Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Kebebasan beragama merupakan salah satu hak dasar manusia yang
seharusnya dipenuhi oleh pemerintah. Namun seringkali di banyak negara terjadi
pembatasan bagi warganya untuk menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan
yang dia peroleh. Seringkali bukan hanya pembatasan yang diperoleh, melainkan juga
diskriminasi dan penindasan. Pihak yang biasanya mengalami pembatasan dan
penindasan ini adalah kaum yang menganut agama di luar agama mayoritas di tempat
atau negara ia tinggal.
Hal ini sangat disayangkan karena sebagai manusia yang hidup di lingkungan
yang plural, toleransi beragama harus dijunjung tinggi. Toleransi beragama adalah
kondisi menerima dan mengizinkan kepercayaan lain dan menjalankan ritual
meskipun berbeda dengan apa yang ia percayai. Toleransi beragama dapat diartikan
juga ketika negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara memberikan ijin
kepada warganya untuk menganut agama dan kepercayaan sesuai keinginannya dan
untuk menjalankan agama dan kepercayaannya itu tanpa ada paksaan atau gangguan
dari pihak lain. Hal ini tepat dengan apa yang tertera di dalam UUD 1945 pasal 29
ayat 1. Makin meningkatnya perlakuan diskriminatif terhadap agama dan pemeluk
agama tertentu menunjukkan lemahnya pengawasan negara dan atau negara yang
melegalkan bentuk-bentuk pelanggaran agama. Dengan kata lain negara tidak mau
atau tidak sanggup mengakomodasi hak mendasar warga negaranya. Ini merupakan
salah satu indikasi fail state.
Salah satu bentuk pelanggaran kebebasan beragama yang sering terjadi di
seluruh belahan dunia adalah adanya penindasan terhadap kaum Kristen dan
gerejanya, dalam makalah ini disebut dengan persecuted church. Aksi yang dilakukan
mulai dari sulitnya ijin mendirikan gereja, gereja ditutup secara paksa, bahkan dibakar
dan tindakan diskriminatif lainnya terhadap penganut agama Kristen. Oleh karena itu,
dengan menggunakan konsep HAM dan juga konsep mengenai NGO, makalah ini
akan mencoba menjawab mengenai apakah peranan negara dalam menangani kasus
1

persecuted church di lingkup teritorinya dan apakah peranan International


Association for Religious Freedom (IARF) dalam mengadvokasi permasalahan ini?

I.2

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah apakah peranan negara dalam menangani
kasus persecuted church di lingkup teritorinya dan apakah peranan International
Association for Religious Freedom (IARF) dalam mengadvokasi permasalahan ini?

I.3

Kerangka Konsep
1.

HAM dan Agama


Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar dan kebebasan manusia

yang melekat dalam diri setiap manusia. Menurut Amnesty International, HAM
adalah basic rights and freedoms that all people are entitled to regardless of
nationality, sex, national or ethnic origin, race, religion, language, or other status.
Human rights include civil and political rights, such as the right to life, liberty and
freedom of expression; and social, cultural and economic rights including the right to
participate in culture, the right to food, and the right to work and receive an
education. Human rights are protected and upheld by international and national
laws and treaties.1 Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa HAM merupakan hak
moral fundamental dari manusia yang penting dan membedakan manusia dengan
makhluk hidup lain. Sesuai dengan definisi tersebut, dapat intepretasikan bahwa
sebuah lingkungan yang baik adalah lingkungan yang menghargai persamaan atau
otonomi individu yang terjamin melalui pengenalan dan aplikasi dari hak dasar setiap
manusia.2
Jika dikaitkan dengan agama, maka akan terlihat jelas bahwa HAM sejalan
dengan agama karena agama meyakini bahwa segala sesuatu yang baik yang ada di
dunia ini merupakan ciptaan Tuhan, oleh karena itu hak-hak dasar manusia juga harus
1

Human Rights, diakses dari http://www.amnestyusa.org/human-rights/page.do?id=1031002, pada 12 Oktober


2009, pukul 08.00.
2
David Forsythe, Human Rights in International Relations, (United Kingdom: Cambridge University Press,
2000), hal 3.

dipenuhi karena manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling tinggi karena dikaruniai
akal budi dan hati nurani. Gloria Dei, Homo Vivens. Hal ini sesuai dengan kalimat
yang diutarakan oleh Santo Agustinus : Gloria Dei, Homo Vivens yang berarti
bahwa: Tuhan dimuliakan ketika manusia hidup sebagai manusia dan secara
manusiawi. Manusia harus menjadi manusia seutuhnya. Untuk itulah manusia tidak
boleh hidup hanya bagi dirinya, manusia hidup untuk menghidupi sesama. Maka jika
seorang hidup secara manusiawi, sesamanya harus diperjuangkan agar juga dapat
hidup secara manusiawi. Demikianlah hidup yang menghidupi. Oleh karena itu setiap
manusia harus dipastikan dapat menikmati hak-haknya seperti hak untuk
mendapatkan penghidupan yang layak, hak untuk bebas dari rasa takut dan termasuk
hak untuk menganut kepercayaan dan menjalankan kepercayaannya tersebut.
Rein Muellerson mengatakan bahwa HAM memiliki korelasi dengan
hubungan internasional seperti yang dikatakannya dalam buku yang berjudul Human
Rights Diplomacy:
The most widespread threat to international relations does not come from
direct cross-border attack of international peace and security. It comes from
the spread of domestic instability, which often caused by human rights
emergencies, over national borders. Therefore it seems that the key idea
behind the relationship between human rights and international relations is
stability.3
Muellerson

juga

menjelaskan

bahwa

pada

dasarnya

negara

dituntut

pertanggungjawabannya oleh komunitas internasional mengenai perlakuannya


terhadap individu di dalam teritorinya karena hal tersebut secara langsung
berhubungan dengan stabilitas domestik yang akan memengaruhi stabilitas regional
dan internasional.4

2.

HAM dan Civil Society


Menurut John Keane, civil society adalah:5
a dynamic non-governmental system of interconnected socio-economic
institutions that straddle he whole earth, and that have complex effects.

Rein Muellerson, Human Rights Diplomacy, (London and New York: Routledge, 1997), page 38.
Ibid, hal 53.
5
John Keane, Global Civil Society, (United Kingdom: Cambridge University Press), hal. 8.
4

Global civil society is neither a static object nor a fait accompli. It is an


unfinished project that consist of sometimes thick, sometimes thinlu
stretched networks, pyramids and hub-and-spoke clustres of socioeconomic institutions and actors who organize themselves azross borders,
with the deliberate aim of drawing the world together in new ways. These
non-governmental institutions and actors tend to pluralise power and to
problematise violence; consequently, their peaceful or civil effects are felt
everywhere, here and tere, far and wide, to and from local areas, through
wider regions, to the planetary level itself.
Thomas Princen mengatakan bahwa civil society merupakan organisasi yang
menggunakan baik pendekatan top-down maupun bottom-up. Dalam melakukan
bottom-up approach, menekankan kepada usaha untuk community organizing, grass
roots movements, partisipasi lokal, dan local decision making.6 Untuk melaksanakan
keempat hal di atas, Princen menyadari betul bahwa faktor people awareness dan
people openness yang akan membawa kepada people support, memegang peranan
penting untuk mendukung dan membantu civil society dalam menjalan advokasi isu
yang diusung. Dalam kaitannya dengan HAM, ternayata bukan hanya negara yang
memperjuangkan HAM. Forsythe mengatakan bahwa civil society dalam hal ini
LSM.7 LSM memegang peranan penting dalam memperjuangkan HAM. Tercatat
lebih dari 228 LSM yang bergerak di bidang HAM yang tersebar di dunia. 8 Non
governmental organization (NGO) didefinisikan sebagai organisasi independen yang
beranggotakan sekelompok orang yang berjuang bersama untuk sebuah tujuan. NGO
lahir dan berkembang pesat pasca Perang Dunia II yang timbul dari kesadaran
masyarakat dunia atas pelanggaran hak-hak asasi manusia kala itu. NGO lahir karena
kekecewaan masyarakat pada institusi dimana mereka menggantungkan harapan
mereka untuk mengatasi masalah kemanusiaan saat itu, yaitu negara, yang tidak dapat
atau tidak mau berbuat banyak untuk menanggulanginya.

Thomas Princen, NGOs: Creating a Niche in Environmental Diplomacy, dalam Thomas Princen dan
Matthias Finger, Environmental NGOs in World Politics Linking the Local and the Global, Routledge, London
1994, hal. 32.
7
Ibid, page 18.
8
Human Rights NGOs, diakses dari
http://library.duke.edu/research/subject/guides/ngo_guide/ngo_links/rights.html, pada October 2nd 2009, pukul
09.16.

BAB II
ISI

II.1

Kondisi Persecuted Church Secara Global


Persecuted church terjadi di berbagai belahan dunia. Menurut data World

Watch List, pada tahun 2009 terdapat 50 negara dengan tingkat penindasan orang Kristen
terbesar. Peringkat nomor satu diduduki oleh Korea Utara, lalu Saudi Arabia, Iran,
Afganistan.9 Kebanyakan negara-negara yang tercatat terdapat banyak penindasan terhadap
orang Kristen merupakan negara-negara Timur Tengah, Asia Tengah, Asia tenggara dan
beberapa negara Afrika. Indonesia juga termasuk dalam daftar ini. Bentuk penindasan yang
dilakukan adalah pembatasan atau sulitnya mengatur ijin mendirikan gereja meskipun dapat
membeli tanah yang diinginkan, pembatasan dalam melakukan kegiatan-kegiatan, penutupan
dan pembakaran gereja, penculikan, penyiksaan, bahkan pembunuhan orang-orang Kristen.
Contohnya adalah Maryam Jalili, Mitra Zahmati dan Farzan Matin yang merupakan
warga negara Iran yang dipenjarakan ketika berkumpul dalam rumah ibadah untuk
merayakan Natal. Ironisnya, keberadaan mereka tidak diketahui, petugas yang menangkap
menyembunyikan identitas mereka. Ketika banyak orang menuntut ketiga orang tersebut
dibebaskan dibantu oleh beberapa lembaga, para aparat pemerintah baru membebaskan ketiga
tahanan tersebut.10 Lain lagi dengan kisah Bishop Haik Hovsepian yang meninggal dibunuh
di depan kedua anaknya karena masih dengan setia menjadi pemimpin umat Kristen
meskipun telah mendapat larangan keras. Kedua anaknya yang melihat peristiwa keji tersebut
membuat film mengenai kehidupan ayahnya yang menjadi teladan bagi mereka: kesetiaan
dan kegigihan untuk mempertahankan apa yang dianggapnya benar. Film yang berjudul A
Cry From Iran ini yang dibuat oleh Andre dan Joseph Hovsepian mendapatkan sambutan luar
biasa dari masyarakat internasional dan mendapatkan sejumlah penghargaan.11
9

Christian

Persecution:

Country

Proflles,

diakses

dari

www.christianpersecution.org/christianpersecution.htm, pada tanggal 12 Mei 2010, pukul


14.00 WIB.
10

Under Persecution, diakses dari http://www.persecutionblog.com/, pada tanggal 12 Mei

2010 pukul 15.00 WIB.


11

Michele Vu, Iranian Filmmakers Expose Christian Murder Cases, diakses dari

http://www.christianpost.com/article/20071025/iranian-filmmakers-exposechristian-murder-cases/index.html, pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 18.OO WIB.


5

Indonesia, meskipun mengaku sebagai negara yang demokratis dan menggunakan


Pancasila sebagai dasar hidup berbangsa dan bernegara dimana di dalamnya terdapat sila
pertama yang mengatakan Ketuhanan Yang Maha Esa, tetap tercatat banyak pelanggaran
HAM khususnya yang menyangkut agama. Dibawah Joint Ministerial Decree yang
dikeluarkan tahun 1969 dan direvisi tahun 2006 yang mengharuskan semua kelompok agama
di Indonesia untuk kembali mendaftarkan keberadaan mereka agar bisa mendapatkan ijin
menjalankan kegiatan mereka. Semenjak itu jumlah gereja yang ditutup dan bahkan dibakar
mengalami peningkatan.12
Sebagai negara terutama dalam menindas gereja, Iran yang jumlah penduduk
Kristennya hanya mencapai 0.33%. kelompok misionaris dilarang masuk Iran dan ornag yang
menyatakan bahwa dirinya Kristen didiskriminasi di bidang pendidikan, pekerjaan dan
kepemilikan barang-barang. Tidak hanya itu, tercatat banyak yang dipenjara,contohnya
adalah Marzieh Amirizadeh Esmaeilabad dan Maryam Rustampoor yang dipenjara karena
menjadi aktivis antipemerintah.13 Kondisi lebih buruk terjadi di Korea Utara dimana orang
Kristen dilarang utuk merayakan Natal, yang merupakan perayaan terbesar umat Kristen.
Kegiatan keagamaan Kristen di Korea Utara termasuk gerakan bawah tanah yang dilakukan
secara diam-diam. Ketika aparat pemerintah menangkap mereka, maka mereka akan
diperlakukan dengan sadis. Para tentara dan polisi yang ingin mendapatkan data dari tawanan
ini secara paksa mencabut gigi dan kuku mereka. Hal ini dilakukan juga untuk memaksa para
tawanan menyangkal iman Kristen yang mereka percayai. 14 Karena sangat ditentang dan
ditindas, kegiatan mereka pun dilakukan secara diam-diam. Mereka berkumpul 2-3 orang
untuk berdoa dan membaca Alkitab. Mereka tidak berani untuk berkumpul secara beramairamai. Jika memang harus melakukan hal ini, mereka harus berjalan jauh ke gunung sehingga
baru dapat bersekutu dengan orang Kristen lainnya.15

12

Indonesia, diakses dari

http://www.persecution.com/public/restrictednations.aspx?
clickfrom=bWFpbl9tZW51, pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 15.00 WIB.
13

Iran, diakses dari http://www.persecution.com/public/restrictednations.aspx?

clickfrom=bWFpbl9tZW51, pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 18.00 WIB.


14

Christmas

in

North

Korea,

diakses

http://persecutedchurch.blogspot.com/2009/12/christmas-in-north-korea.htm,
tanggal 20 Mei 2010, pukul 21.00 WIB.
15

Ibid.

dari
pada

II.2

International Association for Religious Freedom (IARF)


Kondisi di atas menyebabkan banyak kalangan yang menjunjung tinggi HAM

khususnya kebebasan beragama gerah dan mau berjuang melakukan sesuatu. Salah satu yang
terbesar adalah IARF. IARD adalah lembaga nonprofit asal Ingris yang berjuang untuk
kebebasan menganut agama dan kepercayaan dalam skala global. IARF memiliki 25 negara
anggota dengan substansi agama yang beraneka ragam, yaitu Buddha, Kristen, Hindu, Islam,
Shinto dan Zoroastrinism. Dasar dari berdirinya IARF adalah sesuai dengan artikel 8 United
Declaration of Human Rights (UDHR) yang dikeluarka pada tahun 1948 yaitu everyone
has the right to freedom of though, conscience and religion; this right includes freedom to
change his religion or belief, and freedom, either alone or in community with others and in
public or private, to manifest his religion in teching, practice, worship and observance.16
Dalam website resminya IARF mengatakan bahwa tujuan berdirinya IARF adalah
untuk memperjuangkan kebebasan beragama dan memeluk kepercayaan karena ini
merupakan hak manusia yang berharga dan cara manusia untuk mencari kebenaran. Ini
membutugkan usaha di dalam tiga aspek yang menjadi core business IARF, yaitu: Pertama,
kebebasan dari oppressive interference atau diskriminasi yang dilakukan oleh negaram
pemerintah dan institusi sosial yang juga memiliki minat terhadap isu agama, Kedua,
berjuang lewat mutual understanding, respek dan bekerja sama dalam harmoni atau paling
tidak toleransi antar individu, komunitas dan agama; Ketiga, essential acoountability oleh
kelompok agama untuk memastikan bahwa praktek beragama yang mereka lakukan
memegang teguh fundamenta dignity dan HAM setiap anggota mereka secara umum dan
orang lain secara umum.17 Oleh karena itu IARF bekerja dari dan untuk kelompok agama atau
kepercayan dengan tradisi yang berbeda dan komunitas yang menderita akibat persecution
atau diskriminasi. IARF memiliki lima program utama yaitu: (1) supporting affected
communities, yaitu mengidentifikasi komunitas yang mengalami penderitaan dari
ketidakbebasan mereka memeluk agama dan bekerja

sama dengan kordinator regional

wilayah tersebut serta anggota IARF untuk membangun program bantuan yang praktis; (2)
Non-formal diplomacy, yaitu menjalin hubungan dengan para pembuat kebijakan lewat
diplomasi nonformal dan channel PBB untuk meningkatkan kepedulian masyarakat
16

About Us, diakses dari http://www.iarf.net/2009site/aboutus.php, pada tanggal 24 Mei

2010 pukul 15.00 WIB.


17

Ibid.

internasional mengenai relgious persecution; (3) young adult programmes, membuat jaringan
global antar remaja dan pemuda yang berkomitmen untuk memperjuangkan kebebasan
beragama dan mempromosikan harmoni dan saling pengertian antaragama; (4) religious
freedom and responsibility, bekerja dengan anggota organisasi untuk membantu membuat
guidelines penting untuk memperjuangkan isu n; (5) preventive strategies, mengidentifikasi
area yang rentan terhadap pelanggaran kebebasan beragama sebelum tindakanan
nyataintoleransi beragama terjadi atau kembali terjadi. Program ini juga menekankan
pentingnya pendidikan.

II.3

Analisa
Melihat penjelasan mengenai kebebasan beragama yang sangat dikekang di beberapa

negara seperti Indonesia, Iran dan Korea Utara membuat kita mempertanyakan, apakah
peranan negara untuk menanggulangi permasalahan ini? Jika dilihat pola dari ketiga negara
tersebut, alasan pertama,persecution terhadap gereja dan orang Kristen dilakukan di negaranegara dimana agama Kristen tidak menjadi dominan. Oleh karena itu penindasan terhadap
kaum minoritas dapat dilakukan dengan lebih leluasa. Tujuan dari tindakan anti Kristen yang
dilakukan bertujuan untuk membuat agama Kristen tidak berkembang lebih pesat karena
dianggap dapat menyaingi agama mayoritas yang ada di negara tersebut.
Dalam kasus Korea Utara penulis melihat bahwa ada tendensi kekhawatiran
pemerintah terhadap berkembangnya agama Kristen. Korea Utara merupakan negara komunis
yang otoriter. Pemerintah mungkin khawatir ketika Kristen berkembang pesat dapat
menduduki tempat-tempat strategis untuk membuat kebijakan sehingga mereka tidak lagi
dapat memerintah dengan otoriter karena nilai-nilai Kristen bertolak belakang dengan
pemahamaman mereka selama ini. Alasan kedua adalah adanya salah penafsiran kitab agama
tertentu. Ada kelompok yang menamakan dirinya kelompok agama namun selalu
mempersulit proses pembangunan gereja dan bahkan merusak serta menindas orang Kristen.
Sesuai dengan pendapat ahli agama yaitu Ahmad Kamal, penulis berpendapat bahwa
kesalahan mendasar gerakan teroris adanya kesalahan penalaran dari ayat-ayat Kitab Suci
yang sudah tidak kontekstual dengan masa kini. Seperti yang dikatakan oleh Rocky Gerung
(ed):18
Menikmati kitab suci sebagai wujud referensi spiritual memang pilihan bebas
manusia, namun alangkah sempitnya apabila kita menjadikan teks tersebut
18

Rocky Gerung (ed), Hak Asasi Manusia: Teori, Hukum, Kasus, Depok: Filsafat UI Press, 2006, hal. 320.

mutlak dan mengabaikan akal, kenyataan, beserta pengalaman kita sebagai


manusia.
Penulis kurang setuju dengan penggunaan frase ...alangkah sempitnya bila kita
menjadikan teks tersebut mutlak... di atas karena memberikan kesan bahwa kitab suci
bukanlah kitab yang tiap ayatnya memiliki kebenaran mutlak. Penulis berpendapat kitab
suci memiliki kebenaran mutlak secara keseluruhan, namun seperti pendapat di atas,
pembaca harus mengkontektualisasikan bacaan tersebut dengan kondisi saat ini yang
berbeda jauh dari pembaca pertama dan kondisi yang melatarbelakanginya. Tidak adanya
kontekstualisasi ini menyebabkan kesalahan intepretasi terhadap bacaan tersebut yang bisa
mengakibatkan aplikasi yang salah. Selain itu mereka juga memiliki kecenderungan untuk
mengambil ayat-ayat kitab suci bagian per bagian yang sesuai dengan apa yang mereka
mau, bukan secara keseluruhan. Alasan lain adalah adanya rasa superioritas (yang
didukung posisi mereka sebagai mayoritas) terhadap kepercayaan yang dianut yang
menyebabkan primordialisme dan tidak siap menghadapi dunia yang pluralis. Hal-hal
tersebut menjadi faktor pendukung sesatnya keyakinan yang diperoleh. Lebih parahnya,
menurut penulis, kelompok-kelompok tersebut membangun fanatisme mereka di atas
kesalahan-kesalahan tafsir tersebut, baik sengaja maupun tidak sengaja.
Setalah mengetahui bagaimana diskriminasi tesebut bisa terjadi, maka kita akan
menanyakan apakah peranan pemerintah? Sesuai penjelasan di atas, di beberapa contoh
kasus, seperti di Korea Utara pemerintah turut berperan di dalamnya. Seharusnya
pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi dapat mengatur kebebasan beragama
dengan lebih baik dan juga menolong warganya untuk memahami bahwa tindakantindakan diskriminatif tersebut adalah salah. Pemerintah juga seharusnya memberikan
perlindungan yang memadai kepada korban dan hukuman yang tegas kepada para pelaku.
Namun nampaknya apa yang diharapkan ini belum dapat dipenuhi oleh pemerintah. Hal
ini dapat terbukti dengan terus berkembangnya jumlah persecuted church di dunia.
Lalu apakah peranan IARF? Dalam menjalankan tugasnya, IARF mengadakan
kongres tahunan yang dihadiri oleh 450-650 individu dari berbagai agama dan berbagai
negara di dunia. Interfaith dialog pun dilakukan. Kegiatan lain yang dilakukan dalam
kongres tersebut adalah pertukaran budaya dan pertukaran info mengenai persecution
terhadap kebebasan beragama di masing-masing negara. Jika dilihat dari fokus pekerjaan
IARF, penulis berpendapat IARF cukup holistik dalam usaha memperjuangkan isu ini.
IARF memulai programnya dengan mencari negara-negara yang potensial terjadi
pelanggaran kebebasan beragama. Hal ini menurut penulis cukup efektif untuk segera
9

membendung diskriminasi sebelum akhirnya bertambah luas dan bertambah besar


pengaruhnya. Strategi IARF untuk menjangkau anak-anak muda juga tepat karena anakanak muda masih mudah diarahkan dan ketika mereka diarahkan ke jalan yang benar maka
mereka diharapkan tetap berjalan dengan benar yaitu memperjuangkan kebebasan
beragama di negara tempat tinggal mereka. Kongres yang diadakan juga baik sebagai
sarana untuk berbagi informasi mengenai kondisi. Dalam diskusi ini para anggota dapat
melakukan brain-storming mengapa diskriminasi dapat terjadi dan diharapkan dapat
menemukan akar permasalahan serta solusi yang dilakukan ke depan lewat cerita-cerita
sukses yang pernah dilakukan dan lain-lain.
Program-program yang dilakukan oleh IARF cukup spesifik. Contohnya di Asia
Selatan, IARF memiliki program HRE atau Human Rights Education Continuation yang
diprogramkan dilakukan tahun 2008-2010. Di Filipina, program yang dilakukan adalah
Interfaith Village Project 2008-2010: Building Multifaith Vilage Livelihoods. Adanya
program yang spesifik memudahkan IARF untuk tetap berada di jalur perjuangan yang
tepat.
IARF menjalin hubungan dengan organisasi lain baik di tataran nasional, regional
dan internasional. Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan kekuatan sheigga IARF
memiliki leverage yang lebih besar untuk menyampaikan aspirasinya. IARF juga menjalin
hubungan dengan PBB. Prinsip IARF berdasarkan kepada UNs Declaration on the
Elimination of all Forms of Intolerance and Discrimination Based on Religin or Belief
(1981). IARF merupakan satu dari 131 organisasi yang memiliki consultative status di
ECOSOC. Ini sangat menguntungkan karena keberadaan IARF lebih diperhitungkan dan
IARF dapat mengangkat isu diskriminasi yang terjadi di negara-negara. IARF dapat
melobi negara lain atau secara langsung menuntut negara untuk memberikan kebebasan
beragama di negaranya. Hal ini menjadi efekftif karena setiap negara tidak ada yang ingin
dikenal sebagai negara gagal karena tidak sanggup menjamin kebebasan beragama
masyarakatnya. Namun meskipun demikian perlakuan diskriminatif terhadap agama dalam
hal ini agama Kristen masih terus saja terjadi.

10

BAB IV
KESIMPULAN
Hak asasi manusia merupakan hak utama yang membedakan manusia dengan cipta
lainnya. Hubungan HAM dan agama adalah agama mangajarkan bahwa manusia ada
bukan karena sendirinya namun diciptakan Allah. Oleh karena itu manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah harus mengasihi ciptaan Allah yang lain. Hubungan kedua adalah
salah satu bentuk HAM adalah kebebasan untuk beragama. Namun hal ini dinodai oleh
sekelompok orang yang memiliki stereotipi terhadap agama lain, dalam makalah ini
dibahas tentang diskriminasi yang dilakukan terhadap gereja dan orang Kristan.
11

Alasan mengenai mengapa diskriminasi ini terjadi adalah karena adanya


sekelompok orang yang salah menafsirkan kitab sucinya. Mereka merasa bahwa ketika
mereka tidak mengizinkan agama lain untuk beribadah, mereka telah menjalankan
kehendak Tuhan. Alasan kedua adalah adanya semacam legalisasi dari pemerintah karena
ketakutan pemerintah untuk disaingi.
Oleh karena itu International Association for Religious Freedom (IARF) hadir dan
memperjuangkan isu ini. kegiatan yang dilakukan adalah menyelenggarkan dialog antra
agama dan membawanya ke tataran internasional ketika sidang PBB. Meskipun belum ada
data real yang dapat secara langsung menilai signifikansi IARF, namun dari penjelasan di
atas dapat dinilai bahwa gerakan ini cukup memberikan dampak bagi orang Kristen yang
menderita dengan dibawanya permasalahan ini dalam sidang PBB. Berharap hasil sidang
juga dapat diterapkan secara langsung dan tepat di tiap negara.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Forsythe, David. 2000. Human Rights in International Relations. United
Kingdom: Cambridge University Press.
Keane, John. 2000. Global Civil Society. United Kingdom: Cambridge
University Press.
Gerung, Rocky. 2006. Hak Asasi Manusia: Teori, Hukum, Kasus. Depok:
Filsafat UI Press.
12

Muellerson, Rein. 1997. Human Rights Diplomacy. London and New York:
Routledge.
Princen, Thomas. 1994. NGOs: Creating a Niche in Environmental
Diplomacy, dalam Thomas Princen dan Matthias Finger, Environmental
NGOs in World Politics Linking the Local and the Global. London:
Routledge.
Jurnal
http://library.duke.edu
Internet
www.amnestyusa.org
www.christianpost.com
www.iarf.net
www.persecution.com

13

Anda mungkin juga menyukai