Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL


KRONIK (GGK) a.c DIABETES MELLITUS DI RUANG HEMODIALISA
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)


Stase Kerawatan Medikal Bedah

Oleh:
Jumuatul Masullah, S. Kep.
NIM 082311101016

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal tidak dapat
mempertahankan keadaan homeostatis lagi dan nefron kehilangan secara progresif
(OCallaghan, 2006). Penyakit ginjal kronik adalah proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Sudoyo,dkk, 2006).
Smeltzer (2001) menyatakan bahwa penyakit ginjal kronik atau penyakit
renal tahap akhir adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel
ditandai

dengan

kegagalan

tubuh

untuk

mempertahankan

metabolisme,

keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkann uremia (retensi urea dan
sampah tubuh lain dalam darah).
Gagal ginjal kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan
terus menerus. Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua penyakit.
(Corwin, 2000)
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversibel (Mansjoer, 2007). Gagal ginjal kronik terjadi apabila ginjal sudah
tidak mampu mempertahankan keadaan lingkunagn internal yang konsisten
dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan induvidu
transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan
menunggu beberapa tahun (Barbara, 1999).
2. Tahapan Penyakit Ginjal Kronik
Suwitra dalam Sudoyo,dkk (2006) membagi tahapan penyakit ginjal
kronik berdasarkan perkembangan penyakitnya, yaitu dijelaskan pada tabel 2.1
Tabel 1 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat
1
2
3
4
5

Penjelasan
kerusakan ginjal dengan LFG normal
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
Kerusakan ginjal dengan LFGsedang
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
Penyakit ginjal tahap akhir

LFG(ml/mn/1,73m2)
90
60-89
30-59
15-29
<15

3. Etiologi
Penyebab penyakit ginjal kronik menurut Price (2006) antara lain:

a. Penyakitinfeksi : pielonefritis kronik atau refluks, nefropati, tubulointestinal.


b. Penyakit peradangan : glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensi : nefrosklerosis maligna, nefrosklerosis benigna,
stenosis arteriarenalis.
d. Gangguan jaringan ikat : lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan congenital dan hederiter : penyakit ginjal polikistik hederiter,
asidosis sistemik progresif.
f. Penyakit metabolik : diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
g. Nefropatitoksik : penyalahgunaan analgesik, nefropati timah.
h. Nefropati obstruktif karena obstruksi saluran kemih karena batu, neoplasma,
fibrosis retroperitoneal, hipertrofiprostat, striktururetra, anomali kongenital
leher vesika urinaria dan uretra.
4. Patofisiologi
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah
pembesaran ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan
direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus membawa natrium, bersamaan
dengan efek insulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM) yang
merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel
meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih
sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,
sehingga menyebabkan tekanan intraglomeruler naik dan terjadi hiperfiltrasi
glomerus.
Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik
dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brenner dkk menunjukkan bahwa
pada saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi
glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk
kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun
akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.
Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada
nefropati diabetik masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan oleh
dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa yang diperantarai
hormon vasoaktif, IGF-1, nitrit oksida, prostaglandin dan glukagon. Efek

langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks


ekstraseluler, serta produksi TGF- yang diperantarai oleh aktivasi protein
kinase-C yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi
pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan
permeabilitas kapiler.
Hiperglikemia

kronik

dapat

menyebabkan

terjadinya

glikasi

nonenzimatik asam amino dan protein. Pada awalnya glukosa akan mengikat
residu asam amino secara non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu
terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi
masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut
terus, akan terbentuk Advanced Glycation End Product (AGEs) yang
ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan
seluler seperti ekspresi adesi molekul yang berperan dalam penarikan sel-sel
mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler
serta inhibisi sintesis nitrit oksida. Proses ini akan terus berlanjut sampai
terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis
tubulointerstisialis.
Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan
ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes.
Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh
spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus.
Nefropati Diabetik adalah istilah yang mencakup semua lesi yang
terjadi di ginjal pada diabetes melitus. Riwayat perjalanan nefropati
diabetikum dari awitan hingga ESRD (Gagal ginjal terminal) dapat dibagi
menjadi lima fase atau stadium.
1) Stadium 1, atau fase perubahan fungsional dini
Ditandai dengan hipertrofi dan hiperfiltrasi ginjal. Stadium 1 ini
sebenarnya ditemukan pada semua pasien yang didiagnosis diabetes
melitus tipe 1 (bergantung insulin) dan berkembang pada awal
penyakit. Sering terjadi peningkatan GFR hingga 40% di atas normal.
Peningkatan ini disebabkan oleh banyak faktor, dengan faktor yang

memperburuk adalah kadar glukosa darah yang tinggi, glukagon yang


abnormal, hormon pertumbuhan, efek renin, angiotensin II, dan
prostaglandin. Ginjal yang menunjukkan peningkatan GFR ukurannya
lebih besar dari normal, dan glomerulus yang bersangkutan akan lebih
besar dengan daerah permukaan yang meningkat.
2) Stadium 2, atau fase perubahan struktural dini
Ditandai dengan penebalan membran basalis kapiler glomerulus dan
penumpukan sedikit demi sedikit bahan matriks mesangial (Matriks
Mesangialadalah
menyerupai

jalinan

membran

seperti

basalis

busa
pada

dari

trabekula

bagian tengah

yang
lobulus

glomerulus yang mengelilingi sel-sel mesangial;matriks mesangial ini


menyatu dengan kapiler membran basalis). Stadium ini terjadi sekitar
5 tahun setelah awitan diabetes tipe 1 dan kelihatannya akan
berkembang pada semua pasien diabetes melitus. Kerasnya penebalan
atau perluasan mesangial yang terlihat pada stadium 2 secara positip
berkaitan dengan perkembangan proteinuria yang akan datang dan
penurunan fungsi ginjal. Penumpukan matriks mesangial dapat
mengenai lemen lumen kapiler glomerulus,menyebabkan iskemia dan
menurunkan daerah permukaan filtrasi, namun GFR biasanya tetap
dalam kisaran normal yang tinggi (menurun dari peningkatan GFR
yang sangat tinggi selama stadium 1, Eksresi albumin urine biasanya
normal selama stadium 2, kecuali pada mikroalbuminemia reversibel
yang terjadi dalam waktu singkat.
3) Stadium 3, atau nefropati insipien
Nefropati diabetik mengacu pada fase nefropati insipien dan secara
khas berkembang dalam waktu sekitar 10 tahun setelah awitan
diabetes melitus. Tanda khas stadium ini adalah mikroalbuminuria
yang menetap (ekskresi albumin urine antara 30 hingga 300mg/24
jam). Normalnya, urine menyekresi albumin di bawah 30 mg/24 jam,
sedangkan eksresi albumin di atas 300 mg/24 jam mengarah kepada
proteinuria pasti yang dapat dibedakan dengan mikroalbuminuria.
Mikroalbuminuria yang menetap dibuktikan dengan tiga atau lebih

urine yang dikumpulkan secara terpisah selama lebih dari 3 hingga 6


bulan. Mikroalbuminuria yang menetap dapat dideteksi pada 25%
hingga 40% pasien, dan besar kemungkinannya untuk berkembang
menjadi nefropati pada stadium 4 dan 5 pada pasien yang mengalami
mikroalbuminuria tersebut, dan kemungkinannya akan rendah pada
pasien yang tidak mengalami mikroalbuminuria. Kadar GFR normal
hingga normal tinggi dan peningkatan tekanan darah juga merupakan
gambaran yang penting dari nefropati diabetik stadium 3.
4) Stadium 4, atau fase nefropati diabetik klinis
Ditandai dengan proteinuria yang positif dengan carik celup (>300
mg/24 jam) dan dengan penurunan GFR yang progesif. Retinopati
diabetik, serta hipertensi,hampir selalu ada pada nefropati diabetik
stadium 4. Stadium ini kira-kira muncul 15 tahun setelah awitan
diabates tipe 1 dan menyebabkan ESRD pada sebagian besar kasus.
Namun, banyak pasien yang tidak mengalami ESRD karena kematian
dini akibat penyakit jantung aterosklerosis atau stroke.
5) Stadium 5, atau fase kegagalan atau insufisiensi ginjal progesif
Ditandai dengan azotemia (peningkatan kadar BUN dan kreatinin
serum) disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat, yang pada
akhirnya menyebabkan berkembangnya ESRD dan membutuhkan
dialisis atau transplantasi ginjal. Rata-rata waktu yang diperlukan
untuk mencapai stadium 5 dari awitan diabetes tipe 1 adalah 20
tahun. Kecepatan rata-rata penurunan GFR adalah 1 ml/bulan,hingga
10 tahun setelah awitan proteinuria
5. Tanda Dan Gejala
Menurut Suyono (200l) Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik adalah :
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal.
1) Anoreksia, mual, dan muntah yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein dalam usus dan terbentuknya zat zat toksik.
2) Fetor uremik : disebabkan ureum yang berlebihan pada air liur yang
diubah menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau amonia.
b. Gangguan sistem Hematologi dan kulit.
1) Anemia, karena berkurangnya produksi eritropoetin.
2) Kulit pucat karena anemia dan kekuningan karena penimbunan urokrom.

3) Gatal-gatal akibat toksin uremik.


4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (Fagositosis dan kemotaksis berkurang).
c. Sistem syaraf dan otak.
1) Miopati, kelelahan dan hipertropi otot.
2) Ensepalopati metabolik : Lemah, Tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi.
d. Sistem Kardiovaskuler.
1) Hipertensi.
2) Nyeri dada, sesak nafas.
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
4) Edema.
e. Sistem endokrin.
1) Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki,
pada wanita muncul gangguan menstruasi.
2) Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
f. Gangguan pada sistem lain.
1) Tulang : osteodistrofi renal.
2) Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik.
6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), komplikasi potensial gagal ginjal
kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
a. Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,
angiotensin, aldosteron.
d. Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastro intestinal.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.
7. Pemeriksaan Penunjang Pada Klien Penyakit Ginjal Kronik.
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang pada pasien Penyakit
Ginjal Kronis adalah :
a. Urin
1) Volume urine : biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria)
terjadi dalam (24 jam 48) jam setelah ginjal rusak.

2) Warna urine : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.


3) Berat jenis urine
a) < l,020 menunjukan penyakit ginjal contoh; glomerulonefritis,
pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan
b) l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
4) PH : lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan
rasio urine/ serum saring (1 : 1).
5) Protein : Proteinuria derajat tinggi (+3 +4 ) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah dan warna dan fragmen juga
ada.
6) Warna urine:secara abnormal urine keruh yang dapat disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, partikelkoloid, fosfat atau sedimen koor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah.
b. Darah
1) BUN/kreatinin meningkat diatas normal
2) Hitung darah lengkap : Hb menurun biasanya kurang dari7-8 g/dL
3) Osmolalitas : Lebih besar dari 28,5 m Osm/ kg, sering sama dengan urine
4) Kalium : Meningkat sehubungan dengan retensi urine dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah merah).
5) Natrium serum : mungkin rendah atau normal
6) Magnesium fosfat meningkat
7) Kalsium menurun
8) Protein : Penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan penurunan pemasukan dan
penurunan sintesis karena kekurangan asam amino esensial.
c. Pemeriksaan Radio Diagnostik
1) Ultrasono ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya masa / kista
(obstruksi pada saluran kemih bagian atas).
2) Biopsi ginjal : Dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal / nefroskopi : Untuk menentukan pelvis ginjal (adanya
batu, hematuria).
4) EKG,
hasil
yang

abnormal

dapat

menunjukkan

adanya

ketidakseimbangan elektrolit atau asam/basa.


5) KUB foto menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu).
6) Pielogram retrograd menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

7) Arteriogram ginjal untuk mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi


ekstravaskuler atau massa.
8) Sistouretrogram berkemih menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks
kedalam ureter, dan retensi.
9) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan dapat menunjukkan
demineralisasi dan kalsifikasi.
8. Penatalaksanaan
Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai denganderajatnya
menurut Suwitra dalamSudoyo,dkk (2006) dijelaskan pada tabel 1.
Tabel 2. Rencana Tata Laksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Derajatnya
Derajat LFG(ml/mn/1,73m2)
1
90

RencanaTatalaksana
Terapi penyakit dasar,

kondisi

komorbid,

evaluasi perburukan (progression) fungsi ginjal,


2

60-80

memperkecil risiko kardiovaskuler


Menghambat perburukan (progession) fungsi

3
4
5

30-59
15-29
<15

ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapanuntuk terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal

Mansjoer (2007) menjelaskan bahwa penatalaksanaan yang dilakukan


pada klien dengan gagal ginjal kronik yaitu :
a. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Beberapa pasien memerlukan furosemid dosis besar (250- 1000 mg/hr) atau
diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) untuk mencegah kelebihan cairan,
sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau
natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine
dan pencatatan keseimbangan cairan.

b. Diet tinggi kalori dan rendah protein.


Diet rendah protein dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan
nausea (mual) dan uremia , menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan
gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam. Penyusunan diet
yang baik bertujuan dapat membantu mempertahankan status gizi yang
optimal, mencoba memperlambat penurunan fungsi ginjal dan mengatur
keseimbangan cairan elektrolit.
Syarat pemberian diet pada penderita gagal ginjal kronik adalah :
1) Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB
2) Protein rendah, yaitu 0,6-0,75 g/kg BB. Sebagian harus bernilai biologi
tinggi
3) Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan energi total, diutamakan
lemak tak jenuh
4) Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi energi yang
berasal dari protein dan lemak
5) Natrium 1-3 gr
6) Kalium 1560-2730 mg
7) Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran
cairan melalui keringat dan pernapasan ( + 500 ml )
8) Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folat,
vitamin C dan vitamin D
Tabel 3 Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LFG (ml/mnt)
>60
25-60

Asupan protein (g/kg/hr)


Tidak dianjurkan
0,6-0,8/kg/hr, termasuk 0,35

Fosfat (g/kg/hr)
Tidak dibatasi
10g

gr/kg/hari nilai biologi tinggi


5-25

0,6-0,8/kg/hr, termasuk 0,35 10g


gr/kg/hr

< 60(SN)

protein nilai

biologis tinggi/tambahan
0,3g asam amino esensial/asam 9g
keton 0,8/kg/hr (+ 1 gr protein/ g
protein
atau0,3g/kg

uria
tambahan

asam

amino esensial atau asam keton


Sumber:Suwitra dalam Sudoyo,dkk (2006)
c. Kontrol Hipertensi

Bila tidak dikontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung kiri.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan
cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Diuretik tiazid, beta
bloker, inhibitor ACE, dan antagonis kalsium efektif pada pasien dengan
gagal ginjal dini.
d. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit.
Cegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang besar, diuretik hemat
kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya,
obat anti-inflamasi nonsteroid).
e. Mencegah penyakit tulang.
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500- 3000 mg)
pada setiap makan.
f. Deteksi dini dan terapi infeksi.
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imonosupuratif dan terapi lebih
ketat.
g. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya
toksik yang dikeluarkan oleh ginjal Misalnya: analgesik opiate, dan
alupurinol.
h. Deteksi terapi komplikasi.
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati
perifer, hiperkalemia meningkat, kelebihan volume cairan, adanya infeksi,
kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
i. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat
berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
1) Peritoneal dialisis
Salah satu bentuk dialisis untuk membantu penanganan pasien
gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronis, menggunakan membran
tersebut darah filtrasi. Keuntungan dialisis bila dibandingkan dengan
memodialisis, secara tekhnik lebih sederhana, cukup aman serta cukup
efisien dan tidak memerlukan fasilitas khusus, sehingga dapat dilakukan
di setiap rumah sakit.

Indikasi medik Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis


(CAPD), yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,
pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
Cairan dialisis diinfusikan kedalam kuvum perifone antara lain
dengan bantuan gaya berat. Setelah dibiarkan selama 20-30 menit, klem
selang drainase dilepas dan cairan tersebut dibiarkan mengalir keluar dari
kavum periforeal dengan bantuan gaya berat (10-30 menit). Kemudian
cairan dalam botol yang baru segera diinfusikan.
Dialyzer memiliki ukuran dan tingkat efisiensi yang berbedabeda,
mesin yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat dan masa
dialisa lebih pendek (2-3 jam sedangkan mesin yang lama memerlukan
waktu 3-5 jam). Sebagian besar penderita gagal ginjal kronik perlu
menjalani dialisa sebanyak 3 kali / seminggu. (Whitney, 2008).
2) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan
astenia berat (Sukandar, 2006).

Hemodalisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari


tubuh pasien dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut
dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah, untuk
memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara
arteri dan vena (fisfula arteriovenosa) melalui pembedahan, pada
hemodalisa, darah penderita mengaliri melalui selang yang dihubungkan
ke fistula arteriovenosa dan dipompa kedalam dialyzer. Untuk mencegah
pembekuan darah selama berada dalam dialyzer maka diberikan heparin.
Didalam dialyzer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori
memisahkan darah dari suatu cairan (dialiset) yang memiliki komposisi
kimia yang menyerupai cairan tubuh normal.
Tekanan didalam ruang dialiset lebih rendah dibandingkan dengan
tekanan didalam darah sehingga cairan, limbah metabolik dan zat zat
racun didalam darah disaring melalui selaput dan masuk kedalam dialyset.
Tetapi sel darah dan protein yang besar tidak dapat menembus pori-pori
selaput buatan ini. Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan kedalam
tubuh penderita.

3) Transplantasi ginjal
Transpalasi ginjal adalah terapi pengganti dengan cara mengganti
ginjal yang sakit dengan ginjal donor. Setelah transpalasi sering terjadi
hiperkatabolisme protein.kegemukan dan hiperlipidemia. Diet pada bulan
pertama setalah transpalasi adalah energi cukup dengan protein tinggi,
setelah itu berubah menjadi energi dan protein cukup. Karena sangat
tergantung pada keadaan penderita, penyusunan diet dilakukan secara
individual.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi
dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 7080% faal ginjal alamiah.
b) Kualitas hidup normal kembali, masa hidup (survival rate) lebih lama
c) Komplikasi, biasanya dapat diantisipasi terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
d) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
j. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Hiperkalemia dan asidosis berat sering terjadi pada penyakit ginja, untuk
mencegah hiperkalemia dihindari masukan kalium yang besar (batasi19- 60
mol/hari) deuretik hemat kalium, obat obat yang berhubungan dengan
ekresi kalium (misalnya, penghambat ACE dan obat anti inflamasi non
steroid) asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan
kalium darisel dan ikut dalam kaliuresis.

B. CLINICAL PATHWAY
Risiko
penurunan curah
jantung

Intoleransi aktivitas
Gangguan
pertukaran gas

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

Peningkatan
beban jantung
Perubahan pola
nafas

Suplai O2 ke alveoli
tergangangu

Gangguan
perfusi jaringan
kelemahan

Pola nafas tidak


efektif

Preload naik
Intake tidak adekuat

Kelebihan
volume cairan

Hiperventilasi

vasokontriksi

Suplai O2 ke jaringan
menurun
Edema paru

Sesak nafas
Eritropoetin menurun

Anoreksia, mual,
muntah, stoatitis
Sindroma uremia
Peningkatan ureum di
pembuluh darah

Penumpukan
cairan di paru

Asidosis

HCO3 menurun

Retensi cairan

Retensi natrium
Hiperaldosteron
Renin
meningkat

Fungsi ekskresi menurun

Penurunan eksresi
kreatinin

Perpindahan cairan
dari kapiler ke
alveoli

Tekanan hidrostatik
kapiler paru
meningkat

Kerusakan parenkim ginjal

DM

hipertropi dan
hiperfiltrasi

Penurunan perfusi renal

Oksi Hb menurun

Eritropoetin menurun
Penurunan fungsi ginjal

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Demografi
Lingkungan yang tercemar oleh kadmium, kroomium, timah, merkuri dan
sumber air tinggi kalsium beresiko untuk penyakit ginjal kronik,
kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak
perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, obstruksi traktus urinarius,
infeksi

ginjal,

glomerulonefritiskronik,lupus

eritematosus

sistemik,

penyalahgunaan analgesik, pielonefritis kronik atau refluks, batu.


c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit batu ginjal, hipertensi, DM dalam keluarga, penyakit
ginjal polikistik, gout.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Pemeliharaan kesehatan
Konsumsi obat nefrotoksik yang berkepanjangan (analgesik, aspirin,
antacid, laktasif). Konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat,
fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, control tekanan darah dan
gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan
diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Kaji adanya peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual, muntah, rasa
metalik tak sedap pada mulut (nafas amonia), penggunaan diuretik.
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare konstipasi,perubahan warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, malaise, kelemahan otot, penurunan rentang gerak.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia /gelisah atau somnolen).
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Penglihatan kabur, kram otot / kejang, restlessleg syndrom, kebas rasa
terbakar pada telapak kaki,

kebas / kesemutan dan kelemahan

khususnya pada ekstremitas bawah (nefropati perifer). Pengkajian


kognitif gatal, gangguan status mental: penurunan lapang perhatian,
kedidakmampuan

berkonsentrasi,

kehilangan

memori,

kacau,

penurunan tingkat kesadaran, stupor,koma.


7) Hubungan dengan orang lain
Kesulitan

menentukan

kondisi,

contoh

tak

mampu

bekerja,

mempertahankan fungsi peran biasanya dalam bekerja.


8) Reproduksidanseksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
9) Persepsi diri dan konsepdiri
Faktor stres, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, takada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
e. Pengkajian fisik
1) Keluhan umum : malaise, lemah, tampak sesak
2) Tingkat kesadaran : kompos mentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : berat badan menurun atau meningkat
4) Tanda vital: tekanan darah meningkat,suhu meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan kusmaul, tidakteratur.
5) Kepala
a) Mata : konjungtiva anemis, penglihatan kabur, edema periorbital.
b) Rambut : rambut mudah rontok, tipis dankasar.
c) Hidung:pernapasancupinghidung.
d) Mulut : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan, mual,
muntah serta cegukan, peradangan gusi.

6) Leher : pembesaran vena leher.


7) Dada dan thoraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal
dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, edema pulmoner, efusi pleura.
8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
9) Ekstremitas : melambat, kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan
pada tungkai,rasa panas pada telapak kaki, kekuatan otot.
10) Kulit : kering, pigmentasi, bekas garukan, ekimosis, pucat,l ecet, warna
mengkilat / abu-abu.
2. Diagnosa

a. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan


cairan, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit).
b. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi paru, edema paru
ditandai dengan adanya sianosis dan dispnea, penurunan bunyi nafas.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan denganpenurunanhaluaran urin,
diet berlebih dan retensi cairan dan natrium ditandai dengan peningkatan
berat badan cepat (edema), distensiabdomen (asites).
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner
e. PK anemia
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan mukosa mulut
ditandai dengan penurunan berat badan (malnutrisi), distensi abdomen /
asites.
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisis ditandai dengan kelemahan otot, penurunan rentang
gerak.
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus dan kulit kering
sekunder terhadap uremia dan edema ditandai dengan kulit menghitam,
gangguan turgor kulit.
i. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh dan
perubahan penampilan.
3. Perencanaan
N
o
1.

Diagnosa
Keperawatan
Risiko

Tujuan dan

Intervensi

Rasional

Kriteria Hasil
Tujuan:
a. Auskultasi
a. Adanya takikardia
Penurunan curah
penurunan curah
bunyi jantung
frekuensi jantung
jantung
tidak
jantung
dan paru
tidak teratur
terjadi
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda
b. Kaji
adanya b. Hipertensi dapat
vital
dalam
hipertensi
terjadi
karena
batas normal :
gangguan
pada
TD
120/80

mmHg,

nadi

sistem aldosteron-

60-80 x/menit,

renin-angiotensin

kuat, teratur,
b. akral hangat
c. CRT < 2 detik
d. Nilai
laboratorium
dalam

batas

normal

c. Selidiki keluhan
nyeri

dada,

lokasi, rediasi,

mmol/L,

beratnya (skala

15-39

mg/dl)

0-10)
d. Kaji

respon terhadap

dapat

menyebabkan
nyeri
d. Kelelahan

dapat

menyertai

GGK

juga anemia

aktivitas
e. Berikan
sesuai

dan

tingkat

aktivitas,

anti

c. Hipertensi
GGK

3,5-

urea

oleh

disfungsi ginjal)

perhatikan

(kalium
5,1

(disebabkan

obat

hipertensi

e. Menurunkan
tahanan

vaskuler

dengan

sistemik
indikasi.
f. Batasi makanan f. Menghindari
tinggi kalium

terjadinya
hiperkalemia

2.

Perubahan
nutrisi:
dari
tubuh

Tujuan:

a. Kaji

kurang Mempertahankan
kebutuhan masukan
yang

dalam tubuh
status a. Menyediakan

nutrisi
adekuat

dengan
Kriteria hasil:
a. Pengukuran
antropometri
dalam
normal,

batas

nutrisi

seperti

data dasar untuk

perubahan BB,

memantau

pengukuran

perubahan

antropometri,

mengevaluasi

nilai

intervensi.

laboratorium
(elektrolit,
serum,

BUN,

dan

b. Perlambatan

kreatinin,

atau

protein,

penurunan

transferin

berat

badan

yang

cepat

tidak terjadi
c. Pengukuran
biokimia

kadar besi).
b. Kaji pola diet
dan

nutrisi

pasien

seperti

riwayat

dalam

batas

normal
(albumin,
kadar
elektrolit),
d. Pemeriksaan
laboratorium
klinis

b. Pola
dan

diet,

diet

sekarang

dan

dahulu

dapat

dipertimbangkan
dalam menyusun
menu

makanan

c. Menyediakan

kesukaan,

informasi

hitung kalori.
c. Kaji
faktorfaktor

yang

dapat merubah
masukan nutrisi.

dalam

mengenai faktor
lain yang dapat
diubah

atau

dihilangkan untuk
meningkatkan
masukan diet.

batas normal,
e. Pematuhan
d. Mendorong

makanan
dalam

d. Menyediakan

masukan diet

pembatasan

makanan

diet

kesukaan pasien
dalam

peningkatan

batas-

batas diet.
e. Tingkatkan

e. Protein
diberikan

masukan protein

lengkap
untuk

mencapai
keseimbangan

yang
mengandung
nilai

biologis

tinggi

,produk
daging
f. Anjurkan

telur
susu,

nitrogen

yang

diperlukan untuk
pertumbuhan dan
penyembuhan.
f. Mengurangi
makanan

dan

camilan

tinggi

protein

yang

kalori,

rendah

dibatasi

dan

protein, rendah

menyediakan

natrium,

kalori

diantara waktu
makan.
g. Sediakan daftar
makanan

yang

untuk

energy.
g. Daftar

yang

dibuat
menyediakan

dianjurkan

pendekatan

secara tertulis

positif

terhadap

pembatasan
dan

diet

merupakan

referensi

untuk

pasien

dan

keluarga
3.

Perubahan
nafas

pola Tujuan : pola nafas a. Auskultasi


efektif
Kriteriahasil :
a. tidak

ada

dispnea
b. tidak

ada

penggunaan
otot

nafas,

catat

adanya

crakles
b. Ajarkan pasien
batuk

efektif

dan nafas dalam

bantu

pernafasan
c. RR16-24
x/menit.

bunyi

c. Atur

posisi

senyaman
mungkin
d. Batasi
untuk
beraktivitas

a. Menyatakan
adanya
pengumpulan
sekret
b. Membersihkan
jalan nafas dan
memudahkan
aliran O2
c. Mencegah
terjadinya sesak
nafas
d. Mengurangi
beban kerja dan
mencegah
terjadinya sesak
atau hipoksia

4.

Intoleransi

Tujuan:

a. Kaji

aktivitas

Berpartisipasi

yang

informasi tentang

dalam

menyebabkan

indikasi

keletihan

keletihan

aktivitas

yang

dapat

faktor a. Menyediakan

ditoleransi

seperti anemia,

Kriteria hasil:

ketidakseimban

a. Berpartisipasi

gan cairan dan

dalam

elektrolit,

meningkatkan

retensi produk

tingkat

sampah,

aktivitas

dan

latihan
b. Melaporkan

dan

memperbaiki
harga diri.

perawatan diri
yang

dapat

ditoleransi,

aktivitas secara

bantu

jika

keletihan terjadi
c. Anjurkan

dalam aktivitas
perawatan
mandiri

ringan/

sedang

dalam aktivitas

dan

bergantian
d. Berpartisipasi

aktivitas

kemandirian

rasa sejahtera
c. Melakukan
istirahat

dan b. Meningkatkan

depresi.
b. Tingkatkan

peningkatan

tingkat

yang

c. Mendorong
latihan

dan

aktivitas

dalam

aktivitas

batas-batas yang

alternatif

dapat ditoleransi

sambil istirahat.

dan istirahat yang

dipilih

adekuat

d. Anjurkan untuk
beristirahat
setelah dialisis.
.

d. Dialisis

bagi

banyak

pasien

sangat
melelahkan.

4. Evaluasi
Hasil evaluasi keperawatan pada klien gagal ginjal kronik menurut
Smeltzer (2001) dan Doenges (2000) adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Intake out put seimbang.


Status nutrisi adekuat.
Curah jantung adekuat.
Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Tidak terjadi perubahan / gangguan konsep diri.
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan
pengobatan.

5. Discharge Planning
Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang:

a.

Obat: beritahu klien dan kelurga tentang daftar nama obat dosis, waktu
pemberian obat. Jangan mengonsumsi obat-obatan tradisional dan vitamin tanpa
instruksi tenaga kesehatan. Konsumsi obat secara teratur. Jika merasakan ada
efek samping dari obat segera kontrol ke rumah sakit. Perhatikan aktivitas ketika

selesai meminum obat yang memiliki efek samping mengantuk.


b. Diet: pertahankan diet seperti yang dianjurkan, seperti mengonsusmsi makanan
tinggi kalori dan rendah protein. Banyak mengonsumsi makanan rendah natrium
dan kalium. Keluarga harus memperhatikan benar-benar pola makan klien.
Minumlah banyak-banyak cairan. Jangan membiasakan diri untuk menahan
buang air kecil. Pertahankan berat badan normal. Timbang berat badan secara
teratur dan hindari alcohol.
c. Aktivitas: Menurunkan tekanan darah dan membantu membuat klien tetap sehat.
Aktivitas pada pasien dengan penyakit ginjal kronik tidak diperkenankan
berlebihan dan aktivitas harus berprinsip hemat penggunaan oksigen. Pasien
harus menyeimbangankan antara aktivitas dan istirahat.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 2, Jakarta ; EGC
Corwin, Elizabeth. J. 2000. Buku Saku Phatofisiologi. Jakarta ; EGC
Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, FKUI :
Media Aesculapius
Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Volume II. Jakarta :
Media Aesculapius
Price, Sylvia. A. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Rubenstein, David, dkk. (2007). Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Ed VI. Jakarta :
Erlangga

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Sudoyo A, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Suyono, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta : FK

Anda mungkin juga menyukai