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih

3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin kurang dari 10 gr% atau

hematokrit kurang dari 30%

4. Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun

Perlu dipahami bahwa nilai hemtokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan kurang

akurat bila perdarahan sedang atau baru berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan

ekstravaskular selesai 24-72 jam setelah onset perdarahan. Target pencapaian hematokrit

setelah transfusi darah tergantung kasusyang dihadapi, untuk usia muda dengan kondisi sehat

cukup 20-25%, usia lanjut 30%, sedangkan pada hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.13

TERAPI PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Non-Endoskopis

a. Kumbah lambung

Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah kumbah

lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini diharapkan

mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik, namun demikian

manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti. Kumbah lambung ini

sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk

membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasarkan percobaan hewan, kumbah

lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu perdarahan menjadi

memanjang,perfusi dinding lambung menurun dan bisa timbul ulserasi pada mukosa

lambung.

23
b. Pemberian vitamin K

Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami

perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan pemberiaan tersebut tidak

merugikan dan relatif murah.

c. Vasopressin

Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi

pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta melihat.

Digunakan di klinik untuk perdarahan akut varises esofagus sejak 1953. Pernah

dicobakan pada perdarahan non varises, namun berhentinya perdarahan tidak berbeda

dengan plasebo. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresinyang mengandung

vasopressin murni dan preparat pituitari gland yang mengandung vasopressin dan

oksitosin. Pemberiaan vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan

vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama

20-60 menit dan dapat diulang tiap 3 sampai 6 jam; atau setelah pemberian pertama

dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping

serius berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan

bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40

mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan sampai maksimal 400mcg/menit dengan

tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas 90 mmHg.

d. Somatostatin dan analognya (octreotid)

Somatostatin dan analognya (octreotid) diketahui dapat menurunkan aliran darah

splanknik, khasiatnya lebih selektif dibanding dengan vasopressin. Penggunaan di

klinik pada perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar tahun 1978. Somatostatin

24
dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat

pula digunakan pada perdarahan non varises. Dosis pemberian somastatin, diawali

dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau

sampai perdarahan berhenti, octreotid dosis bolus 100 mcg intravena dilanjutkan

perinfus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti.

e. Obat-obatan golongan antisekresi asam

Obat-obatan golongan antisekresi asamyang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah

perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah inhibitor proton dosis tinggi. Diawali

oleh bolus omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/KGBB/jam

selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok plasebo 20% sedangkan yang diberi

omeprazole hanya 4,2%. Suntikan omeprazole yang beredar di Indonesia hanya untuk

pemberian bolus, yang bisa digunakan per infus ialah persediaan esomeprazole dan

pantoprazole dengan dosis sama seperti omeprazole. Pada perdarahan SCBA ini

antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang

SCBA karena tukak peptik kurang bermanfaat.

f. Balon tamponade

Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esofagus dimulai

sekitar tahun 1950, paling populer adalah sengstaken blakemore tube (SB-tube) yang

mempunyai 3 pipa serta 2 balon masing-masing untuk esofagus dan lambung.

Komplikasi pemasangan SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah pneumonia aspirasi,

laserasi sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24 jam.

Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan oleh tenaga medik yang berpengalaman

dan ditidaklanjuti dengan observasi yang ketat.8

25
ENDOSKOPIS

Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak

dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi:

1) Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe)

2) Noncontact thermal (laser 3). Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol,

alkohol, cyanoacrylate, atau pemakain klip).

Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila dilakukan ahli

endoskopi yang termapil dna berpengalaman. Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada

90% kasus perdarahan SCBA, sedangkan sisanya 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena

alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang atau letak lesi tidak

terjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak peptik dapat berhenti spontan, namun

pada kasus perdarahan arterial yang bisa berhenti spontan hanya 30%.

Terapi endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan pendukung ialah

penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan menggunakan adrenalin 1 : 10000

sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak

melebihi 1 ml. Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut atau polidoklonal

umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak atau perforasi akibat nekrosis

jaringan dilokasi penyuntikan. Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan

perdarahan bisa mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang

frekuensinya sekitar 15-20%.

Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena varises

esofagus.Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan varises

26
esofagus.Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian sklerosan,

lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi dilakukan mulai distal

mendekati kardia bergerak spiral setiap 1-2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang

berdarah atau bila ditemukan tanda baru mengalami perdarahan seperti bekuan yang melekat,

bilur-bilur merah, noda hematokistik, vena pada vena. Skleroterapi endoskopi sebagai

alternative bila ligasi endoskopi sulit dilakukan karena perdarahan yang massif, terus

berlangsung, atau teknik tidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa digunakan antarla lain

campuran sama banyak polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alkohol absolut. Campuran dibuat

sesaat sebelum skleroterapi dikerjakan. Penyuntikan dimulai dari bagian paling distal

mendekati kardia dilanjutkan ke proksimal bergerak spiral sampai sejauh 5cm. Pada

perdarahan varises lambung dilakukan penyuntikan cyanoacrylate, skleroterapi untuk varises

lambung kurang baik.8

TERAPI RADIOLOGI

Terapi angiografi perlu pertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan belum

bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan pembedahan

sangat berisiko.Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin

atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontra indikasi dan fasilitas dimungkinkan,

pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS (Trans Jugular Intrahepatic Porto

Systemic Shunt). 8

27
PEMBEDAHAN

Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi

dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim multi disipliner

pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan

tindakan bedah baiknya dilakukan. 8

Gambar 9. Penanganan Perdarahan Saluran Cerna.9

28
Prognosis

Identifikasi letak perdarahan adalah langkah awal yang paling penting dalam

pengobatan.Setelah letak perdarahan terlokalisir, pilihan pengobatan dibuat secara langsung

dan kuratif. Meskipun metode diagnostik untuk menentukan letak perdarahan yang tepat

telah sangat meningkat dalam 3 dekade terakhir, 10-20% dari pasien dengan perdarahan

saluran cerna bagian bawah tidak dapat dibuktikan sumber perdarahannya. Oleh karena itu,

masalah yang kompleks ini membutuhkan evaluasi yang sistematis dan teratur untuk

mengurangi persentase kasus perdarahan saluran cerna yang tidak terdiagnosis dan tidak

terobati.

Dalam penatalaksanaan perdarahan SCBA banyak faktor yang berperan terhadap

hasil pengobatan. Ada beberapa prediktor buruk dari perdarahan SCBA antara lain, umur

diatas 60 tahun, adanya penyakit komorbid lain yang bersamaan, adanya hipotensi atau syok,

adanya koagulopati, onset perdarahan yang cepat, kebutuhan transfusi lebih dari 6 unit,

perdarahan rekurens dari lesi yang sama. Setelah diobati dan berhenti, perdarahan SCBA

dapat berulang lagi atau rekurens. Secara endoskopik ada beberapa gambaran endoskopik

yang dapat memprediksi akan terjadinya perdarahan ulang antara lain tukak peptik dengan

bekuan darah yang menutupi lesi, adanya visible vessel tak berdarah, perdarahan segar yang

masih berlangsung.

29
BAB IV

KESIMPULAN

Pasien datang ke RSUD Teungku pekan dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak

±1 minggu yang lalu dan memberat 2 hari SMRS. Keluhan di sertai nyeri ulu hati(+)

,mual(+) tetapi tidak di sertai muntah. Keluhan muntah darah di sangkal pasien. Frekuensi

BAB 1-2 hari sekali, konsistensi BAB lunak/lembek, tidak disertai darah berwarna merah

segar. BAK normal.

Pada pemeriksaan vital sign didapatkan Kesadaran: Compos Mentis, Heart Rate:

92x/menit, Respiratory rate : 22 x/ menit, T: 36,7 0C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

pasien terlihat lemah. Riwayat pemakain obat konsumsi jamu-jamuan dan obat dari mantri

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimal

mulai dari esofagus, gaster, duodenum, jejunum proksimal ( batas anatomik di ligamentum

treitz ). Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit

ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan

obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varises

esofagus, dan gastritis merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas.

penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh ketidakseimbangan

faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif meningkat atau faktor defensifnya

menurun. Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks

asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan obat kortikosteroid,

infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas , khususnya pada pasien lanjut usia.

30
Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa yang baik, sel epitel

permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus yang cukup tebal, sekresi

bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa terhadap ion H+ dan regulasi pH

intra sel.

Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis erosif,

tukak peptik.Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat anti

inflamasi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres.Penggunaan NSAIDs

merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu

proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera.

Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai Gastrointestinal yang

kurang baik.

Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan NSAIDs

adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari NSAIDs,

penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan

severe comorbid illness. Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs pada anak tidak

diketahui, tetapi sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis

kronik yang dirawat dengan NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan

terjadinya tukak gaster, tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk

menimbulkan tukak gaster.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Price S. Wilson L.2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed 6. Vol 1.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

2. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9. Jakarta: EGC

3. Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., et

al. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

4. Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI bleeding in Hasan

5. Holster IL, Kuipers EJ. Management of acute nonvariceal upper gastrointestinal bleeding:

current policies and future perspectives. World J Gastroenteral. 2012; 18:1207-

6. Anand, B.S., Katz, J., 2011. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference, Professor.

Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology, Baylor College of

Medicine. Available from:http://emedicine.medscape.com/ ( Accessed 23 April 2011)

7. Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam: Friedman, S.L.,

et al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2 ed. USA: McGraw-Hill

Companies, 53 – 67.

8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. 2007. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

9. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Available From

:http://www.dokterbedahherryyudha.com/. (Accesed 29 Juni 2009)

10. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Available Form

:http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/75/78. (Accesed

September 2013)

32

Anda mungkin juga menyukai