Anda di halaman 1dari 8

KHAWARIJ,MU'TAZILAH, SYI'AH , MURJI'AH dan JABARIYAH bagian 1

Tak bisa kita pungkiri kita hidup di zaman di mana Islam di pahami dengan berbagai macam
pemahaman,yang dari sana kemudian melahirkan banyak firqoh,golongan,kelompok, gerakan
dan semacamnya.
Tulisan ini akan di awali dengan mengenal berbagai macam pemahaman di masa lalu mulai
dari KHAWARIJ,MUTAZILAH,SYIAH,MURJIAH ,JABARIYAH,dan sebagainya . sebagian
pemahaman itu telah di anggap berlalu meski kenyataannya pemahaman itu masih di anut
oleh banyak orang dan kelompok di masa sekarang.Istilahnya hanya beda nama tapi
hakikatnya sama.Hanya mungkin Syiah yang tetap ada sampai sekarang (tidak berganti
nama).
Tulisan INI Insya Alloh nanti akan di lanjutkan dengan mengenal berbagai firqoh di masa
sekarang apa itu IKHWANUL MUSLIMIN, HIZBUT THAHRIR, JAMAAH TABLIGH .
Sebelum kita membahas secara singkat apa itu khawarij,mutazilah,dan seterusnya.ada tulisan
tentang bagaimana awal mula Islam pecah menjadi beberapa pemahaman.
Dan seandainya Tuhanmu mau, niscaya Dia jadikan manusia itu umat yang satu, tetapi
mereka senantiasa berselisih, kecuali yang dirahmati Tuhanmu. (QS. Hud: 118-119)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, Allah mengabarkan bahwa Dia mampu menjadikan
manusia seluruhnya satu umat, baik dalam keimanan atau kekufuran, sebagaimana firmanNya
yang lain, Seandainya Tuhanmu kehendaki niscaya berimanlahlah semua manusia di bumi.
Lalu firmanNya tetapi mereka senantiasa berselisih, kecuali yang dirahmati Tuhanmu artinya
perbedaan akan senantiasa terjadi antara manusia, baik tentang agama, keyakinan, millah,
madzhab, dan pendapat-pendapat mereka. Berkata Ikrimah, Mereka berbeda dalam
petunjuk. Berkata Hasan al Bashri, Mereka berbeda dalam hal jatah rezeki, saling
memberikan upah satu sama lain. Yang masyhur dan benar adalah pendapat pertama
(Ikrimah). (Imam Ibnu Katsir, Tafsir al Quran al Azhim, II/465) bahkan Imam Hasan al Bashri
radhiallahu anhu mengatakan Allah menciptakan manusia untuk berbeda, adapun Ibnu Abbas
dan Thawus bin Kaisan radhiallahu anhuma mengatakan untuk rahmatlah mereka diciptakan.
Pada mulanya Islam hanyalah satu, yaitu yang dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam, lalu dilanjutkan oleh orang-orang beriman setelahnya yakni para
sahabat Ridhwanullah Alaihim Ajmain. Kelak, jalan inilah yang ditempuh oleh Ahlus Sunnah
wal Jamaah. Adapun jalan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
dan para sahabatnya adalah jalan syetan yang dilakukan para ahli bidah yang sesat, yang
akan memecah belah umat Islam, sebagaimana yang digambarkan oleh Al Quran dan Al
Hadits.
Allah Taala berfirman:
Dan sesungguhnya inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), yang akan memecahbelahkan kamu dari jalanNya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al Anam: 153)
Tetang ayat ini Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Masud Radhiallahu Anhu,
katanya, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membuat garis lurus dengan
tangannya lalu ia membaca Dan sesungguhnya inilah jalanKu yang lurus lalu ia membuat
garis di kanan dan kiri garis lurus tersebut lalu bersabda, Inilah jalan yang tidak ada darinya
kecuali pasti dilalui syetan yang selalu menyeru ke jalan itu. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al
Quran Al Azhim, II/190)
Sementara itu kita juga diperintah untuk mengikuti jalan para sahabat, firman Allah Taala
yang lain:

Katakanlah, Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang
musyrik. (QS. Yusuf: 108)
Dalam tafsir dikatakan, Inilah jalanku dalam dawahku, di atas keyakinan dan hujjah yang
jelas, kepadanyalah seruan seluruh sahabatku dan orang-orang yang beriman kepadaku.
(Khalid Abdurrahman al Ik, Shafwatul Bayan li Maanil Quranil Karim, hal. 248)
INILAH AWAL MULANYA.
Dalam perkembangan selanjutnya, pasca perselisihan pengikut Ali bin Abi Thalib radhiallahu
anhu dan pengikut Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu anhu, umat terpecah menjadi
banyak kelompok. Khususnya setelah perundingan antara Abu Musa al Asyary (utusan dari
Ali) dengan Amr bin al Ash (utusan dari Muawiyah). Mereka berdua sepakat bahwa keduaduanya (Ali dan Muawiyah) dicopot dari jabatan khalifah, namun tiba-tiba Amr bin al Ash
kembali membaiat Muawiyah menjadi khalifah. Akhirnya pengikut Ali marah. Merekalah yang
selanjutnya disebut syiatu ali (pengikut Ali, Syiah), adapun kelompok manusia yang keluar
dari mereka semua adalah khawarij (dari kata kharaja, keluar), tidak mendukung Ali dan
Muawiyah, bahkan mengkafirkan mereka berdua karena menurut mereka- Ali dan Muawiyah
tidak menggunakan hukum Allah dalam memutuskan perdamaian, melainkan menggunakan
hukum manusia (Abu Musa dan Amr bin al Ash), sebenarnya cikal bakal khawarij sudah ada
pada masa Rasulullah hidup.
Sedangkan, kelompok mayoritas tetap memuliakan Ali dan Muawiyah, dan orang-orang yang
terlibat dalam perundingan, karena semuanya adalah sahabat nabi yang mulia, dan masingmasing punya keistimewaan. Para ulama mengatakan keduanya berijtihad, hanya saja pihak
yang benar adalah Ali, sedangkan Muawiyah keliru. Namun kesalahan dalam ijtihad
mendapatkan pahala satu. Sesungguhnya, kesalahan para sahabat tidaklah menutupi
segunung dan samudera kebaikan yang telah mereka persembahkan untuk Islam. itulah Ahlus
Sunnah wal Jamaah, mereka pertengahan dalam menilai masalah ini, dan masalah-masalah
lainnya.
Syaikh Said bin Ali Wahf al Qahthany berkata, Umat Islam adalah umat pertengahan
(wasath) di antara milah-milah yang ada, sebagaimana firmanNya, Dan demikianlah kami
jadikan kalian umatan wasathan, dan Ahlus Sunnah merupakan umat pertengahan di antara
firaq (kelompok-kelompok) yang disandarkan kepada Islam. (Said bin Ali Wahf al Qahthany,
Syarh al Aqidah al Wasithiyah Lisyaikhil Islam Ibni Taimiyah, hal. 48)
Jadi, perbedaan teologi dalam Islam, ternyata diawali polemik politik di antara sahabat yang
sebenarnya tidak seberapa, lalu dibesarkan oleh golongan munafik dan Yahudi (Abdullah bin
Saba ).
PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG DOSA DAN IMAN Melahirkan beberapa kelompok
sbb:
a.Al Haruriyah,
Bagi mereka, tidak dinamakan beriman kecuali orang yang menunaikan kewajiban-kewajiban
dan menjauhi dosa-dosa besar. Mereka katakan: Sesungguhnya agama dan iman adalah
ucapan, amal, dan keyakinan. Tetapi tidak bisa bertambah dan berkurang. Maka barangsiapa
yang melakukan dosa besar dia kafir di dunia dan di akhirat kekal di neraka, jika ia mati
sebelum bertobat.
Alharuriyah adalah salah satu sekte dari khawarij. di nisbatkan kepada daerah Harura, yaitu
daerah dekat Kufah (di Irak). Mereka berkumpuil di sana ketika mereka keluar dari
pemerintahan Ali Radhiallahu Anhu.
b. Al Mutazilah,

Bagi mereka, seseorang tidak dikatakan beriman kecuali ia menjalankan kewajiban-kewajiban


dan menjauhi dosa-dosa besar. Mereka berkata: sesungguhnya agama dan iman, adalah
ucapan, amal, dan keyakinan. Tetapi tidak bertambah dan tidak berkurang. Barangsiapa yang
melakukan dosa besar, maka kedudukannya diantara dua tempat (manzilah baina al
manzilatain) keluar dari iman tetapi tidak kafir- itu hukum di dunia. Sedangkan di akhirat
mereka kekal di neraka.
Terlihat ada dua persamaan dan dua perbedaan antara Khawarij dan Mutazilah.
Persamaannya adalah: Pertama, sama-sama mengingkari keimanan orang yang melakukan
dosa besar. Kedua, menganggap pelaku dosa besar masuk ke neraka kekal selamanya.
Perbedaannya adalah: Pertama, menurut khawarij pelaku doa besar adalah kafir, menurut
mutazilah mereka menyebutnya manzilah baina al manzilatain (posisinya di antara dua
tempat). Kedua, khawarij menghalalkan darah pelaku dosa besar, sedangkan mutazilah tidak.
c. Al Murjiah,
mereka mengatakan dosa tidaklah berdampak buruk bagi keimanan, sebagaimana ketaatan
tidaklah membawa manfaat bagi kekafiran. Mereka mengatakan iman itu hanyalah dibenarkan
di hati saja. Bagi mereka para pelaku dosa besar imannya tetap sempurna, dia tidak berhak
dimasukkan ke dalam neraka. Maka atas dasar ini, keimanan manusia paling fasiq sama saja
dengan keimanan manusia paling sempurna.
d. Al Jahmiyah
berpandangan kurang lebih seperti murjiah , bahwa bagi mereka pelaku dosa besar tetaplah
sempurna imannya, dan tidak berhak dimasukkan ke dalam neraka.
e. Ahlus Sunnah wal Jamaah,
mereka telah mendapatkan petunjuk Allah di atas kebenaran. Mereka mengatakan:
Sesungguhnya iman adalah ucapan dengan lisan, diamalkan dengan perbuatan nyata, dan
diyakini dalam hati. Bisa bertambah karena ketaatan, dan berkurang karena maksiat.
Adapun dosa besar menurut mereka, membuat keimanan seseorang berkurang (tidak
sempurna, pen), sesuai ukuran maksiat yang dilakukannya. Mereka tidak sampai mengingkari
secara total keimanan pelaku dosa besar sebagaimana khawarij dan mutazilah, tidak juga
mengatakan tetap sempurna keimanan pelaku dosa besar sebagaimana menurut Jahmiyah
dan Murjiah.
Adapun hukumnya di akhirat, para pelaku dosa besar itu tahta masyiatillah (di bawah
kehendak Allah), jika Allah kehendaki mereka akan masuk surga karena rahmat dan
karuniaNya. Jika Dia menghendaki mereka akan mendapat siksaan sesuai kadar maksiatnya
secara adil. Kemudian setelah suci, mereka akan dikeluarkan dari neraka lalu dimasukkan ke
dalam surga. Itu jika, dosa yang dilakukannya tidak sampai hal-hal yang membatalkan
keislamannya, atau ia menghalalkan apa yang Allah haramkan, atau mengharamkan apa yang
Allah halalkan. Ahlus Sunnah menghukumi bahwa seorang mumin (jika melakukan dosa
besar, pen) tidaklah kekal di neraka. Ini adalah pertengahan di antara khawarij dan mutazilah
yang mengatakan kekal di neraka, atau murjiah dan jahmiyah yang mengatakan pelaku dosa
tidaklah mendapat hukuman.
PERBEDAAN PENDAPAT MENGENAI SAHABAT Melahirkan kelompok-kelompok sbb:
a. Ar Rafidhah,

yaitu segolongan dari syiah, mereka melampaui batas (ghuluw) dalam memuliakan Ali
Radhiallahu Anhu dan Ahli Bait. Mereka memproklamirkan permusuhan terhadap mayoritas
sahabat nabi seperti yang tiga (Abu Bakar, Umar, dan Utsman), mengkafirkan mereka, dan
orang-orang yang mengikuti mereka, dan mengkafirkan orang-orang yang memerangi Ali
(yakni Aisyah dan pengikutnya ketika perang Jamal, atau Muawiyah dan pengikutnya dalam
perang Shiffin).
Mereka mengatakan sesungguhnya Ali adalah Imam yang mashum. Alasan kenapa mereka
dinamakan rafidhah, karena mereka meninggalkan (rafadhuu) Zaid bin Ali bin al Husein ketika
mereka mengatakan berlepas diri dari syaikhain (dua syaikh) yaitu Abu bakar dan Umar. Maka
Zaid berkata: Allah melindungi penolong kakekku (maksudnya Allah melindungi Abu Bakar
dan Umar, yang pernah menolong kakeknya, Ali bin Abi Thalib, pen). Karena itu, mereka
meninggalkannya, maka mereka dinamakan rafidhah.
Sedangkan kelompok Zaidiyah mereka mengatakan, kami mengikuti mereka berdua (Abu
Bakar dan Umar) dan berlepas diri dari orang yang memutuskan hubungan dengan mereka
berdua, dan mereka mengikuti Zaid bin Ali bin al Husein, karena itu mereka disebut Zaidiyah
(lebih tenar disebut syiah zaidiyah, syiah yang moderat).
b. Al Khawarij,
mereka menerima sebagian besar sahabat, namun mengkafirkan Ali, Muawiyah, dan orangorang yang bersama mereka berdua dari kalangan sahabat, dan memerangi mereka,
menghalalkan darah dan harta mereka.
c. An Nawashib,
mereka memproklamirkan permusuhan terhadap Ahli Bait dan melaknat apa-apa yang ada
pada mereka.
d. Ahlus Sunnah wal Jama
Allah memberi hidayah kepada mereka untuk tetap di atas kebenaran. Mereka bersikap tidak
melampaui batas terhadap Ali Radhiallahu Anhu dan Ahli bait, mereka tidak memusuhi para
sahabat Ridhwanullah Alaihim, tidak mengkafirkannya, tidak pula bersikap seperti golongan
Nawashib yang memusuhi Ahli bait.
Bahkan mereka mengetahui hak keseluruhan mereka dan keutamaannya, dan mengikuti
mereka serta mengutamakan mereka sesuai urutannya; Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali
Radhiallahu Anhum. Dan mereka tidak mau memasuki apa-apa (perselisihan) yang terjadi di
antara sahabat. Maka, mereka (Ahlus Sunnah) pertengahan antara ekstrimitas rafidhah atau
sikap keras khawarij. Sampai di sini.
MENGENAI ASMA WA SIFAT (NAMA DAN SIFAT ALLOH) Melahirkan berbagai
pendapat sbb:
a. Al Muathilah,
mereka melakukan tathil (mengingkari, meniadakan) nama dan sifat Allah. Bagi mereka Allah
tidak memiliki nama dan sifat, sebab jika memiliki keduanya, maka Allah sama dengan
makhluq. Inilah yang dilakukan oleh kelompok Jahmiyah (Jahm bin Shafwan) dan mutazilah.
b. Al Mujassimah wal Musyabbihah,
mereka menganggap Allah memiliki jism (wujud) seperti manusia. Mereka melakukan tasybih
(penyerupaan) dan tamtsil (perumpamaan) Allah dengan makhluk. Allah memiliki wajah
seperti wajah makhluk, tanganNya seperti makhluk, betisNya seperti makhluk, marahNya
seperti makhluk, tertawaNya seperti makhluk, bersemayamNya seperti makhluk, dan lain-lain.

c. Al Asyariyah (al Asyairah),


kelompok ini disandarkan kepada Imam Abu Hasan al Asyari radhiallahu anhu. Salah seorang
Imam Ahlus Sunnah. Dahulu, selama tiga puluh tahun ia bermadzhab mutazilah (mengingkari
asma dan sifat) karena pengaruh ayah tirinya seorang tokoh mutazilah zaman itu, yaitu Ali al
Jubai. Lalu ia bertobat menuju Ahlus Sunnah, yaitu ia mengakui asma dan sifat Allah
Tabaraka wa Taala, namun ia memberikan tawil (arti-tafsir) terhadap asma dan sifat tersebut.
Fase selanjutnya, yaitu pada akhir hayatnya, ia meninggalkan tawil secara total terhadap
asma dan sifat, ia mengikuti manhaj salaf yaitu itsbat (menetapkan dan mengukuhkan)
adanya asma dan sifat. Sebagaimana tertera dalam kitabnya yang terakhir yakni Al Ibanah fi
Ushulid Diyanah. Jadi, ia melalui tiga fase kehidupan bermadzhab, pertama, menjadi
mutazilah, kedua, menjadi Ahlus Sunnah tetapi masih mentawil, ketiga, menjadi Ahlus
Sunnah secara sempurna tanpa tawil sama sekali. Nah, Asyariyah adalah golongan yang
mengikuti Imam al Asyary pada fase hidupnya yang kedua, masih melakukan tawil. Jadi,
tidak selalu sama antara Asyariyah dengan Imam al Asyari.
DALAM MASALAH TAKDIR
a. Al Jabariyah,
mereka adalah golongan jahmiyah yang mengatakan bahwa manusia menerima begitu saja
(dipaksa-majbur) atas perbuatannya, gerakannya, bahkan seluruh gerakannya hingga
gemetar dan keringatnya adalah perbuatan Allah.
b. Al Qadariyah,
mereka adalah mutazilah yang mengikuti Mabad bin al Juhni dan orang-orang yang sepakat
dengan mereka. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya manusia menciptakan
perbuatannya sendiri bukan karena kehendak Allah, mereka mengingkari jika dikatakan Allah
yang menciptakan perbuatan hamba-hambaNya. Mereka juga mengatakan: Allah tidak
menolaknya juga tidak menghendakinya.
c. Ahlus Sunnah wal Jamaah,
Allah memberikan petunjuk kepada Ahlus Sunnah untuk menjadikan mereka pertengahan di
antara dua kelompok di atas. Mereka mengatakan: Allah menciptakan manusia dan
perbuatannya. Manusialah yang melakukan hakikatnya, dan mereka dianugerahi kehendak
dan kemauan (qudrah) untuk berbuat. Allah-lah yang menciptakan mereka dan menciptakan
kehendak (qudrah) tersebut . Allah Azza wa Jalla berfirman:
Dan Allah yang menciptakanmu dan apa-apa yang kamu lakukan (QS. Ash Shafat: 96).
Ahlus Sunnah menetapkan bahwa bagi manusia memiliki kehendak dan kemampuan untuk
menentukan pilihan sesuai kehendak Allah Taala.
Sebagaimana firmanNya:
(Yaitu) bagi siapa saja di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus, dan kamu tidak
dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan sekalian
alam. (QS. At Takwir: 28-29)
AHLUS SUNNAH WALJAMAAH
Atau sering juga disebut thaifah manshurah (kelompok yang ditolong), firqah an najiyah
(golongan yang selamat), sawadul azham (kelompok yang besar), salafiyah (umat terdahulu)
dan isitilah inilah yang dimustahabkan oleh Imam Ibnu Taimiyah. Pengikut Ahlus Sunnah
disebut sunni.
Definisi:

Tidak ada satu pun ayat dan hadits yang menyebut nama Ahlus Sunnah wal Jamaah secara
langsung. Istilah tersebut merupakan racikan dari beberapa hadits. As Sunnah adalah thariqah
(jalan) yang ditempuh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam , sahabatnya, dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Al Jamaah secara bahasa adalah kaum yang berkumpul, namun yang dimaksud oleh aqidah ini
adalah orang-orang terdahulu (salaf) dari umat ini, dari kalangan sahabat, dan orang yang
mengikuti mereka dengan baik walau pun seorang diri namun tetap teguh di atas kebenaran
yang dianut jamaah tersebut. (Syarh al Aqidah al Wasithiyah, hal. 10-11)
Abdullah bin Masud Radhilallahu Anhu berkata, Jamaah adalah apa-apa yang menyepakati
kebenaran walau engkau seorang diri. (Imam Ibnul Qayyim, Ighatsatul lahfan min
Mashayidisy Syaithan, I/70)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda. Sebaik-baik manusia adalah zamanku
(yakni para sahabat), kemudian setelahnya (para tabiin), kemudian setelahnya (tabiut
tabiin) (HR. Bukhari (5/199,7/6,9/460), Muslim (7/184-185), Ibnu Majah (2/63-64), Ahmad
(1/378, 417), dari Abdullah bin Masud Radhiallahu Anhu. Lihat Syaikh al Albany, dalam
Sisilah al Ahadits Ash Shahihah no. 700)
Dari Irbadh bin Sariyah Radhialllahu Anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda,Barangsiapa yang hidup setelah aku mati, kalian akan melihat banyak perselisihan,
maka peganglah sunahku dan sunah khulafaur rasyidin setelahku, berpegangteguhlah
padanya, dan gigit dengan geraham kalian. (HR. at Tirmidzi, menurutnya hasan shahih)
Rasulullah juga bersabda,Sesungguhnya Bani Israel terpecah menjadi tujuh puluh dua
golongan, sedangkan umatku menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semua di neraka kecuali
satu golongan, yaitu al jamaah. Mereka bertanya, golongan apa itu? Beliau menjawab,
apa-apa yang aku dan sahabatku ada di atasnya. (HR. Tirmidzi dari Ibnu Umar, menurutnya
hasan gharib, tidak dikenal kecuali dari sisi ini. Hadits tentang perpecahan umat juga
diriwayatkan oleh yang lain seperti Ibnu Majah dari Auf bin Malik tetapi tanpa teks kecuali
jamaah (2/1322), dishahihkan Syaikh al Albany dalam Shahihul Jami (1/357I) dan Ash
Shahihah no. 1492., Imam Ahmad (4/402), Abu Daud, Aunul Mabud (12/340).
Menurut Ibnu Taimiyah hadits ini shahih, menurut Ibnu hajar al Asqalany; hasan shahih.
Sedangkan menurut Imam Ibnu Hazm hadits ini maudhu (palsu) juga menurut Imam Ibnul
Wazir al Yamany, bahkan dicurigai hadits ini riwayatkan orang mulhid (ateis), Syaikh Yusuf al
Qaradhawy juga meragukan hadits ini)
Dari Mughirah bin Syubah Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda,Senantiasa ada segolongan orang dari umatku yang tegak di atas kebenaran, orang
yang tidak peduli dan berselisih dengan mereka tidaklah mencelakakan mereka. Mereka tetap
demikian hingga datangnya hari kiamat. (HR. Bukhari ( 4/187), dan Muslim (3/1523) )
Imam Abdullah bin Mubarak (w. 181H) berkata tentang hadits di atas, Menurutku mereka
adalah para ulama hadits.
Imam Ali bin al Madini (w. 234H) berkata, Mereka adalah para pemilik hadits.
Imam Ahmad bin Hambal (w. 241H) berkata, Mereka adalah ulama hadits, jika bukan
mereka, aku tidak tahu lagi siapa mereka.
Imam Ahmad bin Sinan (w. 259H) berkata, Mareka adalah para ahjli ilmu dan pemilik atsar.
Imam Bukhari (w. 256H) berkata, Yakni para ulama hadits. (Syaikh al Albany, Silsilah al
Ahadits Ash Shahihah no. 270)
Jadi, Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam dan jamaah para sahabat dan tabiin, serta tabiut tabiin, baik diri sisi paradigma

berpikir dan pengamalan terhadap agama, serta akhlak. Bukan sekedar simbolistik, tetapi
esensi (ruh wa maqashid). Maka siapa-siapa saja yang mengikuti dan menempuh jalan
keselamatan yang mereka tempuh secara benar, mereka juga termasuk Ahlus Sunnah wal
Jamaah walau hidup tidak sezaman dengan mereka, bahkan walau hidup seorang diri.
Anjuran Berpegang Teguh Kepada Ahlus Sunnah wal Jamaah
Imam Abul Aliyah berkata, Hendaknya kalian berpegang teguh kepada urusan agama
pertama yang dipegang manusia sebelum mereka terbagi-bagi.
Imam Al Auzai berkata, Sabarkanlah dirimu dalam berpegang kepada As Sunnah, berhentilah
jika manusia berhenti, katakanlah apa yang mereka katakan, tahanlah apa yang mereka
tahan, ikutilah jalan salafus shalih, karena yang demikian membuat jalanmu lapang
sebagaimana jalan mereka yang lapang.
Yusuf bin Asbath berkata, Sufyan (ats Tsauri) berkata kepadaku, Wahai Yusuf, jika engkau
mendengar seseorang di Timur bahwa ia beroegang kepada As Sunnah, maka sampaikan
salamku padanya, dan jika di Barat engkau dengar ada yang berpegang kepada As Sunnah,
maka sampaikanlah salamku padanya. Karena sedikit sekali orang dari kalangan Ahlus Sunnah
wal Jamaah.
Sufyan at Tsauri berkata, Mintalah nasihat yang baik dari Ahlus Sunnah, karena mereka itu
dianggap orang-orang asing.
Mutamar bin Sulaiman berkata, Aku menemui ayahku dengan wajah yang muram. Ayah
bertanya, Ada apa dengan dirimu? Aku menjawab, Temanku meninggal dunia.
Apakah ia meninggal di atas As Sunnah? Tanya ayahku.
Benar jawabku
Lalu kenapa engkau sedih dengan kematiannya? kata ayah.
Ayyub (As Sukhtiyani) berkata, Aku diberi tahu berita wafatnya kalagan Ahlus Sunnah, yang
membuat salah satu anggota tubuhku seakan terlepas. Dia juga berkata, Sesungguhnya di
antara kenikmatan orang Arab atau non Arab adalah jika mereka dipertemukan dengan ulama
Ahlus Sunnah.
Al junaid bin Muhammad berkata, Semua jalan tertutup, kecuali bagi orang yang mengikuti
jejak Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sunah dan jalan beliau, maka semua jalan
kebaikan terbuka di hadapannya.
Imam Asy Syafii berkata,Jika aku melihat seseorang dari Ahli hadits, seakan aku melihat
seseorang dari sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Celaan Terhadap Bidah, Jamaah Bidah, dan Pelakunya
Dari Aisyah Radhiallahu Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami yang bukan
termasuk darinya, maka ia tertolak. (HR. Muttafaq Alaih, Riyadhus shalihin no. 169,
Maktabatul Iman, Kairo)
Hadits serupa, Barangsiapa yang beramal yang aku tidak pernah contoh maka ia tertolak.
(HR. Muslim)
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
Amma badu, sesungguhnyasebaik-baiknya perkataan adalah kitabullah, dan sbaik-baiknya
petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan seburuk-buruknya
urusan (dalam agama) adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah
bidah, dan setiap bidah adalah sesat. (HR. Muslim, no. 170)
Juga ada hadits serupa dari Irbadh bin Sariyah Radhiallahu Anhu.

Isa bin Ali adh Dhabby berkata, Ada seseorang bersama kami yang berbeda pendapat dengan
Ibrahim an Nakhai. tak lama kemudian Ibrahim mendengar bahwa orang itu masuk ke
golongan Murjiah. Maka Ibrahim berkata, Jika engkau meninggalkan kami, maka janganlah
kembali lagi ke sini.
Thawus bin Kaisan sedang bersama anaknya. Datanglah seorang mutazilah mengajaknya
bicara ini dan itu. Thawus langsung menyumbat telinganya dengan ujung jari dan berkata,
Wahai anakku, tutuplah kedua telingamu, agar engkau tidak mendengar apa pun dari orang
ini, karena hati kita sangat lemah.
Salam bin Abu Muthi berkata, Ada seseorang dari orang-orang yang biasa mengikuti hawa
nafsu bertanya kepada Ayyub as Sukhtiyani, Maukah engkau mendengarkan sepatah dua
patah kata dariku ?
Ayyub berkata, Tidak, walau setengah kata.
Ayyub juga berkata, Tidaklah ahli bidah berijtihad, melainkan semakin membuatnya jauh
dari Allah.
Sufyan ats Tsauri berkata, Bidah itu lebih Iblis sukai dibanding kedurhakaan. Kedurhakaan
masih ada pahalanya, sedangkan bidah tidak mendapat apa-apa.
Muammal bin Ismail menceritakan ketika Abdul Aziz bin Abu Daud seorang murjiah
meninggal, manusia ingin menshalatinya. Ketika Sufyan ats Tsauri datang manusia
memberinya jalan, ternyata Sufyan hanya melihat dan melewati jenazah Abdul Aziz, tidak mau
menshalatinya, karena kemurjiaahannya.
Said al Kariry berkata, Sulaiman at Tamimy menangis tersedu-sedu saat dia sakit. Lalu ada
yang bertanya, Mengapa kau menangis? Apa kau takut mati?
Dia menjawab, Tidak, tetapi aku pernah berjalan melewati seorang pengikut qadariyah, lalu
aku takut Rabb akan menghisabku karena hal itu.
Fudhail bin Iyadh berkata, Apabila ada orang yang duduk satu majelis dengan ahli bidah,
maka waspadailah orang itu.
Masih banyak celaan dari para ulama salafus shalih terhadap bidah dan pelakunya.

Anda mungkin juga menyukai