Anda di halaman 1dari 3

Pasien datang ke IGD tanggal 29 Juli 2014 dengan keadaan umum lemah tetapi masih sadar,

pasien mengeluhkan nyeri dada sejak 3 jam SMRS disertai dengan keringat dingin dan lemas.
Pasien tidak mengeluhkan sesak napas, mual , muntah, maupun dada berdebar. Pasien pernah
mengeluhkan pernah nyeri dada sebelumnya.
Pasien berusia 72 tahun sehingga telah mengalami menopause, pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi, Diabetes mellitus, dan dislipidemia.
Dari pemeriksaan fisik tanggal 29 Juli didapatkan keadaan umum sakit sedang, tekanan darah
119/67 mmHg, nadi 64x/menit, denyut jantung 64x/menit, dan laju pernapasan 24x/menit.
Pemeriksaan mata tidak didapatkan sklera ikterik maupun konjungtiva anemis, JVP tidak
meningkat, tidak ada retraksi thoraks kanan dan kiri. Dari pemeriksaan jantung, pada inspeksi
didapatkan ictus cordis tidak tampak, dari palpasi ictus cordis tidak kuat angkat. Palpasi tidak
didapatkan batas jantung kanan tidak melebar. Auskultasi bunyi jantung I dan II intensitas
normal, reguler, dan tidak terdapat bising. Pemeriksaan paru didapatkan suara dasar vasikuler
di kedua lapang paru dan tidak terdapat ronki basah halus di kedua lapang paru. Pemeriksaan
abdomen supel, bising usus normal. Tidak terdapat oedem ekstremitas maupun akral dingin.
Hasil pemeriksaan lab didapatkan abnormalitas pada Leukosit meningkat (17,6 ribu/ul),
eritrosit menurun (3,97 juta/ul), RDW menurun (11,1%), PDW menurun (16%), APTT
menurun (19,9 detik), GDS meningkat (203 mg/dl), SGOT meningkat (51 u/l), chlorida darah
meningkat (108 mmol/l), CKMB meningkat (3.9 ng/ml), HbA1c meningkat (14,3%),
kolesterol LDL menurun (82 mg/dl), dan kolesterol HDL (25 mg/dl).
Pada EKG ditemukan sinus bradikardi dengan rate 42x/menit, normoaxis, ST elevasi di lead
II, III, dan aVF, ST depresi dan T inversi di lead I, aVL, V1-V3. Assessment pasien :
diagnosis anatomis : STEMI inferior, Fungsional : KILLIP IV, etiologi : penyakit jantung
koroner, dengan faktor risiko menopause.
Terapi yang diberikan : infus RL 60 ml/jam, inj arixtra 2,5 mg IV dan dosis maintenance 2,5
mg SC/24 jam, Aspilet tab 160 mg selanjutnya 80 mg/24 jam, clopidrogel 300 mg selanjutnya
75 mg/ 24 jam, simvastatin 20 mg/24 jam malam hari, inj dopamin 5 mcg/KgBB/menit jika
HR <60x/menit dan Tekanan darah sistolik <100 mmHg.
Sindrom koroner akut merupakan suatu kondisi yang mengancam nyawa. Pada kondisi ini,
terjadi pengurangan mendadak aliran darah ke myocardium. Sindrom koroner akut terdiri dari
unstable angina, Non ST elevation myocardial infarction (NSTEMI), dan ST elevation

myocardial infarction. Pada pasien ini, terdapat gejala nyeri dada berat dengan keringat dan
badan lemah, dan pada EKG didapatkan ST elevasi di lead II, II, aVF sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita STEMI.
Infark myocard terjadi ketika myocardium mengalami iskemik berat sehingga menyebabkan
nekrosis myocardium. Pada STEMI, trombus menyumbat seluruh dinding arteri koroner
sehingga menyebabkan iskemia myocardium berat dan nekrosis luas karena oksigenasi
menurun secara mendadak.
Kerusakan fungsi pada sel myocardium yang infark akan menyebabkan penurunal kontraksi
ventrikel (disfungsi sistolik). Akan terjadi penurunan curah jantung karena hilangnya
sinkronisasi kontraksi myosit.
Diagnosis sindrom koroner akut ditegakkan dengan 3 kriteria (1) gejala klinis, (2)
abnomalitas EKG akut, (3) peningkatan marker serum spesifik akibat nekrosis myocardium.
Pada pasien ini, terdapat gejala klinis berupa nyeri dada yang berat, menjalar ke lengan kiri,
pasien merasa lemah. Pada EKG didapatkan sinus bradikardi dengan HR 42 x/menit,
normoaxis, ST elevasi di lead II, III, dan aVF, dan ST depresi dan T inversi di lead I, aVL,
V1-V3. Terdapat peningkatan CKMB (3,9 ng/ml). EKG pada STEMI harus didapatkan ST
elevasi diikuti dengan T inversi pada beberapa jam setelahnya dan pembentukan Q. CKMB
merupakan marker yang utamanya berasal dari jantung. Peningkatan CKMB menunjukkan
injuri myocardium. CKMB serum mulai meningkat pada 3 8 jam setelah infark dan
mencapai puncak pada 24 jam setelahnya, kembali normal dalam waktu 48-72 jam.
Penatalaksanaan sindrom koroner akut membutuhkan kecepatan untuk membatasi kerusakan
myocardium dan mengurangi komplikasi. Pada pasien STEMI yang mengalami oklusi
keseluruhan mendapatkan keuntungan jika dilakukan terapi reperfusi secara farmakologis dan
mekanis dengan cepat.
Pada pasien ini diharuskan untuk bed rest sehingga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
myocardium disertai dengan pemberian oksigen untuk meningkatkan pengantaran oksigen.
Seharusnya analgesik seperti morfin diberikan untuk mengurangi nyeri dada, kecemasan, dan
menurunkan kebutuhan oksigen.
Untuk membatasi kerusakan myocardium, fokus terapi adalah untuk menghasilkan reperfusi
myocardium menggunakan fibrinolitik atau percutaneous coronary mechanical

Revascularization. Sehingga menurunkan nekrosis myocardium dan meningkatkan Thus, to


limit myocardial damage, meningkatkan harapan hidup.
Pengobatan pada STEMI terdiri dari antiplatelet yaitu aspilet, aspilet dapat menurunkan
mortalitas dan infark kembali setelah STEMI.
Pada pasien ini tidak diberikan blocker karena HR yang masih 64x/ menit. blocker
menuerunkan permintaan oksigen myocardium dan menurunkan risiko iskemia rekuren,
aritmia, dan reinfark. Target yang harus dicapai adalah HR 50-60x/menit. Nitrat digunakan
sebagai terapi ACS akan tetapi pada kasus ini tidak diberikan nitrat. Nitrat intra vena
digunakan untuk mengontrol nyeri iskemia dan vasodilator pada pasien adalah gagal jantung
atau hipertensi berat.
Penggunaan fibrinolitik dalam kasus ini streptase tidak diberikan pada pasien, mungkin
terdapat faktor risiko pada pasien. Komplikasi pemberian fibrinolitik adalah perdarahan
Reperfusi yang berhasil terlihat dengan beberapa tanda, yaitu hilangnya nyeri dada,
kembalinya segmen ST ke dasar, antiplatelet seperti clopidrogel diberikan dengan aspirin
menurunkan gejala STEMI, menurunkan kematian. Statin menurunkan mortalitas pada pasien
PJK . pemberian statin dimaksudkan untuk mencapai LDL 70 mg/dl, clopirogel juga dapat
meningkatkan disfungsi endotelium, mencegah agregasi platelet dan menurunkan
pembentukan trombus.

Leonard S. Lilly. 2011. Pathophysiology of heart disease fifth edition. Lipincott Williams &
Wilkins : Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai