Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN

SEMESTER GENAP 2014 - 2015

CARA PENANGANAN DAN PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN

Hari / Jam Praktikum

: SENIN 10AM-1PM

Tanggal Praktikum

: 9 MARCH 2015

Kelompok

: KPBI 2013 (K1)

Asisten

:INDRA
:FERDI

Anggota

:5 ORANG

Nama Lengkap

NPM

Tugas

RAJKANNAH POONGAN

260110132001 JUDUL,TUJUAN,PRINSIP,EDITING

SHADISH KUMAR

260110132002 TEORI, DAFTAR PUSTAKA

JIMMY CHAN WEI KIT

260110132003

VIKNESWARAN MUTAYAH 260110132004


MAHALACIMY SELVARAJ

ALAT BAHAN, PROCEDUR


PERHITUNGAN GRAFIK

260110132005 PEMBAHASAN, KESIMPULAN

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014

CARA PENANGANAN DAN PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN

1)Tujuan

-Mengetahui dan mampu menangani hewan untuk percobaan farmakologi secara baik.
-Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan dan factor-faktor yang mempengaruhi responnya
-Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian serta pengaruhnya
terhadap efek yang ditimbulkan.

2)Prinsip
a) Rute Administrasi
- zat yang diberikan kepada hewan laboratorium dengan berbagai rute. Faktor kunci yang
menentukan rute yang dipilih adalah apakah agen sedang diberikan untuk efek lokal atau
sistemik. Selain itu, persyaratan peraturan dapat mempengaruhi pemilihan rute tertentu,
tergantung pada tujuan penelitian misalnya, uji keamanan non klinis, di mana rute pengiriman
ke hewan harus sangat mirip dengan rute diproyeksikan administrasi bagi manusia.
Patricia V Turner, sept 2011

b)Penanganan dan Pengendalian Hewan Percobaan


-Hampir semua hewan laboratorium dapat dikendalikan dengan aman dan manusiawi asalkan
mereka ditangani dengan benar. Semua hewan manfaat dari yang pertama terbiasa ditangani,
dan ini dapat dilakukan selama periode aklimatisasi diperlukan sebelum mereka digunakan
pada prosedur penelitian.
J Hurst & R West, 2010

c)Dosis effektif minimal


-Perbedaan antara obat dan racun adalah dosis. Untuk memberikan pengobatan yang efektif
dan aman dari penyakit tertentu, adalah sangat penting untuk mengidentifikasi berbagai dosis
dari produk farmasi. Batas bawah dari kisaran dosis disebut sebagai dosis efektif minimum

(MED). MED kemudian didefinisikan sebagai tingkat dosis terendah produk farmasi yang
memberikan respon klinis yang signifikan dalam keberhasilan rata-rata.
Jen Pei Liu may 2010

3)Teori Dasar
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk kedalam tubuh,
sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang
merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral
1.Jalur Enternal
Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI), seperti pemberian
obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian melalui oral merupakanjalur
pemberianobat paling banyak digunakankarena paling murah, paling mudah, dan paling
aman. Kerugian dari pemberian melalui jalur enternal adalah absorpsinya lambat, tidak dapat
diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan
melalui jalur ini, selain alasan di atas juga alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa
sakit. Bahkan dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan
emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral.
2.Jalur Parenteral
Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal
(topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea menggunakan endotrakeal
tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau
lokal. Tabel 1 merupakan deskripsi cara pemberian obat, keuntungan, dan kerugiannya.
(Priyanto, 2008)

Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor
keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik
hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu
1). Hewan liar.
2). Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka.
3). Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistem
barrier (tertutup).
4). Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara dengan
sistem isolator sudah tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan
macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan,

semakin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu
percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila
menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman
(Sulaksonono, M.E., 1987)

Masih dalam rangka pengelolaan hewan percobaan secara keseluruhan, cara memegang
hewan perlu diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah
berbeda beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta
tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun
rasa sakit bagi hewan (iniakan menyullitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan
darah) dan juga bagi orang yang memegangnya.
( Sulaksono,M.E.,1992)

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran atau biomedis
telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau keturunan
dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping factor ekonomis, mudah
tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada
manusia.
(Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002)

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan
parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitonial,
melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang
lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan
proses penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi
reseptor (receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara
setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan
aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan
memperngaruhi aktivitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.
(Siswandono dan Soekardjo, B., 1995)

Bentuk sediaan obat yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan efek terapi/obat.
Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik

diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedangkan efek lokal
adalah efek obat yang hanya berkerja setempat misalnya salep.
(Anief, M.1994)

Peningkatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan dibarengi


dengan peningkatan kebutuhan akan hewan uji terutama mencit. Penggunaan mencit ini
dikarenakan relatif mudah dalam penggunaanya, ukurannya yang relatif kecil, harganya
relatif murah, jumlahnya peranakannya banyak yaitu sekali melahirkan bisa mencapai 16-18
ekor, hewan ini memiliki sistem sirkulasi darah yang hampir sama dengan manusia serta
tidak memiliki kemampuan untuk muntah karena memiliki katup dilambung. Sehingga
banyak digunakan untuk penelitian obat.
(Marbawati, 2009)

Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian kedalam darah.
Bergantungpada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut
sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain.Absorbsi sebagian besar obat secara
difusi pasif, maka sebagai barier absorbsi adalah membran epitel saluran cerna yang seperti
halnya semua membran sel epitel saluran cerna , yang seperti halnya semua membran sel
ditubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian , agar dapat melintasi membran sel
tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan lemak (setelah terlebih dulu larut dalam air).
(Ganiswara, 2008)

Obat hipnotik dapat menimbulkan rasa mengantuk dan memperlama keadaaan tidur. Efek
hipnotik lebih bersifat depresan terhadap susunan saraf pusat daripada sedasi dan obat ini
dapat diperoleh secara mudah pada kebanyakan obat-obat sedatif dengan jalan meningkatkan
dosis.
(Utama, H dan Vincent H.S. Gan,1995)

4) Alat dan Bahan


Alat
1. Alat Penimbang
2. Alat Suntik

3. Kandang Mencit & Tikus


4. Kandang individu Mencit & Tikus

Bahan
1.
2.
3.
4.
5.

Alkohol
Larutan Diazepam
Mencit
NaCl Fisiologis
Tikus

Gambar Alat
1.

2.

3.

4.

1.

2.

4.

5.

3.

Gambar Bahan

5)Prosedur
1. Cara Memegang Hewan Percobaan Sehingga Siap untuk Diberi Sediaan
Uji
a. Mencit
Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan, diletakkan pada suatu
tempat yang permukaannya tidak licin (misal ram kawat pada penutup
kandang), sehingga ketika ditarik, mencit akan mencengkram. Kulit
tengkuk dijepit dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri, ekornya tetap
dipegang dengan tangan kanan. Posisi tubuh mencit dibalikkan, sehingga
permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara jari manis dan
kelingking tangan kiri.

b. Tikus
Tikus dapat diperlakukan sama seperti mencit, tetapi bagian ekor yang
dipegang pada bagian pangkal ekor dan pegangannya pada bagian tengkuk
bukan dengan memegang kulitnya.
Tikus diangkat dengan memegang ekornya dari belakang kemudian
diletakkan di atas permukaan kasar. Tangan kiri perlahan-lahan
diluncurkan dari belakang tubuhnya menuju kepala. Ibu jari dan telunjuk
diselipkan ke depan dan kaki kanan depan dijepit di antara kedua jari
tersebut.

2. Cara Memberikan Obat Pada Hewan Percobaan (Mencit dan Tikus)


a. Oral
Pemberian secara oral pda mencit dilakukan dengan alat suntik yang
dilengkapi jarum oral atau sonde oral (berujung tumpul). Hal ini untuk
meminimalisir terjadinya luka atau cedera ketika hewan uji akan
diberikan sedian uji. Sonde oral ini dimasukkan ke dalam mulut,
kemudian perlahan lahan diluncurkan melalui langit-langit ke arah
belakang sampai esophagus kemudian masuk ke dalam lambung. Perlu
diperhatikan bahwa cara peluncuran/pemasukan sonde yang mulus
disertai pengeluaran cairan sediaannya yang mudahj adalah cara
pemberian yang benar. Sebaiknya sebelum memasukkan sonde oral,
posisi kepala mencit adalah menengadah dan mulutnya terbuka sedikit,
sehingga sonde oral akan masuk secara lurus ke dalam tubuh mencit.
Cara pemberian yang keliru, masuk ke dalam saluran pernafasan atau
paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kematian.

b. Subkutan
Injeksi subkutan (SC) atau pemberian obat melalui bawah kulit, hanya
boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan.
Penyuntikan dilakukan di bawah kulit pada daerah kulit tengkuk
dicubit di antara jempol dan telunjuk. Bersihkan area kulit yang mau
disuntik dengan alkohol 70%. Masukkan jarum suntik secara paralel
dari arah depan menembus kulit.
Diusahakan dilakukan dengan cepat untuk menghindari pendarahan
yang terjadi karena pergerakan kepala dari mencit. Pemberian obat ini
berhasil jika jarum suntik telah melewati kulit dan pada saat alat suntik
ditekan, cairan yang berada di dalamnya dengan cepat masuk ke
daerah bawah kulit.
c. Intraperitonial
Mencit dipegang pada kulit punggungnya sehingga kulit abdomennya
tegang, kemudian jarum disuntikkn dengan membentuk sudut 10
dengan abdomen pada bagian tepi abdomen dan tidak terlalu ke arah
kepala untuk menghindari terkenanya kandung kemih dan hati.
d. Intramuscular
Daerah penyuntikan terbaik adalah otot pada bagian poeteriolateral.
Jarum ditusukkan melalui kulit dan diarahkan kepada jaringan otot,
jangan terlalu dalam sampai jarum menyentuh tulang paha.
e. Intravena
Penyuntikan dilakukan pada vena ekor menggunakan jarum no
24Penyuntikan dilakukan pada vena ekor menggunakan jarum no 24.
Mencit dimaksudkan ke dalam wadah penahan kelinci dengan ekornya
menjulur ke luar. Ekor dicelupkan ke dalam air hangat untuk
mendilatasi vena guna mempermudah penyuntikan.

6) DATA PENGAMATAN
TABLE BERAT BADAN
HEWAN
BERAT BADAN (mg)
Tikus

145,6

Mencit 1

30,5

Mencit 2

22,3

Mencit 3

29,6

VOLUME PEMBERIAN
HEWAN
PO (ml)
TIKUS
3.64
MENCIT 1
0.381
1.115
MENCIT 2
1.48
MENCIT 3

IV (ml)
0.728
0.763
0.279
0.74

IP (ml)
2.184
1.525
1.115
0.37

DATA PERHITUNGAN
FORUMLA HITUNGAN

TIKUS

(PO) =
(IV)
(IP)
(SC)
(IM)

MENCIT 1

(PO) =
(IV)
(IP)
(SC)

SC (ml)
1.456
0.763
0.558
0.74

IM (ml)
0.073
0.076
0.056
0.074

(IM)

MENCIT 2

(PO) =
(IV)
(IP)
(SC)
(IM)

MENCIT 3

(PO) =
(IV)
(IP)
(SC)
(IM)

7)PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mempelajari tentang cara pemberian obat terhadap absorpsi
dalam tubuh (dalam hal ini pada tubuh hewan uji). Rute pemberian obat
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik
lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang bebrbeda pada daearh kontak
obat dan tubuh karakteristik ini berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh
karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda, enzim-enzim
dan getah-getah fisiologid yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal
ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam
waktu tertentukan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat.
Pada percobaan kali ini praktikan menggunakan hewan mencit sebagaihewan
uji. Hewan tersebut digunakan sebagai percobaan untuk praktikum farmakologi
organ ini karena struktur dan system organ yang ada di dalam tubuhnya mirip
dengan struktur organ yang ada di dalam tubuh manusia, mencit dipilih sebagai
hewan uji karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga
sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Selain itu mencit lebih
mudah ditangani dibandingkan dengan hewan-hewan uji lainnya seperti tikus dan
kelinci.
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu diketahui.
Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan
ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil)serta tujuannya.

Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan ataupun rasa sakit
bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau
pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memgangnya.
Mencit dipegang dengan memegang ujung ekornya. Sebelum melakukan
percobaan, terlebih dahulu praktikan harusmengetahui volume pemberian
obat/dosis pada hewan percobaan. Volumecairan/dosis yang diberikan pada setiap
jenis hewan percobaan tidak bolehmelebihi batas maksimal, sebab akan
mengakibatkan efek farmakologis yang membahayakan hewan uji.
Pada hewan uji ada beberapa Faktor yang dapat mempengaruhi hasil
percobaan, yaitu Faktor internal dan Faktor eksternal. Faktor internal yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan antara lain adalahvariasi biologi (usia, jenis
kelamin), rasa dan sifat genetik, status kesehatandan nutrisi, bobot tubuh dan luas
permukaan tubuh.Usia dan jenis kelamin berpengaruh pada hasil percobaan
karena pada usiayang tepat pada fase hidup hewan tersebut, efek farmakolgi yang
dihasilkanakan lebih baik. Lain halnya jika usia hewan tersebut masih bayi.
Jeniskelamin juga berpengaruh, karena jika dilihat dari leteratur berat badan yang
berbeda. Keduanya berpengaruh pada dosis yang akan digunakan pada hewanuji
tersebut.Ras dan sifat genetik pun berpengaruh karena jika menggunkan hewan
percobaan dengan ras dan sifat genetik yang berbeda-beda dan karakteristikyang
berbeda pula, maka masing-masing memiliki perbedaan dalam
perilaku,kemampuan imunologis, infeksi penyakit, kemampuan dalam respon
terhadapobat, kemampuan reproduksi dan lain sebagainya.Bobot dan luas
permukaan tubuh hewan uji juga berpengaruh dalam hasil percobaan. Bobot dan
luas permukaan tubuh hewan yang bessar akan lebihmembutuhkan lebih banyka
dosis dibandingkan dengan yang berbobot dan memiliki luas permukaan tubuh
yang kecil.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan antara lain adalah
pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing atau baru,
pengalaman hewn dalam penerimaan obat, keadaan ruang hidup
(suhu,kelembaban udaa, ventilasi, cahaya, kebisingan serta penempatan
hewan),suplai oksigen.Meningkatnya kejadian penyakit infeksi pada hewan
percobaan, disebabkankarena kondisi lingkungan yang jelek dimana hewan itu
tinggal. Maka dengan meningkatnya kejadian penyakit infeksi dan disertai dengan
keadaannutrisi yang buruk juga akan berakibat resistensi tubuh menurun, sehingga
akan berpengaruh terhadap hasil suatu percobaan
Intravena.Injeksi intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan
obat ke dalam pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit.Tujuannya untuk
memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorbsi daripada dengan injeksi parenteral
lain, untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan dam untuk memasukkan
obat dalam jumlah yang lebih besar.Injeksi intravena merupakan metode injeksi
yang cukup sulitdilakukan oleh orang yang kurang berpengalaman. Untuk
melakukan injeksi intravena dapat menyebabkan masalah pada mencit bila

terjadikesalahan saat dilakukan injeksi. Injeksi intravena langsung memasukkan


zat ke aliran darah melalui ekor (pada mencit). Injeksi ini digunakan untuk
meneliti penyakit-penyakit atau gangguan kesehatan yang membutuhkan
penedahan zat langsung ke aliran darah.Mencit biarkan pada posisi tengkurap
dengan menjulurkan ekor.Kemudian ekor mencit dibuat mengalami vasodilatasi
dengan cara ekor mencit diolesi dengan etanol. Proses dilatasi pada ekor mencit
juga bisa dilakukan dengan cara merendamnya dalam air hangat.Ciri-ciri
pembuluh vena yang mengalami vasodilatasi adalah garismerah pada ekor mencit
akan terlihat jelas dan besar sehingga akan memudahkan praktikan untuk
menyuntikan larutan aquades. Setelah garis merah (pembuluh vena) terlihat jelas,
aquades disuntikan kedalamnya.Volume larutan aquades yang disuntikan pada
intravena adalah 0,9025ml.. Jarum disuntikkan dengan sudut 10o agar jarum
tidak melukai tangan praktikan. Apabila terasa ada tahanan artinya jarum tersebut
belum masuk ke dalam pembuluh vena yang artinya jarum suntik hanya
menembussampai kulit. Hal ini ditandai dengan membesarnya kulit pada ekor
mencityang disuntikan, dan apabila jarum ditarik maka akan diikuti cairan yang
keluar dari ekor mencit (larutan yang disuntikan). Hal ini menyebabkanmencit
merasa tidak nyaman. Kesalahan ditandai dengannya apabila jarum suntik ditarik
maka tidak ada darah yang keluar.
Pada awalnya praktikan melakukan kesalahan dimana jarum tidak menembus
pembuluh vena yang ditandai dengan membesarnya daerahekor mencit yang
disuntik. Kemudian praktikan menyuntikan kembali larutan aquades kedalam ekor
mencit sesuai dengan perhitungan dosis pada intravena dan semua aquades masuk
kedalam pembuluh vena. Pada saat jarum suntik ditarik, keluar darah dari daerah
ekor mencit yangdisuntik. Hal ini membuktikan bahwa praktikan benar
melakukan injeksi intravena pada mencit.
Peroral. Injeksi peroral dilakukan dengan menggunakan sonde yang dimasukkan
ke dalam mulut langsung ke dalam lambung melalui esophagus.Pada pemberian
larutan aquades secara peroral dengan menggunakan sonde,mencit harus dibuat
dalam keadaan menengadah ke atas, dimana posisi mencit lurus. Cengkram kuat
mencit sehingga mencit tidak bisamenyentuh atau mengambil ujung sonde.
Kemudian sonde dimasukkan oral ke langit-langit mulut mencit, kemudian
dimasukkan secara perlahan-lahan larutan aquades sampai masuk kedalam
lambung. Volume larutan aquades yang disuntikan pada peroral adalah 1,875
ml.Pada saat sonde sudah masuk ke dalam esophagus, maka akan adadua
percabangan dimana terdapat saluran yang menuju paru-paru dan ada saluran lain
yang menuju lambug. Letak saluran menuju paru-paru terletak di sebelah kiri pada
mencit sedangkan saluran menuju lambung ada disebelah kanan pada mencit.
Sehingga apa bila dilihat dari sisi praktikan,sonde akan dimasukkan ke sebelah
kiri tikus.Cara pemberian yang keliru yaitu masuk ke dalam system pernafasan
atau paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernafasa dan kematian pada hewan
uji. Cara praktikan mengetahui pemberian obat secara oral ini berhasil atau tidak
yaitu dengan tanda apabila cairan yang diberikan secara peroral kepada mencit
akan keluar melewati mulut atauhidungnya. Hal ini menandakan bahwa sonde

belum masuk sempurna kedalam lambung. Hal ini disebabkan karena sonde
mungkin masih berada ditenggorokan atau sudah masuk kedalam paru-paru
mencit. Tapi apabila pemberian secara peroral berhasil, maka tidak akan terjadi
apa-apa pada mencit.Apabila percobaan sudah menggunakan zat kimia
sesungguhnya atau pada hewan uji tersebut ditumbuhkan suatu infeksi, maka
perlu dilakukan pengorbanan hewan (etanasi). Etanasi atau cara kematian tanpa
rasa sakit perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga hewan mati. Cara pengorban
hewan uji dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara fisik dan kimia. Untuk
cara fisik bisa digunakan dislokasi leher. Caranya adalah mencit dipegang dengan
memegang ujungekornya dengan tangan kanan, letakan pada alas kasar, biarkan
mencit menjangkau alas kasar (penutup kawat kandang) sehinggameregangkan
badannya. Ketika hewwan meregangkan badanya, pada bagian tengkuk diberi
suatu penahan yang keras dan dipegang dengantangan kiri. Sedangkan tangan
kanan menarik ekornya dengan kerassampai lehernya terdislokasi. Cara kimianya
adalah dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis letal
sehingga dapat membunuh hewan-hewan tersebut, dan juga dengan menggunakan
gas CO2. Karena pada praktikum kali ini hanya menggunakan aquadest, maka
etanasi tidak dilakukan.
Intramuskular. Injeksi intaramuskular adalah memasukkan obat secara tidak
langsung ke dalam aliran darah sebagai gantinya ke dalam jaringan otot dimana ia
dapat diabsorbsikan oleh aliran darah yang berlebih-lebihan melalui kapiler yang
melayani otot. Injeksi intramuscular memberikanefek sistemik yang diberikan
secara parenteral. Rute ini kurang cepat dibandingkan yang intravenus dan dengan
resiko sedikit yaitu bahwainjeksi akan mempenetraasi urat darah halus, sehingga
penggunaannya juga terbatas pada personalia yang terlatih. Penyuntikan
dilakukan pada jaringan berotot, disuntikan ke dalam otot pada daerah paha
posteriormencit.
Cara injeksi intramuscular yaitu, mencit dipegang dengan memegang ujung
ekornya dengan tangan kanan, letakan pada alas kasar, biarkan mencit
menjangkau alas kasar (penutup kawatkandang). Kemudian tangan kiri dengan
ibu jari dan jari telunjuk menjepitkulit tengkuknya seerat mungkin. Ekor
dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan
kiri. Dengandemikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri, oleskan alcohol
pada paha mencit (bagian yang akan diinjeksi), lalu jarum disuntikan di daerah
paha yang sudah di beri alcohol. Volume larutan aquades yang disuntikan pada
intramuskular adalah 0,09025m
Subkutan. Injeksi subkutan yaitu memasukkan obat ke dalam jaringan
penghubung, di bawah permukaan kulit dimana absorpsi lambat. Tetapi dalam hal
ini ada sedikit bahaya penetrasi pembuluh darah vital dan metode secaraluas
digunakan oleh personalia yang berkualifikasinonmedis, khususnya penderita
diabetes yang butuh administrasi insulinsetiap hari. Insulin secara cepat
terdegradasi dalam usus dan dengan demikian tidak dapat diminum secra oral,
tetapi injeksi subkutan praktismerupakan alternatif dan kecepatan absorpsi ke

dalam darah adalah cukup untuk memberikan plasma level yang signifikan secara
klaus untuk beberapa jam.Injeksi subkutan atau pemberian obat melalui bawah
kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan.
Penyuntikkan dilakukan dibawah kulit pada aderah kulit tengkuk dicubitdiantara
jempol dan telunjuk. Sebelumnya, bersihkan terlebih dahulu kulit yang akan
disuntik dengan alcohol 70%. Jarum suntik dimasukkan secara parallel dari arah
depan menembus kulit. Diusakan dilakukan dengan cepat untuk menghindari
pendarahanyang terjadi karena pergerakan kepala darimencit. Injeksi subkutan
berhasil jika jarum suntik telah melewati kulit da pada saat alat suntik ditekan,
cairan yang bereda didalamnya akan dengan cepat masuk ke daerah bawah kulit.
Volume larutan aquades yangdisuntikan pada subkutan adalah 0,54ml.
Intraperitonial. Intraperitonel (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya.
Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat langsung
masuk ke dalam pembuluh darah. Disini obat langsung masuk ke pembuluh darah
sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan
subkutan karena obat di metabolisme serempak sehingga durasinya agak
cepat.Intinya absorpsi dari obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa
diantaranya dapat diabsorpsi dengan baik pada suatu cara penggunaan, sedangkan
yang lainnya tidak.Cara injeksi peritonial yaitu, mencit dipegang dengan
memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, letakan pada alas kasar, biarkan
mencit menjangkau alas kasar (penutup kawat kandang). Kemudiantangan kiri
dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat mungkin. Ekor
dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan
kiri. Dengan demikian, mencittelah terpegang oleh tangan kiri, Kepala agak
kebawah abdomen. Tandai dengan spidol pada bagian perut mencit, bagi menjadi
empat bagian sama besar. Beri tanda pada 2 bagian bawah kanan dan kiri. Oleskan
alcohol bagian yang akan diinjeksi, jarum disuntikkan dengan sudut 10o dari
abdomen agak pinggir, untuk mencegah terkenanya kandung kemih dan apabila
terlalu tinggi akan mengenai hati. Volume larutan aquades yangdisuntikan pada
intraperitonial adalah 1,08 ml.

8)Kesimpulan
Pada praktikum kali ini, praktikan dapat memahami dan mempraktikan caracaramemperlakukan hewan uji (mencit) dengan baik dan benar serta melakukan
prosedur rute pemberian obat pada hewan uji (mencit) yaitu dengan :
1.cara oral
2.Subkutan
3.Intravena
4.Intraperitonial
5.intramuscular.

9) Daftar Pustaka
Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi Revisi V, Balai
Penerbit Falkultas, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
J Hurst & R West, 2010, Taming anxiety in laboratory mice. Nature Methods,
tersedia di http://www.procedureswithcare.org.uk/handling-and-restraint-of-theanimal/. Diakses pada 10/3/2015
Jen Pei Liu may, 2010, Minimal Eeffective Dose, tersedia di
http://informahealthcare.com/doi/abs/10.3109/9781439822463.128. Diakses pada
10/3/2015
Marbawati , Dewi., dan Bina Ikawati, Kolonisasi Mus musculus albino Di
Laboratorium loka Litbang P2B2 Banjarnegara, Balaba Vol. 5, No.01
Patricia V Turner, sept 2011, route of admistration, tersedia di
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3189662/. Diakses pada 10/3/2015
Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar Edisi II, Depok: Leskonfi
Siswandono dan Soekardjo, B, 1995, Kimia Medisinal , Airlangga Press,
Surabaya
Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan
Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.
Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT
Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Hal. 357.
Utama, H dan Vincent H.S.Gan,1995. Antikonvulsi DalamFarmakologi dan
Terapi. Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 168-169.

Anda mungkin juga menyukai