240210110043
TIP-A
VI.
PEMBAHASAN
Laporan praktikum kali ini akan membahas mengenai sifat fisikokimia
lemak dan minyak. Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang
merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak dan minyak
(trigliserida) yang diperoleh dari berbagai sumber mempunyai sifat fisiko-kimia
yang berbeda satu sama lain karena perbedaan jumlah dan jenis ester yang
terdapat di dalamnya. Lemak dan minyak tidak larut dalam air, kecuali minyak
jarak (Castrol oil). Lemak dan minyak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi
larut sempurna dalam dietil eter, karbon disulfide dan pelarut halogen (Cl, Br, I).
Asam-asam lemak yang berantai pendek (4-10 atom C) akan lebih mudah larut
dalam air dibandingkan dengan asam lemak rantai panjang (16 atom C), semakin
panjang rantai asam lemak maka kelarutannya dalam air semakin berkurang
(Ketaren, 1986).
Dalam teknologi makanan, lemak dan minyak memegang peran penting,
karena lemak dan minyak mempunyai titik didih yang tinggi (sekitar 200C)
maka bisa dipergunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan yang
digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi
kering. Minyak dan lemak juga memberikan rasa gurih juga memberi aroma yang
spesifik (Sudarmadji, 1989).
Lemak dalam makanan merupakan campuran lemak heterogen yang
sebagian besar terdiri dari trigliserida. Trigliserida disebut lemak jika pada suhu
ruang berbentuk padat, dan disebut minyak jika pada suhu ruang berbentuk cair.
Trigliserida merupakan campuran asam-asam lemak, biasanya dengan panjang
rantai karbon sebanyak 12 sampai 22 dengan jumlah ikatan rangkap 0 sampai 4
(Budiyanto, 2002).
Lemak dan minyak merupakan senyawa organik yang sangat penting
terdapat dalam makanan, karena dapat langsung dicerna dalam tubuh manusia
menjadi sumber energi. Lemak dan minyak tidak hanya dikenal sebagai sumber
makanan manusia, tapi merupakan bahan baku lilin, margarin, detergen,
kosmetik, obat-obatan, dan bahan pelumas, yang diolah dengan proses yang
berbeda (Sudarmadji, 1989). Pada proses pembentukannya, trigliserida
merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
asam-asam lemak (umumnya ketiga asam lemak berbeda-beda) yang membentuk
satu molekul trigliserida dan tiga molekul air. Kalau R1 = R2 = R3 maka
trigliserida yang terbentuk adalah trigliserida sederhana (simple
triglyceride) sebaliknya kalau berbeda-beda adalah trigliserida campuran (mixet
triglyceride) (Sudarmadji, 1989)
6.1.
Uji Organoleptik
Uji Organoleptik bertujuan untuk membuktikan kualitas minyak yang baik
secara sensorik. Uji organoleptik pada praktikum kali ini, yaitu melihat perbedaan
organoleptik macam-macam minyak yang dapat dilihat menggunakan panca
indera, yaitu warna, aroma, dan kejernihan. Sampel yang digunakan pada uji
organoleptik, yaitu minyak bekas/jelantah setahun, minyak bekas/jelantah baru,
minyak kelapa barco, minyak kelapa sawit satu tahun, minyak jagung baru,
minyak bekatul 1 tahun, minyak sawit beraroma, minyak sawit baru, minyak
jagung 1 tahun, minyak kedelai lama.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Organoleptik
Sampel
Minyak sawit
Warna
Kuning ++++
Aroma
Bau wijen kuat
Kejernihan
Jernih +++++++
beraroma
Minyak jagung
Kuning ++++++
Sedikit aroma
Jernih +++++
Kuning +
jagung
Agak menyengat
Jernih ++++++++
Sedikit tengik
++
Jernih ++++
tahun
Minyak sawit baru Kuning +++
Minyak bekatul 1 Kuning +++++
Tidak menyengat
Agak menyengat
Jernih ++++++++
Jernih ++++++
tahun
Minyak jagung 1
Kuning ++
Sedikit aroma
Jernih ++++++++
tahun
Minyak kelapa
Putih bening
jagung
Khas kelapa
+
Kurang jernih ++
barco
Minyak
Kuning ++++
jelantah lama
++++
baru
Minyak kedelai 1
tahun
Minyak sawit 1
Kuning +++++++
Bau gorengan
Kurang jernih
+
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
Minyak
Kuning ++++
Agak tengik
jelantah baru
+++++
Keterangan: semakin banyak tanda + semakin pekat warnanya
Jernih +++
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
minyak (Pitoyo, 1988). Proses bleaching pada umumnya menggunakan karbon
aktif atau bleaching earth pada kondisi vakum.. Proses tersebut yang
mengakibatkan warna minyak yang dihasilkan adalah kuning namun mendekati
tidak berwarna.
Apabila ditinjau dari bahan bakunya, seharusnya minyak jagung memiliki
warna paling kuning dibandingkan jenis minyak lainnya. Seperti yang telah
diketahui, jagung mengandung xanthophylls (suatu pigmen karotenoid) lebih
banyak dibandingkan dengan kelapa sawit dan kulit ari beras. Kemungkinan
penyebab terjadinya perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Produsen dengan sengaja menurunkan intensitas warna kuning minyak
jagung untuk menarik konsumen.
2. Indicator warna akan lebih baik lagi apabila dituangkan dalam bentuk
angka, bukan kata- kata. Sehingga praktikan mengalami kesulitan saat
harus membandingkan warna minyak.
Ditinjau dari segi aroma, aroma pada minyak pada umumnya tidak berbau
amis seperti jenis lemak. Minyak mengandung zat antioksidan yang dapat
mempertahankan aroma minyak agar tidak mudah tengik. Aroma pada sampel
minyak hampir menunjukkan aroma yang serupa namun tetap beraroma khas.
Aroma minyak yang paling wangi adalah minyak jagung. Sedangkan aroma
minyak yang paling tengik adalah aroma pada minyak bekas atau jelantah. Aroma
pada minyak tersebut terdapat secara alami dan terjadi karena pembentukan asamasam yang berantai pendek. Pada hasil pengamatan pada tabel 1, terlihat bahwa
sampel yang menunjukan bau tengik adalah sampel minyak jelantah baru dan
minyak jelantah 1 tahun. Sedangkan, minyak yang masih menunjukkan baunya
yang segar, yaitu minyak minyak kelapa barco dan minyak sawit beraroma. Bau
tengik yang muncul dari minyak jelantah disebabkan oleh adanya hidrogen
peroksida H2O2 yang biasa ditambahkan pedagang untuk mengakali menjernihkan
minyak goreng.
Ditinjau dari segi kejernihan berdasarkan tabel hasil pengamatan,
didapatkan hasil bahwa minyak kedelai merupakan minyak yang paling jernih,
sedangkan minyak barco putih merupakan minyak dengan tingkat kejernihan
rendah. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan literature, minyak kedelai yang sudah
disimpan selama satu tahun tentunya tingkat kejernihannya akan berkurang karena
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
selama proses penyimpanan minyak dapat mengalami proses oksidasi, dimana
proses oksidasi tersebut dapat dikatalisis oleh logam sehingga disarankan dalam
pengolahan dan penyimpanan minyak agar memakai logam baja tahan karat
(stainless steel) dan tidak memakai alat yang terbuat atau yang dilapisi tembaga
(Mangoensoekarjo, 2003), bahkan jika penyimpanannya tidak tepat minyak dapat
terkontaminasi oleh mikroorganisme yang menyebabkan kejernihan minyak
berkurang.
Selain itu, tingkat kejernihan pada suatu minyak berkaitan dengan
bagaimana proses pembuatan minyak tersebut dibuat, seperti proses pengendapan
dan penyaringan (filtrasi) yang bertujuan untuk menghilangkan zat- zat pengotor
pada minyak yang berupa gum sehingga minyak yang dihasilkan menjadi jernih.
6.2.
kebiruan. Titik tersebut disebut titik asap (smoke point). Hal ini menandakan
terjadinya proses dekomposisi atau perombakan susunan atom dalam molekul.
Suhu terjadinya smoke point bervariasi dipengaruhi oleh jumlah asam lemak
bebas. Semakin tinggi nilai titik asap, maka makin tinggi kualitas minyak goreng.
Pada smoke point, dimulai proses pembentukan asam lemak trans.
Asap yang terbentuk adalah akrolein yang tidak diinginkan dan dapat
menimbulkan rasa gatal di tenggorokkan. Akrolein tersebut terbentuk dari hidrasi
gliserol. Mutu suatu minyak dapat ditentukan dari titik asapnya, semakin tinggi
titik asapnya, semakin baik mutu minyak tersebut. Titik asap suatu minyak
tergantung dari kadar gliserol bebasnya (deMann, 1999).
Bila pemanasan diteruskan mencapai flash point, yaitu minyak mulai
terbakar (terlihat menyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire
pont (Winarno, 2004). Selain itu dikenal juga proses overheating, yaitu
pemanasan berlebihan pada minyak goreng yang dapat mengubah organoleptik
maupun struktur kimia bahan yang digoreng.
Sedangkan titik cair yaitu suhu pada saat lemak terlihat mencair.
Kebanyakan lemak mencair pada suhu antara 30-400C. Ketajaman titik cair
merupakan salah satu tes kemurnian bahan. Lemak/minyak yang tersusun asam
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
lemak jenuh memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan yang tersusun
asam lemak tidak jenuh, seperti pada lemak dari ikan laut yang umumnya
mengandung asam lemak tidak jenuh yang lebih banyak sehingga berbentuk cair
dan lebih mudah mengalami reaksi oksidasi. Selain itu, semakin kuat ikatan antar
molekul asam lemak maka akan semakin banyak panas yang diperlukan untuk
pencairan kristal sehingga titik leburnya menjadi tinggi. Asam lemak yang
mempunyai ikatan tidak begitu kuat maka memerlukan lebih sedikit energi panas
untuk mencairkan kristal sehingga titik cairnya menjadi lebih rendah.
Gaya tarik menarik antar asam lemak ditentukan oleh panjang rantai C,
jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans dari asam lemak tidak jenuh.
Semkain panjang rantai C maka titik cair akan semakin tinggi. Sedangkan
semakin banyak ikatan rangkap maka ikatan antar lemak semakin lemah sehingga
titik cair menjadi lebih rendah. Bentuk trans pada asam lemak menyebabkan
lemak mempunyai titik lemur yang lebih tinggi daripada bentuk cis. Struktur asam
lemak trans lebih mudah membentuk ikatan van del Waals dengan molekul lain
sehingga ikatannya lebih kuat dan titik lelehnya lebih tinggi. Sedangkan struktur
asam lemak cis sulit berikatan satu sama lain sehingga titik leleh cenderung lebih
rendah dibandingkan asam lemak trans.
Tabel 2. Pengamatan Titik Asap Dan Titik Cair Berbagai Sampel Minyak
Sampel
Titik asap (C)
Titik cair (C)
Minyak jelantah lama
195
28
Minyak bekatul baru
190
29
Minyak jagung 1
160
28
tahun
Minyak jagung baru
165
29
Minyak sawit
118
29
beraroma
Minyak sawit 1 tahun
150
28
Minyak sawit baru
160
28
Minyak kedelai 1
135
29
tahun
Minyak kelapa barco
141
25
Minyak jelantah baru
195
27
Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 2, terlihat bahwa sampel yang
memiliki titik asap tertinggi adalah sampel minyak jelantah baru dan minyak
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
jelantah lama. Sedangkan yang memiliki titik asap terendah adalah minyak
beraroma. Sedangkan pada titik cair, sampel yang memiliki titik cair tertinggi
yaitu, minyak bekatul, minyak jagung baru, minyak beraroma, dan minyak
kedelai 1 tahun. Sedangkan yang memiliki titik cair terendah yaitu minyak kelapa
barco.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, banyak sekali terjadi kejanggalan.
Telah kita ketahui bahwa semakin tinggi titik asap maka semakin tinggi kualitas
minyak tersebut karena akan semakin lama zat akroelin dari hidrolisis gliserol
yang terbentuk, namun berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 2, minyak
jelantah lah yang memiliki kualitas terbaik, sedangkan minyak jelantah
merupakan minyak yang telah dipakai secara berulang-ulang yang telah terbukti
dapat meningkatkan kadar asam lemak trans. Kejanggalan penelitian ini mungkin
disebabkan karena praktikan kurang teliti dalam membaca suhu dari setiap sampel
yang diuji.
Kemudian pada uji titik cair, terlihat bahwa sampel yang memiliki titik
cair tertinggi yaitu, minyak bekatul, minyak jagung baru, minyak beraroma, dan
minyak kedelai 1 tahun. Sedangkan yang memiliki titik cair terendah yaitu
minyak kelapa barco. Hal ini sesuai dengan literature dimana titik cair
menandakan tingkat kemurnian minyak, sampel minyak bekatul, minyak jagung
baru, minyak beraroma merupakan minyak baru dengan tingkat kemurnian tinggi,
namun tidak dengan minyak kedelai 1 tahun karena kemurnian minyak tersebut
diragukan karena telah mengalami masa penyimpanan yang lama sehingga telah
terjadi reaksi-reaksi kimia yang mengurangi kemurnian minyak. Sedangkan
minyak kelapa barco seharusnya memiliki titik cair yang tinggi, namun pada hasil
pengamatan tidak, hal ini tidak sesuai dengan teori, hal ini mungkin disebabkan
karena praktikan kurang teliti dalam membaca suhu dari sampel minyak barco.
6.3.
volum. Densitas minyak adalah densitas minyak relatif terhadap densitas air pada
kondisi tertentu.
Tabel 3. Pengamatan Densitas Berbagai Sampel Minyak
Sampel
P (g)
P+W
P+M
Volume
Densitas
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
M. sawit
baru
M. jagung
baru
M. sawit
lama
M. sawit
beraroma
M. kedelai
lama
M. bekatul
baru
M. jagung
lama
M. kelapa
barco
M. jelantah
baru
12.5157
15.4022
15.2649
24.7088
14.1765
15.1355
15.6194
15.6868
15.8383
(g)
37.073
(g)
36.755
air (ml)
24.557
3
25.170
0
22.393
8
25.085
6
50.409
24.2116
49.313
9
25.584
0
23.375
0
25.083
3
24.339
1
25.331
3
24.569
5
25.406
0
25.534
2
24.6011
24.760
0
0.7156
11.2004
0.3216
25.7011
0.9570
11.4076
0.8003
9.6859
0.9005
9.7121
0.9417
9.9476
0.9252
9.7192
0.9172
0.9896
9.7886
6.4.
(g/ml)
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
Berdasarkan hasil pengamatan kadar air, sampel yang memiliki kadar air
tertinggi adalah minyak jagung baru, sedangkan minyak yang memiliki kadar air
terendah adalah minyak jelantah baru, bahkan minus. Terdapat beberapa hasil
pengamatan yang menunjukkan nilai minus, hal ini tidak sesuai dengan literature
dimana seharusnya presentase kadar air minyak tidak ada yang bernilai negatif
karena hal tersebut menandakan bahwa adanya komponen- komponen yang
menguap sehingga berat sampel setelah dipanaskan menjadi berkurang. Minyak
dengan kandungan air yang tinggi sangat rentan terhadap kerusakan. Kandungan
air yang tinggi dapat menimbulkan terjadinya reaksi hidrolisis dimana bagian
yang terhidrolisis adalah ester yang terpecah menjadi asam lemak dan gliserol.
Reaksi hidrolisis akan menyebabkan ketengikan pada minyak goreng karena asam
lemaknya akan terlepas dari trigliseridanya (Ketaren, 1986). Apabila
membandingkan literature dengan data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
minyak jagung baru sangat rentan terhadap timbulnya bau tengik akibat reaksi
hidrolisis.
6.5.
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
tidak terjadi fluoresensi atau phosporesensi, dan indeks refraksi tidak berpengaruh
terhadap konsentrasi, jadi larutan tidak pekat (harus encer).
Pertama, masukkan kuvet berisi akuades terlebih dahulu kedalam
spektrofotometer yang sudah dinyalakan selama 30 menit lalu atur transmisinya
menjadi 100%. Setelah itu, masukkan kuvet yang telah berisi sampel kedalam
spektrofotometer lalu baca transmisinya.
Pengujian kemudian dilanjutkan dengan pengujian indeks bias. Indeks bias
merupakan suatu ukuran penyimpangan atau bias dari cahaya yang dilewatkan
pada medium yang cerah atau transparan. Pengujian indeks bias bertujuan untuk
menguji kemurnian serta kerusakan terhadap suatu minyak pangan. Pada
pengujian indeks bias, digunakan alat bantu berupa abbe refraktometer.
Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar
/konsentrasi bahan terlarut misalnya : Gula, Garam, Protein dsb. Prinsip kerja
darirefractometer sesuai dengan namanya adalah dengan memanfaatkan
refraksi cahaya. Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernst Abbe seorang ilmuwan
dari Jerman pada permulaan abad 20 (Kopkhar, 1990).
Refraktometer Abbe merupakan alat untuk determinasi secara cepat
konsentrasi, kemurnian, kualitas- kualitas dispersi dari sampel cair, padat dan
plastik. Syaratnya : hanya bahan yang jernih, transparan dan Opaque dapat diukur
pada sinar yang ditransmisikan dan direfleksikan.
Prinsip pengukuran: dengan sinar yang ditransmisikan. Sinar kasa/sumber
sinar prisma sampel telescope. Refraktometer Abbe :
-
larutan
Dapat juga digunakan untuk mengukur kadar tetapi kita harus membuat
kurva standar.
Refraktometer Abbe : mempunyai 2 lubang pengamat. Dicari garis batas
dan perpotongan antara hitam dan putih, kemudian dibaca indeks bias pada skala.
Pertama, dibersihkan prisma abbe refraktometer dengan menggunakan air hangat.
Kemudian dibersihkan kembali menggunakan toluene dengan cara ditempelkan ke
permukaan prisma refraktometer. Lalu diteteskan sampel hingga seluruh
permukaan prisma tertutupi. Diatur sekrup pada sisi- sisi refraktometer hingga
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
batas antara hitam dan putih terlihat. Setelah terlihat, putar sekrup lainnya untuk
membaca nilai indeks bias.
Hasil pengujian kejernihan dan indeks bias masing-masing minyak
pangan, dapat dilihat pada table sebagai berikut:
Tabel 5. Pengamatan Kejernihan dan Indeks Bias Berbagai Sampel Minyak
Sampel
Kejernihan (%T)
Indeks bias
Minyak kelapa barco
92,4
57,45
Minyak kedelai
82,0
59,45
Minyak jagung
67,4
57,45
Minyak bekatul
55,7
59,4
Minyak kelapa sawit
54,2
57,45
Minyak jagung bekas
44,6
59,5
Minyak sawit beraroma
43,8
59,3
Minyak jelantah
37,2
59,6
Berdasarkan data diatas, didapatkan bahwa minyak kelapa atau barco
merupakan minyak yang memiliki persentase kejernihan tertinggi. Sedangkan
minyak jelantah merupakan minyak pangan yang memiliki persentase kejernihan
terendah. Hal ini sesuai literature dimana dari segi kenampakan minyak kelapa
barco adalah minyak yang paling jernih dan minyak jelantan adalah minyak yang
paling pekat. Semakin tinggi persentase kejernihan minyak maka komponenkomponen pencampur akan semakin sedikit. Komponen- komponen pencampur
seperti logam, dapat mempercepat terjadinya reaksi pembentukan bau tengik serta
degradasi aroma dan rasa, sehingga kualitas minyak akan menurun. Minyak
pangan yang berkualitas baik adalah minyak pangan yang memiliki tingkat
kejernihan tinggi.
Selain itu, berdasarkan tabel 5 pula terlihat bahwa indeks bias paling tinggi
terdapat pada minyak jelantah. Sedangkan indeks bias terendah terdapat pada
minyak kelapa barco dan minyak kelapa sawit. Besarnya indeks bias suatu minyak
dipengaruhi oleh berat molekul, suhu, ketidakjenuhan serta panjang rantai karbon
dari masing- masing minyak tersebut.
Menurut literature, semakin tinggi tingkat ketidakjenuhan suatu minyak
maka akan semakin besar pula nilai indeks bias suatu minyak. Minyak dengan
ketidakjenuhan tinggi sangat rentan terhadap kerusakan-kerusakan yang
disebabkan oleh oksidasi otooksidasi radikal asam lemak jenuh dalam minyak
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
yang berdampak pada timbulnya bau tengik maupun degradasi rasa dan aroma
(Winarno, 1997). Kerusakan- kerusakan tersebut dapat dipercepat oleh cahaya
matahari, panas, peroksida lemak (hidroperoksida) serta logam- logam berat
seperti Cu, Fe, dan Co. Sehingga dapat disimpulkan bahwa minyak jelantah paling
rentan terhadap timbulnya bau tengik serta degradasi rasa dan aroma. Namun dari
tabel hasil pengamatan tersebut, terdapat kejanggalan yaitu ada beberapa sampel
yang memiliki nilai indeks bias yang sama, hal ini dikarenakan alat refraktometer
yang digunakan pada saat praktikum mengalami kerusakan.
VII. KESIMPULAN
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
1. Pada uji organoleptik, minyak jelantah merupakan minyak yang
menunjukkan warna kuning pekat dikarenakan tokoferolnya sudah
teroksidasi akibat pengunaan yang berulang-ulang dari minyak jelantah.
2. Warna jernih pada minyak barco diakibatkan oleh proses yang dinamakan
bleaching.
3. Semakin tinggi titik asap maka semakin tinggi kualitas minyak tersebut
karena akan semakin lama zat akroelin dari hidrolisis gliserol yang
terbentuk, namun berdasarkan hasil pengamatan pada uji titik asapminyak
jelantah yang memiliki kualitas terbaik, hal ini tidak sesuai dengan
literature dan dapat disebabkan karena praktikan kurang teliti dalam
membaca suhu dari setiap sampel yang diuji.
4. Pada uji titik cair, sampel yang memiliki titik cair tertinggi yaitu, minyak
bekatul, minyak jagung baru, minyak beraroma, dan minyak kedelai 1
tahun. Sedangkan yang memiliki titik cair terendah yaitu minyak kelapa
barco. Hal ini sesuai dengan literature dimana titik cair menandakan
tingkat kemurnian minyak.
5. Pada uji kadar air minyak, beberapa hasil pengamatan menunjukkan nilai
minus, hal ini tidak sesuai dengan literature dimana seharusnya presentase
kadar air minyak tidak ada yang bernilai negatif karena hal tersebut
menandakan bahwa adanya komponen-komponen yang menguap sehingga
berat sampel setelah dipanaskan menjadi berkurang.
6. Berdasarkan uji kejernihan, minyak barco menunjukkan tingkat kejernihan
tertinggi dan minyak jelantah menunjukkan tingkat kejernihan terendah,
hal ini telah sesuai dengan literature.
7. Pada uji indeks bias, beberapa sampel terlihat memiliki nilai indeks bias
yang sama, hal ini dikarenakan alat refraktometer yang digunakan pada
saat praktikum mengalami kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, M.A.K., (2002), Dasar-dasar Ilmu Gizi, Malang: UMM Press. Hal.
149.
Gita Asapuri
240210110043
TIP-A
deMann, J.M. 1999. Kimia Makanan. Penerbit ITB: Bandung
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan
Pertama. Jakarta : UI-Press.
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analisa, Jakarta: UI Press.
Mangoensoekarjo, S dan H. Semangun, 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa
Sawit. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Pitoyo. 1988. Kemungkinan Ektraksi Beta-karotena dari Tanah Pemucat Limbah
Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit. Yogyakarta: UGM.
Sudarmadji, S.dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :
Penerbit Liberty.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.