Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE


(INFARK TROMBOTIK) DI RUANG MELATI
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh
Nandita Yogis Pratama, S. Kep.
NIM 092311101029

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

1. Proses Terjadinya Masalah


a. Kasus
Stroke (Infark Trombotik)
b. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak, hal ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer C.
Suzanne, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis yang berlangsung 24 jam
atau lebih, serta menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab kematian
dan kecacatan neurologis yang pertama di Indonesia. Serangan otak ini
merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditagani secara cepat, tepat,
dan cermat (Mansjoer, 2007). Stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik.Salah satu contoh stroke hemoragik adalah
stroke thrombosis. Stroke trombosis adalah stroke yang terjadi karena adanya
sumbatan di pembuluh darah besar di otak karena adanya gumpalan/ plak
yang terbentuk akibat proses aterosklerotik (pengerasan arteri).

Gambar 1.Sistem Ventrikular Otak

Gambar 2. Stroke iskemik

c. Etiologi
Penyebabnya antara lain:
a. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )

Aterosklerostis, yaitu mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan

elastisitas dinding pembuluh darah.


Hiperkoagulasi: darah yang bertambah

kental

yang

akan

menyebabkan viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat

melambatkan aliran darah cerebral


Arteritis: radang pada arteri

b. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )


c. Hipoperfusi sistemik (berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian
tubuh) (Smeltzer C. Suzanne, 2002)
d.Tanda dan gejala
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan dan kelumpuhan
2. Bicara cadel atau pelo
3. Gangguan bicara dan bahasa
4. Gangguan penglihatan
5. Gangguan daya ingat
6. Nyeri kepala hebat
7. Vertigo
8. Kesadaran menurun
9. Gangguan fungsi otak
Tanda gejala berdasarkan lobus pada cerebal
1) Lobus Frontal
a) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak
mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
b) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi

terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan


mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2) Lobus Parietal
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi
superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya
respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian
tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
a) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
b)
c)
d)
e)

bicara yang dapat dipahami)


Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam

tulisan).
f) Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
g) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
h) Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
i) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-objak
dengan tepat)
j) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan
melalui indra)
k) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
l) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
m) Disorientasi kanan kiri
3) Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman
penglihatan, diplobia (penglihatan ganda), buta.
4) Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
e. Patofisiologi
Trombosis adalah bekuan darah. Stroke trombotik yaitu stroke yang
disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena
trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi
tidak lancar. Stroke karena trombosis ini merupakan stroke yang paling
sering terjadi (hampir 40% dari seluruh stroke). Penurunan aliran darah ini

menyebabkan iskemik. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang


terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal. Trombosis
diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan
kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi
antara trombosit dan dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel
pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis karena adanya
glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya
prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi
platelet agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan
berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian
merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit
mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di dalam
trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak.
Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit
dengan jaringan kolagen pembuluh darah.
Plak aterklerotik tersebut akan menyumbat suatu pembuluh darah tertentu di
otak yang pada akhirnya daerah otak yang seharusnya mendapat pasokan
oksigen dan nutrisi tersebut menjadi kekurangan oksigen (disebut iskemia)
dan akhirnya menjadi darah mati (infark). Plak aterisklerotik biasanya
menyumbat pembuluh darah besar disekitar leher ataupun didasar otak.
Hambatan/ sumbatan yang terjadi di pembuluh darah yang cukup besar
tersebut biasanya akan menghasilkan stroke iskemik yang luas di otak
(daerah infark yang luas). Proses aterosklerosis itu sendiri di percepat oleh
berbagai faktor seperti hipertensi, diabetes, hiperkolesterol, dan faktorfaktor lainnya. Bagaimana proses terjadinya ateroskelrosis terjadi karena
penimbunan lipid (lemak) berikut kolesterol yang diselipkan dibawah
lapisan intima dari pembuluh darah oleh arus darah. Proses ini dipercepat
oleh hiperkolesteremia dan beban terhadap dinding pembuluh darah akibat
hipertensi.

Gambar 3. Patofisiologi stroke iskemik

f. Faktor resiko pada stroke


1. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non reversible)
a. Jenis kelamin, pria lebih sering diremukan menderita stroke dibanding wanita
b. Usia, makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke
c. Keturunan, adanya riwayat keluarga yang terkena stroke
2. Faktor yang dapat dirubah (reversible)

Hipertensi

Obesitas

Penyakit jantung

Diabetes Melitus

Kolesterol tinggi

3. Kebiasaan/gaya hidup

Merokok

Kurang olah raga

Mengkonsumsi alkohol

Mengkonsumsi makanan

Mengkonsumsi narkoba

berkolesterol

(Huda Nurarif, 2013)


g.

Komplikasi
Komplikasi yang umumnya terjadi akibat stroke iskemik, yaitu (Nurarif &
Kusuma, 2013):
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri, defisit neurologis cenderung memberat, herniasi, infark
miokard, kematian.

2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari)


Pneumonia akibat imobilisasi lama, infark miokard, emboli paru, stroke
rekuren, nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas.
3. Komplikasi jangka panjang (>14 hari)
Stroke rekuren, infark miokard, penyakit vaskuler perifer.
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1) Berhubungan dengan immobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2) Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
3) Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala.
h. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi (darah
lengkap), elektrolit, GDA, faal ginjal, faal hati, kimia darah, dan lain-lain
sesuai dengan kondisi pasien.
2. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnosik bertujuan untuk membantu menegakkan pasien
stroke, yang meliputi:
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik.

Gambar 17. Pemeriksaan angiografi serebri


b) Lumbal pungsi
Biasanya digunakan pada kasus stroke hemoragik.
c) CT scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, adanya infark pada jaringan
otak.

Gambar 18. Pemeriksaan CT scan, tanda panah menunjukkan area


infark
d) MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan
posisi serta besar/luas terjadinya infark.

Gambar 19. Gambaran MRI pada infark arteri serebri


e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena.

Gambar 20. Hasil pemeriksaan USG Doppler menunjukkan area


stenosis pada arteri karotis yang berat
f) EEG
Bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark.

Gambar21. Hasil pemeriksaan EEG

i. Penatalaksanaan
Penatalaksnaan fase akut

Pasien ditempatkan semi telungkup atau lateral dan kepala ditinggikan


sampai tekanan vena cerebral berkurang

Pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal yang mungkin


berkaitan dengan kehilangan reflex jalan nafas, imobilisasi dan
hipoventilasi

Penyebab dan faktor resiko stroke


Jantung diperiksa untuk abnormalitas ukuran dan irama serta gagal
jntung kongestif.
Penyumbatan pembuluh darah oleh thrombus

Penatalaksnaan fase selanjutnya


1. Diuretika : untuk
menurunkan
serebral
(terutama cairan manitol)
Agregasi
thrombusedema
dan menjadi
embolus
2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi
3. pengobatan antitrombosit
Ikut aliran darah ke otak
(Smeltzer C. Suzanne, 2002)
Penyumbatan
3. Pohon Masalah dan
Data yangdalam
Perlupembuluh
Dikaji darah ke otak
a. Pohon masalah
Aliran darah ke otak terhambat

penurunan perfusi jaringan otak

Jaringan otak kekurangan darah

Iskemia jaringan otak

Penurunan kesadaran

Ketidakefektifan perfusi jaringan otak


Defisit

neurologis

Kerusakan motor neuron

Resiko cidera

Gangguan saraf kranial 10

kesulitan menelan

Perubahan status kesehatan

Hemiparesis dan hemiplegia


intake nutrisi menurun

Ansietas

Hambatan mobilitas fisik

Defisit perawan diri

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Masalah keperawatan
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Hambatan mobilitas fisik


Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Ansietas
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebal
Resiko cidera
Defisit perawatan diri : mandi, berpakaian, makan, eliminasi.

b. Data yang perlu dikaji


a) Anamnesis
1) Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No. RM, dan
tanggal MRS.
2) Keluhan utama, biasanya pasien mengeluh kelemahan pada anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang, stroke iskemik terjadi karena adanya
trombus dan emboli pada pembuluh darah. Awitannya biasanya sub
akut, serangannya mendadak, nyeri kepala, kadang terjadi penurunan
kesadaran.
4) Riwayat penyakit dahulu, biasanya pasien dengan stroke iskemik
memilik riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, penggunaan kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obatobat antikoagulan, dan obesitas.
5) Riwayat penyakit keluarga, biasanya ada riwayat keluarga yang
mengalami hipertensi, diabetes mellitus atau adanya riwayat stroke.
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan berdasarkan sistem 6B yang meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
pasien, yaitu (Muttaqin, 2008):
1. Keadaan umum: Pasien

umumnya

mengalami

penurunan

kesadaran.Suara bicara kadang mengalami gangguan, yaitu sulit


dipahami, kadang tidak mampu berkomunikasi, tekanan darah
meningkat, denyut nadi bervariasi.
2. B1 (Breathing)

Inspeksi diperoleh pasien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak


nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada
pasien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk
yang menurun sering ditemukan pada pasien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.Pada pasien dengan kesadaran compos mentis
pada pengkajian inspeksi pernafasan tidak ditemukan kelainan.Palpasi
thoraks ditemukan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi
tidak ditemukan bunyi nafas tambahan.
3. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular ditemukan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada pasien stroke.Tekanan darah
biasanya meningkat dan terdapat adanya hipertensi massif > 200
mmHg.
4. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori).Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pemeriksaan B3 (Brain) harus menjadi fokus pemeriksaan pada pasien
stroke yang meliputi:
1) Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling
mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat
kesadaran pasien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator
paling

sensistif

untuk

mendeteksi

disfungsi

sistem

persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat


perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran.Pada keadaan lanjut,
tingkat kesadaran pasien stroke biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dan semikoma.Apabila pasien sudah mengalami
koma, maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran pasien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan.

2) Pemeriksaan saraf cranial,


Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara berikut:
a) Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya

penciuman

dengan satu lubang hidung pasien ditutup, sementara


bahan

penciuman

diletakan

pada

lubang

hidung

kemudian di suruh membedakan bau. Biasanya pada


pasien

stroke

tidak

ada

kelainan

pada

fungsi

penciuman.
b) Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman
penglihatan dan pemeriksaan oftalmoskopi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer
di

antara

mata

dan

korteks

visual.

Gangguan

hubungan visual-spasial sering terlihat pada pasien


dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat
menggunakan

pakaian

ketidakmampuan

untuk

tanpa

bantuan

mencocokkan

karena

pakaian

ke

bagian tubuh.
c) Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek
pupil dan akomodasi.
d) Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola
mata keatas, bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.
Saraf II. Saraf III, IV, dan VI. Apabila akibat stroke
menyebabkan paralisis sesisi otot-otot okularis maka
akan

ditemukan

penurunan

konjugat unilateral.
e) Nervus
trigeminus
pemeriksaan

reflek

kemampuan

dengan
kornea

cara

dengan

gerakan

melakukan
menempelkan

benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan


menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa
bagian pipi, pemeriksaan cabang motorik pada pipi.
Pada beberapa keadaan, stroke menyebabkan paralisis
saraf trigeminus, sehingga akan ditemukan penurunan

kemampuan

koordinasi

gerakan

mengunyah.

Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan


kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus dan
eksternus.
f) Nervus abdusen

dengan

cara

pasien

di

suruh

menggerakan sisi mata ke samping kiri dan kanan.


g) Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan
mengecap pada dua pertiga anterior lidah, mulut
kering, paralisis otot wajah. Persepsi pengecapan
dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
h) Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah
pendengaran,

keseimbangan,

dan

pengetahuan

tentang posisi tubuh.


i) Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan
pada sepertiga posterior lidah anestesi pada farings
mulut kering sebagian.
j) Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
Kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka
mulut.
k) Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan
pada muskulus sternokleudomastoideus, pasien di
suruh memutar kepala sesuai tahanan yang di berikan
si pemeriksa.
l) Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah,
lidah di julurkan ke luar jika ada kelainan maka lidah
akan membelok ke sisi lesi. Lidah simetris, terdapat
deviasi

pada

satu

pengecapan normal.
3) Sistem motorik
Pada
inspeksi
umum,

sisi

dan

ditemukan

fasikulasi.

hemiplegia

Indera

dan

hemiparesis.Fasikulasi ditemukan pada otot-otot ekstremitas.Tonus


otot ditemukan meningkat, kekuatan otot pada sisi yang sakit

diperoleh skala 0.Keseimbangan dan koordinasi mengalami gangguan


karena hemiparesis dan hemiplegia.
4) Sistem sensorik
Dapat ditemukan hemipestesi, disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensorik primer di antara mata dan korteks
visual.Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien
dengan hemiplegia kiri.Pasien mungkin tidak dapat menggunakan
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh. Kehilangan sensorik karena stroke dapat
berupa kerusakan kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan proprioseptif (kemampuan untuk merasakan
posisi

dan

gerakan

bagian

tubuh)

serta

kesulitan

dalam

menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, dan auditorius.


5) Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, tic (kontraksi saraf berulang), dan
distonia.Pada keadaan tertentu, pasien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu
tubuh yang tinggi.Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal
kortikal yang peka.
6) Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligament, atau
periosteum derajat refleks pada respon normal. Pemeriksaan refleks
patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali dengan didahului refleks patologis.
a. Refleks Fisiologi
1) Refleks Biceps (BPR) : ketukan pada jari pemeriksa yang
ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah
diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku.
2) Refleks Triceps (TPR) : ketukan pada tendon otot triceps, posisi
lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi. Respon : ekstensi
lengan bawah pada sendi siku.

3) Refleks Periosto Radialis : ketukan pada periosteum ujung distal os


symmetric posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi.
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena
kontraksi m.brachiradialis.
4) Refleks Periostoulnaris : ketukan pada periosteum prosesus styloid
ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadrates.
5) Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella dengan
hammer. Respon : plantar fleksi longlegs karena kontraksi
m.quadrises femoris.
6) Refleks Achilles (APR) : ketukan pada tendon achilles. Respon :
plantar fleksi longlegs karena kontraksi m.gastroenemius.
7) Refleks Klonus Lutut : pegang dan dorong os patella ke arah distal.
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama
stimulus berlangsung.
8) Refleks Klonus Kaki : dorsofleksikan longlegs secara maksimal,
posisi tungkai fleksi di sendi lutut. Respon : kontraksi reflektorik
otot betis selama stimulus berlangsung.
b. Refleks Patologis
1) Babinsky : penggoresan telapak longlegs bagian lateral dari
posterior ke anterior. Respon : ekstensi ibu jari longlegs dan
pengembangan jari longlegs lainnya.
2) Chadock : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar
maleolus lateralis dari posterior ke anterior. Respon : seperti
babinsky.
3) Oppenheim : pengurutan krista anterior tibia dari proksimal ke
distal. Respon : seperti babinsky.
4) Gordon : penekanan betis secara keras. Respon : seperti babinsky.
5) Schaefer : memencet tendon achilles secara keras. Respon : seperti
babinsky.
6) Gonda : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari longlegs ke-4.
Respon : seperti babinsky.
7) Stransky : penekukan (lateral) jari longlegs ke-5. Respon : seperti
babinsky.
8) Rossolimo : pengetukan ada telapak kaki. Respon : fleksi jari-jari
longlegs pada sendi interfalangeal.

9) Mendel-Beckhterew : pengetukan dorsum pedis pada daerah os


coboideum. Respon : seperti rossolimo.
10) Hoffman : goresan pada kuku jari tengah pasien. Respon : ibu jari,
telunjuk dan jari lainnya fleksi.
11) Trommer : colekan pada ujung jari tengah pasien. Respon : seperti
Hoffman.
5. B4 (Bladder)
Setelah
stroke
inkontinensia

urine

pasien

mungkin

sementara

mengalami

karena

konfusi,

ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan


ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan

motorik

dan

postural.

Kontrol

sfingter

urinarius eksternal kadang hilang atau berkurang.


Selama periode ini, dilakukan kateterisasai intermitten
dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6. B5 (Bowel)
Ditemukan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, dan muntah pada fase akut.Mual hingga muntah dihubungkan
dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi
defekasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya inkontinensia alvi
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
7. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron
motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada
sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika pasien kekurangan O 2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol

karena pasien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran


untuk

beraktivitas

karena

kelemahan,

kehilangan

sensorik,

atau

paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas


dan istirahat.
c) Data fokus (berdasarkan pemeriksaan fisik)
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik.
Tanda : penurunan massa otot/tonus, hemiplegia, hemiparesis
2) Sirkulasi
Gejala : tiba-tiba nyeri kepala, riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit jantung.
Tanda : peningkatan JVP, tekanan darah dan denyut nadi meningkat
(takikardia), syok, pucat
3) Eliminasi
Gejala : keluhan perubahan pola berkemih, konstipasi, inkontinensia feses
dan urine, ketidakmampuan mengkomunikasikan keinginan berkemih,
ketidakmampuan menggunakan urinal karena kontrol motorik hilang
Tanda : distensi abdomen (VU penuh), perubahan warna feses dan urin,
perubahan jumlah urine dan feses
4) Nutrisi
Gejala : anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual, muntah,
kesulitan menelan
Tanda : penurunan berat badan/peningkatan cairan, kulit kering, turgor
buruk, edema, penurunan bising usus
5) Neurosensori
Gejala : disorientasi, kehilangan refleks, kehilangan kemampuan
penginderaan, kehilangan kognitif dan memori, kehilangan kontrol
volunteer
Tanda : terdapat perubahan mental, bicara lambat/tidak jelas, penurunan
kesadaran, hemiparesis dan hemiplegia, defisit neurologis yang muncul
bergantung pada letak dan luas infark
6) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri kepala, nyeri dada
Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri
7) Respirasi/pernafasan
Gejala : dispnea
Tanda : takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru
terbatas, hipoksia
8) Keamanan
Gejala : keluhan demam
Tanda : demam, edema

9) Seksualitas
Gejala : perubahan pola seksualitas

4. ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis/hemiplegia,
kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi tidak adekuat.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai kondisi
penyakit, ketakutan akan status kesehatan.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan embolisme
(penyumbatan dalam pembuluh darah ke otak)
e. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran.
f. Defisit perawatan diri : makan, berpakaian, eliminasi

INTERVENSI KEPERAWATAN
No
1.

Diagnosa
keperawatan
Hambatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan
hemiparesis/hemi
plegia, kelemahan
neuromuscular
pada ekstremitas.

Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatanselam
a1x24 jam, pasien
mampu
melaksanakan
aktivitas fisik
sesuai dengan
kemampuannya.
NOC :
- Joint movement :
active
- Mobility level
- Self care : ADLs
- Transfer
performance

Kriteria hasil
a. Pasien meningkat dalam
aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
d. Memperagakan penggunaan
alat bantu untuk mobilisasi
e. Tidak terjadi kontraktur sendi
dan bertambahnya kekuatan
otot

Intervensi keperawatan

Rasional

NIC:
Exercise therapy : ambulation
a. Kaji mobilitas yang ada dan
observasi terhadap peningkatan
kerusakan, kaji secara teratur
fungsi motorik
b. Ubah posisi pasien setiap 2 jam
c. Ajarkan pasien untuk
melakukan latihan gerak aktif
pada ekstremitas yang sehat.

d. Lakukan gerak pasif pada


ekstremitas yang sakit
e. Bantu pasien melakukan
latihan ROM dan perawatan
diri sesuai kemampuan pasien
f. Pertahankan postur tubuh
pasien yang baik
g. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
pasien

a. Mengetahui tingkat
kemampuan pasien dalam
melakukan aktivitas
b. Menurunkan resiko
terjadinya decubitus
c. Gerakan aktif
memberikan massa, tonus
dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi
jantung dan pernafasan
d. Otot volunter akan
kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan
e. Memelihara fleksibilitas
sendi sesuai kemampuan
f.

Menegakkan postur dan


menguatkan otot-otot
paraspinal
g. Peningkatan kemampuan
dalam mobilisasi
ekstremitas dapat

ditingkatkan dengan
latihan fisik
2.

Ketidakseimbanga
n nutrisi: kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan intake
nutrisi tidak
adekuat.

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 24 jam,
kebutuhan nutrisi
pasien tercukupi.
NOC :
- Nutritional status:
food and fluid
intake
- Nutritional status:
nutrient intake
- Weight control

a. Peningkatan berat badan sesuai


dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
c. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
d. Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti

NIC :
Nutrition Management and
Nutrition Monitoring
a. Monitor adanya penurunan
berat badan
b. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan

c. Kaji alergi terhadap makanan


d. Monitor tanda-tanda
malnutirisi, mual dan muntah,
pertumbuhan dan
perkembangan, kalori dan
intake nutrisi
e. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
f.

Kolaborasikan dengan ahli gizi

a. Penurunan berat badan


menjadi salah satu
indikator kurangnya
nutrisi dalam tubuh
b. Tipe dan jumlah aktivitas
mempengaruhi jumlah
kalori yang dibutuhkan,
jika jumlah kalori yang
dibutuhkan tidak
seimbang dengan intake
nutrisi, maka tubuh dapat
mengalami kekurangan
nutrisi
c. Mencegah kesalahan
dalam pemberian nutrisi
pada pasien
d. Mengetahui lebih dini
apakah tubuh mengalami
kekurangan nutrisi atau
tidak
e. Memfasilitasi pengetahuan
pasien agar dapat
meningkatkan asupan
nutrisinya
f. Jumlah kalori dan nutrisi

3.

Ansietas
berhubungan
dengan kurang
pengetahuan
mengenai kondisi
penyakit,
ketakutan akan
status kesehatan. -

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x24 jam,
ansietas berkurang
NOC :
Anxiety self-control
Anxiety level

a. Mampu mengidentifikasi dan


mengungkapkan gejala cemas
b. Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas
c. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
d. Postur tubuh ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan

untuk menentukan jumlah


kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
NIC:
Anxiety Reduction
a. Identifikasi tingkat kecemasan
pasien

b.

c.
d.

e.

f.

yang diberikan harus


sesuai dengan kebutuhan
nutrisi pasien.

a. Mengidentifikasi seberapa
jauh penyakit
menyebabkan kecemasan
pada pasien dan
merupakan pedoman
dalam menentukan
Jelaskan semua prosedur dan
intervensi yang tepat bagi
apa yang dirasakan selama
pasien
prosedur
b. Memfasilitasi pengetahuan
pasien terhadap tindakan
Pahami perspektif pasien
yang akan dilakukan dan
terhadap kecemasan
memberi ketenangan pada
pasien
Dorong keluarga untuk
c. Membantu menentukan
senantiasa menemani pasien
teknik untuk mengurangi
dan memberikan ketenangan
kecemasan pada pasien
pada pasien
d. Mencegah pasien
Bantu pasien untuk mengenal
mengalami ansietas yang
situasi yang dapat menyebabkan
berlebihan
cemas
e. Mencegah pasien
Berikan informasi mengenai
mengalami cemas yang
kondisi penyakit pasien
berulang akibat
ketidakmampuan dalam
mengenal situasi

g. Dorong pasien untuk


mengungkapkan perasaan,
ketakutan, dan persepsi
terhadap rasa sakit yang
dialaminya
h. Kolaborasikan pemberian obat
untuk menenangkan pasien

f.

Memfasilitasi pengetahuan
pasien mengenai kondisi
penyakitnya dan memberi
ketenangan pada pasien
g. Mengurangi beban pasien
terhadap ansietas yang
dirasakan
h. Mengurangi ansietas yang
dirasakan pasien

4.

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
cerebal
berhubungan
dengan embolisme

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 3x24
jam perfusi jaringan
otak dapat tercapai
secara optimal
NOC
Tissue perfusion :
cerebral

5.

Resiko cidera
berhubungan

Setelah dilakukan
tindakan

1. Mempertahankan
meningkatkan tingkat
kesadaran, kognitif, dan fu
ngsi motorik sensorik
2. Menunjukkan kestabilan
tanda tanda vital dan tidak
ada penurunan TIK
3. Menunjukkan berkurangnya
kerusakan / defisit.
4. Klien tidak gelisah
5. Tidak ada keluhan nyeri
kepala, mual, kejang.
6. GCS 456
7. Pupil isokor, reflek cahaya
(+)

a. Pasien terbebas dari cidera


b. Pasien mampu menjelaskan

NIC
Management sensasi perifer
1. Berikan penjelasan kepada
keluarga klien tentang sebabsebab penurunan kesadaran.
2. Baringkan klien total dengan
posisi tidur tanpa bantal
3. Observasi dan catat tanda-tanda
vital tiap dua jam
4. Berikan terapi cairan dengan
dengan monitor ketat
5. Kolabrasi dalam pemberian
therapi O2 dan farmakologi

NIC:
Environment Managemen

1. Keluarga lebih
berpartisipasi dalam
proses penyembuhan
2. Meningkatkan perfusi
jaringan pada otak
3. Mengetahui setiap
perubahan yang terjadi
pada klien secara dini dan
untuk penetapan tindakan
yang tepat
4. Menigkatkan perefusi
jaringan.
5. pemberian terapi O2 dapat
meningkatkan saturasi
oksigen, terutama ke otak.

dengan penurunan
kesadaran.

keperawatan
selama1x24 jam,
risiko cidera tidak
terjadi
NOC :
- Risk control

metode/cara untuk mencegah


cidera
c. Pasien mampu menjelaskan
faktor resiko yang dapat
menyebabkan cidera
d. Pasien mampu memodifikasi
gaya hidup untuk mencegah
cidera
e. Pasien mampu menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada

a. Pertahankan tirah baring dan


imobilisasi sesuai indikasi
b.
c.
d.
e.

a. Meminimalkan rasa nyeri


dan mencegah pergerakan
yang dapat mengakibatkan
cidera
Gunakan bantal air atau
b. Menghindari tekanan yang
pengganjal yang lunak di bawah
berlebih pada daerah yang
daerah-daerah yang menonjol
menonjol
Pasang restrain dan cek
kepatenan restrain
c. Mencegah pasien terjatuh
Evaluasi tanda/gejala perluasan
dari tempat tidur
cidera
d. Menilai perkembangan
Kolaborasi pemberian antibiotik
masalah pasien
e. Membantu membunuh
atau menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme

DAFTAR PUSTAKA

Harsono, 1996.Buku Ajar: Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada university


press
Huda Nurarif, Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
maedis dan NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Joane. 2004. Nursing Intervention Classification. Mosby : USA.
Joane. 2004. Nursing Outcomes Classification. Mosby : USA.
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3, Jakarta:
EGC
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002.
Medikal Bedah, Jakarta: EGC

Buku Ajar Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai