Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH PERJALANAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

Fitria Az Zahra (133112500150013)


Fitriaazzahra88@yahoo.co.id
A. Pengantar
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan karena selain digunakan sebagai
alat komunikasi secara langsung atau lisan, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat
komunikasi secara tulisan. Dalam era globalisasi dan pembangunan reformasi demokrasi
seperti sekarang ini, masyarakat dituntut secara aktif untuk dapat mengawasi dan
memahami informasi di segala aspek kehidupan sosial secara baik dan benar. Untuk
memahami informasi tersebut, bahasa berfungsi sebagai media penyampaian secara baik
dan tepat dan dengan penyampaian informasi secara tertulis, diharapkan masyarakat dapat
menggunakan media tersebut secara baik dan benar.
Guna memadukan satu kesepakatan dalam etika berbahasa, di sinilah peran aturan
baku digunakan. Dalam hal ini kita selaku warga negara yang baik hendaknya selalu
memperhatikan rambu-rambu ketatabahasaan Indonesia yang baik dan benar. Ejaan adalah
salah satu dari rambu-rambu tersebut. Seringkali ejaan di Indonesia mengalami pergantian
dari tahun ke tahun guna mengikuti perkembangan zaman. Adapun tujuan dari pergantian
sistem ejaan di Indonesia tak lain untuk menyempurnakan aturan berbahasa masyarakat
Indonesia dan Pedoman Umum Ejaaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah
wujud kongkret dari penyempurnaan ejaan di Indonesia saat ini. Perkembangan ejaan,
khususnya Ejaan yang Disempurnakan (EYD) di Indonesia adalah submateri dalam
ketatabahasaan Indonesia yang memiliki peran cukup besar dalam mengatur etika berbahasa
secara tertulis sehingga diharapkan informasi tersebut dapat disampaikan dan dipahami
secara baik dan terarah. Dalam praktiknya diharapkan aturan tersebut dapat digunakan
dalam keseharian masyarakat sehingga proses penggunaan tata bahasa Indonesia dapat
dilakukan secara baik dan benar.

B. Pengertian Ejaan

Ejaan adalah aturan tulis menulis. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa ejaan adalah
keseluruhan peraturan tentang bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran dan
bagaimana hubungan antarlambang tersebut (pemisahan dan penggabungan dalam suatu
bahasa). Secara teknis ejaan adalah aturan tulis-menulis dalam suatu bahasa yang
berhubungan dengan penulisan huruf, pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur
serapan, dan pemakaian tanda baca.
Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia
Bahasa Indonesia yang awalnya berakar dari bahasa Melayu sudah memiliki aksara
sejak beratus tahun yang lalu, yaitu aksara Arab Melayu. Di Nusantara ini, bukan saja
aksara Arab Melayu yang kita kenal. Kita juga mengenal aksara Jawa, aksara Sunda, aksara
Bugis, aksara Bali, aksara Lampung, aksara Kerinci, aksara Rejang, dan aksara Batak.
Aksara itu masing-masing memiliki nama, seperti aksara Kaganga dan aksara Rencong
(incung).
Ejaan Van Ophuijsen (Ejaan yang diresmikan)
Aksara Arab Melayu dipakai secara umum di daerah Melayu dan daerah-daerah yang
telah menggunakan bahasa Melayu. Akan tetapi, karena terjadi kontak budaya dengan dunia
Barat, sebagai akibat dari kedatangan orang Barat dalam menjajah di Tanah Melayu itu, di
sekolah-sekolah Melayu telah digunakan aksara latin secara tidak terpimpin. Oeh sebab itu,
pada tahun 1900, menurut C.A. Mees (1956:30), Van Ophuijsen, seorang ahli bahasa dari
Belanda mendapat perintah untuk merancang suatu ejaan yang dapat dipakai dalam bahasa
Melayu, terutama untuk kepentingan pengajaran. Jika penyusunan ejaan itu tidak cepatcepat dilakukan, dikhawatirkan bahwa sekolah-sekolah tersebut akan menyusun dengan
cara yang tidak terpimpin sehingga akan muncul kekacauan dalam ejaan tersebut.
Dalam menyusun ejaan tersebut, Van Ophuijsen dibantu oleh dua orang pakar bahasa
dari Melayu, yaitu Engkoe Nawawi Soetan Mamoer dan Moehammad Thaib Soetan
Ibrahim. Dengan menggabungkan dasar-dasar ejaan Latin dan Ejaan Belanda, Van
Ophuijsen dan teman-teman berhasil membuat ejaan bahasa Melayu, yang ejaan tersebut
lazim disebut sebagai Ejaan Van Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan pemakaiannya
pada tahun 1901. Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih lama dari Ejaan
Republik, dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka. Huruf-huruf yang
mendukunng Ejaan Van Ophuijsen adalah sebagai berikut:

Bunyi vocal
Bunyi diftong
Bunyi konsonan

Bunyi hamzah
Bunyi ain
Bunyi trema
Bunyi asing

A
ai

E
O

I
Oe

u
P

i
M

tj
h

g
Nj
W

D
R

..
ch

T
S

N
L

Sj

Dj
J

Dengan adanya ejaan tersebut, kita akan mendapatkan penulisan kata dalam bahasa
Melayu sebagai berikut : ajam, elang, ekor, itik, orang, oelar, petai, kerbau, amboi, kapal,
galah, tjerah, djala, tikar, darah, pasar, hilah, rasa, lipat, warna, soedah, habis, singa, njanji,
mana, tida, akal, mulai. Pemakaian angka dua menyatakan perulangan tidak dibenarkan.
Pengulangan penyabutan sebuah kata harus dilakukan dengan menulis secra lengkap kata
tersebut.
Ejaan Van Ophuijsen belum dikatakan berhasil karena ia dan teman-temannya
mendapat kesulitan memelayukan tulisan beberapa kata yang diambil dari bahasa Arab,
yang mempunyai warna bunyi bahasa yang khas. Oleh sebab itu, dia memilih bunyi ch, sj,
z, f, secara tidak taat asas karena sudah pula banyak bahasa Arab yang dimelayukan
sehingga empat huruf itu tidak terpakai dengan baik. Kemudian, muncul persoalan warna
bunyi dari Arab yang disebut hamza dan ain, yang dilambangkannya masing-masing dengan
tanda apostrof (). Kesukaran-kesukaran itu selalu diperbaiki dan disempurnakan oleh Van
Ophuijsen. Ejaan tersebut secara lengkap termuat dalam buku yang berjudul Kitab Logat
Melajoe. Pada tahun 1926, sistem ejaan mendapat bentuk yang tetap.
Ejaan Soewandi (Ejaan Republik)
Pada tanggal 19 Maret 1947, Pemerintah Indonesia menetapkan ejaan baru bagi
bahasa Indonesia. Ejaan ini kemudian dikenal dengan nama ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi. Mr. Soewandi ialah Menteri P P dan K ketika itu, dan beliaulah yang
menandatangani surat keputusan perubahan ejaan itu. Surat keputusan itu bertanggal 19-31947, kemudian disusul lagi dengan SK yang kedua bertanggal 15 April 1947 dengan
penggantian lampiran.

Tujuan mengadakan perubahan ejaan ialah penyederhanaan. Penyederhanaan


bermaksud untuk memudahkan. Perubahan- perubahan yang diadakan ialah:
1. oe seperti pada kata goeroe, soeroeh, diganti dengan u, menjadi guru, suruh.
2. Akibat dari perubahan oe menjadi u, maka kata-kata seperti laoet, maoe, saoeh, berubah
juga menjadi laut, mau, sauh, tetapi harus dibedakan dari pada au pada kata-kata
kerbau, lampau, pulau; au pada laut merupakan dua huruf yang dapat diceraikan atas
suku-sukunya menjadi la-ut, sedangkan pada kerbau, lampau, merupakan diftong yang
tak boleh dipisahkan. Jika dipisahkan atas suku-sukunya, kata-kata itu menjadi ker-bau,
3.

lam-pau.
Bunyi hamzah atau bunyi sentak ain seperti pada kata-kata: ta, pa, malum. rayat,

4.

ditulis dengan huruf k, menjadi: tak, pak, maklum, rakyat


e pada kata benar, keras, dengan e pada kata ekor, besok, disamakan saja menjadi e.

5.

Jadi e tidak lagi diberi garis diatasnya.


Kata ulang boleh dituliskan dengan angka 2, hanya harus diperhatikan bagian mana
yang diulang. Bagian yang tak diulang harus dipisahkan dari bagian yang diulang
dengan tanda hubung; misalnya, berjalan-jalan boleh dituliskan berjalan2, kekanak-

kanakan boleh dituliskan ke-kanak2an.


6. Tanda trema seperti pada kata-kata kuran, Rabiulawal, di- namai, mengendarai, mulai,
dihilangakan saja.
7.

Kata-kata baru yang dalam bahasa asalnya tidak memakai pepet, seperti: praktek,
administrasi bukan administerasi, goblok bukan gobelok.
Ejaan Soewandi menimbulkan lagi kesulitan-kesulitan baru. Itu sebabnya, pada

kongres Bahasa Indonesia ke-2 yang dilangsungkan di Medan dari tanggal. 28 Oktober
sampai dengan 2 November 1954, diputuskan untuk menyusun kembali suatu ejaan yang
lebih baik. Penyusunan ejaan baru itu diserahkan kepada suatu badan yang ditunjuk oleh
pemerintah.

Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK


Sebagai kelanjutan kongres Medan, dengan surat Keputusan Menteri P P dan K No.
448/S tanggal. 19 Juli tahun 1956, dibentuklah panitia pembeharuan Ejaan Bahasa

Indonesia. Mula-mula diketuai oleh prof. Dr. Prijono (alm), kemudian ketika beliau
diangkat menjadi menteri P P dan K, tugasnya diserahkan kepada E. Katoppo. Salah satu
yang menarik dari pekerjaan panitia ini ialah percobaannya menghilangkan huruf-huruf
rangkap seperti dj, tj, ng, nj, dan menggantikan dengan huruf-huruf : j,karena j sudah
dipakai pengganti dj, maka y dipakai untuk menggantikan j. Vokal rangkap ai, au, oi, diubah
menjadi aw, oy.
Ejaan Melindo ialah singkatan Ejaan Melayu- Indonesia sebagai tindakan lanjutan
persahabatan Indonesia persekutuan Tanah Melayu yang diadakan pada tanggal 17 April
1959, maka pada tanggal 4 sampai 7 Desember 1959. Ejaan Melindo yang dihasilkan oleh
panitia ini hampir sama dengan Ejaan pembaharuan. Bedanya hanyalah pada huruf Ejaan
Melindo memakai c pengganti tj. Huruf nj juga merupakan huruf baru, tapi bentuknya agak
lain. Huruf benar seperti kata ekor, diberi garis di atasanya (); jadi seperti pada Ejaan van
Ophuysen. Demikian juga pada Ejaan pembaharuan.
Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan)
Panitia ejaan ini dibentuk oleh kepala Lembaga Bahasa dan Kesusatraan pada tanggal
7 Mei 1966, kemudian dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no.
062/67 tanggal. 19 September 1967, panitia ini disahkan sebagai panitia Ejaan Bahasa
Indonesia Departemen P dan K. Panitia ini terdiri atas sarjana-sarjana Bahasa dari LBK dan
fakukultas sastra Universitas Indonesia, berjumlah 8 orang.
Penyusunan ejaan baru didasarkan pada beberapa hal, beberapa perubahan yang
diadakan oleh Panitia LBK ialah: hurug tj diganti dengan c; jadi, sama dengan konsep
Melindo; j diganti dengan y (kedua-duanya termasuk pemanfaatan huruf-huruf yang tak
terpakai; dj diganti dengan j; dengan sendirinya nj berubah jadi ny dan sj berubah jadi sy
karena untuk itu tidak dibuat huruf-huruf baru; ch diganti dengan kh, misalnya chalik
menjadi khalik, machluk menjadi makhluk. Huruf-huruf asing /f, v, z./ dimasukkan kedalam
sistem ejaan Indonesia karena amat banyak kata-kata Indonesia dewasa ini yang
mempergunakan juga huruf-huruf itu; e pepet dan e benar tidak dibedakan, kedua-duanya
dituliskan dengan e saja; jadi, sama dengan Ejaan Republik. Alasaan panitia tidak
memperbedakannya ialah: 1) tidak banyak kata yang berpasangan seperti perang dan
perang, bela dengan bela, yang bisa menimbulkan salah pengertian; 2) pemakaian tandatanda diakritik melambatkan orang menulis; 3) kewajiban guru-guru di sekolah mendril
murid-murid supaya mengetahui mana kata yang memakai e pepet dan mana e benar.

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan


Pada tanggal 16 agustus 1972, pemerintah menetapkan ejaan baru bagi Bahasa
Indonesia yaitu Ejaan LBK yang telah mengalami perbaikan dan penyempurnaan yang
dinamakan sekarang Ejaan Bahasa Indonesia Yang disempurnakan.
C. Pembatasan
Ejaan Yang Disempurnakan atau yang lebih dikenal sebagai EYD merupakan sebuah
pedoman baku yang menjadi referensi atau rujukan dalam membuat karya tulis, baik yang
bersifat ilmiah maupun non-ilmiah. Ia menjadi sebuah hukum yang harus diikuti oleh
semua bentuk karya tulis walaupun sifatnya tidak mengikat, kecuali untuk karya tulis ilmiah
ataupun yang bersifat resmi. Penggunaannya yang sesuai dapat memberikan estetika kepada
karya tulis itu sendiri sehingga karya tulis tersebut menghadirkan warna-warni karakteristik
tulisan yang menarik.
Ejaan menjadi penting sekali , untuk membuat karya tulis yang produktif . Karena
dalam karya tulis penulis tidak hanya dituntut untuk memilih kata dan kalimat yang tepat ,
melainkan harus menggunakan EYD yang benar.
D. Pembahasan
Ejaan Yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia (Bapak Soeharto)
meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang lazim disingkat
dengan EYD. Peresmian ejaan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun
1972. Dengan dasar itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil
yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang memuat
berbagai patokan pemakaian ejaan yang baru. Buku yang beredar yang memuat kaidahkaidah ejaan tersebut direvisi dan dilengkapi oleh suatu badan yang berada di bawah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang diketuai oleh Prof. Dr. Amran Halim
dengan dasar surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Oktober
1972, Nomor 156/P/1972. Hasil kerja komisi tersebut adalah berupa sebuah buku yang
berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang diberlakukan
dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0196/1975. Bersama
buku tersebut, lahir pula sebuah buku yang berfungsi sebagai pendukung buku yang

pertama, yaitu buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Badan itu bernama Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang sekarang bernama Pusat Bahasa.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang
disempurnakan itu adalah sebagai berikut :
Huruf yang berubah fungsi adalah sebagai berikut
a. /dj/ djalan menjadi /j/ jalan
b. /j/ pajung menjadi /y/ payung
c. /nj/ njanji menjadi /ny/ nyanyi
d. /sj/ isjarat menjadi /sy/ isyarat
e. /tj/ tjukup menjadi /c/ cukup
f. /ch/ achir menjdi /kh/ akhir
Peresmian penggunaan huruh berikut yang sebelumnya belum resmi adalah :
a. pemakaian huruf /f/ dalam kata maaf, fakir
b. pemakaian huruf /v/ dalam kata universitas, valuta
c. pemakaian huruf /z/ dalam kata lezat, zeni
Huruf yang hanya dipakai dalam ilmu eksakta, adalah sebagai berikut
a. pemakaian huruf /q/ dalam rumus a:b = p:q
b. pemakaian huruf /x/ dalam istilah Sinar-X
Penulisan di- sebagai awalan dan penulisan di sebagai kata depan dilakukan seperti
berikut :
a. penulisan awalan di- diserangkaiakan dengan kata yang mengikutinya, seperti dimakan,
dijumpai
b. penulisan kata depan di dipisahkan dengan kata yang emngikutinya, seperti di muka, di
pojok, di antara.
Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu terdapat pembicaraan yang
lengkap, yaitu
1. pembicaraan tentang nama dan penulisan huruf
2. pembicaraan tentang pemakaian huruf
3. pembicaraan tentang penulisan kata
4. pembicaraan tentang penulisan unsur serapan
5. pembicaraan tentang pemakaian tanda baca.
Dengan lahirnya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu kini kita dapat merasakan
bahwa ejaan bahasa kita sudah tidak perlu diubah lagi. Jika ada hal-hal yang perlu
dimasukkan ke dalam ejaan yang selama ini tidak diatur dalam ejaan tersebut, cukup ejaan
itu direvisi dalam edisi berikutnya.

E.Kesimpulan
Pada dasarnya masyarakat kita telah memahami penggunaan kaidah tata bahasa Indonesia
yang baik dan benar, akan tetapi dalam pelaksanaannya seringkali masyarakat dihadapkan
pada situasi dan kondisi berbahasa yang tidak mendukung. Maksudnya ialah masyarakat
masih enggan untuk mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam

komunikasi sehari-hari. Masyarakat sering terdikte oleh aturan-aturan tata bahasa yang
salah, sehingga bermula dari kesalahan- kesalahan tersebut dapat menjadi kesalahan yang
sangat fatal dalam mengikuti aturan-aturan ketata bahasaan yang akhirnya kesalahan
tersebut menjadi sebuah kebiasaan dan parahnya lagi hal tersebut membudaya dan
dibenarkan penggunaannya dalam keseharian. Dari pembahasan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa perkembangan ejaan di Indonesia telah mengalami beberapa pergantian,
mulai dari ejaan Van Ophuijsen, ejaan Soewandi (republik), dan ejaan yang disempurnakan.
Bahkan terdapat ejaan yang dirundingkan bersama antara Indonesia dan Malaysia, yakni
ejaan Melindo. Namun, karena faktor-faktor tertentu ejaan tersebut tidak dapat diresmikan.

Daftar Pustaka

Depdikbud. 2008. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta:
Hi-Fest Publishing.

Tim Pusat Bahasa. 2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Jakarta: Balai Pustaka.
Tim Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Depdiknas. 2010. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, EYD Terbaru
(Permendiknas Nomor 46 Tahun 2009). Jakarta: Pustaka Timur.
Tasai, Amran dan Abdul Rozak Zaidan. 2009. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
http://evaeempuy.blogspot.com/2011/02/karya-ilmiah_28.html [Diakses pada 2 maret 2015]
http://rifarts.blogspot.com/2013/11/pentingnya-pemakaian-eyd-dalam-setiap.html [Diakses
pada 2 maret 2015]
http://muhammadfahliadi.blogspot.com/2013/09/pengertian-ejaan.html [Diakses pada 2
maret 2015]

Anda mungkin juga menyukai