Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN
I.1.

Latar Belakang
Akut abdomen adalah penyakit yang disebabkan oleh nyeri yang timbul
akibat masalah bedah dan non bedah serta terjadi secara tiba-tiba (Sudoyo
dkk, 2006). Terminologi akut abdomen mengacu pada gejala dan tanda
dari adanya penyakit intra-abdominal yang seringkali memerlukan
diagnosis spesifik serta tindakan pembedahan sesegera mungkin. Bahkan,
pada kebanyakan situasi, kondisi ini dapat berakhir dengan kematian bila
tidak ditanggulangi dengan pembedahan (Jones & Claridge, 2004).
Apapun penyebabnya, manifestasi klinis yang paling menonjol dari
kondisi di atas adalah nyeri akut pada daerah abdomen. Namun perlu
ditekankan bahwa terdapat banyak macam penyakit abdomen dengan
manifestasi berupa nyeri yang tidak membutuhkan pembedahan. Karena
itu, evaluasi terhadap pasien dengan nyeri serupa haruslah dilakukan
dengan metode yang sangat hati-hati (Graff LG dkk, 2001).
Sindroma akut abdomen menghasilkan angka yang cukup tinggi di
ruang unit gawat darurat. Angka ini mencakup berbagai kalangan usia,
jenis kelamin maupun kelompok sosio-ekonomi. Dari berbagai studi,
tercatat bahwa di Amerika Serikat 5% hingga 10% (5 hingga 10 juta)
pasien unit gawat darurat menunjukkan gejala dan tanda dari kondisi ini.
Studi lainnya mencatat presentasi pasien unit gawat darurat sebesar 25%
yang mengeluhkan nyeri abdomen. Poin terpenting dari data di atas, adalah
bahwa semua pasien menunjukkan tanda-tanda yang hampir serupa,
sehingga membuat baik diagnosis maupun penatalaksanaan menjadi
semakin sulit dilakukan (Cordell WH dkk, 2002).
Dengan alasan-alasan tertentu, nyeri yang berasal dari bermacammacam visera sukar dilokalisasikan (Guyton dan Hall, 2006) . Mengingat
dalam kasus akut abdomen tanda yang paling menonjol adalah nyeri, maka
seorang klinisi harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang

anatomi, persarafan dan juga fisiologi dari organ visera maupun rongga
abdomen. Ketiga faktor ini akan sangat membantu dalam menentukan
sumber nyeri, sehingga pada akhirnya, memudahkan pendekatan klinis
terhadap penyakit itu sendiri (Sudoyo dkk, 2006).
Satu hal penting yang dibutuhkan dalam pengelolaan akut abdomen
yang tepat adalah pengambilan keputusan untuk tindakan bedah. Lebih
jauh, keputusan tersebut memerlukan informasi tentang riwayat penyakit
pasien, pemeriksaan fisik, pengumpulan data laboratorium serta foto
abdomen. Setiap pasien yang menunjukkan sindroma akut abdomen
haruslah menjalani evaluasi untuk menetapkan diagnosis secepat mungkin,
sehingga pengobatan dapat diberikan tepat waktu dan morbiditas maupun
mortalitas dapat diminimalisir (Cordell WH dkk, 2002).
I.2.

Tujuan dan Manfaat


I.2.1. Tujuan Umum
Sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Blok
I.2.2. Tujuan Khusus
a) Untuk memberikan penjelasan mengenai bebagai kompleksitas
dalam akut abdomen
b) Untuk memberikan pengetahuan dasar mengenai gambaran
klinis berbagai kasus dalam dunia medis yang terkait dengan
akut abdomen
I.2.3. Manfaat
a) Menjadi

bahan

pembelajaran

pribadi

yang

menambah

pengetahuan serta wawasan penulis mengenai sindroma akut


abdomen
b) Pembaca dapat memahami lebih jauh tentang komponen yang
ikut berperan dalam menyebabkan terjadinya akut abdomen
c) Dapat menambah bahan bahan pustaka institusi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1.

Definisi Akut Abdomen


Akut Abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi
karena masalah nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 24 jam (Rani, 2006).
Akut Abdomen adalah kelainan nontraumatik yang timbul mendadak
dengan gejala utama di daerah abdomen dan memerlukan tindakan bedah
segera (Arif Mansjoer, 2001).
Akut Abdomen adalah interprestasi yang tepat terhadap nyeri abdomen.
(isselbacher et all, 2009).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akut abdomen adalah
penyakit yang disebabkan oleh nyeri yang timbul akibat masalah bedah
dan non bedah serta terjadi secara tiba-tiba (Sudoyo dkk, 2006).

II.2.

Etiologi Akut Abdomen


Keadaan

akut

abdomen

dapat

disebabkan

karena

perdarahan,

peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat pencernaan dan juga bisa
karena trauma benda tajam maupun benda tumpul. Peradangan bisa primer
karena peradangan alat pencernaan seperti pada appendisitis atau sekunder
melalui suatu pencemaran peritoneum karena perforasi tukak lambung,
perforasi dari Payer's patch pada typhus abdominalis atau perforasi akibat
trauma (Sudoyo dkk, 2006).
Kegawatan abdomen yang datang ke rumah sakit bisa berupa
kegawatan bedah atau non bedah. Kegawatan non bedah antara lain
pankreatitis akut, ileus paralitik, dan kolik abdomen. Kegawatan yang
disebabkan oleh bedah antara lain peritonitis umum akibat suatu proses
dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu
trauma, sedangkan proses dari dalam misalnya karena apendisitis
perforasi. (Sudoyo dkk, 2006).
Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain apendisitis, kolik
bilier, kolisistitis,

divertikulitis, obstruksi

usus,

perforasi

viskus,

pankreatitis, peritonitis, salpingitis, adenitis mesenterika, dan kolik renal.


(Sudoyo dkk, 2006).
Tabel 2.1 Penyebab Akut Abdomen
Sering
Appendisitis
Kolik bilier
Kolisistitis
Divertikuliti
s
Obstruksi
usus
Perforasi
viskus
Pancreatitis
Peritonitis

Kurang sering
Kolangitis

Jarang
Nekrosis
hepatoma
Infark mesenterika
Infark lien
Pielonefritis
Pneumonia
Torsi kista ovarium, testis, Infark miokard
omentum
Rupture kista ovarium
Ketoasidosis
diabetikum
Kehamilan ektopik
Inflamasi
aneurisma
Aneurisma aorta
Volvulus sigmoid,
caecum, lambung
Prolaps diskus
Herpes zoster

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang


terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi
dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen
usus. Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil
sekresi tidak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan
yang menghalangi. (Rani, 2006).
Ileus

paralitik

adalah

keadaan dimana

usus

gagal

melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.


Ileus paralitik bukan suatu penyakit primer usus melainkan
akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi)
yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obatobatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos
usus. (Rani, 2006).
Tabel 2.2 Penyebab Akut Abdomen Berdasarkan Sistem Organ

11.3

Sistem Organ
Gastrointestinal

Penyakit
Apendisitis,
ulkus
peptikum
perforasi, obstruksi usus, perforasi
usus, iskemia usus, divertikulitis
kolon,
divertikulitis
Meckel,
inflammatory bowel disease

Hepatobilier, pankreas dan lien

Pankreatitis akut, kolesistitis akut,


kolangitis akut, hepatitis akut, abses
hati, ruptur atau hemoragik tumor
hepar, ruptur lien

Urologi

Batu ureter, pielonefritis

Retroperitoneal

Anuerisma
aorta,
retroperitoneal

Ginekologi

Ruptur kista ovarium, torsi ovarium,


kehamilan
ektopik
terganggu,
salpingitis
akut,
piosalfing,
endometritis, rupture uterus

perdarahan

Anatomi dan Fisiologi Abdomen


Perkembangan dari anatomi rongga abdomen dan organ-organ visera
mempengaruhi manifestasi, patogenesis dan klinis dari penyakit abdominal
peritoneum dan persarafan sensoris visceral sangat penting untuk evaluasi
acute abdominal disease (Rani, 2006).
Setelah 3 minggu perkembangan janin, usus primitive terbagi menjadi
foregut, midgut, dan hindgut. Arteri mesenterika superior menyuplai dari
ke midgut (bagian keempat duodenum sampai midtransversal kolon).
Foregut meliputi faring, esofagus, lambung, dan proksimal duodenum,
sedangkan hindgut terdiri dari kolon distal dan rectum. Serabut aferen
yang menyertai suplai vaskuler memberikan persarafan sensoris pada usus
dan terkait peritoneum viseral. Sehingga penyakit pada proksimal
duodenum (foregut) merangsang serabut aferen celiac axis menghasilkan
nyeri epigastrium. Rangsangan di sekum atau apendiks (midgut)
mengaktifkan saraf aferen yang menyertai arteri mesenterika superior
menyebabkan rasa nyeri di periumbilikalis, dan penyakit kolon distal

menginduksi serabut saraf aferen sekitar arteri mesenterika inferior


menyebabkan nyeri suprapubik. Saraf frenikus dan serabut saraf aferen
setinggi C3, C4, dan C5 sesuai dermatom bersama-sama dengan arteri
prenikus mempersarafi otot-otot diafragma dan peritoneum sekitar
diafragma. Rangsangan pada diafragma menyebabkan nyeri yang menjalar
ke bahu. Peritoneum parietalis,dinding abdomen, dan jaringan lunak
retroperitoneal menerima persarafan somatik sesuai dengan segmen nerve
roots. (Salder, 2009).

Gambar 2.1 Persarafan Tractus Gastrointestinal


Peritoneum parietalis kaya akan inervasi saraf sehingga sensitive
terhadap rangsangan. Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal
akan menghasilkan sensasi yang tajam dan terlokalisir di area stimulus.
Ketika peradangan pada visceral mengiritasi pada peritoneum parietal
maka akan timbul nyeri yang terlokalisir. Banyak peritoneal signs yang
berguna dalam diagnosis klinis dari acute abdominal pain. Inervasi dual-

sensorik dari kavum abdomen yaitu serabut aferen viseral dan saraf
somatik menghasilkan pola nyeri yang khas yang membantu dalam
diagnosis. Misalnya nyeri pada apendisitis akut nyeri akan muncul pada
area periumbilikalis dan nyeri akan semakin jelas terlokalisir ke kuadran
kanan bawah saat peradangan melibatkan peritoneum parietal. Stimulasi
pada saraf perifer akan menghasilkan sensasi yang tajam, tiba-tiba, dan
terlokalisasi dengan baik. (Snell, 2006).
Rangsangan pada saraf sensorik aferen intraperitoneal pada acute
abdominal pain menimbulkan nyeri yang tumpul (tidak jelas pusat
nyerinya),

nyeri

tidak

terlokalisasi

dengan

baik,

dengan

onset

gradual/bertahap dan durasi yang lebih lama. Nervus vagus tidak


mengirimkan impuls nyeri dari usus. Sistem saraf aferen simpatik
mengirimkan nyeri dari esophagus ke spinal cord. (Snell, 2006).
Saraf aferen dari kapsul hepar, ligamen hepar, bagian central dari
diafragma, kapsul lien, dan perikardium memasuki sistem saraf pusat dari
C3 sampai C5. Spinal cord dari T6 sampai T9 menerima serabut nyeri dari
bagian diafragma perifer, kantong empedu, pankreas, dan usus halus.
Serabut nyeri dari colon, appendik, dan visera dari pelvis memasuki sistem
saraf pusat pada segmen T10 sampai L11. Kolon sigmoid, rektum, pelvis
trenalis beserta kapsulnya, ureter dan testis memasuki sistem saraf pusat
pada T11 dan L1. Kandung kemih dan kolon rektosigmoid dipersarafi
saraf aferen dari S2 samapai S4. (Snell, 2006).
Pemotongan, robek, hancur, atau terbakar biasanya tidak menghasilkan
nyeri divisera pada abdomen. Namun, perenggangan atau distensi pada
peritonium akan menghasilkan sensasi nyeri. Peradangan peritonium akan
menghasilkan nyeri viseral, seperti halnya iskemia. Kanker dapat
menyebabkan intraabdominal pain jika mengenai saraf sensorik.
Abdominal pain dapt berupa viseral pain, pariental pain, atau reffered pain.
Viseral pain bersifat tumpul dan kurang terlokalisir dengan baik, biasanya
diepigastrium, regio periumbilikalis atau regio suprapubik. Pasien dengan
nyeri viseral mungkin juga mengalami gejala berkeringat, gelisah, dan
mual. (Snell, 2006).

Nyeri parietal atau nyeri somatik yang terkait dengan gangguan intraabdominal akan menyebabkan nyeri yang lebih intern dan terlokalisir
dengan baik. Referred pain merupakan sensasi nyeri dirasakan jauh dari
lokasi sumber stimulus yang sebenernya. Misalnya, iritasi pada diafragma
dapat menghasilkan rasa sakit di bahu. Penyakit saluran empedu atau
kantong empedu dapat menghasilkan nyeri bahu. Distensi dari small bowel
dapat menghasilkan rasa sakit ke bagian punggung bawah. (Rani, 2006).
Selama minggu ke-5 perkembangan janin, usus berkembang diluar
rongga peritoneal, menonjol melalui dasar umbilical cord, dan mengalami
rotasi 180 berlawanan dengan arah jarum jam. Selama proses ini, usus
tetap berada di luar rongga peritoneal sampai kira-kira minggu 10, rotasi
embryologik menempatkan organ-organ visera pada posisi anatomis
dewasa, dan pengetahuan tentang proses rotasi semasa embriologis penting
secara klinis untuk evaluasi pasien dengan acute abdominal pain karena
variasi dalam posisi (misalnya, pelvic atau retrocecal appendix) (Snell,
2006).
11.4

Patofisiologi
Akut abdomen terjadi karena nyeri abdomen yang timbul tiba-tiba atau
sudah berlangsung lama. Nyeri abdomen ini dapat berupa nyeri viseral
maupun nyeri somatik dan dapat berasal dari berbagai proses pada
berbagai organ di rongga perut atau di luar rongga perut, misalnya di
rongga dada. (Grace et all, 2006).

Jenis Nyeri Perut


A. Nyeri Viseral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau
struktur dalam rongga perut, misalnya karena cedera atau radang.
Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh
sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap rabaan, atau
pemotongan. Dengan demikian, sayatan atau penjahitan pada usus

dapat dilakukan tanpa terasa oleh pasien. Akan tetapi, bila dilakukan
tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan
pada otot yang menyebabkan iskemia, misalnya kolik atau radang,
seperti apendisitis, akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri
viseral biasanya tak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri
sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk
menunjuk daerah yang yang nyeri. Nyeri viseral kadang disebut nyeri
sentral. (Sjamsuhidayat, 2004).
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan
embrional organ yang terlibat. Saluran cerna yang berasal dari usus
depan (foregut), yaitu lambung, duodenum, sistem hepatobilier, dan
pankreas menyebabkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian
saluran cerna yang berasal dari usus tengah (midgut), yaitu usus
halus dan usus besar sampai pertengahan kolon transversum
menyebabkan nyeri di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna
lainnya, yaitu pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon
sigmoid yang berasal dari usus belakang (hindgut) menimbulkan nyeri
di perut bagian bawah. Demikian juga nyeri dari buli-buli dan
rekstosigmoid. Karena tidak disertai rangsang peritoneum, nyeri ini
tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif
bergerak. (Sjamsuhidayat, 2004).

Gambar 2.2 Lokasi Nyeri Viseral


B. Nyeri Somatik

10

Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang


dipersarafi oleh saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum
parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan seperti
ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan secara tepat
letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat
berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, atau proses radang.
(Sjamsuhidayat, 2004).
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan
rangsangan peritoneum dan menyebabkan nyeri. Peradangannya
sendiri

maupun

gesekan

antara

kedua

peritoneum

dapat

menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang


menjelaskan nyeri kontralateral pada apendisitis akut. Setiap
gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang
dalam atau batuk, juga akan menambah rasa nyeri sehingga penderita
gawat perut yang disertai rangsang peritoneum berusaha untuk tidak
bergerak, bernapas dangkal, dan menahan batuk. (Sjamsuhidayat,
2004).
Letak Nyeri Perut
Nyeri viseral dari suatu organ sesuai letaknya dengan asal organ
tersebut pada masa embrional, sedangkan letaknya nyeri somatik
biasanya dekat dengan organ sumber nyeri sehingga relatif mudah
menentukan penyebabnya. Nyeri pada anak prasekolah sulit ditentukan
letaknya karena mereka selalu menunjuk daerah sekitar pusat bila
ditanya tentang nyerinya. Anak yang lebih besar baru dapat menentukan
letak nyeri (Sjamsuhidayat, 2004).
Sifat Nyeri
Berdasarkan letak atau penyebarannya, nyeri dapat bersifat nyeri alih
dan nyeri yang diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu meluasnya rasa
nyeri dapat membantu menegakkan diagnosis. Nyeri bilier khas menjalar
ke pinggang dan ke arah belikat. nyeri pankreatitis dirasakan menembus

11

ke bagian pinggang. Nyeri pada bahu menunjukkan adanya rangsangan


pada diafragma. (Sjamsuhidayat, 2004).
1. Nyeri Alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari
satu daerah. Misalnya, diafragma yang berasal dari regio leher C3-5
pindah ke bawah pada masa embrional sehingga rangsangan pada
diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan dirasakan di bahu.
(Sjamsuhidayat, 2004).
2. Nyeri Proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf
sensorik akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal
ialah nyeri fantom setelah amputasi atau nyeri perifer setempat pada
herpes zoster. Radang saraf Ini pada herpes zoster dapat menyebabkan
nyeri hebat di dinding perut sebelum gejala atau tanda herpes zoster
menjadi jelas. (Sjamsuhidayat, 2004).
3. Hiperestesia
Hiperestesi atau hiperalgesi sering ditemukan di kulit jlka ada
peradangan pada rongga di bawahnya. Pada gawat perut, tanda ini
sering ditemukan pada peritonitis setempat maupun peritonitis
umum. (Sjamsuhidayat, 2004).
Nyeri

peritoneum

parietalis

dirasakan

tepat

pada

tempat

terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan


tepat dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri
batuk, nyeri lepas, serta tanda rangsang peritoneum lain dan defans
muskuler

yang

sering

disertai

hiperestesi

kulit

setempat.

(Sjamsuhidayat, 2004).
Nyeri yang timbul pada pasien dengan gawat abdomen dapat berupa
nyeri yang terus-menems (kontinu) atau nyeri yang bersifat kolik.
(Sjamsuhidayat, 2004).

12

4. Nyeri Kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietale akan dirasakan
terus-menerus karena berlangaung terus. misalnya pada reaksi radang.
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskuler secara
refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari
gerakan atau tekanan setempat. (Sjamsuhidayat, 2004).
5. Nyeri Kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ
berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ
tersebut (obstruksi usus. batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan
intraluminer). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh
Jaringan dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka kolik
dirasakan hilang timbul. Fase awal gangguan pendarahan dinding usus
juga berupa nyeri kolik. (Sjamsuhidayat, 2004).
Serangan kollk biasanya disertai perasaan mual bahkan sampai
muntah. Dalam serangan, pendeiita sangat gelisah kadang sampai
berguling-guling di tempat tidur atau di jalan. Yang khas Ialah trias
kolik yang terdiri atas serangan nyeri perut yang kumatan disertai
mual atau muntah dan gerak paksa. (Sjamsuhidayat, 2004).
6. Nyeri Iskemik
Nyeri perut dapat Juga berupa nyeri iskemik yang sangat hebat.
menetap, dan tidak menyurut. Nyeri ini merupakan tanda adanya
jaringan yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda
intoksikasi umum, seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan
syok karena resorbsi toksin dari Jaringan nekrosis. (Sjamsuhidayat,
2004).
7. Nyeri Pindah

13

Nyeri berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya


pada tahap awal apendisitis. sebelum radang mencapai permukaan
peritoneum, nyeri viseral dirasakan di sekitar pusat disertai rasa mual
karena apendiks termasuk usus tengah. Setelah radang terjadi di
seluruh dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat
rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri somatik. Pada saat ini.
nyeri dirasakan tepat pada letak peritoneum yang meradang, yaitu di
perut kanan bawah. Jika apendiks kemudian mengalami nekrosis dan
gangren (apendisitis gangrenosa) nyeri berubah lagi menjadi nyeri
iskemik yang hebat, menetap dan tidak menyurut, kemudian
penderita

dapat

Jatuh

dalam

keadaan

toksis

atau

sepsis.

(Sjamsuhidayat, 2004).
Pada perforasi tukak peptik duodenum, isi duodenum yang terdiri
atas cairan asam garam dan empedu masuk di rongga abdomen yang
sangat merangsang peritoneum setempat. Si sakit merasa sangat
nyeri di tempat rangsangan itu yaitu di perut bagian atas. Setelah
beberapa waktu cairan isi duodenum mengalir ke kanan bawah
melalul jalan di sebelah lateral kolon asendens sampai ke tempat
kedua, yaitu rongga perut kanan bawah sekitar sekum. Nyeri itu
kurang tajam dan kurang hebat dibandingkan nyeri pertama karena
terjadi pengenceran. Pasien sering mengeluh bahwa nyeri yang mulai
di ulu hati pindah ke kanan bawah. Proses ini berbeda sekali dengan
proses nyeri pada apendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini
apendisitis akut maupun perforasi lambung atau duodenum, akan
mengakibatkan peritonitis purulenta umum

jika tidak segera

ditanggulangi dengan tindak bedah. (Sjamsuhidayat, 2004).

Onset dan Progresifitas Nyeri

14

Onset timbulnya nyeri dapat menunjukkan keparahan proses yang


terjadi. Onset dapat digambarkan dalam bahasa mendadak (dalam detik),
cepat (dalam jam), dan perlahan (dalam beberapa jam). Nyeri hebat yang
terjadi mendadak pada seluruh abdomen merupakan suatu keadaan bahaya
yang terjadi intra abdomen seperti perporasi viscus atau ruptur aneurisma,
kehamilan ektopik, atau abses. Dengan adanya gejala sistemik (tachykardi,
berkeringat, tachypneu dan syok) menunjukkan dibutuhkannya resusitasi
dan laparotomi segera. (isselbacher et all, 2009).
Pada kasus kolesistitis akut, pankreatitis akut, strangulasi usus, infark
mesenterium, kolik renal atau ureter, obstruksi usus

yang tinggi

ditemukan nyeri abdomen yang menetap, terlokalisasi dengan baik dalam


1 2 jam dan nyeri dirasakan lebih berat pada bagian tengah. Pada akut
appendisitis terutama pada retrocaecal atau retroileal, hernia ingkarserata,
obstruksi usus halus bagian bawah atau kolon, ulkus peptikum yang tidak
terkomplikasi,

atau

beberapa

kelainan

urologi

dan

ginekologi

menunjukkan gejala nyeri yang tidak jelas pada awal perjalanan penyakit,
tetapi kemudian nyeri lebih berat dirasakan pada suatu lokasi tertentu.
(Isselbacher et all, 2009).
Karakteristik Nyeri
Sifat, derajat, dan lamanya nyeri akan sangat membantu dalam mencari
penyebab utama akut abdomen. Nyeri superfisial, tajam dan menetap
biasanya terjadi pada iritasi peritoneal akibat perporasi ulkus atau ruptur
appendiks, ovarian abses atau kehamilan ektopik. Nyeri kolik terjadi
akibat adanya kontraksi intermiten otot polos, seperti kolik ureter, dengan
ciri khas adanya interval bebas nyeri. Tetapi istilah kolik bilier sebenarnya
tidak sesuai dengan pengertian nyeri kolik karena kandung empedu dan
ductus biliaris tidak memiliki gerakan peristalsis seperti pada usus atau
ureter. Nyeri kolik biasanya dapat reda dengan analgetik biasa. Sedangkan
nyeri strangulata akibat nyeri iskemia pada strangulasi usus atau trombosis
vena mesenterika biasanya hanya sedikit mereda meskipun dengan

15

analgetik narkotik. Faktor-faktor yang memicu atau meredakan nyeri


penting untuk diketahui. Pada nyeri abdomen akibat peritonitis, terutama
jika mengenai organ-organ pada abdomen bagian atas, nyeri dapat dipicu
akibat gerakan atau nafas yang dalam. (isselbacher et all, 2009).

Gambar 2.5 Lokasi dan Karakteristik Nyeri Abdomen Akut


2.5.

Gejala Akut Abdomen


Pada sebagian besar akut abdomen, muntah merupakan keluhan yang
sering terjadi setelah nyeri, tetapi jika pasien tidak menyatakannya maka
harus ditanyakan apakah terdapat riwayat muntah. Muntah terjadi akibat
rangsangan serabut aferen viseral sehingga mengaktifasi pusat muntah di
medulla yang kemudian dilanjutkan ke serabut eferen sehingga terjadi
muntah. Karakteristik muntah sangat penting karena terkadang muntah
terjadi pada saat awal nyeri pada kasus-kasus lesi inflamasi intra
abdomen, tetapi dapat hilang dengan cepat. (Grace et all, 2006).
Pada kasus lainnya dimana terjadi akibat obstruksi usus, pada
obstruksi tinggi, keluhan muntah dapat muncul dengan cepat dan
menetap, sedangkan pada obstruksi rendah muntah terjadi lebih lambat

16

hingga nyeri bertahan dalam beberapa jam atau hari. pada akut
pankreatitis biasanya terjadi muntah yang terus menerus, dan hal tersebut
dapat membantu membedakan dengan perporasi gaster atau duodenum
dimana muntah tidak terjadi atau hanya muntah ringan. (Grace et all,
2006).
Gejala lain yang penting dan sering ditemukan adalah perubahan pada
aktifitas usus. Sebagian besar lesi inflamasi pada abdomen menimbulkan
refleks mengurangi pergerakan usus sehingga terjadi konstipasi. Refleks
ileus terkadang terinduksi oleh serabut aferen visceral yang menstimulasi
seranut eferen sistem simpatis (splanchnic nerve) sehingga peristalsis
usus menurun. Pada gastroenteritis atau inflamasi di daerah pelvis,
biasanya pelvis appendisitis, dapat menyebabkan iritasi pada rektum dan
terjadi tenesmus, biasanya pasien menganggapnya sebagai suatu diare.
(Sjamsuhidayat, 2004).
2.6

Diagnosis
Untuk penegakan diagnosis diperlukan pengumpulan data terhadap
penderita secara sistematis dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. (Sjamsuhidayat, 2004).
Anamnesis
Dalam anamnesis penderita gawat abdomen, perlu ditanyakan
dahulu permulaan timbulnya nyeri (kapan mulai, mendadak, atau
berangsur), letaknya (menetap, pindah, atau beralih), keparahannya
dan sifatnya (seperti ditusuk, tekanan, terbakar, irisan, bersifat kolik),
perubahannya (bandlngkan dengan permulaan), lamanya apakah
berkala dan faktor apakah yang memengaruhinya (adakah yang
memperingan atau memberatkan, seperti sikap tubuh, makanan,
minuman, napas dalam, batuk, bersin, defekasi, dan miksi). Harus
ditanyakan apakah pasien sudah pernah mengalami nyeri seperti ini.
(Sjamsuhidayat, 2004).

17

Muntah sering ditemukan pada penderita gawat perut. Pada obstrukai


usus tinggi, muntah tidak akan berhenti, malahan biasanya bertambah
hebat. Sembelit (kongtipasi) didapatkan pada obstruksi usus besar dan
pada peritonitis umum. (Sjamsuhidayat, 2004).
Nyeri tekan didapatkan pada letak iritasi peritoneum. Jika ada radang
peritoneum setempat, ditemukan tanda rangsang peritoneum yang
sering disertai defans muskuler. Pertanyaan mengenai defekasi, miksi,
daur haid. dan gejala lain seperti keadaan sebelum diserang tanda gawat
perut, harus dimasukkan dalam anamnesis. (Sjamsuhidayat, 2004).
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan keadaan umum, wajah,
denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring. Gejala dan
tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu
diperhatikan. (Sjamsuhidayat, 2004).
Pada pemeriksaan fisik abdomen dilakukan inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi. Umumnya juga dibutuhkan rectal touche untuk
membantu penegakan diagnosis. (Sjamsuhidayat, 2004).
Pemeriksaan bagian perut yang sukar dicapai, seperti daerah
retroperitoneal, regio subfrenik, dan panggul dapat dicapai secara tidak
langsung dengan uji tertentu. Dengan uji iliopsoas dapat diperoleh
informasi mengenai regio retroperitoneal; dengan uji obturator didapat
informasi mengenai kelainan di panggul dan dengan perkusi tinju dapat
dicapai region subfrenik. Dengan menarik testis ke arah kaudal dapat
dicapai daerah dasar panggul. (Sjamsuhidayat, 2004).
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan
pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal. (Sjamsuhidayat,
2004).
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum douglas kurang
memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi
menunjukkan adanya kelainan di daerah panggul, seperti apendisitis,
abses, atau adneksitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara

18

obstruksi usus dengan paralisis usus karena pada paralisis dijumpai


ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula
biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah Informasi untuk
kemungkinan

kelainan

pada

alat

kelamin

dalam

perempuan.

(Sjamsuhidayat, 2004).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan

penunjang

kadang

perlu

untuk

mempermudah

mengambil keputusan, misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses.


Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan rontgen atau endoskopi.
(Sjamsuhidayat, 2004).
Beberapa
lain

uji

nilai

hemoglobin

kemungkinan
leukosit

laboratorium

adanya

dapat

tertentu

dilakukan,

dan

hematokrit,

perdarahan

atau

menunjukkan

adanya

antara

untuk

melihat

dehidrasi.

Hitung

proses

peradangan.

Hitung trombosit dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk


persiapan bedah, juga dapat membantu menegakkan kemungkinan
demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat perut.
(Sjamsuhidayat, 2004).
Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen
untuk memastikan adanya tanda peritonitis, udara bebas, obstruksi,
atau paralisis usus. Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu
untuk menegakkan diagnosis kelainan hati, saluran empedu, dan
pankreas. Apendisitis akut pun dapat dipastikan dengan ultrasonografi
sehingga

dapat

dihindari

(Sjamsuhidayat, 2004).

2.7.

Diagnosis Banding

pembedahan

yang

.tidak

perlu.

19

Diagnosis banding gawat perut juga termasuk kelainan ekstra


abdomen yang menyebabkan nyeri di abdomen seperti kelainan di
toraks, misalnya penyakit Jantung, paru atau pleura, kelainan neurogen,
kelainan metabolik, dan keracunan. Pada keadaan ini gejala, tanda
umum, dan nyeri perut sering cukup jelas, tetapi pada pemeriksaan
perut tidak ditemukan kelainan. (Sjamsuhidayat, 2004).
Kadang sukar membedakan kelainan akut di perut yang disertai nyeri
perut dengan kelainan akut di toraks yang menyebabkan nyeri perut.
Umumnya pada anamnesis nyata bahwa penyakit organ toraks tidak
didahului atau disertai dengan mual atau muntah. Kelainan perut
umumnya tidak mulai dengan panas tinggi atau menggigil (kecuali pada
apendisitis dan tifus abdominalis). sedangkan panas tinggi dengan gigilan
lazim ditemukan sebagai tanda awal pada kelainan akut toraks seperti
pleuritis. Pada pemeriksaan perut pun tidak ditemukan tanda rangsangan
peritoneum. (Sjamsuhidayat, 2004).
2.8.

Penatalaksanaan
Dengan

semakin

canggihnya

pemeriksaan

baik

pemeriksaan

radiologi dan endoskopi, tatalaksana pasien dengan akut abdomen juga


semakin luas selain terapi farmakologi, bedah, endoskopi, dan radiologi
intervensi serta terapi melalui laparoskopi merupakan modalitas yang
biasa dilakukan pada pasien dengan akut abdomen. Beberapa keadaan
akut abdomen dimana tindakan operasi bukan merupakan pilihan utama
adalah pada pankreatitis biliaris akut dimana setelah terapi antibiotik
yang adekuat drainage bilier melalui endoskopi harus dilakukan.
(Sudoyo dkk, 2006).
Keadaan dimana pendekatan radiologi menjadi pilihan pertama yaitu
pada abses hati dimana aspirasi abses melalui ultrasonografi abdomen
harus dilakukan bersamaan dengan terapi antibiotik. (Sudoyo dkk,
2006).
Secara umum pada akhirnya penanganan pasien dengan akut
abdomen adalah menentukan apakah pasien tersebut merupakan kasus
bedah yang harus dilakukan tindakan operasi atau jika tindakan bedah

20

tidak perlu dilakukan segera, kapan kasus tersebut harus dilakukan


tindakan bedah. (Sudoyo dkk, 2006).

BAB III
PENUTUP

21

III.I. Kesimpulan
akut abdomen adalah penyakit yang disebabkan oleh nyeri yang timbul
akibat masalah bedah dan non bedah serta terjadi secara tiba tiba.
Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain apendisitis, kolik bilier,
kolisistitis, divertikulitis, obstruksi usus, perforasi viskus, pankreatitis,
peritonitis, salpingitis, adenitis mesenterika, dan kolik renal. Akut
abdomen terjadi karena nyeri abdomen yang timbul tiba-tiba atau sudah
berlangsung lama. Nyeri abdomen ini dapat berupa nyeri viseral maupun
nyeri somatik dan dapat berasal dari berbagai proses pada berbagai
organ di rongga perut atau di luar rongga perut, misalnya di rongga dada.
Jenis nyeri perut ada 2 macam yaitu nyeri perut visceral dan somatik.
Sedangkan berdasarkan sifatnya terdiri dari nyeri alih, proyeksi,
hiperestesia, kontinyu, kolik, iskemik, dan nyeri pindah. Onset nyeri dapat
digambarkan dalam bahasa mendadak (dalam detik), cepat (dalam jam),
dan perlahan (dalam beberapa jam).
Gejala abdomen akut yang utama adalah nyeri. Selain nyeri yaitu
muntah, konstipasi, peristalsis usus menurun, pelvis appendisitis dan
tenesmus.
Diagnosis akut abdomen berdasarkan anamnesis yaitu ditemukannya
gejala-gejala seperti yang disebutkan di atas, pada pemeriksaan fisik pada
pasien dengan keluhan nyeri perut harus dilakukan pemeriksaan colok
dubur dan pemeriksaan vaginal. Untuk penegakkan diagnosis pada pasien
akut abdomen adalah harus dengan pemeriksaan penunjang.
Secara umum pada akhirnya penanganan pasien dengan akut
abdomen adalah dengan tindakan bedah.

III.2. Saran
Dalam menangani pasien dengan akut abdomen seefektif mungkin,
seorang klinisi harus selalu mengingat bahwa terdapat banyak penyakit

22

yang dapat menimbulkan nyeri abdomen. Terlebih lagi, di antara berbagai


penyakit tersebut, terdapat kondisi yang memerlukan tindakan bedah, dan
beberapa di antaranya tidak. Oleh karena itu, terkait penatalaksanaan akut
abdomen, untuk menegakkan diagnosia dan tindakan yang akan dilakukan
baik operatif maupun non operatif maka harus dilakukan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang agar tindakan bedah yang tepat dapat
diberikan.

Anda mungkin juga menyukai