Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sinzi Anyati

Kelas : 7.5

Restoran di
Pinggir Sungai
Matahari yang bersinar terang, mewarnai pagi
ku kembali. Rumah dipinggir sungai ternama di
kota seperti memberi kedamaian tersendiri bagi
penghuninya. Aku mliat sebuah kapal melintas,
melewati sebuah gedung besar tua di kota itu.
Gedung itu adalah sebuah pabrik gula ternama
di daerah Alaska, tempatku. Pemiliknya meniggal
dan pabriknya ditutup.
Angin yang bersehembus menerbangkan kain
jendela kamar mengusap tubuhku. Aku pun
terbangun, aku melihat ayah menungguku di
bangku taman, suasana rumahku terlihat begitu
sejk meuk. Ayah terlihat seperti memegang
sesuatu. Dengan langkah setengah tersadar, aku
berjalan menuruni tangga. Rumahku kosong,
hanya ada ayah. Aku langsung berlalri
menghambur ke pelukan ayah,rasanya sama
seperti pertama kali aku memeluknya. Ayah
menunjukkan sebuah foto gedung yang penuh

warna. Ini restoran impian ayah kata ayah


sambil menunjuk pabrikula itu. Aku sangat
tertarik dengan perkataan ayah. Ayah bilang,
kita harus menabung

untuk membuat restoran sebesar itu. Berapa


biaya yang kita butuhkan untuk semua perabot
dn harga tanah sekaligus gedung besar itu?
Ayah memintaku untuk menyimpan
restoran yang ayah impikan.

poster

Aku mulai mencoba memasak dengan ibu. Aku


bisa memasak, ya, masakanku disukai oleh satu
komplek tempat tinggalku. Ayah sangat senang
dan heran. Aku menciumnya. Aku mulai belajar
memasak dengan serius. Bahakn, ketika aku
memasuki sekolah, aku lebih memilih kelas
masak dibandingkan kelas tambahan lain.
Masak, masak, terus memasak! Itulah yang
selalu yang kupikirkan. Aku ingin ayah senang,
aku ingin membanggakan ayah.
Lima tahun setelah kali pertama aku memasak,
ayah meninggal. Ayah masih tetap memintaku
untuk membangun sebuah restoran di pabrik
gula tersebut. Aku tidak melanjutkan sekolahku,
aku bekerja pada sebuah restoran kecil ditengah
kota yang ramai akan buruh dan para pengantar
barang.

Dari pukul enam pagi sampai pukul sembilan


malam setiap harinya dalam satu minggu. Aku
mulai mengumpulkan uang. Dolar demi dolar
kukumpulkan. Bertahun tahun kujalani.

Uang yang ku kumpulkan sudah cukup untuk


membangun sebuah restoran kecil dipinggir
jalan, tetapi masih tak cukup untuk membangun
sebuah restoran impian yang diimpikan oleh
ayah selama ini, pekerjaan ini terus ku lakukan
sampai dolar yang ku kumpulkan terkumpul
seperti yang ku ingin kan. Pelelangan pabrik
gula tersebut dilakukan oleh bank yang menyita
pabrik gula tersebut.
Ternyata pada pelelangan pabrik gula tersebut,
aku kalah dengan seorang pria bangsawan
terkenal di negeri ku. Memang pada saat itu ada
sebuah parade kostum di kotaku. Seorang raja
dari bagian selatan membawa putranya. Ia
sangat tampan dan pandai bermain musik. Aku
tertarik dengannya. Seperti Candice, temanku
yang merupakan seorang putri dari pengusaha
roti terbesar dikota juga menaruh hati padanya.
Aku sempat ingin marah. Aku eridam, aku ikan
siapa siapa pangeran tersebut. Aku memang
tak berhak. Aku j Tetapi, hal itu berubah ketika
sang pria bangsawan muga tidak memiliki harta

yang berlimpah seperti Candice. Andai saja aku


bisa berkenalan dengannya.
Pria tampan enyukai ku, ia meminangku, dan
pada akhirnya, aku menikahitu keap kulihat
berdiri di sebrang pabik gula itu, ada apa
gerangan? Ingin sekali aku menghampirinya.
Ayah, taukah engkau, bahwa putrimu ini sedang
jatuh cinta? Parade yang dilaksanakan selama
dua minggu ini sudah stengah jalan. Ketika pria
itu mengajakku berbincang dan berkata bahwa
ia sudah membeli gedung tua itu.

Aku terkejut, ternyata yang membeli pabrik itu


ialah orang yang kusuka. Ia lalu membatalkan
kontral gedung tua itu.
Tiana? Ia sudah bahagia dengan restoran impian
ayahnya.

-TAMAT-

Anda mungkin juga menyukai