Anda di halaman 1dari 25

LBM 6 SGD 21

SALAH MINUM , TERNYATA RACUN .

STEP 1
1. Kumbah lambung : membersihkan lambung dgan memasukkan air ke
dalam lambung dengan menggunakan NGT
2. Karbamat : salah satu dari pertisida ( insektisida ) untuk membasmi
serangga . kelompok ester asam N metal karbamat bekerja
menghambat asetilkolin esterase , tidak berlangsung lama dan cepat
1-24 jam . bisa terurai dlm keadaan yg basa

STEP 2
1. Mengapa pasien terdapat penurunan kesadaran , kejang,
muntah2 ?
2. Apa indikasi kumbah lambung ?
3. Mengapa dokter memberikan injeksi sulfas atropine ?
4. Mengapa pasien diberikan arang karbon ?
5. Mengapa didapatkan hiperhidrosis, hipersaliva , serta
tremor pada tangan dan tungkai ?
6. Farmakodinamik dan farmakokinetik dari sulfas atropine ?
7. Apa pengaruh obat pembasmi serangga terhadap
intrepretasi vital sign ?
8. Farmakodinamik dan farmakokinetik dari karbamat ?
9. Apa kandungan dan patofisiologi dari obat pembunuh
serangga sehingga menimbulkan efek muskarinik ,
nikotinik, dan toksisitas pada SSP ?
10. Apa pemeriksaan penunjang pada pasien keracunan ?
11. Penanganan awal sebelum dan sesusah di rumah sakit ?

STEP 3
1. Mengapa pasien terdapat penurunan kesadaran , kejang,
muntah2 ?
Kejang adalah manifestasi klinis klas yg berlangsung secara
intermitten dapat berupa gangguan kesadaran , tingkah laku, emosi
dll.
Kejang dipengaruhi dari aktifitas berlebih dari pelepasan muatan
listrik yg disebabkan karena potensial membrane neuron . secara
fisiologis membrane sel mudah dilalui oleh ion K ( dari ektrasel ke
intrasel ), dan susah dilalui oleh ion Ca, Na, Cl . dalam keadaan
patologis membrane sel bisa dilalui oleh Ion Ca,Na,Cl pada ion Ca
bisa menimbulkan tingginya muatan listrik kejang
Muskarinik didalam tubuh (M1 ada perifer dan pusat reseptor ada
di ganglia sama otot polos dan M2jantung )
Nikotinik ( N1 dan N2 )
Muntah smooth muscle dari M1
Kesadaran menurun : karbamat memblok dari asetilkolinesterase ,
M2 menginhibisi ( mencegah ) di jantung CO menurun
hipotensi Oksigen dalam otak menurun kesadaran menurun
( pusat kesadaran di ARAS , ARAS di pengaruhi apa ? )
Hipersalivasi dan hiperhidrolisis mempengaruhi dari glandula
sudorivera
Jika asetilkolin berlebih direduktase tapi jika berlebih akan
mempengaruhi organ2 di muskarinik dan nikotinik .
2. Apa indikasi kumbah lambung ?
Indikasi :
- Keracunan makanan dan zat kimia menghentikan penyerapan
racun
- Pada pasien yg tdak dapat menelan
- Persiapan untuk pemeriksaan lambung
- Persiapan operasi lambung
- Bahan2 beracun <60 menit
- Overdosis karena obat , ex: narkotik
- Pengambilan analisis dari lambung
- Sebelum dilakukan operasi endoskopi

Dekompresi menyalurkan cairan keluar untuk pasien ileus


obtruktif paralitikus dan pankreatikus akut

Kontraindikasi : cara pemasangan pasien telungkup


-

Pada pasien dengan trauma cervical karena ada maneuver


kepala ( kepala di elevasikan )
Pasien dg fraktur facialis bisa terkena basis cranii
Pasien varises eoshophagus varises secara umum : katup
vena rusak , kontraksi otot sekitar , aliran darah balik tidak
adekuat . kongestif : bendungan vena dinding semakin tipis

3. Apa pengaruh obat pembasmi serangga terhadap


intrepretasi vital sign ?
Kandungan obat pembasmi serangga :
a. Organophospat : insektisida ester asam fosfat asam tiofosfat
racun pembasmi serangga yg paling toksik , pembasmi hean
bertulang belakang . dengan cara memblokade penyaluran
implus saraf dengan cara mengikat enzim asetilkolin.
Potensi karsinogenik .
b. Karbamat : kelompok ester asam N-metilkarbamat bekerja
menghambat asetilkolin , pengaruh tidak berlangsung lama dan
cepat kembali normal .
Masuk lewat oral,inhalasi ,kulit cepat diabsorbsi selama
peptisida ada pada kulit
Cara kerja menghambat implus saraf dengan mengikat kolin
esterase shg tdak terjadi hidrolisis asetilkolin.
Organophospat terdiri dari DDFV , propoxour ( karbamat ) ,
dietil toluamit harusnya kandungannya rendah . masuk lewat
inhalasi , oral,terminum , kulit nonvaskuler
Vital sign : ada hubungan dengan mekanisme kongesti jantung
karena keracunan PD menyempit : agar racunnya tidak cepat
menyebar ke seluruh tubuh ( karena inhibisi M1 di otot polos
PD ) berkurangnnya darah yg ke jantung dan otak darah
mengumpul di jantung karena tdk bisa memompa ke seluruh
tubuh hipotensi dan bradikardi
4. Farmakodinamik dan farmakokinetik dari sulfas atropine ?

Sifatnya antikolinergik mempengaruhi tonus vagal . ekresi


melalui ginjal /urin

Cari juga fisiologis asetilkolin !!!


5. Farmakodinamik dan farmakokinetik dari karbamat ?
Farmakodinamik : racun masuk organofosfat dan karbamat
mengikat asetilkolin esterase asetilkolinesterase inaktif terjadi
akumulasi asetilkolin jumlah asetilkolin meningkat mengikat
reseptor muskarinik dan nikotinik timbul keluhan
Farmakokinetik : inhibitor kolin esterase lewat oral,inhalasi, kulit
Diekresikan dlm bentuk urin dalam bentuk metabolik : zat yg
akan digunakan untuk metabolisme
6. Mengapa didapatkan hiperhidrosis, hipersaliva , serta
tremor pada tangan dan tungkai ?
7. Apa kandungan dan patofisiologi dari obat pembunuh
serangga sehingga menimbulkan efek muskarinik ,
nikotinik, dan toksisitas pada SSP ?
8. Mengapa dokter memberikan injeksi sulfas atropine ?
9. Apa mekanisme arang karbon ?
Untuk menyerap toksin yg masih tersisa di sal cerna , diberikan
setelah pasien mengalami pengosongan lambung . pemberian
sebanyak 1gr/KgBB
10. Penanganan awal sebelum dan sesusah di rumah sakit ?
11. Apa pemeriksaan penunjang pada pasien keracunan ?

STEP 4
1. Mengapa pasien terdapat penurunan kesadaran ,
kejang, muntah2 ?

Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan


enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan
asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion
autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf
motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya
sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.

Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron neuron yang


ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan,
sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin.
Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf
pusatm neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan
menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor
muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu
diketahui dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun
utama yaitu Propoxur dan transfluthrin. Propoxur adalah senyawa
karbamat yang merupakan senyawa Seperti organofosfat tetapi
efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel dan tidak
mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain
barrier. Gejala klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi
lebih ringan dan waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga
sama seperti pada keracunan organofosfat.
Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat
yang akan mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan
depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga
terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan
pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat
kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan
bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,
hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu
tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya
depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi
akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia
pengaruh racun pada tubuh
a. Mempengaruhi sirkulasi darah

b.

c.

d.
e.
f.

g.

Syok karena berkurangnya aliran darah dan berkurangnya volume darah


pada jaringan sel2 otak disebabkan adanya penyempitan pembuluh2
darah
Hipotensi dan bradikardi karena terlalu banyak darah mengalir ke jantung
atau terlalu banyak darah dalam jantung (kongesti jantung)
kardiak aritmia
cardiac arrest
Mempengaruhi SSP
hipereksitabilitas
delirium
kejang
hipoksemia
gangguan kejiwaan
pengaruh terhadap system pencernaan
mual
muntah
diare
rasa sakit di ulu hati
pengaruh terhadap saluran kencing
oliguria/anuria GGA
kerusakan hati
koma hepatikum
pengaruh terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit
dehidrasi
gangguan keseimbangan garam(NaCl)
gangguan keseimbangan asam-basa
gangguan keseimbangan potasium , Ca dalam darah
luka bakar kimia pada kulit, selaput lendir pada mulut/ tenggorokan dan
selaput lendir mata

2. Apa indikasi kumbah lambung ?


Indikasi :
Bilas lambung, atau disebut juga pompa perut dan irigasi lambung
merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk membersihkan isi perut
dengan cara mengurasnya.Prosedur ini sudah dilakukan selama 200 tahun
dengan indikasi :
1. Keracunan obat oral kurang dari 1 jam
2. Overdosis obat/narkotik
3. Terjadi perdarahan lama (hematemesis Melena) pada saluran pencernaan
atas.
4. Mengambil contoh asam lambung untuk dianalisis lebih lanjut.
5. Dekompresi lambung
6. Sebelum operasi perut atau biasanya sebelum dilakukan endoskopi
Tindakan ini dapat dilakukan dengan tujuan hanya untuk mengambil contoh
racun dari dalam tubuh, sampai dengan menguras isi lambung sampai
bersih. Untuk mengetes benar tidaknya tube dimasukkan ke lambung, harus

didengarkan dengan menginjeksekan udara dan kemudian


mendengarkannya. Hal ini untuk memastikan bahwa tube tidak masuk ke
paru-paru
Kontraindikasi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Aspirasi
Bradikardi
Hiponatremia
Epistaksis
Spasme laring
Hipoksia dan hiperkapnia
Injuri mekanik pada leher, eksofagus dan saluran percernaan atas
Ketidakseimbangan antara cairan dan elektrolit
Pasien yang berontak memperbesar resiko komplikasi

3. Apa pengaruh obat pembasmi serangga terhadap intrepretasi


vital sign ?
Diazinon diabsorbsi melalui cara yang bervariasi, baik melalui kulit yang terluka,
mulut, dan saluran pencernaan serta saluran pernafasan. Melalui
saluran
pernafasan gejala timbul dalam beberapa menit. Bila terhirup dalam konsentrasi
kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk. Melalui mulut atau
kulit umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan
gejala. Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Penyerapan
melalui kulit yang terluka dapat menimbulkan keringat yang berlebihan
dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan pada
mata dapat menimbulkan gajala berupa miosis atau pandangan kabur
saja. 1,4,11
Keracunan diazinon dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan
gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten atau
depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer.
Pupil miosis +/+, isocor +/+

Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik


pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan
perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama pada sistem
respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi
bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik
pusat daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara,
kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma). Pada umumnya
gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan
dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila gejala muncul setelah
lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal tersebut jarang
terjadi.4,11
Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan
organophosphorus-induced delayed neuropathy (OPIDN). Sindrom ini berkembang
dalam 8 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Gejala yang timbul

berupa kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian
berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop
GCS E3M5V4 artinya GCS=9
TD 80/50 mmHg, N 50x/menit

Perangsangan terhadap parasimpatik postganglionik, yang berefek pada beberapa


organ, antara lain kontriksi pada pupil (miosis), perangsangan terhadap kelenjar
(salivasi, lakrimasi, dan rhinitis), nausea, inkontinensia urin, muntah, nyeri perut,
diare, bronkokontriksi, bronkospasme, peningkatan sekresi bronkus, vasodilatasi,
bradikardia, dan hipotensi.
Penyempitan pembuluh-pembuluh darah berkurangnya aliran darah (vasogenic
shock) dan berkurangnya volume darah pada jaringan sel-sel otak terlalu banyak
darah mengalira ke jantung atau terlalu banyak darah dalam jantung (kongesti
jantung) hipotensi dan bradikardia

4. Farmakodinamik dan farmakokinetik dari sulfas atropine ?


Atropin
Atropin alkaloid belladonna, memiliki afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik, di mana obat ini terikat secara
kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor
muskarinik baik di sentral maupun di saraf tepi. Kerja obat ini berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan ke
dalam mata, maka kerjanya bahkan sampai berhari-hari.
FARMAKODINAMIK
Hambatan oleh atropin bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan
atau pemberian antikolinesterase. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh
lebih kuat terhadap yang eksogen.
1. Susunan Saraf Pusat
Atropin merangsang medula oblongata dan pusat lain di
otak. Dalam dosis 0,5 mg (untuk orang Indonesia
mungkin 0,3 mg) atropin merangsang N.Vagus dan frekuensi jantung berkurang. Efek penghambatan sentral pada
dosis ini belum terlihat. Depresi yang timbul khusus dibeberapa pusat motorik dalam otak, dapat menghilangkan
tremor yang terlihat pada parkinsonisme. Perangsangan respirasi terjadi sebagai akibat dilatasi bronkus, tetapi dalam
hal depresi respirasi oleh sebab tertentu, atropin tidak berguna merangsang respirasi. Bahkan pada dosis yang besar
sekali, atropin menyebabkan depresi nafas, eksitasi, disorientasi, delirium, halusinasi dan perangsangan lebih jelas
dipusat-pusat lebih tinggi. Lebih lanjut terjadi depresi dan paralisis medulla oblongata.
2. Mata
Alkaloid belladonna menghambat M.constrictor pupilae dan M.Ciliaris lensa mata, sehingga menyebabkan midriasis
dan siklopegia (paralisis mekanisme akomodasi). Midriasis mengakibatkan fotofobia, sedangkan siklopegia
menyebabkan hilangnya daya melihat jarak dekat.
Sesudah pemberian 0,6 mg atropine SK pada mulanya terlihat efek terhadap kelenjar eksokrin, terutama hambatan
salvias, serta brakikardi sebagai hasil perangsangan N.Vagus, midriasis baru terlihat dengan dosis yang lebih tinggi
(>1 mg). Mula timbulnya midriasis tergantung dari besarnya dosis, dan hilangnya lebih lambat daripada hilangnya
efek terhadap kelenjar liur. Pemberian lokal pada mata menyebabkan perubahan yang lebih cepat dan berlangsung
lama sekali (7-12 hari). Hal ini disebabkan atropin sukar dieliminasi dari cairan bola mata. Midriasis oleh alkaloid
belladonna dapat diatasi oleh pilokarpin, eserin atau DFP. Tekanan intraokular pada mata yang normal tidak banyak
mengalami perubahan.tetapi pada penderita glaukoma, penyeluran dari cairan intraokular akan terhambat, terutama
pada glaukoma sudut sempit, sehingga dapa meningkatkan tekanan intraokular. Hal ini disebabkan karena dalam
keadaan midriasis muara saluran schlemm yang terletak disudut bilik depan mata menyempit, sehingga terjadi
bendungan cairan bola mata.
3.
Saluran Nafas
Alkaloid belladonna mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus. Pemakaiannya adalah pada medikasi
preanastetik untuk mengurangi sekresi lender pada jalan nafas. Sebagai bronkodilator, atropin tidak berguna dan
jauh lebih lemah daripada epinefrin atau aminofilin. Ipratropium bromida merupakan antimuskarinik yang
memperlihatkan bronkodilatasi berarti secara khusus.

4. Sistem kardiovaskular
Pengaruh atropin terhadap jantung bersifat bifastik. Dengan dosis 0,25-0,5 mg yang biasa digunakan, frekuensi
jantung berkurang, mugkin disebabkan karena perangsangan nukleus N.Vagus. Brakikardi biasanya tidak nyata dan
tidak disertai perubahan tekanan darah atau curah jantung. Pada dosis lebih dari 2 mg, yang biasanya hanya
digunakan pada keracunan insektisida organosfat, terjadi hambatan N.Vagus dan timbul suatu takikardi. Atropin
dalam hal ini lebih efektif daripada skopolamin. Obat ini juga dapat menghambat brakikardi yang ditimbulkan oleh
obat kolinergik. Atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung, tetapi
menghambat vasodilatasi oleh asetikolin atau ester kolin yang lain. Atropin tidak berefek terhadap sirkulasi darah bila
diberikan sendiri, karena pembuluh darah hampir tidak dipersarafi parasimpatik. Dilatasi kapiler pada bagian muka
dan leher terjadi pada dosis yang besar dan toksik. Kelainan ini mungkin dapat dikacaukan dengan penyakit yang
menyebabkan kemerahan kulit didaerah tersebut, vasodilatasi ini disertai dengan naiknya suhu kulit, Hipotensi
ortostatik kadang-kadang dapat terjadi setelah pemberian dosis 2 mg.
5. Saluran Cerna.
Karena bersifat menghambat peristaltis lambung dan usus, atropin juga disebut obat antispasmodik. Penghambatan
terhadap asetkolin eksogen (atau ester kolin) terjadi lengkap, tetapi terhadap asetikolin endogen hanya terjadi
parsial. Atropin menyebabkan berkurangnya sekresi liur dan sebagian juga sekresi lambung. Pada tukak pektik,
atropin sedikit saja mengurangi sekresi HCl, karena sekresi asam ini lebih dibawah control fase gaster daripada oleh
N.Vagus. Gejala-gejala ulkus peptikum setelah pemberian atropin terutama dikurangi oleh hambatan motilitas
lambung, inipun memerlukan dosis yang selalu disertai dengan keringnya mulut. Tetapi sekali terjadi blokade, maka
blokade akan tertahan untuk waktu yang agak lama. Atropin hampir tidak mengurangi sekresi cairan pankreas,
empedu dan cairan usus, yang lebih banyak dikontrol oleh faktor hormonal.
Antimuskarinik yang lebih selektif ialah pirenzepin yang afinitasnya lebih jelas pada reseptor M1, konstante disosiasi
pirenzepin pada M1, kira-kira 5 kali konstante disosiasi pada M2.
Pirenzepin bekerja lebih selektif menghambat sekresi asam lambung dan pepsin pada dosis yang kurang
mempengaruhi organ lain. Sekresi asam lambung pada malam hari dapat diturunkan sampai 44%. Dengan dosis 100
mg sehari, sekresi saliva dan motilitas kolon berkurang. Pengosongan lambung dan faal pankreas tidak dipengaruhi
obat ini.
6. Otot polos lain
Saluran kemih dipengaruhi oleh atropin dalam dosis agak besar (kira-kira 1 mg). Pada piolegram akan terlihat dilatasi
kaliks, pelvis, ureter dan kandung kemih. Hal ini dapat mengakibatkan retensi urin. Retensi urin disebabkan urin
disebabkan relaksasi M. destrusor konstriksi sfingter uretra. Bila ringan akan berupa kesulitan miksi yaitu penderita
harus mengejan sewaktu miksi. Efek antispasmodik pada saluran empedu, tidak cukup kuat untuk menghilangkan
kolik yang disebabkan oleh batu dalam saluran empedu. Pada uterus yang inervasi otonomnya berbeda dari otot
polos lainnya, tidak terlihat relaksasi, sehingga atropin hampir tidak bermamfaat untuk pengobatan nyeri haid.
7. Kelenjar eksokrin
Kelenjar eksokrin yang paling jelas dipengaruhi oleh atropin ialah kelenjar liur dalam mulut serta bronkus. Untuk
menghambat aktivitas kelenjar keringat diperlukan dosis yang lebih besar; kulit menjadi kering, panas dan merah
terutama dibagian muka dan leher. Hal ini menjadi lebih jelas lagi pada keracunan yaitu seluruh suhu badan
meningkat. Efek terhadap kelenjar air mata dan air susu tidak jelas.
FARMAKOKINETIK
Alkaloid belladonna mudah diserap dari semua tempat, kecuali kulit. Pemberian atropin sebagai obat tetes mata,
terutama pada anak dapat menyebabkan absorbsi dalam jumlah yang cukup besar lewat mukosa nasal, sehingga
menimbulkan efek sistemik dan bahkan keracunan. Untuk mencegah hal ini perlu dilakukan penekanan kantus
internus mata setelah penetesan obat agar larutan atropin tidak masuk ke rongga hidung, terserap dan
menyebabkan efek sistemik. Dari sirkulasi darah, atropin cepat memasuki jaringan dan kebanyakan mengalami
hidrolisis enzimatik oleh hepar. Sebagian diekskresi melalui ginjal dalam bentuk asal.

5. Farmakodinamik dan farmakokinetik dari karbamat ?


KERACUNAN KARBAMAT
Pada Kongres Entomologi Internasional Ke-9 di Amsterdam (1951), diumumkan dua
jenis insektisida baru dari kelompok kimia yang baru pula. Kedua insektisida
tersebut adalah dimetan dan pirolan dari kelompok karbamat. Dengan demikian,
era karbamat mulai mendominasi pada tahun 1950-an, disamping organofosfat.

Insektisida dari golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan cara
menghambat kolinesterase (ChE). Jika pada golongan organofosfat hambatan
tersebut bersifat irreversible (tidak dapat dipulihkan), pada karbamat hambatan
tersebut bersifat reversible (dapat dipulihkan)
Pestisida dari golongan karbamat relatif mudah diurai di lingkungan (tidak
persisten) dan tidak terakumulasi oleh jaringan lemak hewan. Karbamat juga
merupakan insektisida yang banyak anggotanya. Beberapa jenis insektisida
karbamat antara lain :
1. Aldikarb, merupakan insektisida, akarisida, serta nematisida sistemik yang cepat
diserap oleh akar dan ditransportasikan secara akropetal. Aldikarb merupakan
insektisida yang paling toksik, dengan LD50 (tikus) sekitar 0,93 mg/kg; LD50
dermal (kelinci) > 20 mg/kg.
2. Benfurakarb, merupakan insektisida sistemik yang bekerja sebagai racun kontak
dan racun perut serta diaplikasikan terutama sebagai insektisida tanah. LD50 (tikus)
205,4 (jantan) 222,6 (betina) mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 2.000 mg/kg.
3. Karbaril, merupakan karbamat pertama yang sukses di pasaran. Karbaril
bertindak sebagai racun perut dan racun kontak dengan sedikit sifat sistemik. Salah
satu sifat unik karbaril yaitu efeknya sebagai zat pengatur tumbuh dan sifat ini
digunakan untuk menjarangkan buah pada apel. LD50 (tikus) sekitar 500 (b) 850
(j) mg/kg; LD50 dermal (tikus)> 4.000 mg/kg.
4. Fenobukarb (BPMC), merupakan insektisida non-sistemik dengan kerja sebagai
racun kontak. Nama resmi insektisida ini adalah fenobukarb, tetapi di Indonesia
lebih dikenal dengan BPMC yang merupakan singkatan dari nama kimianya, yaitu
buthylphenylmethyl carbamate. LD50 (tikus) sekitar 623 (j) 657 (b) mg/kg; LD50
dermal (kelinci) 10.250 mg/kg. 5. Metiokarb, nama umum lainya adalah
merkaptodimetur. Insektisida ini digunakan sebagai racun kontak dan racun perut.
LD50 (tikus) sebesar 20 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 5.000 mg/kg.
6. Propoksur, merupakan insektisida yang bersifat non-sistemik dan bekerja sebagai
racun kontak serta racun lambung yang memiliki efek knock down sangat baik dan
residu yang panjang. Propoksur terutama digunakan sebagai insektisida rumah
tangga (antara lain untuk mengendalikan nyamuk dan kecoa), kesehatan
masyarakat, dan kesehatan hewan. LD50 (tikus) sekitar 50 mg/kg; LD50 dermal
(tikus) > 5.000 mg/kg.
Mekanisme toksisitas
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam
jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari
beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.

Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan


kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut
secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat
enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal
tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh
bagian tubuh.

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi


enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.

Pada bentuk ini enzim mengalami


phosphorylasi.
Tabel 1. Nilai LD50 insektisida organofosfat
Komponen
Akton
Coroxon
Diazinon
Dichlorovos
Ethion
Malathion

LD50 (mg/Kg)
146
12
100
56
27
1375

Mecarban
36
Methyl parathion
10
Parathion
3
Sevin
274
Systox
2,5
TEPP
1
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat
bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti
oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer.
Tabel 2. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat.
Efek
Gejala
1. Muskarinik
10.Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD)
11.Kejang perut
12.Nausea dan vomitus
13.Bradicardia
14.Miosis
15.Berkeringat
2. nikotinik
16.Pegal-pegal, lemah
17.Tremor
18.Paralysis
19.Dyspnea
20.Tachicardia
3. sistem saraf pusat
21.Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
22.Sakit kepala
23.Emosi tidak stabil
24.Bicara terbata-bata
25.Kelemahan umum
26.Convulsi
27.Depresi respirasi dan gangguan jantung
28.Koma
Gejala awal seperti SLUD terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena
terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam
darah meningkat pada mata dan otot polos.
RESEPTOR MUSKARINIK & NIKOTINIK
Asetilkolin mengaktifkan dua macam reseptor, yaitu reseptor muskarinik dan
nikotinik
Reseptor muskarinik dijumpai di semua sel efektor yang dirangsang oleh
neuron postganglionik dari sistem saraf parasimpatis
Reseptor nikotinik dijumpai di sinaps antara neuron preganglionik dan
postganglionik dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Reseptor ini juga
terdapat di banyak ujung-ujung saraf otonom, sebagai contoh di dalam
membran serat otot skeletal, yakni pada taut neuromuskular

6. Mengapa didapatkan hiperhidrosis, hipersaliva , serta tremor


pada tangan dan tungkai ?
Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik
pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan
perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama pada sistem
respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi
bronkus.
Kematian akibat keracunan diazinon umumnya berupa kegagalan pernafasan.
Hal ini disebabkan karena adanya oedem paru, bronkokonstriksi, kelumpuhan otototot pernafasan, kelumpuhan pusat pernafasan, peningkatan sekresi bronkus, dan
depresi saraf pusat yang
kesemuanya itu akan meningkatkan kegagalan
pernafasan. Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit
ditemukan sebagai penyebab kematian.11
TREMOR PADA TANGAN DAN TUNGKAI

Penumpukan asetilkolin pada susunan saraf pusat menyebabkan tegang, ansietas,


insomnia, gelisah, sakit kepala, emosi tidak stabil, neurosis, mimpi buruk, apatis,
bingung, tremor, kelemahan umum, ataxia, konvulsi, depresi pernafasan dan koma.

7. Apa kandungan dan patofisiologi dari obat pembunuh


serangga sehingga menimbulkan efek muskarinik , nikotinik,
dan toksisitas pada SSP ?
Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama (insekta, jamur dan gulma).
Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi :
1. Insektisida (pembunuh insekta)
2. Fungisida ( pembunuh jamur)
3. Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu)
Klasifikasi Pestisida
Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi menurut
jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka pestisida dapat
dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun makhluk hidup lainnya dalam
lingkungan yang bersangkutan.
Klasifikasi
Bentuk Kimia
Bahan active
Keterangan
1. Insektisida
Botani
Nikotine
Tembakau
Pyrethrine
Pyrtrum
Rotenon
Carbamat
Carbaryl
toksik kontak
Carbofuran
toksik sistemik
Methiocorb
bekerja pada
lambung
Thiocarb
juga moluskisida
Organophosphat
Dichlorovos
toksik kontak
Dimethoat
toksik kontak,
sistemik
Palathion
Malathion
toksik kontak
Diazinon
toksik kontak
Chlorpyrifos
kontak dan
Organochlorin
DDT
ingesti
Lindane
Dieldrin
kontak, ingesti
Eldrin
persisten
Endosulfan
persisten
gammaHCH
kontak, ingesti
kontak, ingesti
Herbisida
Aset anilid
Atachlor
Sifat residu
Amida
Propachlor
Diazinone
Bentazaone
Kontak
Carbamate
Chlorprophan
Asulam
Triazine
Athrazin
Metribuzine
Triazinone
Metamitron
Toksin kontak
Fungisida
Inorganik
Bordeaux mixture Protektan
Copper
Proteoktan
oxychlorid
Mercurous

Benzimidazole
Hydrocarbonphenolik

chloride
Sulfur
Thiabendazole
Tar oil

Protektan,
sistemik
Protektan, kuratif

ORGANOPHOSPHAT
Lebih dari 50.000 komponen organophosphate telah disynthesis dan diuji
untuk aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis
saja dewasa ini. Semua produk organophosphate tersebut berefek toksik bila
tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh
serangga. Beberapa jenis insektisida digunakan untuk keperluan medis misalnya
fisostigmin, edroprium dan neostigmin yang digunakan utuk aktivitas
kholinomimetik (efek seperti asetyl kholin). Obat tersebut digunakan untuk
pengobatan gangguan neuromuskuler seperti myastinea gravis. Fisostigmin juga
digunakan untuk antidotum pengobatan toksisitas ingesti dari substansi
antikholinergik (mis: trisyklik anti depressant, atrophin dan sebagainya).
Fisostigmin, ekotiopat iodide dan organophosphorus juga berefek langsung untuk
mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi tekanan intraokuler pada
bola mata.
Insektisida digolongkan menjadi
1. Hidrokarbon Terklorinasi.
Golongan ini lambat diabsorpsi melalui saluran cerna. Jenis yang dalam bentuk
bubuk tidak diabsorpsi melalui kulit. Absorpsi dapat melalui pernafasan bila
terpapar dengan bentuk aerosol. Golongan ini merupakan stimulator SSP yang kuat
dengan efek eksitasi langsung pada neuron, yang mengakibatkan kejang-kejang
dengan metabolisme yang belum jelas. Kematian dapat terjadi akibat depresi
pernafasan atau fibrilasi ventrikel.
2. Inhibitor Kolinesterase.
Golongan ini diabsorpsi secara cepat dan efektif melalui oral, inhalasi, mukosa, dan
kulit. Setelah masuk ke dalam tubuh, senyawa ini akan mengikat enzim
asetilkolinesterase (AChE) sehingga AChE menjadi inaktif dan terjadi akumulasi
asetilkoline.
Inhibitor Kolinesterase terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
- Organofosfat
- Karbamat
Farmakokonetik dan Mekanisme Kerja
Organofosfat diabsorbsi dengan baik melalui inhalasi, kontak kulit, dan tertelan
dengan jalan utama pajanan pekerjaan adalah melalui kulit.(4)Pada umumnya
organofosfat yang diperdagangkan dalam bentuk thion (mengandung sulfur) atau
yang telah mengalami konversi menjadi okson (mengandung oksigen), dalam
okson lebih toksik dari bentuk thion. Konversi terjadi pada lingkungan sehingga
hasil tanaman pekrja dijumpai pajanan residu yang dapat lebih toksik dari pestisida
yang digunakan. Sebagian besar sulfur dilepaskan ke dalam bentuk mercaptan,
yang merupakan hasil bentuk aroma dari bentuk organofosfat. Mercaptan memiliki
aroma yang rendah, dan reaksi-reaksi bahayanya meliputi sakit kepala, mual,
muntah yang selalu keliru sebagai akibat keracunan akut organofosfat. Konversi
dari thion menjadi -okson juga dijumpai secara invivo pada metabolisme mikrosom
hati sehingga okson menjadi pestisida bentuk aktif pada hama binatang dan
manusia. Hepatik esterase dengan cepat menghidrolisa organofosfat ester,
menghasilkan alkil fosfat dan fenol yang memiliki aktifitas toksikologi lebih kecil dan
cepat diekskresi.

Organofosfat menimbulkan efek pada serangga, mamalia dan manusia melalui


inhibisi asetilkolinesterase pada saraf. Fungsi normal asetilkolin esterase adalah
hidrolisa dan dengan cara demikian tidak mengaktifkan asetilkolin. Pengetahuan
mekanisme toksisitas memerlukan pengetahuan lebih dulu aksi kolinergik
neurotransmiter yaitu asetilkolin (ACh) .
Reseptor muskarinik dan nikotinik-asetilkolin dijumpai pada sistem saraf pusat dan
perifer.
Pada sistem saraf perifer, asetilkolin dilepaskan di ganglion otonomik :
1. sinaps preganglion simpatik dan parasimpatik
2. sinaps postgamglion parasimpatik
3. neuromuscular junction pada otot rangka.
Pada sistem saraf pusat, reseptor
asetilkolin umumnya lebih penting
toksisitas insektisitada organofosfat pada
medulla sistem pernafasan dan pusat
vasomotor.
Ketika asetilkolin dilepaskan, peranannya
melepaskan neurotransmiter untuk
memperbanyak konduksi saraf perifer dan
saraf pusat atau memulai kontraksi otot.
Efek asetilkolin diakhiri melalui hidrolisis
dengan munculnya enzim
asetilkolinesterase (AChE). Ada dua bentuk
AChE yaitu true cholinesterase atau
asetilkolinesterase yang berada pada
eritrosit, saraf dan neuromuscular junction.
Pseudocholinesterase atau serum
cholisterase berada terutama pada serum,
plasma dan hati. Insektisida organofosfat
menghambat AChE melalui proses
fosforilasi bagian ester anion. Ikatan fosfor
ini sangat kuat sekali yang irreversibel.
Aktivitas AChE tetap dihambat sampai
enzim baru terbentuk atau suatu
reaktivator kolinesterase diberikan.
Dengan berfungsi sebagai
antikolinesterase, kerjanya menginaktifkan
enzim kolinesterase yang berfugnsi
menghidrolisa neurotransmiter asetilkolin (ACh) menjadi kolin yang tidak aktif.
Akibatnya terjadi penumpukan ACh pada sinaps sinaps kolinergik, dan inilah yang
menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat. Pajanan pada dosis rendah,
tanda dan gejala umumnya dihubungkan dengan stimulasi reseptor perifer
muskarinik. Pada dosis lebih besar juga mempengaruhi reseptor nikotinik dan
reseptor sentral muskarinik. Aktivitas ini kemudian akan menurun, dalam dua atau
empat minggu pada pseudocholinesterase plasma dan empat minggu sampai
beberapa bulan untuk eritrosit.

4. Mengapa dokter memberikan injeksi sulfas atropine ?

1. Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan

2.

3.
4.
5.

memperbaiki sistim konduksi AtrioVentrikuler


Indikasi : asistole atau PEA lambat (kelas II B), bradikardi (kelas
II A) selain AV blok derajat II tipe 2 atau derajat III (hati-hati
pemberian atropine pada bradikardi dengan iskemi atau infark
miokard), keracunan organopospat (atropinisasi)
Kontra indikasi : bradikardi dengan irama EKG AV blok derajat II
tipe 2 atau derajat III.
Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis
total 0,03-0,04 mg/kg BB, untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus
setiap 3-5 menit maksimal 3 mg.
dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5
kali dosis intra vena diencerkan menjadi 10 cc

5.Apa mekanisme arang karbon ?

1. Proses adsorpsi sangat berbeda dari definisi zat padat menembus


penyerapan. Di mana penyerapan terjadi ketika sebuah, adsorpsi
mengacu pada substansi berpegang pada permukaan. Karbon aktif
padat digunakan dalam proses adsorpsi, dan yang paling sering
terlibat dalam pemurnian air minum. Hal ini dapat dibuat dari
beberapa bahan, yang, yang paling populer adalah batubara, kayu,
dan batok kelapa karena ukuran besar permukaan mereka dan sejauh
mana mereka berpori. Semakin besar pori-pori, semakin lama fungsi
karbon aktif pada suatu waktu.
2. Setelah material yang akan digunakan adalah dipilih, maka kemudian
dehidrasi dan dikarbonisasi oleh proses oksidasi yang melibatkan
perlahan pemanasan material pada suhu yang sangat tinggi. Hal ini
kemudian diaktifkan dengan mengekspos ke zat oksidasi lain,
seperti, bahan kimia dan gas. Karbon aktif ini kemudian dikategorikan
oleh karakteristik seperti kepadatan dan kekerasan.
3. Ketika karbon aktif disiapkan, itu mengalami serangkaian tes untuk
menentukan listriknya sebagai adsorben breakpoint. Ini adalah titik
waktu di saat karbon aktif mulai kehilangan nya. Karakteristik ini
terjadi di semua karbon aktif dan penentuan ketika terjadi membantu
pengguna dalam mengetahui kapan perlu diganti;. Ini sangat penting
adalah informasi terutama ketika digunakan untuk menghilangkan
kontaminan dari air minum.
a. Sebagai karbon aktif ditempatkan di dalam air (biasanya dalam
bentuk bubuk atau butiran), proses adsorpsi bekerja dalam tiga
tahap. Pertama, zat mengkontaminasi mematuhi permukaan
karbon. Selanjutnya, zat pindah ke pori-pori besar. Akhirnya,
mereka teradsorbsi ke permukaan bagian dalam dari karbon.
Ketika karbon hits breakpoint, itu disebut sebagai

menghabiskan, dan kemudian dibuang dan dikirim ke


diaktifkan kembali. Sejak karbon aktif bubuk (PAC) terlalu kecil
untuk aktivasi ulang, karbon aktif granular (GAC) biasanya satusatunya bentuk karbon aktif untuk dikirim kembali untuk
pengobatan. The menghabiskan karbon ini kemudian dicampur
dengan karbon aktif yang baru dan dikirim kembali ke fasilitas
untuk digunakan kembali.
6. Penanganan awal sebelum dan sesusah di rumah sakit ?
7. Apa pemeriksaan penunjang pada pasien keracunan ?

Bila dilihat dari cara kerjanya, maka insektisida golongan fospat


organik dan golongan karbamat dapat dikategorikan dalam
antikolinesterase (Cholynesterase inhibitor insektisida), sehingga
keduanya mempunyai persamaan dalam hal cara kerjanya , yaitu
merupakan inhibitor yang langsung dan tidak langsung terhadap
enzim kholinesterase.
Racun jenis ini dapat diabsorbsi melalui oral, inhalasi, dan kulit.
Masuk ke dalam tubuh dan akan mengikat enzim
asetilkholinesterase ( AChE ) sehingga AChE menjadi inaktif maka
akan terjadi akumulasi dari asetilkholin. Dalam keadaan normal
enzim AChE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH )
dengan jalan mengikat Akh AChE yang bersifat inaktif. Bila
konsentrasi racun lebih tinggi akibatnya akan terjadi penumpukan
AKH ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejala
berupa ransangan AKH yang berlebihan yang akan menimbulkan
efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi
kemudian depresi SSP)
Pada keracunan IFO, ikatan-ikatan IFO AChE bersifat menetap
(ireversibel), sedangkan keracunan carbamate ikatannya bersifat
sementara (reversible ). Secara farmakologis efek AKH dapat dibagi
3 golongan :
a) Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah
dan keringat, pupil, bronkus dan jantung.
b) Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah,
kelopak mata dan otot pernafasan.
c) SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-

kejang (konvulsi) sampai koma


Kita dapat menduga terjadinya keracunan dengan golongan ini jika
:
1. Gejalagejala timbul cepat, bila > 6 jam jelas bukan keracunan
dengan insektisida golongan ini.
2. Gejalagejala progresif, makin lama makin hebat, sehingga jika
tidak segera mendapatkan pertolongan dapat berakibat fatal,
terjadi depresi pernafasan dan blok jantung.
3. Gejalagejala tidak dapat dimasukkan kedalam suatu sindroma
penyakit apapun, gejala dapat seperti gastroenteritis, ensephalitis,
pneumonia, Dan lain-lain.
4. Dengan terapi yang lazim tidak menolong.
5. Pada pemeriksaan anamnesa ada kontak dengan keracunan
golongan ini.
4.

GAMBARAN KLINIS

Tanda dan gejala yang mungkin timbul akibat reaksi keracunan


adalah gangguan penglihatan , gangguan pernafasan dan hiper aktif
gastrointestinal. Untuk jenis keracunan akut dan kronis memiliki
tanda dan gejala yang berbeda-beda, seperti yang dijelaskan di
bawah ini :
a. Keracunan Akut
Tanda dan gejala timbul dalam waktu 3060 menit dan mencapai
maksimum dalam 28 jam.

Keracunan ringan : Anoreksia, sakit kepala, pusing, lemah,


ansietas, tremor lidah dan kelopak mata, miosis, penglihatan kabur.
Keracunan Sedang : Nausia, Salivasi, lakrimasi, kram perut,
muntah muntah, keringatan, nadi lambat dan fasikulasi otot.
Keracunan Berat : Diare, pin point, pupil tidak bereaksi, sukar
bernafas, edema paru, sianons, kontrol spirgter hilang, kejang

kejang, koma, dan blok jantung.


b. Keracunan Kronis
Penghambatan kolinesterase akan menetap selama 26 minggu
(organofospat ) . Untuk karbamat ikatan dengan AchE hanya
bersifat sementara dan akan lepas kembali setelah beberapa jam
(reversibel ) . Keracunan kronis untuk karbomat tidak ada.
Gejalagejala bila ada dapat menyerupai keracunan akut yang
ringan, tetapi bila eksposure lagi dalam jumlah yang kecil dapat
menimbulkan gejalagejala yang berat. Kematian biasanya terjadi
karena kegagalan pernafasan, dan pada penelitian menunjukkan
bahwa segala keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan
dalam aktivitas enzim kholinesterase yang terdapat pada pons dan
medulla ( Bajgor dalam Rohim, 2001). Kegagalan pernafasan dapat
pula terjadi karena adanya kelemahan otot pernafasan, spasme
bronchus dan edema pulmonum.
5.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong


2) Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam
sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis
keracunan akut maupun kronik.
a. Keracunan akut :
Ringan 40 70 % N
Sedang 20 % N
Berat < 20 % N
b. Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 50
%, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus
segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar
AChE telah meningkat > 75 % N.

3) Pemeriksaan PA
Pada keracunan acut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak
khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler,
hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya.
6.

PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN

Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan


dalam keracunan adalah melakukan survey primer dan sekunder,
yaitu meliputi :
1. Survey Primer
a. Resusitasi (ABCD).
Airway
Periksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi
pada klien dengan keracunan baygon, botulisme karena klien sering
mengalami depresi pernapasan seperti pada klien keracunan
baygon, botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan napas dapat
dilakukan dengan head tilt chin lift/jaw trust/nasopharyngeal
airway/ pemasangan guedal.
Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan,
menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika ada
gangguan jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai BHD
(bantuan hidup dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan
muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau
perlu dengan Oropharyngealairway, alat penghisap lendir. Posisi
kepala ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan
pipa ETT.
Breathing = pernapasan.
Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui
analisa gas darah atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik
jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan
pada jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli

tetap mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami


depresi pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga agar pernapasan
tetap dapat berlangsung dengan baik.
Circulation
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang
tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan
kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran
vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah,
sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler.
Kaji TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah,
tekanan vena sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan
pantau EKG
Disability (evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran
dan GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda vital.
Penurunan kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan alcohol
dan obat-obatan. Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan
karena penurunan oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti
pada klien keracunan baygon, botulinum
2. Survey Sekunder
Kaji adanya bau baygon dari mulut dan muntahan, sakit kepala,
sukar bicara, sesak nafas, tekanan darah menurun, kejang-kejang,
gangguan penglihatan, hypersekresi hidung, spasme laringks,
brongko kontriksi, aritmia jantung dan syhock
Langkah selanjutnya setelah survey primer (resusitasi) dan survey
skunder adalah sebagai berikut :
1. Dekontaminasi
Merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan

pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah


kerusakan. Ada beberapa dekontaminasi yang perlu dilakukan
yaitu:
a. Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari
pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas
dan berikan oksigen 100% dan jika perlu beri ventilator.
b. Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata
dari racun yaitu dengan memposisikan kepala pasien
ditengadahkan dan miring ke posisi mata yang terburuk
kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan
aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat racunnya
diperkirakan sudah hilang.
c. Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian,
arloji, sepatu dan aksesoris lainnnya dan masukkan dalam wadah
plastik yang kedap air kemudian tutup rapat, cuci bagian kulit yang
terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit
selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan lembut.
d. Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga
tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran
atau mengeluarkan isi lambung dengan cara induksi muntah atau
aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan
bahan toksik.
2. Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat
pengeluaran racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam
saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam. Langkahlangkahnya meliputi :
a. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita
yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 30 ml. Dapat

diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.


b. Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila
diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.
c. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif.
Hasilnya paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4
jam setelah keracunan.
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan
bila keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam. pada koma derajat
sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya
dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal
berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
3. Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang
ada obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia
secara komersial sangat sedikit jumlahnya. Salah satu antidotum
yang bisa digunakan adalah Atropin sulfat (SA) yang bekerja
menghambat efek akumulasi AKH pada tempat penumpukannya.
Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :
a) Pengobatan Pada pasien yang sadar :
Kumbah lambung
Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular
30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang
tiap 30 menit sampai terjadi artropinisasi.
Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul)
IM tiap 4 jam selama 24 jam .
b) Pada pasien yang tidak sadar
Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi
setiap 30 menit sampai klien sadar.
Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai

tercapai atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut


kering, takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.
Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM
tiap 4 jam selama 24 jam.

Anda mungkin juga menyukai