Anda di halaman 1dari 8

HUKUM ISLAM TENTANG

MUAMALAH

Dzulfiqar XD
PRINSIP-PRINSIP TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM
-

Semua harta benda yang dimiliki individu adalah titipan dari Allah SWT
Adanya pengakuan hak milik secara wajar
Adanya motivasi untuk memuaskan penjual dan pembeli dalam rangka
memperoleh keuntungan yang wajar
Seseorang yang memiliki kekayaan pribadi harus berperan sebagai
pemegang modal
Adanya jaminan kekayaan yang dimiliki masyarakat dan fasilitas umum
Kejujuran, keadilan, pertanggung jawaban, dan pengambilan keuntungan
yang tidak berlebihan

AZAS-AZAS TRANSAKSI EKONOMI ISLAM


Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia
untuk meraih kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam
memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi,
misalnya dalam jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan
perdagangan. Contohnya transaksi jual beli.
Dijelaskan bahwa dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas)
yang diterapkan syara, yaitu :
1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan
transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara,
misalnya memperdagangkan barang haram. (Lihat Q. S. Al-Maidah, 5: 1!)
2. Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi
penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara dan adab
sopan santun.
3. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak
mana pun. (Lihat Q.S. An-Nisa 4: 29!)
4. Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik
dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk
penipuan, dst. Hadis Nabi SAW menyebutkan: Nabi Muhammad SAW
melarang jual beli yang mengandung unsur penipuan. (H.R. Muslim)
5. Adat kebiasaan atau urf yang tidak menyimpang dari syara, boleh
digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam
transaksi. Misalnya, dalam akad sewa-menyewa rumah.
Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam dilaksanakan,
maka tujuan filosofis yang luhur dari sebuah transaksi, yakni memperoleh
mardatillah (keridaan Allah SWT) akan terwujud

PENERAPAN TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM


a. Pengertian, Dasar Hukum, dan Hukum Jual Beli
Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak
yang menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang
membayar/membeli barang yang dijual).
Jual beli sebagai sarana tolong menolong sesama manusia, di dalam Islam
mempunyai dasar hukum dari Al-Quian dan Hadis. Ayat Al-Quran yang
menerangkan tentang
b. Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli
yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara (hukum Islam).
Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli).
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah:
1) Berakal
2) Balig
3) Berhak menggunakan hartanya
Sigat atau ucapan ijab dan kabul
Ulama fiqih sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan
antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka
harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari
pihak pembeli).
Barang yang diperjualbelikan
Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan antara lain:
1) Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal
2) Barang itu ada manfaatnya
3) Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah tersedia di
tempat lain
4) Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah kekuasaannya
5) Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan
jelas
Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sekarang ini berupa
uang)
Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual adalah:
1) Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2) Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli.
3) Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah (nilai tukar
barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa barang) dan tidak

boleh ditukar dengan barang haram.


c. Khiyar
Khiyar ialah hak memilih bagi si penjual dan si pembeli untuk meneruskan
jual belinya atau membatalkan karena adanya sesuatu hal, misalnya ada
cacat pada barang.

d.

Macam-macam jual beli


1) Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi
rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
2) Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah
satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar
dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran Islam).
Contoh :
a) Jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai dan daging babi.
b) Jual beli air mani hewan ternak.
c) Jual beli hewan yang masih berada dalam perut induknya (belum lahir).
d) Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan.
3) Jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid).
Karena sebab-sebab lain misalnya:
a) Merugikan si penjual, si pembeli, dan orang lain.
b) Mempersulit peredaran barang.
c) Merugikan kepentingan umum.
Contoh :
1. Mencegat para pedagang yang akan menjual barang-barangnya ke
kota, dan membeli barang-barang mereka dengan harga yang sangat
murah, kemudian menjualnya di kota dengan harga yang tinggi.
2. Jual beli dengan maksud untuk ditimbun terutama terhadap barang
vital.
3. Menjual barang yang akan digunakan oleh pembelinya untuk berbuat
maksiat.
4) Menawar sesuatu barang dengan maksud hanya untuk memengaruhi
orang lain agar mau membeli barang yang ditawarnya, sedangkan orang
yang menawar barang tersebut adalah teman si penjual (najsyi).
5) Monopoli yaitu menimbun barang agar orang lain tidak membeli,
walaupun dengan melampaui harga pasaran.
2. Simpan Pinjam
Rukun dan syarat utang piutang atau pinjam meminjam, menurut hukum
Islam adalah:
a. Yang berpiutang (yang meminjami) dan yang berutang (peminjam),
syaratnya sudah balig dan berakal sehat.

b. Barang (uang) yang diutangkan atau dipinajmakan adalah milik sah dari
yang meminjamkan.
3. IJARAH
a. Pengertian
Berasal dari bahasa Arab yang artinya upah atau imbalan.
Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafii adalah transaksi tertentu
terhadap suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa
dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
b. Dasar Hukum Ijarah
Al-Quran yang dijadikan dasar hukum ijarah ialah Q.S. Az-Zukhruf, 43: 32,
At-Talaq, 65: 6 dan Q.S Al-Qasas, 28: 26.
c. Macam-macam ijarah
1. Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa.
2. Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ex: tukang jahit,dsb.
d. Rukun dan Syarat Ijarah
1. Kedua orang yang bertransaksi (akad) sudah balig dan berakal sehat.
2. Kedua belah pihak tsb bertransaksi dengan kerelaan (Q.S. An-Nisa,4:
29).
3. Barang yang akan disewakan (objek ijarah) diketahui kondisi dan
manfaatnya oleh penyewa.
4. Objek ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan
tidak bercacat.
5. Objek ijarah merupakan sesuatu yang dihalalkan syara.
6. Hal yang disewakan tidak termasuk suatu kewajiban bagi penyewa.
7. Objek ijarah adalah sesuatu yang biasa disewakan.
8. Upah/sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu
yang bernilai harta.
e. Sifat Akad/Transaksi Ijarah
Jumhur ulama berpendapat bahwa akad/transaksi ijarah bersifat mengikat,
kecuali ada cacat, atau barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan.
f. Tanggung Jawab Orang yang Diupah/Digaji
Ulama fikih sepakat bila objek yang dikerjakan rusak di tangan pekerja
bukan karena kelalaiannya dan tidak ada unsur kesengajaan, maka
pekerja tidak dapat dituntut ganti rugi.
Penjual jasa bila melakukan suatu kesalahan sehingga benda orang yang
sedang diperbaikinya mengalami kerusakan bukan karena kelalaian maka
menurut Imam Abu Hanifah, Zufar bin Hudailbin Qais al-Kufi (wafat 158
H/775 M), ulama Mazhab Hambali dan Syafii tidak dapat dituntut ganti
rugi.
g. Berakhirnya Akad Ijarah

Akan berakhir apabila:


(1) Objek ijarah hilang/musnah.
(2) Habisnya tenggang waktu yang disepakati dalam akad/transaksi ijarah.
Rukun ijarah ada 4, yaitu:
a. Orang yang berakad
b. Sewa/imbalan
c. Manfaat
d. Sigat/ijab kabul

Kerja Sama Ekonomi dalam Islam


1. Syirkah
Syirkah berarti perseroan/persekutuan, yaitu persekutuan antara 2
orang/lebih yang bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu usaha, yang
keuntungan/hasilnya untuk mereka bersama. (Q.S. Al-Maidah, 5: 2)
Syirkah dapat dibagi menjadi 2:
a. Syarikat harta (syarikat inan)
yaitu akad dari 2 orang/lebih untuk bersyarikat/berkongsi pada harta yang
ditentukan dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Ketentuan
yang harus dipenuhi adalah:
Sigat/lafal akad (ucapan perjanjian)
Dalam sistem perekonomian modern lafal itu digantikan dalam akte
notaris.
Anggota-anggota syariat
o Balig, berakal sehat, merdeka, dan dengan kehendaknya sendiri.
Pokok atau modal dan pekerjaan
Dalam kehidupan modern bentuk syarikat harta dapat dikemukakan sbb:
+ Firma : persekutuan antara 2 orang/ lebih untuk mendirikan dan
menjalankan suatu perusahaan yang didirikan dan dimodali oleh 2
orang/lebih, yang bertanggung jawab bersama terhadap perusahaan.
+ CV (Commanditaire Venootschaf) : merupakan perluasan dari firma.
+ PT (Perseroan Terbatas) : suatu bentuk perusahaan yang modalnya
terdiri dari saham-saham.
b. Syarikat kerja
adalah gabungan 2 orang atau lebih untuk bekerjasama dalam suatu jenis
pekerjaan dengan ketentuan hasil kerja dibagi ke seluruh anggota sesuai
perjanjian.
Manfaat:
a. Menjalin hubungan persaudaraan.
b. Memenuhi kebutuhandan meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota
syarikat.

c. Menyelesaikan dengan baik pekerjaan besar yang tidak dapat


dikerjakan sendiri.
d. Melahirkan kemajuan iptek, eko dan kebudayaan serta hankam.
2. Mudarabah
Atau qirad : pemberian modal dari pemilik modal kepada seseorang yang
akan memperdagangkan modal dengan ketentuan bahwa untung-rugi
ditanggung bersama sesuai dengan perjanjian antara keduanya pada
waktu akad.
Ketentuan:
a. Muqrid (pemilik modal) dan muqtarid (yang menjalankan modal), sudah
balig, akal sehat, dan jujur.
b. Uang/ barang yang dijadikan modal hendaknya diketahuijumlahnya.
c. Jenis usaha dan tempat sebaiknya disepakati bersama.
d. Besarnya keuntungan bagi muqrid dan muqtarid, hendaknya sesuai
dengan kesepakatan pada akad.
e. Muqtarid hendaknya bersikap jujur dan tidak menggunakan modal
tanpa izin muqrid.
Hikmah:
a. Mewujudkan persaudaraan dan persatuan.
b. Mengurangi/menghilangkan pengangguran.
c. Memberikan pertolongan pada fakir miskin untuk dapat hidup mandiri.
3. Muzaraah, Mukharabah, dan Musaqah
Para pemilik tanah dapat memanfaatkan tanahnya sbb:
a. Ditanami untuk kepentingan keluarga dan disedekahkan
b. Meminjamkan kepada fakir miskin.
c. Digarap melalui muzaraah, mukharabah, dan musaqah.
1) Muzaraah dan Mukharabah
Muzaraah: paruhan hasil sawah antara pemilik dan penggarap, benih dari
pemilik.
Mukharabah: benig dari penggarap.
Ketentuan:
+ Pemilik dan penggarap balig, akal sehat, dan jujur.
+ Digarap betul-betul.
+ Ditentukan lamanya masa penggarapan.
+ Besarnya paruhan ladang untuk pemilih dan penggarap ditentukan
berdasar musyawarah.
+ Pemilik dan penggarap menaati ketentuan-ketentuan.
2) Musaqah
Ialah paruhan hasil kebun antara pemilik dan penggarap.
Ketentuan:
+ Mewujudkan persaudaraan dan tolong menolong.

+
+
+
+

Mengurangi dan menghilangkan pengangguran.


Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah pertanian.
Usaha pencegahan terhadap lahan kritis.
Melestarikan keindahan alam.

4. Sistem Perbankan yang Islami


Bank Islam : lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit
dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran disesuaikan dengan
prinsip syariat Islam.
5. Sistem Asuransi yang Islami
Asuransi : akad antara penanggung dan yang mempertanggungkan
sesuatu. (Q.S. Al-Maidah, 5: 2)

Anda mungkin juga menyukai