Anda di halaman 1dari 4

ANEMIA

Darah orang normal mengandung 13-16 gr hemoglobin (Hb)/ 100 cc (13-16 gr%).Semua Hb ini
terdapat di dalam eritrosit. Jika konsentrasi Hb turun dibawah nilai normal,akan timbul anemia.
Namun harus disadari bahwa batas terendah dari nilai normal tergantungpada umur dan jenis
kelamin.
Umur Laki-laki Perempuan
12 - 18 thn 13 16 gr% 12 16 gr%
18 - 48 thn 13,5 17,5 gr% 12 16 gr%
Eritrosit dibentuk di dalam sumsum tulang dari ruas tulang belakang (vertebrae),trokanter femur
dan pada tulang-tulang gepeng. Sel-sel eritrosit ini mengalami pematangan di dalam sumsum
tulang. Pada mulanya eritrosit mempunyai inti yang disebut normoblas.Hemoglobin dibentuk di
dalam protoplasma normoblas ini. Kemudian inti sel akan menghilang dan sesudahnya akan
ditransportasikan ke peredaran darah. Di dalam darah eritrosit akan hidup kira-kira 120 hari,
kemudian akan dirusak di limpa dimana zat besi dari hemoglobin dikembalikan ke peredaran
darah, sedangkan gugus hem akan dipecah menjadi pigmen empedu. Pigmen empedu kemudian
diekskresi ke dalam empedu dan dibuang melalui feses, yang memberikan warna coklat pada
feses.Sebagian dari pigmen empedu dirubah menjadi sterkobilin oleh bakteri usus, yang diserap
kembali dan diekskresi dalam bentuk urobilin dalam urin. Selama 2 hari pertama dalam aliran
darah, eritrosit masih mengandung benang-benang yang halus dari RNA(untuk membentuk
hemoglobin). Benang-benang ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan khusus pada sel yang
hidup yaitu pewarnaan brilliant cresyk blue. Sel eritrosit yang muda ini disebut retikulosit dan
dapat dihitung dengan mudah. Pada orang normal jumlahnya 16 dari eritrosit.
Erythropoietin adalah hormon peptida yang terlibat dalam kontrol produksi oleh sumsum tulang.
Sumber utama dari erythropoietin adalah ginjal, walaupun disekresikan juga dalam jumlah
sedikit oleh hati. Sel ginjal yang mensekresi adalah sekumpulan cell di interstitium. Stimulus
dari pengsekresian erythropoietin adalah berkurangnya tekanan parsial oksigen pada ginjal,
seperti pada anemia, hipoksia arterial, dan tidak adekuatnya aliran darah ginjal. Erythropoietin
menstimulasi sumsum tulang untuk meningkatkan produksi erythrocytes. Penyakit ginjal bisa
menyebabkan penurunan sekresi erythropoietin, dan memicu penurunan aktivitas sumsum tulang
adalah faktor penyebab penting dari anemia pada penyakit ginjal kronik.Salah satu dari tanda
yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.Keadaan ini umumnya diakibatkan dari
berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk
memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital.Warna kulit bukan merupakan indeks yang
dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta
distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku,telapak tangan, dan membrane mukosa mulut serta
konjungtiva merupakan indicator yang lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak
lagi berwarna merah muda,hemoglobin biasanya kurang dari 8 gr.
DEFINISI
Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah SDM, kuantitashemoglobin,
dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Dengandemikian, anemia
bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologikyang mendasar yang

diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi


laboratorium.Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang luas, bergantung pada (1) kecepatan timbulnya anemia, (2) usia individu,
(3) mekanisme kompensasi, (4) tingkat aktivitasnya, (5) keadaan penyakit yang mendasarinya,
dan (6) beratnya anemia.
KLASIFIKASI
Anemia dapat diklasifikasikan menurut (1) faktor-faktor morfologik SDM dan indeksindeksnya
atau (2) etiologi.
Pada klasifikasi morfologik anemia, mikro- atau makro- menunjukkan ukuran SDM dan kromik
untuk menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga kategori besar. Pertama,anemia normositik
normokrom, SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin
normal (mean corpuscular volume [MCV] dan mean corpuscular hemoglobin concentration
[MCHC] normal atau normal rendah). Penyebab-penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan
darah akut, hemolisis, penyakit kronis yang meliputi infeksi,gangguan endokrin, gangguan
ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrative metastatic pada sumsum
tulang.Kategori utama yang kedua adalah anemia makrositik normokromik, yang memiliki SDM
lebih besar dari normal tetapi normokromik karena konsentrasi hemoglobin normal (MCV
meningkat, MCHC normal). Keadaan ini disebabkan oleh terganggunya atau terhentinya sintesis
asam deoksiribonukleat (DNA) seperti yang ditemukan pada defisiensi B 12 atau asam folat atau
keduanya. Anemia normokromik dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker karena agen-agen
mengganggu sintesis DNA.Kategori ketiga adalah anemia mikrositik hipokromik. Mikrositik
berarti sel kecil, danhipokromik berarti pewarnaan yang berkurang. Karena warna berasal dari
hemoglobin, selsel ini mengandung hemoglobin, dalam jumlah yang kurang dari normal
(penurunan MCVdan penurunan MCHC). Keadaan ini umumnya mencerminkan insufisiensi
sintesis heme atau kekurangan zat besi, seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan
sideroblastik, dan kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesi globin, seperti pada thalasemia.
Thalasemia menyangkut ketidaksesuaian jumlah rantai alfa dan beta yang disintesis, dengan
demikian tidak dapat terbentuk molekul hemoglobin tetramer normal.Anemia dapat juga
diklasifikasikan menurut etiologi. Penyebab utama yang dipikirkan adalah (1) peningkatan
hilangnya SDM dan (2) penurunan atau kelainan pembentukan sel.Meningkatnya kehilangan
SDM dapat disebabkan oleh perdarahan atau olehpenghancuran sel. Perdarahan dapat
diakibatkan dari trauma atau ulkus atau akibat perdarahan kronis karena polip di kolon,
keganasan, hemoroid atau menstruasi.
Penghancuran SDM didalam sirkulasi dikenal sebagai hemolisis, terjadi jika gangguan pada
SDM itu sendiri memperpendek siklus hidupnya (kelainan instrinsik) atau perubahan lingkungan
yang menyebabkan penghancuran SDM (kelainan ekstrinsik). Keadaan-keadaan yang SDM-nya
itu sendiri mengalami kelainan adalah :
1. Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang diwariskan, seperti, penyakit sel sabit
2. Gangguan sintesis globin, seperti thalasemia
3. Kelainan membrane SDM, seperti sferositosis herediter dan eliptositosis
4. Defisiensi enzim, seperti defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD) dan defisiensi
piruvat kinase 8
Klasifikasi etiologic utama yang kedua adalah berkurangnya atau terganggunya produksi SDM
(diseritropoiesis). Setiap keadaan yang memengaruhi funsi sumsum tulang termasuk di dalam

kategori ini. Termasuk di dalam kelompok ini adalah (1) keganasan jaringan padat metastatic,
leukemia, limfoma dan myeloma multiple; pajanan terhadap obatobat dan zat kima toksik; serta
iradiasi dapat mengurangi produksi efektif SDM; dan (2)penyakit-penyakit kronis yang
mengenai ginjal dan hati, serta infeksi dan defisiensi endokrin. Kekurangan vitamin-vitamin
penting, seperti B12, asam folat, vitamin C, dan zat besi dapat mengakibatkan pembentukan SDM
tidak efektif, menimbulkan anemia. Untuk menentukan jenis anemia, baik pertimbangan
morfologik dan etiologic harus digabungkan.
PATOFISIOLOGI ANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK
Anemia pada penderita gagal ginjal berat disebabkan oleh 2 mekanisme :
a. Darah mengalami pengenceran oleh cairan yang berlebihan sehingga konsentrasi hemoglobin
turun.
b. Untuk produksi eritrosit di dalam sumsum tulang, diperlukan bahan yang khusus, yaitu suatu
protein yang disebut eritropoetin. Oleh karena eritropoetin hanya dibuat oleh ginjal,maka pada
gagal ginjal kronik produksi eritropoetin juga sangat kurang (pada keadaan ini berat jaringan
ginjal yang biasanya 300gr, dapat berkurang menjadi hanya 30gr). Karena itu tidak ada gunanya
memberikan zat besi (Fe) atau preparat-preparat vitamin pada penderita anemia yang disebabkan
uremia. Jika terjadi anemia yang berat, maka jantung harus memompa darah lebih banyak untuk
mencukupi jumlah kebutuhan oksigen pada jaringan. Ini merupakan beban tambahan terhadap
jantung.
Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik
terutama disebabkan oleh defisiensi ertiropoietin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam
terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna,
hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,
penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik.
DIAGNOSIS ANEMIA
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin 10 gr% atau hematokrit
30%,meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi serum / Serum Iron, kapasitas ikat besi
total / Total Iron Binding Capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.Sebuah anemia, normositik
normokromik disebabkan PGK diamati mulai pada tahap 3 PGK dan hampir universal pada
tahap 4. Jika tidak diobati, anemia dari PGK berkaitan dengan sejumlah kelainan fisiologis,
termasuk penurunan pengiriman dan pemanfaatan oksigen jaringan, meningkatkan output
jantung, pembesaran jantung, hipertrofi ventrikel,angina, gagal jantung kongestif, penurunan
kognisi dan ketajaman mental, perubahan siklushaid, dan gangguan pertahanan host terhadap
infeksi. Selain itu, anemia mungkin memainkanperan dalam keterbelakangan pertumbuhan anakanak dengan PGK.
TATALAKSANA ANEMIA PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK
Anemia dari PGK ini disebabkan beberapa faktor, termasuk kehilangan darah kronis,hemolisis,
penekanan sumsum oleh tertahannya faktor-faktor uremic dan berkurangnya produksi EPO
ginjal.Ketersediaan rekombinan EPO manusia, epoetin alfa, telah membuat salah satu
kemungkinan kemajuan yang sangat besar dalam perawatan pasien ginjal sejak diperkenalkannya
dialisis dan transplantasi. Baru-baru ini, sebuah protein novel eritropoiesisstimulating telah
diperkenalkan untuk pengobatan anemia pada pasien PGK. Protein ini,darbopoetin alfa, adalah
analog hyperglycosylated rekombinan EPO manusia yang memiliki aktivitas biologis yang lebih
besar dan perpanjangan waktu paruh. Dengan demikian, interval dosis dapat diperpanjang dan

masih efektif memperbaiki anemia ginjal pada pasien predialysis dan dialisis. Pedoman
penggunaan epoetin dan alfa darbopoetin untuk manajemen anemia pada PGK disediakan di
tabel.Status zat besi pasien dengan PGK harus dinilai, dan kadar zat besi harus memadai sebelum
pengobatan dengan EPO dimulai. Tablet zat besi biasanya penting untuk memastikan respon
yang memadai untuk EPO pada pasien dengan PGK, karena kebutuhan besi oleh sumsum
erythroid sering melebihi jumlah besi yang segera tersedia untuk eritropoiesis (diukur dengan
kejenuhan persen transferrin) serta kadar besi (yang diukur dengan feritin serum). Dalam
kebanyakan kasus, besi intravena diperlukan untuk mencapai dan / atau mempertahankan zat
besi yang memadai. Namun, terapi besi yang berlebihan mungkin terkait dengan sejumlah
komplikasi, termasuk hemosiderosis, aterosklerosis dipercepat, peningkatan kerentanan terhadap
infeksi, dan mungkin suatu kecenderungan meningkatnya kemunculan keganasan. Selain besi,
pasokan yang cukup dari substrat utama lainnya dan kofaktor untuk produksi eritrosit harus
terjamin, terutama vitamin B12 dan folat.
Anemia resisten terhadap dosis EPO yang direkomendasikan pada awal ketersediaan memadai
faktor besi dan vitamin sering menunjukkan dialisis tidak memadai; hiperparatiroidisme yang
tidak terkendali; toksisitas aluminium; kehilangan darah kronis atau hemolisis; hemoglobinopati
terkait, malnutrisi, infeksi kronis, multiple myeloma, atau keganasan lain. Transfusi darah dapat
berkontribusi untuk penekanan eritropoiesis di PGK,karena mereka meningkatkan risiko
hepatitis, hemosiderosis, dan sensitisasi transplantasi,mereka harus dihindari kecuali anemia
gagal untuk merespon erythropoietin dan pasien bergejala.

Anda mungkin juga menyukai