Anda di halaman 1dari 25

Laporan Praktikum

Teknik Reaksi Kimia

Dosen Pembimbing
Zuchra Helwani, ST.MT.PhD

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAWIT

Kelompok

: IV (Empat)

Nama Kelompok

: 1. Fahrul Amry
2. Khairunnisa
3. Mutiqnal Hidayat

(1207021329)
(1207021228)
(1207036504)

LABORATORIUM DASAR-DASAR PROSES KIMIA


PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2014

Abstrak
Metode ekstraksi artisanal merupakan pengembangan dari metode tradisional.
Proses pada ekstraksi artisanal dilakukan dengan menambahkan beberapa
peralatan dan alur proses sebagai cara untuk meningkatkan yield. Tujuan
percobaan ini adalah mengolah, menentukan yield dan karakterisasi dari sawit
off-grade berupa kadar asam lemak bebas (ALB), kadar air dan kadar kotoran
minyak menggunakan metode artisanal. Alat yang digunakan pada percobaan ini
adalah unit sterilizer dan spindle hydraulic press. Parameter utama yang
dipelajari adalah dengan menvariasikan waktu sterilizer yaitu selama 1 jam, 1,5
jam, dan 2 jam dengan berat sawit umpan (1500, 1500, dan 1200 gram) dan
penambahan air panas yang tetap yaitu 20%. Yield minimum didapat pada waktu
pengukusan 1 jam yaitu sebesar 4.7%, sedangkan yield maksimum didapat pada
waktu sterilisasi 1.5 jam yaitu sebesar 14.14%. Kadar ALB minimum didapat
pada waktu pengukusan 1 jam yaitu sebesar 13824%, sedangkan kadar ALB
maksimum didapat pada waktu pengukusan 1.5 jam yaitu sebesar 14.745%.
Kadar air minimum didapat pada waktu pengukusan 1 jam yaitu sebesar 0.013%,
sedangkan kadar air maksimum didapat pada waktu pengukusan 1.5 jam yaitu
sebesar 0.44%. Kadar kotoran minimum didapat pada waktu pengukusan 1 jam
yaitu sebesar 6.5%, sedangkan kadar kotoran maksimum didapat pada waktu
pengukusan 1.5 jam yaitu sebesar 7.2%. Secara keseluruhan, peningkatan waktu
pengukusan akan meningkatkan yield, kadar ALB, kadar air dan kadar kotoran
minyak dari sawit offgrade.
Kata Kunci : Artisanal, sawit offgrade, sterilisasi, yield, asam lemak bebas,
kadar air, kadar kotoran.

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan teknologi pengolahan sawit antara lain:
1. Mengolah sawit off-grade menggunakan metode artisanal.
2. Menentukan yield dan karakteristik minyak dari sawit off-grade
menggunakan metode artisanal.

1.2.

Pendahuluan
Di dalam Pabrik Kelapa Sawit, yang disebut bahan mentah Tandan Buah

Segar atau sering kita sebut TBS. Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guinensis Jacq)
adalah jenis tanaman Palma yang berasal dari Benua Afrika dan cocok ditanam di
daerah tropis serta sudah berkembang secara meluas di Asia Tenggara dan
Amerika Selatan, termasuk di Kalimantan Tengah seperti PT. Surya Sawit Sejati.
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) adalah departement manufacturing yang beroperasi
mengolah TBS yang akan menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel.
Pada pengolahan TBS di PKS memiliki beberapa stasiun yang satu sama
lainnya saling berkaitan dan saling ketergantungan. Bila pada proses pada bagian
awal terjadi hambatan maka proses selanjutnya akan mengalami hambatan.
Demikian pula bila proses bagian akhir mengalami hambatan maka proses pada
bagian awal akan mengalami gangguan pula.
Karena saling ketergantungan ini, maka setiap stasiun harus beroperasi
dengan maksimal sesuai dengan ketentuan dan kapasitas yang terpasang. Bila hal
ini tidak dapat terlaksana dengan baik, maka hal ini sangat berpengaruh terhadap
jam kerja pabrik dan akan mengakibatkan tidak tercapainya kapasitas olah pabrik
dan kehilangan produksi (Losses) menjadi meningkat (Anonim, 2013).
Proses ekstraksi buah sawit yang telah digunakan hingga saat ini yaitu
dengan menggunakan metode artisanal, dan metode modern (conventional).
Perbedaannya terlihat dari bahan baku yang digunakan.

1.2.1

Metode Tradisional
Metode pengolahan tradisional merupakan proses ekstraksi buah sawit

yang paling praktis dan sederhana namun membosankan dan tidak tepat guna
(Ekine dan Onu, 2008), prinsip pengolahan tidak begitu sulit namun kurang

efisien (Altes dan Wiemer, 1989). Secara umum metode ini hanya mengandalkan
tenaga manusia (dilakukan secara manual) untuk mengolah buah sawit dengan
menggunakan media air panas untuk proses ekstraksi buah. Oleh karena itu
diperlukan pekerja yang tidak sedikit dalam proses pengolahannya. Metode
pengolahan secara tradisional ini merupakan metode pengolahan yang dilakukan
ditempat pemanenan maupun disekitar masyarakat namun proses pengolahannya
berjalan lambat (Hyman, 1990).
Metode pengolahan tradisional hanya menghasilkan persentasi minyak
yang sedikit serta kualitas minyak yang rendah. Faktor utama penyebabnya adalah
tahapan proses dan peralatan yang digunakan. Secara umum tahapan proses yang
digunakan terdiri dari pelumatan buah, pemisahan fiber dan nut, dan mengekstrak
minyak dengan cara merendam buah hasil pelumatan (digester) menggunakan air
panas. Minyak yang diperoleh memiliki kualitas yang buruk (kadar ALB, kadar
kotoran dan kadar air tinggi) karena menggunakan teknologi yang sederhana (low
technology) (Zu dkk, 2012). Minyak yang dihasilkan memiliki dua tipe yaitu soft
oil dan hard oil. soft oil memiliki kadar ALB 7-12% dan Hard oil pada umumnya
20% namun mencapai 30-50% (Hyman, 1990).
Adzimah dan Seckley (2009) menyatakan untuk melumat buah pada
bagian digester pengolahan dilakukan menggunakan tenaga manusia. Pelumatan
buah dapat dilakukan dengan cara soaked/ poundin dan foot tramping. Metode
pounding dilakukan dengan cara menumbuk buah didalam lumping menggunakan
alat penumbuk (mortar) dan Foot tramping merupakan metode pelumatan dengan
cara menginjak-injak buah.

1.2.2

Metode Artisanal
Metode ekstraksi artisanal merupakan pengembangan dari metode

tradisional. Pada ekstraksi artisanal proses produksi dilakukan dengan

menambahkan beberapa peralatan berupa alat pengepres merupakan langkah


untuk meningkatkan yield (rendemen). Pengepres yang digunakan ada yang
dioperasikan secara manual dan menggunakan motor sebagai penggerak alat.
Keuntungan metode ekstraski artisanal yaitu mudah digunakan, biaya produksi
murah, bisa dioperasikan oleh pekerja yang tidak memiliki keterampilan, dan
pekerja yang digunakan tidak banyak (Hyman, 1990). Sumber bahan baku
produksi berasal dari ladang petani.
Pada umumnya pengepres yang digunakan pada metode artisanal yaitu
hydraulic press. Beberapa jenis pengepres lain yang dapat digunakan yaitu spindle
press, dan UNATA press. Pertimbangan pemilihan alat press berdasarkan
kemampuan pengpres untuk mengeluarkan minyak dan berdasarkan pertimbangan
ekonomis. Untuk pengepres yang menggunakan motor memiliki konversi yang
tinggi namun tidak ekonomis (Hyman, 1990).
1.2.3

Metode Modern (conventional)


Metode ekstraksi modern merupakan proses pengolahan sawit yang

mementingkan yield (rendemen) dan kualitas minyak. Peralatan yang digunakan


dan proses pengolahan menjadi prioritas untuk menghasilkan yield (rendemen)
yang diinginkan dan kualitas sesuai standar. Yield (rendemen) dan mutu minyak
sangat mempengaruhi nilai jual sehingga memiliki faktor penting agar tidak
terjadi kerugian pihak manajemen pabrik (Hyman, 1990).
Teknologi proses yang digunakan pada metode ini full mechanized dan
sistem pengolahannya dilakukan secermat mungkin agar sasaran produksi yang
diinginkan dapat tercapai. Bahan baku yang digunakan berupa TBS yang berasal
dari kebun inti, plasma, maupun pihak ketiga.

1.3

Dasar Teori

1.3.1

Sawit off-grade

Sawit off-grade merupakan buah sawit yang berada diluar grade


kematangan buah sehingga tidak layak untuk diolah dipabrik minyak sawit CPO.
Pengklasifikasian sawit off-grade berdasarkan tingkat kematangan buah yaitu
mentah, kurang matang, dan terlalu matang (busuk). Pengolahan sawit off-grade
dipabrik sawit hanya akan merusak kualitas minyak yang dihasilkan dan berakibat
pada rendahnya harga jual minyak sehingga merugikan pihak manajemen PKS
dan petani (Arifin, 2009). Kriteria kematangan buah sawit dapat dilihat pada tabel
1.1,
Tabel 1.1 Kriteria kematangan buah sawit
No

Fraksi Buah

Sifat Fraksi
Sangat mentah

Jumlah
Brondolan
Tidak ada

Fraksi 00 (F-00)

Fraksi 0 (F-0)

Mentah

1-12,5% buah luar

Fraksi 1 (F-1)

Kurang matang

12,5-25% buah luar

Fraksi 2 (F-2)

Matang

25-50% buah luar

Fraksi 3 (F-3)

Matang

50-75% buah luar

Fraksi 4 (F-4)

Lewat matang

Fraksi 5 (F-5)

Terlalu matang

75-100% buah luar


Buah dalam ikut
membrondol

Sumber : Pahan, 2012

Sawit off-grade dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain terlalu
cepat dan terlambatnya waktu pemanenan, lamanya waktu tinggal di Tempat
Pengumpulan Hasil (TPH) maupun dipabrik serta keterlambatn system
pengangkutan menuju pabrik. Jika TBS yang telah dipanen tidak langsung
diproses, maka akan menyebabkan peningkatan kadar ALB ketika buah
diekstraksi menjadi minyak (Orji, 2006). Poku (2002) menyatakan sebaiknya TBS
diolah tidak lebih dari 48 jam setelah panen untuk menghambat perkembangan
enzim lipase yang mengakibatkan peningkatan kadar ALB.
Pemanenan buah sebaiknya dilakukan tepat pada waktu buah telah
mencapai tingkat kematangan. Pemanenan buah dalam keadaan lewat matang
akan meningktakna kadar ALB, sebaliknya jika buah dipanen terlalu cepat akan

berakibat pada kuantitas minyak yang dihasilkan karena buah memilki kadar air
yang tinggi (Pahan, 2012).
1.3.2

Parameter Mutu Minyak


Standar mutu sangat penting untuk menentukan minyak memilki mutu

yang bagus atau tidak. Penentuan mutu minyak perlu dilakukan karena
berpengaruh pada daya jual minyak sawit. Apabila minyak sawit memilki mutu
yang kurang bagus, maka nilai jual minyak menjadi rendah. Oleh karena itu
pengendalian mutu minyak memiliki faktor terpenting dalam proses pengolahan
TBS. parameter mutu minyak sawit diantaranya kadar ALB, kadar kotoran, kadar
air. Standar mutu yang digunakan untuk minyak sawit di Indonesia diperlihatkan
pada Tabel 1.2
Tabel 1.2 Syarat mutu minyak sawit mentah
No

Kriteria Uji

1
2

Satuan

Warna

Kadar air dan

%, fraksi

kotoran
Asam lemak bebas

masa

(sebagai asam
palmitat)

Persyaratan Mutu
Jingga kemerah-

%, fraksi
masa

merahan
0,5 maks

5 maks

Sumber : SNI 01-29-2006

a.

Kadar asam lemak bebas


Asam lemak bebas (ALB) merupakan asam yang tidak terikat dengan

gliserida disebabkan karena terjadinya reaksi hidrolisa maupun oksidasi. Reaksi


hidrolisa akan dipercepat dengan adanya faktor panas, air, keasaman, dan katalis
(enzim lipase). Semakin lama reaksi hidrolisa berlangsung, maka semakin banyak
kdar ALB yang terbentuk. Reaksi oksidasi minyak sawit akan menghasilkan
senyawa aldehid dan keton yang menyebabkan bau tengik. Pengaruh lain yang
diakibatkan dari reaksi oksidasi yaitu perubahan warna, penurunan vitamin dalam
minyak, dan dapata menyebabkan keracunan (Ketaren, 1986). Kadar ALB
maksimal pada CPO yang diolah yaitu 5% (SNI 01-29-2006).
b.

Kadar air

Kadar air yang terdapat dalam minyak tergantung pada efetivitas


pengolahan buah serta tingkat kematangan buah. Proses pengolahan dipabrik tidak
terlepas dari air karena merupakan bahan penunjang proses ekstraksi. Tingkat
kematangan buah juga mempengaruhi kadar air dalam minyak. Buah sawit yang
terlalu matang akan memiliki kadar air lebih banyak sedangkan buah mentah
memiliki sedikit kadar minyak. Untuk itu diperlukan sistem pemanenan tepat
waktu dan pengolahan yang efektif agar minyak yang diperoleh memiliki mutu
yang berkualitas. Kadar air maksimal pada CPO yang diolah yaitu 0,1% (Ketaren,
1986).
c.

Kadar kotoran
Kadar kotoran adalah keseluruhan bahan-bahan asing yang tidak larut

dalam minyak dan dinyatakan dengan % zat pengotor terhadap minyak atau
lemak. Pada umumnya penyaringan minyak dilakukan dengan rangkaian proses
pengendapan yaitu sentrifugasi. Metode sentrifugasi hanya dapat menyaring
kotoran yang berukuran besar, tetapi kotoran berupa serabut dan yang berukuran
kecil sulit disaring karena tidak ada perbedaan berat jenis dengan minyak. Kadar
kotoran maksimal pada CPO yang diolah yaitu 0,01% (Ketaren, 1986).
1.3.3

Komposisi Minyak Kelapa Sawit


Minyak kelapa sawit tersusun atas lemak dan minyak alam yang terdiri

atas trigleserida, digleserida, dan monogleserida, asam lemak bebas, moisture,


pengotor, dan komponen-komponen minor bukan minyak/lemak yang secara
umum disusun oleh senyawa yang tidak dapat tersabunkan. Asam-asam lemak
penyusun minyak/lemak terdiri atas :
1. Asam Lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid / SFA)
Tidak mengandung ikatan rangkap, dan secara umum penyusun lemak berasal
dari sumber hewani.
2. Asam Lemak tak Jenuh (Unsaturated Fatty Acid / UFA)
Mengandung ikatan rangkap, secara umum penyusun lemak berasal dari
sumber nabati dan terdiri atas;
-

Mono - Unsaturated Fatty Acid / MUFA


Poly - Unsaturated Fatty Acid / PUFA
Tabel 1.3 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit

Asam Lemak

No

Persen
Komposisi

Berat Molekul

Titik Didih

Asam Laurat ( 12 : 0 )

0,0 0,4

200,32

180C

Asam Miristat ( 14 : 0 )

0,6 1,7

228,38

250C

Asam Palmitat (16 : 0 )

41,1 47,0

256,43

271C

Asam Stearat ( 18 : 0 )

3,7 5,6

284,49

232C

Asam Oleat (18 : 1 )

38,2 43,6

282,47

260C

Asam Linoleat ( 18 : 2 )

6,6 11,9

280,45

176C

Asam Linoleat ( 18 : 3 )

0,0 0,6

278,44

180C

Sumber : Anonim, 2013

Dari tabel diatas asam lemak yang paling dominan adalah asam palmitat
dan asam oleat. Selain asam lemak yang disebut dalam tabel, minyak kelapa sawit
juga memiliki kandungan minor dalam jumlah sedikit. Antara lain adalah karoten,
vitamin E, sterol, fosfolipid, glikolipid, terpen, dan hidrokarbon alifatik (Anonim,
2013).

BAB II
PERCOBAAN

2.1

Alat dan bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan teknologi pengolahan sawit


menjadi CPO adalah sawit off-grade dan air, sedangkan untuk pengujian
karakteristik CPO, bahan-bahan yang digunakan adalah KOH 0,1 N, asam oksalat
0,1 N, pelarut etanol 95%, pelarut heksan, indikator fenolftalein dan aquadest.
Peralatan utama yang digunakan terdiri dari unit sterilisasi (pengukusan) dan
pengepres. Sistem pengukusan yang digunakan yaitu menggunakan steam basah
dimana steam dihasilkan di dalam tempat yang sama dengan brondolan yang akan
dikukus. Pengepres yang akan digunakan adalah jenis spindle hydraulic press.
Sedangkan peralatan yang digunakan untuk menganalisa karakteristik adalah
erlenmeyer 250 ml, gelas ukur 50 ml, labu ukur 1 L, penangas air, buret 50 ml,
statif, neraca digital, desikator, wadah, oven, kertas saring whatman, pompa
vakum, corong pisah, dan pipet tetes. Rangkaian peralatan yang digunakan dapat
dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peralatan percobaan teknologi pengolahan sawit offgrade dengan


metode artisanal.

2.2 Prosedur Percobaan


2.2.1 Pengolahan Kelapa Sawit
Prosedur atau langkah kerja dalam percobaan pengolahan sawit off-grade
menggunakan metode artisanal adalah sebagai berikut :

1. Mencuci sawit off-grade untuk menghilangkan kotoran-kotoran berupa


pasir dan kelopak buah.
2. Memanaskan air di dalam dandang (sterillizer) hingga suhu steam yang
terbentuk kurang lebih 100oC.
3. Menimbang brondolan seberat 1,5 kg kemudian memasukkannya
kedalam dandang untuk dikukus selama 1 jam, 1.5 jam dan 2 jam.
4. Setelah waktu pengukusan tercapai, kemudian mengepress brondolan
menggunakan spindle hydraulic press penambahan air panas sebanyak
20% dari berat umpan sawit.
5. Mendiamkan minyak dalam corong pisah sampai terbentuk dua lapisan
yaitu minyak dan air, kemudian memisahkannya.
6. Menimbang hasil minyak yang diperoleh untuk menghitung yield
minyak.
7. Menganalisa minyak untuk mengetahui karakteristik minyak, berupa
kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran.
2.2.2 Perhitungan Yield Minyak
Yield minyak dihitung dengan menggunakan persamaan:

(2.1)
Keterangan :
Y : Yield
Moe : Mass of oil extracted
Mm : Mass of the mash
2.2.3 Uji Kadar Asam Lemak Bebas
Kadar asam lemak bebas dihitung sebagai persentase berat asam
palmitat dan dilakukan dengan metode titrasi. Larutan titar yang digunakan yaitu
larutan kalium hidroksida (KOH) 0,1 N yang dibuat dengan cara melarutkan 5,6
gram KOH dalam 1 liter air suling, kemudian distandarisasi dengan larutan asam
oksalat 0,1 N dengan cara :
1. Menimbang 6,3 gram asam oksalat lalu menambahkan aquades pada labu
ukur 1 L hingga tapal batas.
2. Memasukkan larutan kedalam erlenmeyer sebanyak 25 ml
3. Menambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein

4. Menitrasi dengan larutan titar hingga timbul warna merah muda (merah
jambu) yang stabil.

(2.2)
Uji kadar asam lemak bebas dilakukan dengan cara:
1. Memanaskan minyak hasil percobaan pada suhu 60oC sampai 70oC
kemudian diaduk hingga homogen.
2. Menimbang contoh uji sebanyak 2,5 gram dalam erlenmeyer 250 ml.
3. Menambahkan 50 ml pelarut etanol 95%.
4. Memanaskan diatas penangas air dan mengatur suhunya pada 40 oC
sampai contoh minyak larut semuanya.
5. Menambahkan larutan indikator fenolftalein sebanyak 1-2 tetes.
6. Mentitrasi dengan larutan titar KOH 0,1 N sambil digoyang-goyang
hingga mencapai titik akhir yang ditandai dengan perubahan warna
menjadi merah muda yang stabil untuk minimal 30 detik.
7. Mencatat penggunaan ml larutan titar.
8. Melakukan analisa sekurang-kurangnya duplo, dengan perbedaan antara
kedua hasil uji tidak boleh melebihi 0,05%.

Persentase asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat dengan


menggunakan rumus sebagai berikut :

(2.3)
Keterangan :
V

= volume larutan titar yang digunakan (ml)

= normalitas larutan titar

W = berat contoh uji (gr)

25,6 = konstanta untuk menghitung kadar ALB sebagai asam palmitat


2.2.4 Uji Kadar Air
1. Mengeringkan wadah yang akan dipakai di dalam oven pada suhu 103oC
untuk sedikitnya 15 menit, kemudian didingankan dalam desikator
selama 15 menit lalu ditimbang.
2. Melelehkan contoh minyak dengan pemanasan pada suhu 20 oC sampai
50oC dan kemudian diaduk rata.
3. Menimbang 10 gram contoh uji minyak, kemudian dimasukkan ke dalam
wadah dan didinginkan di dalam desikator hingga suhu minyak mencapai
suhu ruang, kemudian ditimbang.
4. Memanaskan dalam oven pada suhu 130oC 2oC selama 30 menit,
kemudian segera dimasukkan kedalam desikator untuk didinginkan
selama 15 menit, lalu ditimbang.
5. Mengulangi pemanasan dalam oven selama 30 menit, mendinginkan
dalam desikator dan menimbang beberapa kali sampai selisih berat antara
dua penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0,02% dari berat contoh
uji.
Kadar air dihitung berdasarkan rumus di bawah ini dan dinyatakan dalam tiga
desimal :

Kadar

air

(2.4)
Keterangan :
Initial weight : berat wadah + berat minyak sebelum dioven (gr)
Final weight : berat wadah + berat minyak setelah dioven (gr)
2.2.5 Uji Kadar Kotoran
1. Menggunakan contoh uji hasil penentuan kadar air yang sudah diketahui
beratnya.

2. Mencuci alat penyaring yang akan dipakai dengan pelarut, dikeringkan


dalam oven pada suhu 103oC selama 30 menit, dan didinginkan dalam
desikator selama 15 menit dan kemudian ditimbang.
3. Menambahkan 50 ml pelarut heksan kedalam contoh tersebut dan
memanaskan pada penangas air sampai minyak larut semua dan
kemudian menyaring melalui alat penyaring.
4. Melakukan pencucian beberapa kali dengan menggunakan pelarut setiap
kalinya 10 ml sampai penyaring bersih dari minyak.
5. Mengeringkan alat penyaring dengan seluruh isinya dalam oven pada
suhu 103oC 2oC selama 30 menit.
6. Mendinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.
Kadar kotoran dihitung berdasarkan rumus di bawah ini dan dinyatakan dalam
tiga desimal :

(2.5)
Keterangan :
Weight of dirty = berat kotoran (gr)
Weight of oil = berat minyak (gr)

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1

Hasil Percobaan
Hasil percobaan teknologi pengolahan sawit untuk menentukan yield dan

karakterisasi minyak dari sawit offgrade menggunakan metode artisanal dengan


waktu sterilizer yaitu selama 1 jam, 1.5 jam, dan 2 jam dengan berat sawit umpan
(1500, 1500, dan 1200 gram) penambahan air panas yang tetap yaitu 20%.
disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Hasil percobaan


Waktu
Pengukusan

Penambahan
air panas
(%)

Yield
(%)

Kadar ALB
(%)

Kadar air
(%)

Kadar Kotoran
(%)

1 jam

20

4.7

13.824

0.013

6.5

1.5 jam

20

14.14

14.745

0.44

7.2

2 jam

20

11.36

13.824

0.19

6.7

3.2

Pembahasan
Tahapan proses dari percobaan teknologi pengolahan sawit yaitu dimulai

dengan pencucian sawit offgrade untuk menghilangkan kotoran berupa pasir dan
kelopak bunga. Pencucian juga bertujuan untuk memilih atau menyortir kembali
buah sawit yang akan digunakan. Buah sawit yang telah busuk, luka, maupun
terlalu kecil dipisahkan dan tidak digunakan. Langkah selanjutnya yaitu
memanaskan air di dalam dandang (sterilizer) hingga suhu steam yang terbentuk
kurang lebih 100oC. Steam digunakan untuk mengukus brondolan sawit.
Brondolan sawit ditimbang sebanyak 4.2 kg dan dibagi tiga (1.5, 1.5 dan
1.2 kg) lalu dimasukkan ke dalam dandang kemudian ditutup rapat. Percobaan
teknologi pengolahan sawit dilakukan dengan memvariasikan waktu pengukusan
(1, 1.5 dan 2 jam) dengan menggunakan api kecil. Pengukusan bertujuan untuk
menonaktifkan enzim lipase dan oksidase yang terdapat di dalam sawit serta
mengurangi kadar air yang terkandung di dalam sawit. Setelah dilakukan proses
pengukusan, brondolan sawit dikeluarkan dari dandang dan di masukkan ke dalam
spindle hydraulic press. Brondolan sawit kemudian dikempa dengan tekanan
tertentu. Selama proses pengempaan, dilakukan penambahan air panas secara
bertahap. Percobaan teknologi pengolahan sawit dilakukan dengan penambahan
air yaitu 20%.
Volume air panas yang digunakan pada penambahan air panas adalah 300
ml untuk 1.5 kg dan 240 ml untuk 1.2 kg. Minyak sawit yang keluar dari alat

press ditampung dengan menggunakan wadah. Proses pengempaan dihentikan


jika sudah tidak ada lagi minyak yang keluar dari spindle hydraulic press.
Minyak sawit kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan di
diamkan sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas merupakan minyak
sedangkan lapisan bawah adalah air dan pengotor-pengotor lainnya. Lapisan
bawah dibuang, sedangkan lapisan atas (minyak) dimasukkan ke dalam wadah.
Minyak yang didapat di timbang untuk menghitung yield nya, kemudian dianalisa
untuk mengetahui karakteristik minyak sawit berupa kadar asam lemak bebas,
kadar air dan kadar kotoran.
3.2.1 Pengaruh lama waktu pengukusan terhadap Yield
Percobaan teknologi pengolahan sawit dilakukan dengan memvariasikan
waktu pengukusan (1, 1.5 dan 2 jam) dari berat umpan sawit. Minyak sawit yang
didapat pada waktu pengukusan 1 jam yaitu sebanyak 70,51 gram sedangkan pada
pada waktu pengukusan 1,5 jam didapat sebanyak 212,17 gram dan pada pada
waktu pengukusan 2 jam didapat sebanyak 136,38 gram.

Gambar 3.1 Kurva hubungan antara lama waktu pengukusan terhadap yield
minyak dari sawit offgrade.
Yield merupakan perbandingan antara berat hasil dengan berat umpan (Tim
Penyusun, 2013). Yield yang didapat pada variasi waktu pengukusan disajikan

pada Gambar 3.1. Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa yield semakin
meningkat seiring bertambahnya waktu pada pengukusan. Yield minimum didapat
pada waktu pengukusan 1 jam yaitu sebesar 4.7%, sedangkan yield maksimum
didapat pada waktu pengukusan 1.5 jam yaitu sebesar 14.14%. Pada teorinya
seharusnya pengukusan waktu 2 jam akan menghasilkan yield maksimum
dibanding 1.5 jam. Namun pada kenyataannya waktu pengukusan 1.5 jam
menghasilkan yield maksimum dibanding waktu pengukusan 2 jam, ini
disebabkan kelalaian praktikan dimana pada saat pengempaan alat pengepresan
sedikit keras sehingga minyak yang keluar menjadi terhambat dan juga
dipengaruhi oleh lambatnya penambahan air panas yang membuat minyak
menjadi lebih kental. Minyak sawit akan terperas keluar karena adanya tekanan
dari piston ketika dilakukan proses pengempaan. Pada awal pengempaan, minyak
sawit yang terperas cukup banyak, kemudian kuantitasnya berkurang sedikit demi
sedikit. Minyak sawit yang terperas tidak seluruhnya keluar dari alat pengempa,
namun ada juga yang tertinggal di dalam silinder maupun dicelah antarbuah sawit.
Semakin lama waktu pengukusan semakin lunak brondolan sawitnya sehingga
semakin meningkatkan yield dari sawit off grade tersebut.
3.2.2

Pengaruh lama waktu pengukusan terhadap kadar asam lemak bebas

Gambar 3.2 Kurva hubungan antara lama waktu pengukusan terhadap kadar ALB
minyak dari sawit offgrade.

Penentuan

kadar

asam

lemak

bebas

(ALB)

dilakukan

dengan

memvariasikan berat contoh uji (2.5, 5 dan 10 gram). Pada percobaan ini, contoh
uji yang dibahas yaitu contoh uji dengan berat 2.5 gram saja. Hasil penentuan
kadar ALB yang didapat pada variasi penambahan air panas disajikan pada
Gambar 3.2.
Berdasarkan Gambar 3.2 dapat dilihat bahwa kadar ALB semakin
meningkat seiring bervariasinya lama waktu pengukusan. Kadar ALB minimum
didapat pada waktu pengukusan 1 jam yaitu sebesar 13.824%, sedangkan kadar
ALB maksimum didapat pada waktu pengukusan 1,5 jam yaitu sebesar 14.745%.
Salah satu penyebab tingginya kadar ALB sawit yaitu karena terjadinya
reaksi hidrolisa antara minyak dengan air. Proses pengempaan akan menyebabkan
daging buah menjadi pecah, sehingga minyak dapat keluar dari sawit. Ketika
ditambahkan air panas, terjadi kontak antara minyak dalam buah sawit dengan air,
sehingga terjadi reaksi hidrolisa. Semakin lama reaksi hidrolisa berlangsung
(kontak antara minyak dan air semakin banyak), maka semakin tinggi kadar ALB
yang terbentuk [Ketaren, 1986]. Karena pada variasi waktu pengukusan 1.5 jam
terjadi kerusakan alat menyebabkan penambahan air panas menjadi lambat dan
terjadi reaksi hidrolisa, itulah yang menyebabkan ALB pada waktu pengukusan
1.5 jam menjadi lebih besar dibanding dengan waktu pengukusan 1 jam dan 2
jam.
3.2.3

Pengaruh lama waktu pengukusan terhadap kadar air


Pengaruh lama waktu pengukusan terhadap kadar air dari minyak sawit

offgrade disajikan pada Gambar 3.3. Berdasarkan Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa
kadar air semakin meningkat seiring bertambahnya lama waktu pengukusan.
Kadar air minimum didapat pada waktu pengukusan 1 jam yaitu sebesar 0.013%
sedangkan kadar air maksimum didapat pada waktu pengukusan 1.5 jam yaitu
sebesar 0.44%.

Gambar 3.3 Kurva hubungan antara lama waktu pengukusan terhadap kadar air
dari minyak sawit offgrade.
Minyak sawit yang terperas tidak seluruhnya keluar dari alat pengempa,
namun ada juga yang tertinggal di dalam silinder maupun dicelah antarbuah sawit.
Ketika ditambahkan air panas, minyak akan terbawa oleh air keluar dari silinder.
Semakin banyak volume air panas yang ditambahkan, maka semakin banyak
minyak yang berkontakan langsung dengan air sehingga meningkatkan kadar
airnya.
3.2.4

Pengaruh lama waktu pengukusan terhadap kadar kotoran


Pengaruh lama waktu pengukusan terhadap kadar kotoran minyak dari

sawit offgrade disajikan pada Gambar 3.4. Berdasarkan Gambar 3.4 dapat dilihat
bahwa kadar kotoran minyak semakin meningkat seiring bertambahnya lama
waktu pengukusan. Kadar kotoran minimum didapat pada waktu pengukusan 1
jam yaitu sebesar 6.5%, sedangkan kadar kotoran maksimum didapat pada waktu
pengukusan 1.5 jam yaitu sebesar 7.2%.

Gambar 3.4 Kurva hubungan antara penambahan air panas terhadap kadar
kotoran minyak dari sawit offgrade.
Minyak sawit yang terperas tidak seluruhnya keluar dari alat pengempa,
namun ada juga yang tertinggal di dalam silinder maupun dicelah antarbuah sawit.
Selain minyak, juga terdapat kotoran-kotoran yang berukuran kecil. Kotoran ini
bisa jadi berasal dari sawit yang kurang bersih ketika dilakukan pencucian
maupun dari silinder (silinder tidak dibersihkan terlebih dahulu). Ketika
ditambahkan air panas, kotoran akan terbawa oleh air keluar dari silinder.
Semakin banyak volume air panas yang ditambahkan, maka semakin banyak
kotoran yang terbawa oleh air sehingga meningkatkan kadar kotorannya.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan
1. Yield semakin meningkat seiring bertambahnya lama waktu pengukusan.
Yield minimum didapat pada waktu pengukusan 1 jam yaitu sebesar 4.7%,

sedangkan yield maksimum didapat pada waktu pengukusan 1.5 jam yaitu
sebesar 14.14%
2. Kadar asam lemak bebas (ALB) semakin meningkat seiring bertambahnya
lama waktu pengukusan. Kadar ALB minimum didapat pada waktu
pengukusan 1 jam yaitu sebesar 13.824%, sedangkan kadar ALB
maksimum didapat pada waktu pengukusan 1.5 jam yaitu sebesar
14.745%.
3. Kadar air semakin meningkat seiring bertambahnya lama waktu
pengukusan. Kadar air minimum didapat pada waktu pengukusan 1 jam
yaitu sebesar 0.013%, sedangkan kadar air maksimum didapat pada waktu
pengukusan 1.5 jam yaitu sebesar 0.44%.
4. Kadar kotoran minyak semakin meningkat seiring bertambahnya lama
waktu pengukusan. Kadar kotoran minimum didapat pada waktu
pengukusan 1 jam yaitu sebesar 6.5%, sedangkan kadar kotoran
maksimum didapat pada waktu pengukusan 1.5 jam yaitu sebesar 7.2%.
4.2

Saran
Pada percobaan ini, praktikan menghabiskan banyak waktu hanya untuk

melakukan penimbangan dan pengovenan bahan maupun minyak hasil percobaan


dari satu laboratorium ke laboratorium lainnya. Seharusnya peralatan percobaan
teknologi pengolahan kelapa sawit, seperti misalnya neraca digital dan oven,
tersedia dengan lengkap di dalam laboratorium dasar-dasar proses kimia.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim,

2013.

http://indrarexs.blogspot.com/2013/06/proses-pengolahan.html

(Diakses 29 September 2014)


Anonim,

2013.

http://kimirochimi.blogspot.com/2013/02/komposisi-minyak-

kelapa-sawit.html (Diakses 29 September 2014)

Ekine, D.I., dan Onu, M. E. 2008. Economic of small-scale palm iol processing in
Ikwerre and Etche local government areas of river state, Nigeria. Jurnal of
agricultural and social research, 8(2), 150 158.
Hyman, E. L. 1990. An economic analysis of small-scale technologies for palm
oil extraction in central and west africa. World development, 18(3), 455
476.
Ketaren, S. 1986. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. UI Press.
Jakarta.
Orji, M.U., dan Mbata. T. I. 2008. Effect of extraction methods on the quality and
spoilage of Nigerian palm oil. African journal of biochemistry research, 2 (9),
192 196.
Pahan, I. 2012. Panduan Lengkap : Kelapa sawit. Cetakan Xi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Poku, K. 2002. Small-scale palm processing in africa. FAO Agricultural service
bulletin, 148, Rome, Italy, 3 30.
Rahmanto, Dwi. 2010. Minyak Nabati. http://galehdr.blogspot.com/p/minyaknabati.html/ Diakses 29 September 2014.
Tim Laboratorium Dasar-Dasar Proses Kimia I Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Riau. 2014. Penuntun Praktikum Teknik Reaksi
Kimia. Pekanbaru : Laboratorium Dasar Proses dan Operasi Pabrik Program
Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.

LAMPIRAN
CONTOH PERHITUNGAN

Berat sampel I

: 1500 gram

Berat sampel II

: 1500 gram

Berat sampel III

: 1200 gram

Waktu sterilisasi I

: 1 jam

Waktu sterilisasi II

: 1,5 jam

Waktu sterilisasi III

: 2 jam

Penambahan air panas

: 20% dari berat umpan.

Penambahan air panas 20% pada berat sampel I dan II


Asumsi bahwa air = 1 gr/ml
untuk berat sampel yang lain menggunakan cara yang sama.
Standarisasi larutan KOH dengan menggunakan larutan Asam oksalat 0,1 N
-

Volume KOH yang digunakan (VKOH)


Normalitas larutan Asam oksalat (N)
Volume Asam oksalat (V C2H2O4.2H2O)

= 27,5 ml
= 0,1 N
= 25 ml

= 0,09 N
A.1. Menghitung Yield Minyak
Penambahan air panas 20% (300 ml) pada waktu pengukusan 1 jam

untuk variasi waktu pengukusan yang lain menggunakan cara yang sama.
A.2. Uji Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)
Penambahan air panas 20% (300 ml) pada waktu pengukusan 1,5 jam

Volume KOH yang digunakan (V)

= 16 ml

Normalitas larutan KOH (N)

= 0,09 N

Berat sampel minyak uji (W)

= 2,5 gr

= 14,745 %
untuk variasi waktu pengukusan yang lain menggunakan cara yang sama.

A.3. Uji Kadar Air


Penambahan air panas 20% (240 ml) pada waktu pengukusan 2 jam
Initial weight

= 71,55 gr

Final weight

= 71,41 gr

= 0,19
untuk variasi waktu pengukusan yang lain menggunakan cara yang sama.

A.4. Uji Kadar Kotoran


Penambahan air panas 20% (300 ml) pada waktu pengukusan 1 jam
Final weight

= 77,45 gr

Berat wadah kosong

= 67,46 gr

Berat minyak

= Final weight berat wadah kosong


= (77,45 67,46) gr
= 9,99 gr

Berat awal penyaring

= 1,09 gr

Berat akhir penyaring

= 1,74 gr

Berat kotoran

= Berat akhir berat awal


= (1,74 1,09) gr
= 0,65 gr

= 6,5
untuk variasi waktu pengukusan yang lain menggunakan cara yang sama.

Anda mungkin juga menyukai