Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penulisan kisah sejarah bukanlah sekedar menyusun dan merangkai faktafakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan pendirian dan pikiran
melalui interpretasi sejarah berdasarkan hasil penelitian. Dalam perkembangan
selanjutnya penulisan sejarah mengalami kemajuan, yaitu dengan munculnya
gagasan baru dalam penulisan sejarah.
Sartono Kartodirdjo memfokuskan bagaimana penggunaan ilmu-ilmu
sosial dalam mengungkapkan fakta-fakta peristiwa sejarah pada masa lampau. Di
mulai dari bagaimana konsep tentang sejarah dibangun, bagaimana perpektif
sejarah itu berdiri, bagaimana membangun atau merekonstruksi kembali peristiwa
pada masa lalu menjadi suatu cerita yang memiliki arti, bagaimana hubungan
antara sejarah dengan ilmu-ilmu social dan bagaimana sejarah di tulis berdasarkan
kategori tertentu. Pada hal ini saya akan membahas pendekatan sejarah melalui
ilmu sosial.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah
ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bagaimana konsep dan persfektif sejarah?


Bagaimana rekonstruksi sejarah?
Bagaimana kategori sejarah?
Apa yang dimaksud dengan pendekatan dalam penelitian sejarah?
Bagaimana penulisan sejarah melalui pendekatan ilmu sosial?
Bagaimana hubungan sejarah dengan ilmu sosial lainnya?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penulisan sejarah melalui pendekatan ilmu sosial.


Rekonstruksi sejarah.
Kategori sejarah.
Maksud pendekatan dalam penelitian sejarah.
Penulisan sejarah melalui pendekatan ilmu sosial.
Hubungan sejarah dengan ilmu sosial lainnya.
Manfaat ini penulisan makalah ini :

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengetahui bagaiamana penulisan sejarah melalui pendekatan ilmu sosial.


Mengetahui rekonstruksi sejarah.
Mengetahui kategori sejarah.
Mengetahui maksud pendekatan dalam penelitian seajarah.
Mengetahui penulisan sejarah melalui pendekatan ilmu sosial.
Mengetahui hubungan sejarah dengan ilmu sosial lainnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dan Persfektif Sejarah
Dimulai dari sebuah rasa ingin tahu tentang suatu peristiwa secara genesis,
sejarah mulai masuk di dalamnya. Melalui cerita naratif yang memuaskan
kemudian menjadi sesuatu yang menarik, kemudian sejarah dikenal sebagai ilmu
dan sejarah sebagai seni.
Teori dan metodologi sebagai bagian pokok ilmu sejarah mulai
diketengahkan

apabila

penulisan

sejarah

tidak

semata-mata

bertujuan

menceritakan kejadian tetapi bermaksud menerangkan kejadian itu dengan


mengkaji sebab-sebabnya, kondisi lingkungannya, konteks sosio-kulturalnya,
pendeknya, hendak diadakan analisis secara mendalam tentang faktor-faktor
kausal, kondisional, kontekstual serta unsur-unsur yang merupakan komponen dan
eksponen dari proses sejarah yang dikaji.
Tujuan penggambaran gejala sejarah adalah untuk memberikan makna,
sedangkan penjelasan tentang sebab akibat (kausalitas eksplanation), dalam
sejarah naratif dilakukan secara eksplisit dalam deskripsinya.
Langkah yang sangat penting dalam membuat analisis sejarah ialah
menyediakan suat kerangka pemikiran atau kerangka referensi yang mencakup
pelbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis tersebut.
Metodologi dalam studi sejarah menuntut penyesuaian yang akan terwujud
sebagai perbaikan kerangka konseptual dan teoretis sebagai alat analitis. Hal ini
dapat dilakukan dengan meminjam pelbagai alat analitis dari ilmu-ilmu sosial,
seperti sosiologi, antropologi, politikologi, dan lain-lain.
Sebagai permasalahan inti dari metodologi sejarah dapat disebut masalah
pendekatan. Penggambaran kita mengenai suatu peristiwa tergantung kepada
pendekatan yang kita pakai, dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana
yang kita perhatikan, unsure mana yang diperhatikan dan lain sebagainya.
Selanjutnya, dijabarkan bagaimana Kesadaran Tentang Sejarah suatu
bangsa, kesadaran yang timbul setelah kemerdekaan. Kesadaran sejarah itu dapat

dicapai melalui tiga cakrawala yaitu 1) cakrawala religio-magis dan kosmogonis,


2) cakrawala nasiosentris yang menggantikan cakrawala etnosentris, dan 3)
cakrawala colonial-elitis yang diganti dengan sejarah bangsa Indonesia secara
keseluruhan.
Perkembangan dalam penulisan historiografi Indonesia dewasa ini
mengalami proses yang sangat cepat yang dengan demikian memerlukan
pandangan-pandangan baru para sejarawan. Selain metode naratif juga muncullah
pelbagai kecenderungan metode developmentalisme yang terlihat dari pola-pola
kelangsungan, perkembangan dan perubahan-perubahan.
Dijelaskan bahwa apabila sejarah ingin tetap berfungsi sebagai disiplin
pengungkapan atau penemuan manusia, maka ilmu sejarah perlu mengikuti
perkembangan ilmu-ilmu social yang telah berhasil menambah perbendaharaan
tentang manusia. Pendekatan Sinkronis dan diakronis perlu dipadukan untuk
mendukung berdirinya ilmu sejarah itu sendiri.
Selanjutnya, Kartono kartodirdjo mencoba menguraikan apa sebenarnya
yang dimaksud dengan sejarah. Ilmu sejarah bersifat empiris, oleh karena itu
sangat penting untuk berpangkal pada fakta-fakta yang tersaring dari sumber
sejarah, sedangkan teori dan konsep hanya merupakan alat-alat untuk
mempermudah analisis san sintesis sejarah. Sejarah dalam arti subjektif
merupakan rekonstruksi peristiwa sejarah yakni hasil dari penelitian yang
kemudian dituliskan. Sedangkan Sejarah dalam arti objektif menunjuk kepada
kejadian atau peristiwa itu sendiri yakni proses sejarah dalam aktualitasnya. Apa
yang sering dibicarakan orang selama ini tentang sejarah adalah sejarah yang
bersifat subyektif. Sejarah subyektif adalah sejarah memuat unsure-unsur dan
subyek (pengarang/penulis), maka dalam penulisannya akan cenderung kepada si
penulis itu sendiri. Yang seharusnya adalah sejarah obyektif, yaitu sejarah yang
sesuai dengan aslinya (aktualitasnya). Sejarah yang ideal adalah sejarah yang
obyektif yang jauh dari sifat-sifat subyektif (pengarang/penulis).
Dalam merekonstruksi peristiwa diibaratkan sebagai sebuah pembangunan
gedung. Diperlukan blueprint dan layout yang diingingkan. Untuk mencapai itu
maka diperlukan suatu kerangka pikiran atau referensi yang mewadahi semua

fakta yang tidak lagi disatukan sebagai agregasi, tetapi telah tersusun dan
terhubung antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya yang sesuai dengan
desain. Pembatasan tentang lingkup(Scope) waktu temporal dan ruang (spatial)
perlu ditegaskan sebagai pembatas peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Selanjutnya, apa itu Perspektif Sejarah?. Dalam mengangan-angankan
tentang masa lampau yang penuh dengan kejadian ada kalanya timbul kekalutan
karena orang lupa mana yang terjadi terlebih dahulu dan mana yang kemudian.
Urutan peristiwa secara kronologis pada masa lampau adalah fundamental dalam
setiap pengetahuan sejarah. Dimensi waktu dalam sejarah ada tiga yaitu masa
lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Sementara kronologi sejarah
adalah bentuk penulisan sejarah yang terdiri atas urutan-urutan kejadian.
Selanjutnya dijelaskan bahwa perspektif sejarah adalah adanya perbedaan
kedalaman objek yang disebabkan oleh jarak dari tempat memandangnya. Dalam
melihat sejarah maka kita harus tahu tentang kejadian yang lama dan kejadian
yang baru. Agar pengetahuan tentang fakta-fakta sejarah tidak tertumpuk dalam
ingatan kita begitu saja sebagai suatu agregasi maka perlu ada pengkonstruksian
berdasarkan perspektif sejarah itu.
Dalam melihat secara perspektif sejarah diperlukan langkah yang disebut
periodisasi. Periodisasi adalah salah satu proses struturisasi waktu berdasarkan
pembagian atas babak, zaman dan waktu. Dalam kisah pewayangan misalnya,
periodisasi dibagi menjadi empat yaitu dwaparayuga, tretayuga, kaliyuga dan
kretayuga. Sementara di dunia Barat membagi kisah sejarah dalam 3 periodisasi
yaitu zaman kuno (-500sm), Zaman pertengahan (500-1500) dan zaman modern
(1500- sekarang).
Selanjutnya dijelaskan bahwa perspektif historis melihat bahwa masa kini
tidak terlepas dari masa lampau dan identitasnya. Yang penting dalam pandangan
dan cara melihat obyek atau gejala masa lampau ialah bahwa setiap objek selalu
mempunyai masa lampau dan perkembangannya. Jadi perspektif sejarah akan
menjelaskan masa kini dengan memaparkan latar belakang masa lampaunya.
Perkembangan penulisan sejarah barat sejak zaman Yunani sampai
sekarang boleh dikatakan bahwa pada umumnya berupa karya-karya yang bersifat

naratif. Dan kebanyakan adalah sejarah politik. Tidak mengherankan bahwa


sejarah politik dan sejarah perang sangat menonjol dalam historiografi di dunia
Barat. Sehingga kemudian dikenal dengan istiah sejarah konvensional atau juga
disebut sejarah politik.
Selain sejarah politik, yang menonjol di dunia Barat adalah sejarah Sosial.
Sejarah sosial adalah setiap gejala social yang memanifestasikan kehidupan sosial
suatu komunitas atau kelompok. Dimensi sejarah sosial sangat luas, yang
mencakup segala aspek kehidupan.
B. Rekonstruksi Sejarah
Sejarah sebagai unit, sejarah nasional sebagai unit. Pada penjelasan awal
tidak dipersoalkan secara mendalam apakah sejarah sebagai satu kesatuan
senantiasa merupakan suatu sistem. Konsep sistem dalam rekonstruksi sejarah
hanya dipakai sebagai alat analisis dan sintesis.
Pendekatan sistem memusatkan perhatian pada kesatuan yang mencakup
unsure-unsur serta hubungan pengaruh-mempengaruhi. Yang menonjol adalah
pengambilan momentum tertentu dalam peristiwa sejarah.
Sejarah sebagai satu konstruksi merupakan satu kesatuan yang koheren
(adanya saling keterkaitan antar unsur-unsur yang membentuk kesatuan)
Periodisasi atau pembabakan waktu adalah salah satu proses strukturasi waktu
dengan pembagian atas beberapa babak, zaman, atau periode berdasarkan kriteria
tertentu, seperti ciri-ciri khas yang ada pada periode tertentu.
Rekonstruksi sejarah dimulai dari tradisi lisan, yang turun temurun dari
satu generasi ke generasi berikutnya yang kemungkinan kenbenaran yang didapat
dikemudian hari mengambang. Kemudian bersama dengan perkembangan zaman
kemudian peristiwa masa lampau dibukukan yang menjadi lebih mantap karena
tidak mengalami perubahan. Apabila pelbagai pola kelakuaan dalam peradaban
dibakukan dalam bentuk lembaga dan tradisi, maka ungkapan-ungkapan tentang
pengalaman individu dan kelompok di masa lampau dilembagakan sebagai
penulisan sejarah.

Dalam penyusunan cerita sejarah struktur logis yang harus diikuti harus
meliputi 10 urutan yang dimulai dari pengaturan kronologis sampai kepada
penyusunan cerita berdasarkan deskripsi-analitis . Selanjutnya, dijelaskan bahwa
di dalam historiografi Indonesia, antara lain dalam Babad Tanah Jawi, juga
terdapat pembagian zaman yang dimulai dari zaman nabi-nabi, zaman munculnya
tokoh-tokoh
Kesemuanya

pewayangan,
itu

mitis,

merupakan

lalu

diikuti

bentuk-bentuk

zaman
periodisasi

kerajaan-kerajaan.
sebagai

usaha

menstrukturasi waktu.
Dalam historiografi Barat, periodisasi yang amat populer ialah yang
disusun oleh Cellarius (1638-1707). Pembabakan Sejarah Barat atas tiga periode
menurutnya adalah: (1) Zaman Kuno (-500); (2) Abad Pertengahan (500-1500);
dan Zaman Modern (sejak 1500).
Dalam sejarah politik, ada kebiasaan membuat periodisasi berdasarkan
pemilihan caesuur (penetapan pemisahan) pada tahun peristiwa penting, antara
lain akhir perang, awal revolusi, awal suatu periode pemerintahan, dan
sebagainya. Misalnya Revolusi Prancis (1789) dianggap sebagai awal periode
moderen, ditinggalkannya monarki absolut dan dimulainya periode liberalisme,
demokrasi, dan nasionalisme.
Setiap unit sejarah senantiasa memiliki lingkup temporal dan spasial
(waktu dan ruang). Ruang lingkup temporal mempunyai batasan yaitu awal
perkembangan gejala sejarah dan akhirnya, misalnya dalam biografi kelahiran dan
kematian seorang tokoh. Ruang lingkup spasial juga memiliki batasan, misalnya
dalam sejarah perang ialah seluruh wilayah yang dipakai sebagai medan perang.
Untuk suatu negara, batasan spasialnya ialah wilayah kekuasaannya. Sehubungan
dengan hal tersebut, ilmu sejarah memerlukan bantuan geografi.
Konsep sistem banyak dipakai dalam ilmu sosial yang mempunyai
perspektif sinkronis terhadap suatu gejala. Sementara di dalam sejarah, konsep
sistem hanya dipakai sebagai alat analisis dan sintesis, terutama dalam
menunjukkan saling hubungan antara unsur-unsur atau dimensi-dimensi yaitu
bagaimana saling pengaruh-mempengaruhi antara faktor ekonomi, sosial, politik

dan kultural. Pelacakan bagaimana terjadinya atau jalannya perkembangan di


masa lampau dilakukan dengan pendekatan diakronis.
Apabila objek studi sejarah ditujukan pada suatu masyarakat atau lembaga
sosial, maka untuk melacak perkembangan historis strukturnya diperlukan
pendekatan sinkronis dan diakronis. Contoh: Bagaimana struktur feodal
masyarakat abad pertengahan di Eropa kemudian berubah menjadi masyarakat
abad ke-19 dengan kelas menengah atau kaum borjuis yang mempunyai
kedudukan penting? Disini sejarah struktural dengan pendekatan rangkap dapat
melakukan analisis dan mengungkapkan perubahan sosialnya.
Seringkali Present-mindedness menjadi panduan untuk menyeleksi
permasalahan di masa lampau. Melaksanakan pandangan masa kini sebagai alat
pengukur tentang masa lampau sebaiknya dihindari. Contoh: Negara Majapahit
dipandang sebagai negara nasional. Disini konsep negara nasional yang moderen
diterapkan atas kerajaan kuno, tidak disadari bahwa struktur dan sistem politiknya
sangat berbeda. Oleh karena itu, sejarawan perlu memiliki historical-mindedness,
yakni kemampuan untuk menempatkan suatu gejala sejarah sesuai dengan suasana
dan iklim kebudayaan masanya, sehingga dapat dihindari kesalahan yang disebut
anakronisma, yakni mencampurbaurkan zaman suatu gejala dengan zaman lain.
Dalam menghadapi gejala-gejala sejarah yang beraneka ragam tetapi
menunjukkan kemiripan, perlu diadakan kategorisasi, penggolongan atau
tipologisasi, misalnya kota-kota pelabuhan, pemberontakan petani, kota-kota dan
lain-lain.
Peranan ilmu sosial dalam penyeleksian data dan fakta, terutama teoriteori dan konsep-konsepnya sangat penting. Kedua jenis alat analitis itu
memudahkan kita mengatur seluruh substansi penulisan naratif dengan segala
unsur-unsurnya seperti fakta, subfakta, struktur dan proses, faktor-faktor, dan lain
lain. Tanpa kerangka teoretis dan konseptual tidak ada butir-butir referensi untuk
membentuk naratif, eksplanasi dan argumentasi.
Multidimensionalitas gejala sejarah perlu ditampilkan agar gambaran
menjadi lebih bulat dan menyeluruh sehingga dapat dihindari kesepihakan atau
determinisme. Yang penting dari implikasi metodologis ini ialah bahwa

pengungkapan dimensi-dimensi memerlukan pendekatan yang lebih kompleks


yakni

pendekatan

multidimensional.

Sejarawan

yang

akan

menerapkan

metodologi ini perlu menguasai pelbagai alat analitis yang dipinjam dari ilmu
sosial.
Dalam penulisan sejarah lazim dibedakan menjadi dua macam sejarah
yaitu (1) Sejarah prosesual (sejarah deskriptif-naratif), ialah penulisan sejarah
yang menggambarkan kejadian sebagai proses, yang dicakup dalam uraian naratif
atau cerita untuk mengungkapkan bagaimana suatu peristiwa terjadi, lengkap
dengan fakta-fakta tentang apa, siapa, kapan, dan dimana; (2) Sejarah
struktural (sejarah deskriptif-analitis), ialah penulisan sejarah yang menerangkan
kausalitasnya atau menjawab pertanyaan mengapa.
F. Braudel (seorang sejarawan) menyebut sejarah struktural dengan istilah
sejarah jangka panjang (longue dure) karena mencakup perubahan struktur
masyarakat dan lingkungan yang terjadi secara lambat laun. Menurut dia, di antara
sejarah

prosesual

dan

sejarah

struktural

terdapat

sejarah

konjunktural

(conjuncture) yang menggambarkan gelombang gerakan perkembangan sejarah,


terutama di bidang sejarah ekonomi, antara lain dengan gerakan tingkat hargaharga, fluktuasi produksi, dan sebagainya. Penulisan sejarah konjunktur dan
struktural bersifat analitis dan perlu mempergunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial
beserta teorinya.
Menurut mazhab L. Von Ranke pada akhir abad ke-19 penulisan sejarah
tidak lagi dilakukan secara konvensional, yaitu sejarah yang empiris positif dalam
bentuk deskriptif-naratif, tetapi perlu lebih banyak diterapkan penulisan sejarah
deskriptif-analitis dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial atau multidimensional.
C. Kategori Sejarah
Berikut ini adalah kategori penulisan sejarah yang disesuaikan dengan
zamannya.
1. Gagasan menulis sejarah sosial muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap
dominasi sejarah politik selama abad ke-19.
2. Herodotus menulis sejarah perang Parsi yang mencakup segala aspek kehidupan
masyarakat Athena, mulai dari aspek ekonomi, sosial, politik sampai segi kultural.

3. Trevelyan, pengarang English Social History, melukiskan pelbagai keseluruhan


sejarah masyarakat tanpa mencantumkan perkembangan kehidupan politik.
4. Max Weber dan Emile Durkheim dalam karya-karya awalnya menulis tentang
pelbagai aspek perkembangan masyarakat, mengikuti jejak gurunya masingmasing, ialah K. Lamprecht dan Fustel de Coulange.
5. Marc Bloch dan Febvre beserta mazhabnya Annales menulis sejarah sosial
dengan menerbitkan Feudal Society.
6. Di Amerika Serikat, Turner menjadi pelopor dengan karyanya tentang penafsiran
ekonomis UUD Amerika. Kemudian pada tahun dua puluhan Robinson
menonjolkan The New History, yakni sejarah yang ditulis dengan pendekatan
yang meliputi pelbagai aspek kehidupan masyarakat.
7. Dalam abad ke-19, sejarah politik sangat menonjol sehingga dikenal sebagai abad
nasionalisme dan formasi negara nasional di Eropa Barat. Sejarah politik abad ini
diawali oleh Thucydides yang menulis Perang Peloponesia, dan sejak saat itu
tradisi penulisan sejarah didominasi oleh sejarah politik.
8. Voltaire, seorang filsuf Prancis (1694-1778) menulis sejarah kebudayaan dunia
pertama dengan judul Essai sur les moeur et lesprit des nations (karangan tentang
adat-istiadat dan jiwa bangsa-bangsa). Disini dipakai istilah jiwa tidak lain
untuk mencakup konsep mentalitas, semangat atau etos dari bangsa-bangsa.
D. Arti Pendekatan dalam Penelitian Sejarah
Pendekatan adalah sudut pandang yang digunakan dalam meninjau serta
mengupas suatu permasalahan. Dari segi mana peneliti memandangnya, dimensi
mana yang diperhatikan, unsur-unsur apa mana yang diungkapkan.

Hasil

pelukisannya akan sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipakai


(Kartodirdjo, 1993: 4).

Di dalam penelitian sejarah yang sangat kompleks

sifatnya diperlukan pendekatan multidimensional (approach multidimensi artinya


pendekatan yang bersgi banyak). Analisis berdasarkan interpretasi satu paktor,
misalnya faktor politik saja sudah barang tentu tidak akan mencukupi untuk
menerangkan pola-pola sejarah. Ekspalasi itu diperoleh melalui analisis. Untuk
memperjelas analisis, dalam proses penulisan sejarah, aplikasi metode dan teori
sejarah perlu ditunjang oleh teori atau konsep ilmu-ilmu sosial yang relevan.
Dengan kata lain, perlu dilakukan penulisan sejarah yang dituntut memberikan

eksplanasi mengenai masalah yang terbatas, perlu dilakukan secara interdisipliner


dengan menggunakan pendekatan multidimensional (multidimensional approach).
Gambaran mengenai suatu peristiwa sejarah akan lebih baik jika dantu
dengan penjelasan yang menggunakan pendekatan tertentu terutama ilmu-ilmu
sosial seperti sosiologi, antropologi, politik, ekonomi dan geografi. Untuk itu
penjelasan materi skripsi. Akan lebih luas dan bermakna jika peneliti
mengggunakan pendekatan. Namun demikian, penggunaan pendekatan bukanlah
suatu tren untuk lebih menariknya skripsi, karena konsekuensinya jika peneliti
memasukan pendekatan dalam penelitian, berarti harus ada kesiapan jika diminta
para penguji menunjukan kajian sejarah dalam skripsi yang didekati dengan ilmuilmu lain.
E. Penulisan Sejarah Melalui Pendekatan Ilmu Sosial
Penjelasan tentang hubungan antara sejarah dengan ilmu social dimulai
dari 4 alasan Sartono Kartodirdjo tentang kedekatan antara ilmu sejarah dengan
ilmu-ilmu sosial, membahas mengenai perbedaan ilmu eksakta (alam) dengan
ilmu kemanusiaan (humaniora).
Kedudukan sejarah dan ilmu-ilmu sosial (bahasa, geografi, ekonomi,
sosiologi, ilmu politik, antropologi) adalah saling memerlukan dan saling
memberikan kontribusi. Dalam hal ini, penelitian dan penulisan sejarah senantiasa
memerlukan bahasa sebagai sarana primer untuk mengungkapkan data, analisis,
dan kesimpulan yang terkait dengan seluruh aspek yang terkait dengan manusia
dan waktunya.
Penyajian hasil penelitian sejarah dalam tulisan disajikan dengan
memenuhi hal-hal berikut:
1. Generalisasi dicapai lewat analisis, sedangkan gambaran yang khusus
diperoleh lewat narasi. Generalisasi lebih bersifat kuantitatif
sedangkan gambaran khusus lebih kualitatif. Hubungan antara pelbagai
gejala ditentukan berdasarkan hubungan kausalitas, jadi terumuskan
sebagai eksplanasi, sedangkan hubungan kualitatif dirumuskan dengan
menggunakan interpretasi (tafsiran).

2. Rapprochement antara ilmu sosial dan sejarah terutama terwujud pada


perubahan metodologi. Pembaruan metodologi tahap pertama terjadi
karena pengaruh ilmu diplomatik sejak Mabillon, sedangkan
pembaruan tahap kedua terjadi karena pengaruh ilmu sosial.
3. Implikasi besar dari perkembangan itu ialah bahwa setiap research
design memerlukan kerangka referensi yang bulat, yaitu memuat alatalat analitis yang akan meningkatkan kemampuan untuk menggarap
data. Oleh karena itu, pengkajian sejarah memerlukan teori dan
metodologi.
4. Ruang di dalam geografi distrukturasikan berdasarkan fungsi-fungsi
yang dijalankan menurut tujuan atau kepentingan manusia selaku
pemakai. Unit-unit fisik yang dibangun menjadi unsur struktural
fungsional dalam sistem tertentu, ekonomi, sosial, politik, dan kultural.
Struktur dan fungsi bermakna di dalam konteks tertentu, yaitu tidak
terlepas dari jiwa zaman atau gaya hidup masanya.
5. Pada hakikatnya sejarah dan antropologi mempelajari objek yang
sama, yakni tiga jenis fakta: artifact, socifact dan mentifact. Artifact
sebagai benda fisik adalah konkret dan merupakan hasil buatan.
Artifact menunjuk kepada proses pembuatan yang telah terjadi di masa
lampau. Socifact menunjuk kepada kejadian sosial (interaksi antar
aktor, proses aktifitas kolektif) yang telah mengkristalisasi sebagai
pranata, lembaga, organisasi, dan sebagainya. Untuk memahami
struktur dan karakteristik socifact perlu dilacak asal-usulnya, proses
pertumbuhannya sampai wujud sekarang. Artinya, segala sesuatu dan
keadaan yang kita hadapi dewasa ini tidak lain ialah produk dari
perkembangan di masa lampau, yakni produk sejarah.
F.

Hubungan Sejarah dengan Ilmu-ilmu Sosial lainnya


Selain mempunyai ilmu Bantu dalam keilmuaannya, sejarah juga menjalin

hubungan dengan ilmu-ilmu lainnya, terutama sesama ilmu sosial. Dalam


hubungan ini yang terjadi adalah hubungan yang saling membutuhkan, disinilah
letak perbedaanya dengan konsep ilmu Bantu sejarah, dimana sejarah yang lebih

dominant dalam mebutuhkan bantuan guna mengungkap suatu permasalahan,


lebih tepatnya kita dapat menyebutnya dengan kombinasi dari dua ilmu sosial.
Perkembangan Ilmu Sejarah pasca perang dunia II menunjukkan
kecenderungan kuat untuk mempergunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial dalam
kajian Sejarah. Dasar pemikirannya adalah bahwa : pertama,sejarah deskriptifnaratif sudah tidak memuaskan lagi untuk menjelaskan pelbagai masalah atau
gejala yang serba kompleks dalam peristiwa Sejarah.
Kedua, pendekatan multidimensional yang bertumpu pada penggunaan
konsep dan teori ilmu sosial paling tepat untuk memahami gejala atau masalah
yang kompleks itu. Ketiga, dengan bantuan teori-teori sosial , yang menunjukkan
hubungan antara berbagai faktor ( inflasi,pendapatan nasional,pengangguran, dan
sebagainya),maka pernyataan pernyataan mengenai masa silam dapat dirinci,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Keempat, teori-teori dalam ilmu sosial biasanya berkaitan dengan struktur
umum dalam kenyataan sosio-historis. Karena itu, teori-teori tersebut dapat
digunakan untuk menganalisis perubahan-perubahan yang mempunyai jangkauan
luas. Bila teori-teori sosial itu diandalkan dan dipercaya, maka dengan
menggunakan teori-teori itu pengkajian sejarah juga dapat diandalkan seperti
halya ilmu-ilmu sosial yang terbukti kesahihan studinya. Dengan cara
ini,pengkajian

sejarah

yang

dihasilkan

tidak

lagi

dominan

dengan

subjektifitas,yang sering dialamatkan kepadanya.


Kelima, studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian hal-hal informatif
tentang apa , siapa , kapan , dimana , dan bagaimana, tetapi juga ingin
melacak pelbagai struktur masyarakat ( sosiologi ), Pola kelakuan ( antropologi )
dan sebagainya. Studi yang menggunakan pendekatan ini akan melahirkan karya
sejarah yang semakin antropologis (anthropological history) dan sejarah yang
sosiologis ( sosiologycal history ).
Meskipun penggunaan ilmu-ilmu sosial sangat penting, namun terdapat
pula kalangan yang justru sebaliknya atau kontra dengan cara berpikir semacam
itu. Keberatan mereka juga didasarkan pada beberapa pemikiran.Pertama, bahan
sumber sejarah sering tidak lengkap, sehingga kurang memberi pegangan untuk

menerapkan teori-teori dari ilmu-ilmu sosial.Kedua, sering pendekatan sosiohistoris dipersalahkan memotong kekayaan historis, karena ia hanya menaruh
minat pada segi-segi tertentu dari masa silam yang dapat dikaji dengan bantuan
ilmu-ilmu soial. Alhasil, masa silam tidak dapat dipaparkan seutuhnya. Ketiga,
pengkajian tradisional lebih mampu menampilkan suatu pemandangan mengenai
masa silam daripada suatu pendekatan sosio-ekonomis yang hanya membeberkan
angka-angka statistik. Dalam konteks ini maka pendekatan hermeneutika memang
lebih berhasil melukiskan wajah masa lalu.Keempat, pendekatan terhadap masa
silam yang menggunakan teori-teori ilmu sosial hanya dapat digunakan sejauh
dapat diandalkan. Kesahihan teori-teori sosial sering disanksikan. Sebab ia sering
berpangkal pada pandangan-pandangan hidup, ideologi-ideologi politik atau
modern yang sedang berlaku.
Terlepas dari pro dan kontra pengkajian sejarah menggunakan teori-teori
ilmu sosial, namun patut direnungkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan
dewasa ini hampir sudah sulit dibedakan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin
ilmu lainnya. Pendekatan interdisipliner kini sangat dominan mewarnai wacana
perkembangan ilmu pengetahuan. Sejarah sebagai salah satu bidang ilmu tidak
seharusnya menarik diri dari fenomena itu, melainkan harus mampu bermain
ditengahnya , sehingga tidak dianggap himpunan pengetahuan masa lalu semata,
tanpa bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan kehidupan manusia,
sebagaimana visi sebuah ilmu pengetahuan.
Mengacu pada pemikiran tersebut , selanjutnya dikemukakan beberapa
ilmu sosial dalam persinggungannya dengan studi sejarah. Lima disiplin yang
dijelaskan yaitu; ilmu Politik, antropologi , sosiologi ,ekonomi , dan psikologi.
a.

Hubungan Sejarah dengan Ilmu Politik

Ilmu politik dalam perkembangannya sangat dibantu oleh sejarah dan


Filsafat, Dua kajian ini turut mengembangkan kajian ilmu politik baik dari segi
pencarian konsepsi fundamental maupun penelusuran titik-titik penemuan data
dan fakta dan masa-masa sebelumnya. Dalam buku pendekatan Ilmu Sosial dalam
Metodologi Sejarah Sartono menuliskan Politik adalah sejarah masa kini dan
sejarah adalah politik masa lampau. Sejarah identik dengan politik, sejauh

keduanya menunjukkan proses yang mencakup keterlibatan para aktor dalam


interaksi dan peranannya dalam usaha memperoleh apa, kapan dan bagaimana.
b.

Hubungan Sejarah dengan Ilmu Ekonomi

Ilmu ekonomi dan sejarah itu sama-sama termasuk kedalam ilmu sosial,
yaitu ilmu yang membahas interaksi manusia dan lingkungannya. itulah kenapa di
SMP, pelajaran ekonomi dan sejarah itu digabung. karena berasal dari rumpun
ilmu yang sama, terkadang materinya pun berkaitan bahkan terkadang tumpangtindih. Misalnya, pada materi perdagangan internasional, di sejarah juga ada. di
sejarah disebutkan bahwa bangsa eropa pergi ke indonesia utk mencari rempahrempah. Dengan belajar dari masa lalu (sejarah) kita juga dapat belajar supaya
perekonomian dapat lebih baik.
Banyak Kebijakan pemerintah kolonial di masa lalu yang dilandasi oleh
kepentingan ekonomi. Misalnya, untuk memahami sejarah perdagangan rempahrempah di Nusantara pada abad ke XVI sampai abad XVIII,maka tidak dapat
dipisahkan

dari

peran

kongsi

dagang

Hindia

Belanda

Timur

yakni

VOC ( Verenigde Oost Indische Compagnie).


c.

Hubungan Sejarah dengan Sosiologi

Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan


aspek-aspek dinamis yang ada didalamnya, secara tidak langsung kita dapat
menemukan bahwa objek kajian antara sosiologi dan sejarah tidak jauh berbeda,
namun sejarah membatasinya dengan konsep ruang dan waktu. Sebagai sesama
ilmu sosial yang kajiannya tidak jauh berbeda maka tidak sulit kita menemukan
hubungan-hubungan keilmuan antara sejarah dan sosiologi Pada beberapa
dasawarsa terakhir ini banyak sekali hasil-hasil penelitian sosiologi berupa studi
sosiologis yang memfokuskan studinya pada gejala-gejala sosial yang terjadi
dimasa lampau(supardan, 2008:325), dengan memasukkan konsep ruang tadi
maka dapat kita lihat bahwa kajian tersebut jelas menggunakan beberapa konsep
dari

sejarah

untuk

menjelaskan

studi

tersebut.

Karya-karya

seperti Pemberontakan Petani Kaya yang ditulis oleh Tilly, Perubahan Sosial
Masa Revolusi Industri di Inggris Karya Smelzer, serta Asal Mula Sistem

Totalitier dan Demokrasi karya Barrington Moore. Karya-karya tersebut sering


disebut Sejarah Sosilogi.(Kartodirdjo dalam Supardan, 2008: 325)
Sejarawan juga terkadang melakukan pendekatan sosilogis dalam
melakukan penlitian, bahkan pada bias dikatakan mulai terdapat kecendrungan
penulisan sejarah, dari yang bersifat konvensioanl dan naratif kepada penulisan
sejarah dengan kompleksitas tinggi, dimana sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya
saling berketergantungan dalam melakukan sebuah pembahasan masalah.
d.

Hubungan Sejarah dengan Antropologi

Antropologi sebagai salah satu dari ilmu sosial memiliki kaitan dan
sumbangan kepada ilmu sejarah begitu juga sebaliknya. Dalam penulisan sejarah,
sejarawan tidak jarang menggunakan teori dan konsep ilmu sosial lain, termasuk
antropologi. Sejarawan banyak meminjam konsep antropologi diantaranya ialah,
simbol, sistem kepercayaan, folklore, tradisi besar, tradisi kecil, enkulturasi,
inkulturasi, primitif, dan agraris.Sementara itu, sumbangan Ilmu sejarah terhadap
antropologi adalah, sejarah sebagai kritik, permasalahan sejarah, dan pendekatan
sejarah.
Titik temu antara Antropologi budaya dan sejarah sangatlah jelas.
Keduanya mempelajari tentang manusia. Bila sejarah menggambarkan kehidupan
manusia dan masyarakat pada masa lampau, maka gambaran itu juga mencakup
unsur-unsur kebudayaannya . unsur-unsur itu antara lain, kepercayaan, mata
pencaharian, dan teknologi. Hasil rekonstruksi yang memadukan antara sejarah
dan antropologi menghasilkan karya sejarah kebudayaan.

e.

Hubungan Sejarah dengan Psikologi

Ilmu Psikologi sangat berkaitan dengan mental dan kejiwaan manusia.


Manusia yang menjadi objek kajian sejarah tidak hanya sekedar dijelaskan
mengenai tindakan yang dilakukan dan apa yang ditimbulkan dari tindakan itu?
mengapa seseorang melakukan tindakan itu? Pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan
dengan kondisi kejiwaan yang bersangkutan. Kondisi itu dapat disebabkan oleh

rangsangan dari luar atau lingkungannya, dapat pula dari dalam dirinya sendiri.
Penggunaan psikologi dalam sejarah, melahirkan fokus kajian sejarah mentalitas.
Kegunaan Sejarah Untuk Ilmu-Ilmu Sosial
Kegunaannya yaitu:
1. Sejarah sebagai kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial
Contohnya: Buku the religion of china yang ditulis oleh Max Weber, Buku Kal
Wittfogel, oriental despotism, yang berisi teori tentanghydraulic society.
2. Permasalahan sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu sosial
Contohnya: Soedjito Sosrodihardjo menulis tentang struktur masyarakat Jawa,
Buku Barrington Moore, Jr., Social Origins of Dictatorship and Democracy: Lord
and Peasant in the Making of the Modern World.
3. Pendekatan sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada
ilmu-ilmu sosial yang sinkronis
Contohnya: Buku Clifford Geertz, yang berjudul Agricultural Involution: The
Process of Ecological Change in Indonesia dan The Social History of an
Indonesian Town
Kegunaan Ilmu-Ilmu Sosial Untuk Sejarah
Pengaruh ilmu sosial pada sejarah dapat kita golongkan ke dalam 4 macam yaitu:
Penggunaan ilmu sosial dalam sejarah itu bervariasi. Variasi itu ialah
1. Yang menolak sama sekali
2. Yang menggunakan secara implisit
3. Yang menggunakan secara eksplisit
4. Yang campuran dan kekaburan batas
Yang menolak sama sekali penggunaan ilmu-ilmu sosial berpendapat:
1. Karena penggunaan ilmu sosial akan berarti hilangnya jati diri sejarah sebagai
ilmu yang diakui keberadaannya, jadi sejarah cukup dengan common sense (akal
sehat, nalar umum, akal sehari-hari) dan penggunaan dokumen secara kritis.
2. Karena penggunaan ilmu-ilmu sosial hanya akan menjadikan sejarah sebagai
ilmu yang tertutup secara akademis dan personal. Secara akademis, tanpa ilmu
sosial, sejarah bersifat multidisipliner sedangkan dengan ilmu sosial, sejarah akan

kehilangan sifat kemandiriannya sebagai the ultimate interdisciplinarian. Secara


personal, sejarah akan punya peristilahan teknis dan ini tidak menguntungkan.
Adapun penggunaan ilmu-ilmu sosial meliputi:
1.

Konsep

Bahasa Latin conceptus berarti gagasan atau ide. Sadar atau tidak,
sejarawan banyak menggunakan konsep ilmu-ilmu sosial.
2.

Teori

Bahasa Yunani theoria berarti, diantaranya, kaidah yang mendasari


gejala, yang sudah melalui verifikasi; ini berbeda dengan hipotesis. Teori-teori
dalam ilmu sosial banyak digunakan oleh sejarawan untuk membantu
mengungkap sejarah.
3.

Permasalahan

Dalam sejarah banyak sekali permasalahan ilmu-ilmu sosial yang dapat


diangkat menjadi topik-topik penelitian sejarah.
4.

Pendekatan

Pendekatan ilmu sosial digunakan oleh semua tulisan sejarah yang


melibatkan penelitian suatu gejala sejarah dengan jangka yang relative panjang
(aspek diakronis) dan yang melibatkan penelitian aspek ekonomi, masyarakat,
atau politik (aspek sinkronis).

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Suatu hal yang membedakan penelitian sejarah dengan ilmu-ilmu lain

adalah masalah sumber penelitian. Bagi ilmu lain mungkin sumber terkini lebih
diutamakan, di samping itu media cetak dan elektronik, meskipun hal ini sudah
mulai dilakukan para mahasiswa pendidikan sejarah yang sedang menyusun
skripsi namun sumber dari media cetak dan elektronik sangat terbatas sekali. Ilmu
sejarah termasuk ilmu empiris yang berarti pengalaman, sejarah sangat tergantung

pada pengalaman manusia, yang terekam pada dokumen atau sumber sejarah,
yang tentunya tidak bisa dilakukan dengan percobaan.

Pengalaman manusia

sekali terjadi setelah itu lenyap ditelan masa. Untuk itulah diperlukan teknik
tersendiri dalam penelitian agar dapat menghasilkan karya ilmiah yang baik.
Keterbatasannya sejarawan menjangkau sumber-sumber membuatnya
mencari altenatif lain yang dapat memudahkan pekerjaan rekonstruksinya, pada
tahap inilah sejarah memerlukan ilmu bantu dengan pendekatan ilmu lain salah
satunya pendekatan ilmu sosial.
Sejarah sosial adalah setiap gejala social yang memanifestasikan
kehidupan social suatu komunitas atau kelompok. Dimensi sejarah social sangat
luas, yang mencakup segala aspek kehidupan.
Kedudukan sejarah dan ilmu-ilmu sosial (bahasa, geografi, ekonomi,
sosiologi, ilmu politik, antropologi) adalah saling memerlukan dan saling
memberikan kontribusi. Dalam hal ini, penelitian dan penulisan sejarah senantiasa
memerlukan bahasa sebagai sarana primer untuk mengungkapkan data, analisis,
dan kesimpulan yang terkait dengan seluruh aspek yang terkait dengan manusia
dan waktunya.

DAFTAR PUSTAKA
Angkersmit, F. R. 1987. Refleksi tentang sejarah : pendapat-pendapat modern
tentang filsafat sejarah. (terjemahan Dick Hartoko). Jakarta: Gramedia
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah .Yogyakarta: Bentang Pustaka
Madjid, M. Saleh dan Abd. Rahman Hamid. 2008. Pengantar Ilmu Sejarah.
Makassar : Rayhan Intermedia.
Serba Sejarah. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Diambil pada
11 Januari 2015 pukul 16.00 dari
http://serbasejarah.blogspot.com/2011/03/pendekatan-ilmu-sosial-dalammetodologi.html

Anda mungkin juga menyukai