BAB I...................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN....................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat............................................................................................. 3
BAB II..................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN......................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Badan Layanan Umum...........................................................................4
2.2 Tujuan dan Asas Badan Layanan Umum....................................................................4
2.3 Persyaratan, Penetapan, dan Pencabutan Badan Layanan Umum......................................5
2.4 Konsep dari Badan Layanan Umum.........................................................................6
2.5 Standar dan Tarif Badan Layanan Umum...................................................................8
2.6 Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum...............................................8
BAB III.................................................................................................................. 10
PERBANDINGAN ANTARA TEORI DAN HUKUM........................................................10
BAB IV.................................................................................................................. 13
PENUTUP.............................................................................................................. 13
4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reformasi keuangan negara mengamanatkan pergeseran sistem penganggaran dari
tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja, agar penggunaan dana pemerintah
menjadi berorientasi pada output. Perubahan ini sangat penting karena kebutuhan dana yang
makin tinggi tetapi sumber daya pemerintah terbatas. Penganggaran ini dilaksanakan oleh
pemerintahan modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the
government) adalah paradigma untuk mendorong peningkatan pelayanan oleh pemerintah.
Penganggaran berbasis kinerja dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara Pasal 68 dan Pasal 69 memberikan arahan baru bahwa instansi
pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat
menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas,
efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi
dasar instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU. BLU diharapkan
dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi
meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan
penerapan praktek bisnis yang sehat berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh
instansi induk yang bersangkutan.
BLU menyusun rencana strategi bisnis 5 tahunan dengan mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Berdasarkan rencana strategis, BLU
menyusun RBA tahunan. Rencana Bisnis dan Rencana Anggaran BLU, yang selanjutnya
disebut RBA adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program,
kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Badan Layanan Umum
2. Apa saja tujuan dan asas Badan Layanan Umum
2
3.
4.
5.
6.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Badan Layanan Umum
Badan Layanan Umum (BLU) menurut Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005
Pasal 1 adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada
prinsip efisiensi dan produktivitas.
BLU menurut Pasal 1 UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah
Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPKBLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan
untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen
perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan
anggaran suatu BLU.
Standar Pelayanan Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan
minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat. Praktek bisnis yang sehat adalah
penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam
rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
penerapan praktek bisnis yang sehat berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh
instansi induk yang bersangkutan. Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan
yang bermutu dan berkesinambungan.
Beberapa asas yang harus dipenuhi oleh Badan Layanan Umum untuk mencapai
tujuan:
Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun
dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan
anggaran serta laporan keuangan dan kinerja SKPD.
pendapatan BLUD merupakan lain-lain Pendapatan Asli Daerah/PAD yang sah bagi
suatu daerah. Dalam birokrasi pemerintah ada begitu banyak organisasi yang
bertindak bukan sebagai penyedia barang dan jasa misalnya organisasi pemerintah
yang membuat regulasi, penegakan hukum/peradilan, pertahanan dan sebagainya,
sehingga organisasi ini tidak akan menerima pendapatan langsung dari masyarakat
atas layanan yang diberikan.
2. BLU atau BLUD harus menjalankan praktek bisnis yang sehat tanpa mengutamakan
pencarian keuntungan. Ini karakteristik yang sangat spesial sekali karena instansi
pemerintah diperkenankan untuk menerapkan praktek bisnis seperti dalam yang
umum dilakukan oleh dunia bisnis/swasta. Akan tetapi walaupun diselenggarakan
sebagaimana institusi bisnis, BLU atau BLUD tidak diperkenankan mencari
keuntungan (not-for-profit).
3. BLU atau BLUD dijalankan dengan prinsip efisien dan produktivitas. Karakteristik
ini jauh berbeda dari instansi pemerintah biasa yang dalam penyelenggaraan
layanannya mengedepankan kepada penyerapan anggaran yang sangat tinggi, terlepas
kegiatan tersebut mencapai sasaran dengan tepat atau tidak. Pada BLU atau BLUD
penyerapan anggaran bukanlah target karena surplus/kelebihan anggaran dapat
digunakan kembali pada tahun berikutnya untuk peningkatan kualitas layanannya.
4. Adanya fleksibilitas dan otonomi dalam menjalankan operasional BLU atau BLUD,
yakni: fleksibilitas dalam hal pengelolaan keuangan, fleksibilitas dalam pengelolaan
sumber daya manusia dan fleksibilitas dalam hal pengelolaan dan pengadaan
aset/barang.
5. BLU atau BLUD dikecualikan dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada
umumnya. Ketentuan ini merupakan semangat otonomi yang diberikan kepada BLU
atau BLUD untuk "bisa melanggar" ketentuan dalam keuangan negara. Contohnya
adalah BLU atau BLUD diperkenankan untuk menggunakan secara langsung
penerimaannya (PNBP bagi BLU Pusat atau lain-lain PAD yang sah bagi BLUD).
a.
b.
c.
d.
e.
f.
BAB III
PERBANDINGAN ANTARA TEORI DAN HUKUM
Dalam BLU sendiri terdapat beberapa masalah yang sebenarnya menunjukkan
ketidakkonsistenan pemerintah dalam membuat peraturan perundangan yang ditakutkan pada
kemudian hari akan menimbulkan masalah. Masalah-masalah ini dikhawatirkan dapat
mengganggu proses kerja BLU secara meyeluruh, sehingga tujuan-tujuan awal BLU yang
ditetapkan dikhawatirkan tidak tercapai. Adapun masalah-masalah tersebut adalah :
a. Pengelolaan kas BLU menghambat pembentukan Treasury Single Account.
Sesuai dengan PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU pasal 16 ayat
(1), BLU menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengelolaan kas. Kegiatan itu antara lain:
merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas, melakukan pemungutan pendapatan atau
tagihan, menyimpan kas dan mengelola rekening bank, melakukan pembayaran,
mendapatkan sumber dana untuk menutp defisit jangka pendek, dan memanfaatkan surplus
kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Dalam pasal 14 juga disebutkan
bahwa penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai
pendapatan BLU dan pendapatan lainnya yang bersumber dari selain APBN/APBD
(pendapatan operasional, hibah, maupun hasil kerjasama dengan pihak lain) dilaporkan
sebagai PNBP kementerian/lembaga atau PNBP daerah. Pendapatan-pendapatan ini (kecuali
hibah terikat) dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA. Aturan
ini menjadi tidak sesuai dengan pasal 12 ayat (2) dan pasal 13 ayat (2) UU No. 1 tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran
Negara/ Daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
Walaupun hal ini bisa diperdebatkan karena dalam menyelenggarakan kegiatannya
BLU juga membuat perencanaan kerja dan penganggaran yang tertuang dalam Rencana
Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU, namun pada kenyataannya antara perencanaan anggaran
dengan realisasinya sangat besar kemungkinan timbul selisih atau varians. Varians timbul
karena BLU dapat menghimpun dana selain dari APBN/APBD dan dapat dikelola langsung
untuk membiayai belanja BLU. Memang benar belanja BLU yang dimaksud harus sesuai
dengan RBA BLU, namuun kondisi semacam ini dikhawatirkan akan menimbulkan
permasalahan terutama apabila varian ini digunakan baik oleh BLU maupun kementerian
Negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah guna menghimpun dana nonbudgeter (dana taktis)
yang secara tegas oleh Suryohadi Djulianto, penasihat KPK, dikategorikan sebagai perbuatan
melawan hukum.
10
Pemerintah sebenarnya sudah menerapkan beberapa alternatif untuk mengatasi hal ini,
yaitu dengan mensyaratkan RBA BLU agar sesuai dengan rencana strategis kementerian
Negara/lembaga/pemerintah daerah. Selain itu juga sudah diatur mengenai tindakan yang
dilakukan apabila terjadi pelanggaran hukum atau kelalaian yang mengakibatkan kerugian
Negara/daerah pada BLU dan penerapan otorisasi batasan maksimal penggunaan anggaran
secara bertingkat.
Namun, selain hal tersebut di atas, pemerintah melalui Menteri Keuangan sebaiknya
mengeluarkan peraturan terkait proses atau mekanisme pengelolaan kas BLU yang lebih rinci
meliputi teknis dan administrasinya. Semua penerimaan BLU yang dikategorikan sebagai
PNBP dan pengeluaran BLU harus terlebih dahulu dilakukan melalui Rekening Kas Umum
Negara Daerah sebagaimana diamanatkan UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara. Dan terkait istilah dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU tetap
harus mengikuti tertib administrasi sebagaimana instansi public lain yang menerapkan
prosedur SPM dan SP2D. Yang perlu diatur lebih lanjut adalah mengenai batasan fleksibilitas
penerapan praktik bisnis BLU terkait pengelolaan kas/anggaran agar tetap sesuai dengan
RBA dan rencana strategis instansi induk (kementerian Negara/lembaga/pemerintah daerah)
yang bersangkutan. Peraturan yang akan dibuat ini tidak hanya diperuntukkan bagi BLU saja,
tetapi juga meliputi instansi yang merupakan otorisator penerimaan maupun pengeluaran
Negara/Daerah demi menjaga efisiensi pengelolaan BLU.
b. BLU dapat menggunakan surplus anggarannya untuk kepentingan BLU tersebut.
Dalam pasal 29 PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum
disebutkan bahwa Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya
kecuali atas perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan
kewenangannya, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan
mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.[viii] Surplus anggaran BLU yang dimaksud
disini adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan
laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran. Surplus tersebut
diestimasikan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya.
Padahal, sesuai dengan pasal 3 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
disebutkan bahwa Surplus penerimaan/negara dapat digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya.[ix] Selanjutnya pada ayat berikutnya
dijelaskan Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (7) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan Perusahaan Negara/Daerah harus
11
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD. Berdasarkan ketentuan ini dapat
diketahui bahwa kaidah perlakuan surplus adalah dimanfaatkan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah. Peruntukan lain terhadap surplus anggaran ini harus memperoleh
persetujuan DPR/DPRD. Perbandingan kedua aturan yang mengatur surplus anggaran ini
menunjukkan bahwa BLU memiliki daya tawar keuangan yang lebih tinggi dibandingkan
Perusahaan Negara/Daerah.
Solusi untuk masalah ini sebenarnya agak susah karena ada dua hal yang bisa
diajukan sebagai argumen dalam mempertahankan pendapat mengenai aturan mana yang
harus dipakai. Argumen tersebut adalah:
Menurut pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan aturan yang seharusnya dipakai adalah aturan mengenai surplus yang ada di UU
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal ini disebabkan karena peraturan yang
berada lebih rendah dalam hirarki tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yang
lebih tinggi.
Akan tetapi, mengingat adanya asas lex specialis derogat lex generalis dimana apabila
ada aturan yang lebih khusus, maka aturan tersebut mengesampingkan aturan yang bersifat
umum, maka aturan mengenai surplus yang harus dipakai adalah aturan khusus yang
mengatur tentang BLU yaitu PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan
Umum.
Sebenarnya permasalahan seperti di atas tidak perlu terjadi apabila pembuat-pembuat
keputusan lebih banyak melakukan pencarian referensi dalam menyusun peraturan, sehingga
di kemudian hari tidak diharapkan terjadi lagi pertentangan seperti ini. Pertentangan seperti
ini tentu akan merugikan bagi level-level pelaksana peraturan dikarenakan adanya
kebingungan dalam memilih aturan mana yang harus dipakai.
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan
Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU), adalah pola pengelolaan
keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktekpraktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. PPK BLU dapat
diterapkan.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPKBLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan
untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen
perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan
anggaran suatu BLU.
Standar Pelayanan Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan
minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat. Praktek bisnis yang sehat adalah
penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam
rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Badan Layanan Umum
(BLU) Dan BLUD dibedakan dalam 3 (tiga) rumpun yakni:
1. Pelayanan Jasa dan Barang; seperti rumah sakit, perguruan tinggi, penyediaan
inseminasi buatan, pemasaran produk kerajinan, jasa penelitian dan sebagainya.
2. Pengelolaan Dana; seperti Lembaga Pengelolaan dan Bergulir pada Kementerian
Koperasi,BPJT Jalan Tol, dan sebagainya.
3. Pengelolaan Kawasan atau Wilayah; seperti Kawasan Batam dan Kawasan Sabang
Aceh
13
DAFTAR PUSTAKA
Akuntansi Pemerintahan
http://drummerfan.wordpress.com/2010/01/16/blu-badan-layanan-umum/
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Badan_Layanan_Umum/
www.academia.edu/4929177/BLU_Badan_Layanan_Umum/
14