Anda di halaman 1dari 15

REFLEKSI KASUS PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN

BLOK HPK 276

Puskesmas Gunung Sari Cirebon

Kasmawi

110170035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS


SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON

2014
REFLEKSI KASUS

1. DESKRIPSI PENGALAMAN

STATUS PASIEN

ANAMNESIS
Identitas pasien
Nama : Aditya Pratama
Usia : 5 tahun
Status : anak pertama dari dua bersaudara
Alamat : Jl. Kembang, gang Mangga Rt/ Rw
Pengantar : neneknya
Keluhan Umum
Panas dan cacar air di seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang
Panas sudah 5 hari yang lalu, panas malam hari naik, pagi-siang
mendingan, tidak menggigil, pasien masih bisa bermain seperti biasa,
belum diobati, faktor yang memperingan dan memperberat panas tidak
tahu (pengantar). Cacar air diseluruh tubuh dan gatal, pengantar dan pasien
tidak tahu kapan muncul, mual (+), muntah (+) tidak berdarah berwarna
kuning, muntah tidak tentu, batuk (-), sakit perut diepigastrium (pasien)
Riwayat Penyakit Dahulu
Dua bulan yang lalu pernah seperti ini, sudah diobati dan sembuh
(Pengantar).
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang seperti ini, kecuali adiknya sama seperti
ini tetapi lebih dulu yang terkena pasien, adiknya tinggal di daerah Tegal
sehingga pengantar tidak tahu tentang riwayat penyakit adiknya, pasien
datang tadi malam dengan ayahnya. Teman bermain di daerah Tegal
banyak yang terkena cacar air.
Riwayat imunisasi
Imunisasi dasar lengkap (BCG, hepatitis B, DPT, polio ) kecuali
campak, pengantar tidak tahu sudah berapa kali diberikan imunisasi dari
masing-masing imunisai yang sudah diberikan.
Tinjauan sistem tubuh
Nafsu makan menurun, buang air besar tidak ada masalah, buang
air kecil tidak masalah

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
Berat Badan : 14 kg
Tanda - Tanda Vital :
a. Suhu : 37,1 oc
b. Nadi : 124 kali/menit, reguler dan kuat
c. Napas : 32 kali/ menit
d. Tekanan Darah : tidak diukur
Pemeriksaan kepala leher :
a. Mata : konjungtiva ananemis
Sklera anikterik
b. Hidung : pernapasan cuping hidung (-)
c. Bibir : tidak sianosis
d. Lidah : berselaput warna putih ditengah
e. Mulut : tidak ada lesi kulit di selaput lendir dan tidak ada tanda
peradangan
Pemeriksaan torak :
a. inspeksi : kelainan kulit (makula, papula, vesikel, pustul dan krusta),
tidak ada retraksi, simetris tidak ada yang tertinggal
b. auskultasi : jantung dan paru normal tidak ada suara tambahan
Pemeriksaan abdomen :
a. inspeksi : perut datar, kelainan kulit (makula, papula, vesikel, pustul
dan krusta), garakan peristaltik tidak tampak
b. auskultasi : bising usus 31 kali/menit
c. palpasi : tidak ada nyeri tekan
Kulit : makula, papula, vesikel, krusta si seluruh tubuh (disseminata)

DIAGNOSIS BANDING
Varicella, variola dan impetigo

DIAGNOSIS KERJA
Varicella

TERAPI DAN EDUKASI


- Chlorpheniramine Maleate CTM
- Domperidon
- Antasida
- Acyclovir
- Vitamin B compleks
- Banyak minum, minum susu dan banyak makanan bergizi (nasi, buah
dan sayur)
- Tidur dan bermain dipisah dengan orang lain atau keluarganya
terutama anak-anak lain

Setelah dilakukan anamnesis maka dapat disimpulkan bahwa kasus ini dilatar
belakangi oleh beberapa faktor diantaranya :

1. Pasien tersebut belum diimunisasi varisela sedangkan umurnya sudah 5


tahun, sedangkan varisela atau cacar air banyak menyerang anak-anak,
imunisasi varisela berdasarkan jadwal imunisasi dari Ikatan Dokter
Indonesia (IDAI) tahun 2011, imunisasi varisela sebaiknya diberikan pada
umur > 12 bulan. Maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang
mempengaruhi pasien tersebut tidak di imunisasi adalah (Notoatmodjo,
2003 dan 2007)
- Kurangnya pengetahuan dari keluarga atau orang tua mengenai
pentingnya imunisasi varisela, bukan hanya imunisasi dasar lengkap
- Pengetahuan dari keluarga cukup atau tinggi mengenai imunisasi tetapi
ada faktor lain yang mempengaruhi tidak diimunisasinya anak tersebut
seperti dari segi ekonomi atau kesadaran dari keluarganya kurang
bahwasanya imunisasi itu penting
- Kurangnya promosi atau penyuluhan dari tenaga kesehatan atau
puskesmas mengenai imunisasi
2. Di daerahnya banyak teman-temanya yang terkena cacar air (varicella)
sedangkan penularan varicella melalui kontak langsung dengan lesi kulit
dan udara (droplet inhalasi). Maka dapat disimpulkan penularan terjadi
karena (Notoatmodjo, 2003 dan 2007) :
- Kurangnya pengetahuan dari keluarga atau masyarakat di daerahnya
(Tegal) tentang penyakit cacar air yang dapat menular
- Keluarga atau masyarakat di daerahnya (Tegal) pengetahuannya cukup
atau tinggi mengenai penyakit cacar air tetapi kesadaran dari
masyarakat kurang sehingga sikap dan perilaku dari masyarakat
tersebut membiarkan anak yang sudah menderita bermain dengan anak
yang tidak menderita
- Kurangnya promosi atau penyuluhan dari tenaga kesehatan setempat
mengenai penyakit cacar air sehingga pengetahuan masyarakat kurang

2. ANALISIS KASUS
Saat malakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, terapi dan edukasi saya
merasa banyak kekurangan diantaranya :
- Anamnesis masih kurang terarah kediagnosis
- Pemeriksaan fisik kulit dan interpretasinya (efloresensi) masih kurang
- Obat yang diberikan hanya sebatas nama obat tidak tahu dosisnya
- Edukasi kurang lengkap
- Tidak memanfaatkan waktu dengan tepat sehingga pasien merasa bosan
- Belum bisa membuat pasien merasa tenang
Berdasarkan kekurangan diatas, tujuan saya adalah :
- Dapat melakukan anamnesis secara sistematis dan terarah
- Dapat melakukan pemeriksaan fisik kulit (efloresensi) secara lengkap dan
tepat sampai interpretasinya
- Dapat mendiagnosis secara tepat
- Dapat memberikan obat yang lengkap dan sesuai dengan simptom dan
diagnosis
- Dapat memberikan edukasi yang tepat, lengkap dan jelas sehingga pasien
mengerti dan memahami hal-hal apa saja yang perlu dilakukan
- Dapat memanfaatkan waktu sehingga pasien tidak bosan
- Dapat membuat pasien merasa senang, tenang dan percaya terhadap kita,
karena ketiga hal inilah yang sangat - sangat penting dimiliki oleh setiap
dokter
Kasus yang saya dapat adalah varicella (cacar air) yaitu penyakit menular
akut yang disebabkan oleh infeksi primer Varicella Zoster Virus (VZV). Penyakit
ini terutama mengenai anak-anak dan sangat menular, dapat melalui kontak
langsung dengan lesi, tetapi terutama melalui udara (droplet infection). Masa
inkubasi pada pasien imunokompeten 10-21 hari, sedangkan pada pasien
imunokompromais lebih singkat, yakni kurang dari 14 hari (Emmy, 2005).
Varicella Zoster Virus (VZV) masuk melalui saluran pernapasan dan konjungtiva
sampai terbentuknya kelainan kulit. Gejala yang muncul dari varicella (cacar air)
yaitu gejala prodormal 2 3 hari sebelum lesi kulit muncul berupa demam,
malaise, anoreksia dan sakit kepala. Tetapi pada anak2 sering tidak disertai gejala
prodormal. Gejala prodormal kemudian diikuti lesi kulit yang pertama kali
muncul di kepala, kemudian menyebar cepat ke badan dan ektremitas.
Konsentrasi tertinggi di daerah badan sehingga memberikan gambaran dsitribusi
sentral. Lesi ini disertai dengan pruritus (gatal) yang biasanya timbul selama
vesikel terbentuk. Lesi juga dapat terjadi pada selaput lendir orofaring, saluran
pernapasan, vagina, konjungtiva dan kornea. Lesi awal berupa makula eritematosa
yang cepat menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta dalam beberapa hari.
Gambaran khasnya adalah terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan pada
satu saat (polimorf) (Emmy, 2005 dan CDC, 2007)
Berdasarkan keluhan dari hasil anamnesis seperti panas (demam), mual
(+), muntah (+), sakit perut di epigastrium, dan gatal. Serta dari hasil pemeriksaan
fisik seperti suhu (37,1 oc) dan lesi kulit secara bersamaan berupa makula
eritematosa, papul, vesikel, pustul, dan krusta diseluruh tubuh. Maka terapi dan
edukasi yang diberikan adalah
- Chlorpheniramine Maleate CTM untuk mengurangi pruritus (gatal)
- Domperidon untuk antimuntah
- Antasida untuk mengurangi sakit perut
- Acyclovir sebagai anti virus
- Vitamin B compleks untuk menambah energi
- Banyak minum, minum susu dan banyak makanan bergizi (nasi, buah dan
sayur) sebagai asupan bergizi
- Tidur dan bermain dipisah dengan orang lain atau keluarganya terutama
anak-anak lain untuk mencegah penularan
Terapi yang saya berikan sesuai dengan keluhan dari pasien dan hasil
pemeriksaan fisik untuk mengurangi rasa sakit dan tidak enak dari pasien, serta
mengurangi kekuatiran dari keluarganya. Sehingga diharapkan terapi yang saya
berikan berguna bagi pasien untuk mengurangi keluhan yang membuat pasien
tersebut merasa tidak enak atau sakit. Serta mengurangi kekuatiran dari
keluarganya bahwasanya panyakit tersebut dapat sembuh dan pasein dapat
beraktivitas seperti biasanya. Tujuan akhir dari terapi tersebut yaitu membuat
pasien dan keluarganya senang. Selain itu terapi yang saya berikan juga
diharapakan dapat berguna bagi saya dalam menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan untuk kedepanya.
Ketika mendapat kasus ini, saya merasa iba atau kasihan terhadap apa
yang menimpa anak tersebut dan keluarganya (adikya). Tetapi dilain sisi kasus ini
berguna untuk menambah ilmu, wawasan dan pengalaman saya dalam
berinteraksi dengan pasien dan keluarganya, yang nantinya diharapkan apabila
saya dapat kasus yang sama, saya lebih profesional dalam menggali riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, terapi dan edukasi serta tidak bingung dalam
menghadapi kasus tersebut.
Ketika berinteraksi dengan pasien dan keluarganya saya melihat pasien
tersebut tampak tidak enak atau sakit sehingga pasien tersebut merasa gelisah
karena efek dari penyakit tersebut yang menibulkan gejala. Saya juga melihat
keluarga yang mengantar (neneknya) merasa kuatir terhadap keadaan anak
tersebut.

3. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN


Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun
jenis kelamin. Terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun
terutama usia 3 6 tahun dan hanya sekitar 2 % terjadi pada orang dewasa. Di
Amerika, sering terjadi pada anakanak dibawah usia 10 tahun dan 5 % kasus
terjadi pada usia lebih dari 15 tahun dan di Jepang umumnya terjadi pada anak-
anak dibawah usia 6 tahun sebanyak 81,4 % (Ramona, 2008).
Sekitar 50% kasus terjadi pada anak-anak usia 5-9 tahun, banyak pula
ditemukan pada usia 1 - 4 tahun dan 10-14 tahun. Pada 11.000 kasus diperlukan
perawatan di rumah sakit dan 100 meninggal setiap tahunnya. Perinatal varicela
dengan kematian dapat terjadi apabila ibu hamil terjangkit varicela pada 5 hari
sebelum melahirkan atau 48 jam setelah melahirkan. Kematian berkaitan dengan
rendahnya sistem imununitas pada neonatus. Kongenital ditandai dengan
hipoplasia ekstremitas, lesi kulit, dan mikrosefali (Martin, 2009).
Pada anak yang imunokompeten, biasanya dijumpai yang ringan sehingga
jarang dijumpai komplikasi. Komplikasi yang dapat dijumpai yaitu (Ramona,
2008) :
A. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang
berkisar antara 5 10 %. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk
organisme yang virulen dan apabila infeksi meluas dapat menimbulkan
impetigo, furunkel, cellilitis, dan erysepeleas. Organisme infeksius yang
sering menjadi penyebabnya adalah streptococcus grup A dan
staphylococcus aureus.
B. Scar
Timbulnya scar berhubungan dengan infeksi streptococcus dan
staphylococcus.
C. Penumonia
Dapat timbul pada anak-anak yang lebih tua dan pada orang
dewasa, yang dapat menibulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden
pneumonia sekitar 1 : 400 kasus.
D. Neurologik
a. Akut postinfeksius cerebellar ataxia
Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2 -3 minggu
setelah timbulnya . Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.
manifestasi dari komplikasi ini berupa tidak dapat mempertahankan
posisi berdiri hingga tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya
koordinasi dan dysarthria. Insidennya berkisar 1 : 4000 kasus.
b. Encephalitis
Encephalitis merupakan komplikasi yang serius dimana angka
kematian berkisar 5 20 %. Insiden terjadinya encephalitis berkisar
1,7 / 100.000 penderita. Gejala ini sering timbul selamam terjadinya
akut yaitu beberapa hari setelah timbulnya ruam. Lethargy,
drowsiness dan confusion adalah gejala yang sering dijumpai.
Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan encephalitis
yang cepat dapat menimbulkan koma.
E. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari yang tibul beberapa bulan hingga
tahun setelah terjadinya infeksi primer. Ini terjadi kerika penderita
mengalami immunocompromised. Karena saat gejala klinis dari
menghilang itu bukan merupakan tanda dari hilangnya virus dalam tubuh,
tetapi zoster menetap pada ganglion sensoris, dan akan menimbulkan
kembali gejala ketika penderita mengalami immunocompromised yang
disebut sebagai herpes zoster.
F. Reye Syndrome
Keadaan ini berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi
setelah digunakan acetominophen (antipiretik) secara luas, kasus reye
sindrom meulai jarang ditemukan. Reye sindrom ditandai dengan fatty
liver dengan encephalophaty.
Penelitian di Taiwan pada tahun 2011, menyatakan varisela terjadi
biasanya di musim dingin. Diantara 21.829 kasus di rumah sakit, 561 (2,57%)
memiliki komplikasi sistem saraf pusat, 2721 (12,47%) komplikasi kulit atau
infeksi jaringan lunak, 4740 (21,71%) komplikasi infeksi saluran pernapasan
bawah, 493 (2,26%) komplikasi hematologi, 281 (1,29%) komplikasi septikemia
atau bakteremia, dan 721 (3,30%) komplikasi hepatitis (Luan Yin Chang, 2011).
Pencegahan ditujukan pad kelompok beresiko tinggi untuk menderita yang fatal
seperti neonatus, pubertas ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah
ataupun mengurangi gejala . Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu
A. Imunisasi pasif
Menggunakan VZIG (zoster immunoglobulin)
Pemberianya dalam waktu 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan
VZV (virus varicella zoster), pada anak-anak imunokompeten terbukti
mencegah sedangkan anak imunokompromais pemberian VZIG
(zoster immunoglobulin) dapat meringankan gejala .
VZIG (zoster immunoglobulin) dapat diberikan pada yaitu :
- Anak-anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita
atau herpes zoster
- Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita atau
herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV (virus
varicella zoster)
- Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita dalam kurun
waktu 5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan
- Bayi prematur dan bayi usia 14 hari yang ibunya belum pernah
menderita atau herpes zoster
- Anak-anak yang menderita leukimia atau lymphoma yang belum
pernah menderita
- Dosis 125 U/ 10 kg BB, dosis minimum 125 U dan sosis
maksimal 625 U. Pemberian secara IM, perlindungan yang
didapat hanya bersifat sementara
B. Imunisasi aktif (Varivax)
Vaksinasinya menggunakan vaksin virus dan kekebalan yang
didapat dapat bertahan hingga 10 tahun. Daya proteksi dari imunisasi aktif
dalam melawan berkisar antara 71 100 %. Vaksin efektif jika diberikan
pada umur 1 tahun dan direkomendasikan diberikan pada usia 12 18
bulan. anak yang berusia 13 tahun yang tidak menderita
direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak yang lebih tua
diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4 8 minggu. Pemberian secara
subkutan. Tidak boleh diberikan padan wanita hamil oleh karen dapat
menyebabkan terjadinya kongenital . Efek samping dari imunisasi aktif
kadang-kadang dapat timbul demam ataupun reaksi lokal seperti ruam
makulopapular atau vesikel, terjadi pad 3 5 % anak-anak dan timbul 10
21 hari setelah pemberian pada lokasi penyuntikan.
Pada anak imunokompeten tanpa diserrtai komplikasi prognosis biasanya
sangat baik, sedangkan pada anak imunokompromais, angka morbiditas dan
mortalitasnya signifikan.

4. ALTERNATIF LAIN
Seperti yang dijelaskan diatas, saya mempunyai beberapa tujuan setelah
dapat kasus varicella. Salah satunya adalah dapat memberikan terapi yang sesuai
dan lengkap.
Pasien yang saya dapat adalah pasien imunokompeten, sehingga terapi
tidak memerlukan pengobatan yang spesifik dan pengobatan yang diberikan
bersifat simptomatis serta pemberian antivirus, pemgobatan tersebut yaitu
- Lesi berbentuk vesikel dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah.
Misal Bedak Salisil 1% dan sejenisnya.
- Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan
salep antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi skunder. Misal
Eritromisin dosis anak: 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis),
selama sedikitnya 4 hari.
- Gatal dapat diberikan CTM (chlorpheniramine) 4 mg, dosis dewasa 1
kaplet 3 4 kali / hari, dosis usia 6 12 tahun : 0,5 1 kaplet 3 4 kali
perhari
- Dapat diberikan antipiretik dan anlgetik, tetapi tidak boleh golongan
salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya sindrom Reye
Parasetamol
anak 10 15 mg/kgBB/ kali diberikan 3 -4 kali/hari
dewasa 500 1000 mg / hari dosis maksimal 4000 mg / hari
- Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi
skunder akibat garukan
- Obat antivirus yang dapat diberikan :
Pemberian antivirus untuk mengurangi lama sakit, keparahan dan
waktu penyembuhan akan lebih singkat
Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari
48 72 jam setelah erupsi kulit muncul
Golongan antivirus yang dapat diberikan yaitu asiklovir,
valasiklovir dan famasiklovir
Acyclovir dosis dewasa: 5 800 mg selama 7 10 hari. Dosis
Anak : 20 mg / kg BB / dosis, max 800mg, pemberian 4 kali sehari
selama 5 hari

KESIMPULAN
Saya iba melihat pasien yang terkena varicella, apalagi pasien masih anak-
anak, tetapi dilain sisi dengan adanya kasus ini, saya bisa lebih mengerti dan
memahami tentang varicella. Kasus tersebut saya jadikan sebagai pelajaran yang
nantinya apabila dapat kasus yang sama, saya bisa mendiagnosis dan memberikan
terapi yang tepat dan lengkap. Tentunya untuk bisa seperti itu, saya tidak boleh
berhenti disini, tetapi harus mempelajari lagi tentang varicella baik definisi,
etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, terapi, pencegahan, prognosis.
Kasus varicella yang saya dapat memberikan pola pikir saya untuk belajar
secara mind mapping karena dengan begitu seorang dokter dapat mendiagnosis
dengan cepat dan tepat, yang nantinya akan mempengaruhi terapi dan edukasi.
Selain itu kasus ini mengajarkan bahwasanya sebagai seorang dokter bukan hanya
pandai dalam hal mendiagnosis dan terapi, tetapi ada unsur penting lainya yang
sangat penting dan wajib dimiliki oleh setiap dokter salah satunya seorang dokter
harus bersikap sopan santun, tatakrama, empati, simpati terhadap keadaan pasien
sehingga pasien merasa nyaman dan terciptalah rasa saling percaya antara dokter
dan pasien, karena itu akan mempengaruhi sugesti pasien. Untuk bisa atau
mempunyai sikap seperti diatas seorang dokter harus bisa menilai perasaan pasien
dan harus di dasari dengan pedoman tentunya dari ilmu spiritual yang didapat dari
agama.
Kasus diatas memberi atau mengingatkan saya sebagai calon dokter, kalau
saya masih banyak kekurangan baik dari segi teori maupun dari segi skill dan
pengalaman. Sehingga saya harus lebih giat dan sering belajar serta berinteraksi
dengan pasien, agar tidak terjadi kesalahan ketika saya sudah menjadi seorang
dokter.
Kedokteran adalah suatu seni, sering kali orang menganggap dokter adalah
orang yang bisa menyembuhkan. Padahal sebenarnya dokter hanya bisa
"berusaha" menyembuhkan. Dalam proses penyembuhan tersebut, disinilah
seorang dokter akan memulai karya seninya. Namun, ini bukan berarti karya seni
yang asal - asalan, tapi adalah suatu karya seni yang sangat istimewa dan
diciptakan dengan pedoman Knowladge, experience, dan selalu mengandalkan
Tuhan. Ketika interaksi antara seorang dokter dengan pasien yang di dasari
dengan moral terjalin, terciptalah disitu sambung rasa dan rasa saling percaya
antara dokter dengan pasien. Disinilah sisi humanis dari profesi dokter. Sisi
humanis sangat penting dimiliki oleh setiap dokter.

DAFTAR PUSTAKA
CDC. 2007. Prevention of varicella: recommendations of the Advisory Committee
on Immunization Practices (ACIP). MMWR

Dr. Ramona Dumasari Lubis, SpKK. 2008. Varicella dan Herpes Zoster.
Departemen Ilmi Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara 2008

Emmy S. Sjamsoe Daili, Sri Linuwih Menaldi dan I Made Wisnu. 2005. Penyakit
Kluit Yang Umum di Indonesia. PT Medical Multimedia Indonesia Jakarta Pusat

Jadwal imunisasi anak umur 0 18 tahun. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak


Indonesia (IDAI) tahun 2011

Luan-yin chang, li-min huang, I-shou chang dan fang-yu tsai. 2011.
Epidemiological characteristics of varicella from 2000 to 2008 and the impact of
nationwide immunization in Taiwan. BMC [Accessed 24 januari 2014].

Martin kurniawan, Norberta dessy dan matheus tatang. 2009. Varicella pada
anak. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Jl. Boulevard
Jend.Sudirman, Lippo Karawaci, Tangerang, Indonesia.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan Masyarakat. Rineka


Cipta: Jakarta. pp. 114-134.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta:


Jakarta. pp. 142-144

Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni . Rineka Cipta:


Jakarta. pp. 143-146

Anda mungkin juga menyukai