Anda di halaman 1dari 14

10/10/2014

Presented By: Difa Intannia

PRETEST
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sensitivitas masing-masing individu merupakan faktor yang


berperan terhadap toksisitas suatu bahan
Rute paparan dari bahan berbahaya merupakan salah satu faktor
penting dalam munculnya risiko toksisitas
Semakin besar nilai LD50 maka semakin besar toksisitasnya.
Karbon aktif merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan
untuk meningkatkan eliminasi agen toksik
Alkaline diuresis merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
mengeliminasi bahan toksik yg bersifat basa lemah
Pemberian chelating agent merupakan salah satu cara untuk
mengatasi keracunan logam berat
Dopamin merupakan antidote untuk mengatasi hipertensi krisis
pada pasien
Keracunan paracetamol dapat diatasi dengan pemberian Nasetilsistein
Sebutkan 3 perbedaan antara reaksi tipe A dan tipe B?

PENDAHULUAN
Toksikologi bagian penting dalam proses
perkembangan obat baru keseimbangan
antara efikasi dan keamanan.
Data-data toksikologi kebanyakan berasal dr
penelitian eksperimental pada hewan.
Ketika mengevaluasi profil toksikologi suatu bahan
kimia, data yg dikumpulkan: kecepatan dan pola
ADME serta pengaruhnya terhadap kesehatan,
organ target toksisitas, manifestasi klinis intoksikasi,
mekanisme aksi dan hubungan dosis-respon.

10/10/2014

PENGERTIAN
Toksikologi :
Ilmu yang mempelajari racun atau ilmu yg
mempelajari efek-efek yang merusak dari zatzat kimia dan fisika pada semua sistem
kehidupan.
RACUN :
Bahan yg dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan fisiologik sedemikian rupa,
sehingga mengganggu kesehatan bila diserap
tubuh

Cont
Clinical Toxicology: berfokus terhadap efek dari
suatu bahan yang digunakan pasien yang
dapat menimbulkan keracunan yang tidak
sengaja atau overdosis pada penggunaan
obat, penyalahgunaan obat, produk2 yang
digunakan dirumah atau bahan kimia lainnya
Intoxication: toksisitas yang berhubungan
dengan bahan kimia

Contoh kasus:
Thalidomide

Pada tahun 1956 obat ini dipasarkan


dengan claim promosi sebagai obat yg
aman. Lima tahun kemudian, obat ini ditarik
dari pasaran dan menimbulkan cacat lahir
bagi 8000 lebih bayi di 46 negara.

10/10/2014

Tiga prinsip dasar dari toksikologi:


1. Dose-response
2. Hazard x exposure = risk
3. Individual Sensitivity

Dose
The amount of chemical entering the body
This is usually given as
mg of chemical/kg of body weight = mg/kg

WHAT IS A RESPONSE?

The degree and spectra of responses


depend upon the dose and the
organism--describe exposure conditions
with description of dose

Dose-Response Relationship:
As the dose of a toxicant increases, so does the
response.
4
RESPONSE

DOSE

DOSE DETERMINES THE BIOLOGICAL RESPONSE

10/10/2014

HAZARD X EXPOSURE = RISK


Risk is the probability of injury, disease, loss of
function, or death for an individual or
population exposed to a hazardous substance
or situation
Misal:
DDT (pestisida) bahan kimia dengan
kelarutan dalam lemak tinggi terakumulasi
keracunan.
Rokok dan konsumsi alkohol cacat lahir

INDIVIDUAL SENSITIVITY
Individual sensitivity to a hazardous agent
depends on:
Age
Genetics
Gender
current or prior illness
Nutrition
Current or history of exposure to chemicalagents

LD50
LD50 salah satu ukuran dari toksisitas suatu
bahan sakit at kematian
Because of individual variability or susceptibility,
a standardized measure is the dose (in units of
mg/kg) that produces death in half of the
subjects, a 50% response.
Determination of an LD50 is based on a single
acute exposure to an agent and the single
response of death.
A higher LD50 implies a lower toxicity.

10/10/2014

EXPOSURE
An agent exerts its effects when it enters or
comes into contact with the body, in other
words, when an individual has been exposed to
it.
Exposure, like many of the terms in toxicology,
has several difference aspects, the most
important of which are
(1) route of exposure
(2) frequency of exposure
(3) duration of exposure.

URUTAN TOKSISITAS DITINJAU DARI RUTE


PEMBERIAN:
IV > INHALASI > IP > SC > IM > INTRA DERMAL
> ORAL > TOPIKAL

Bentuk2 keracunan :
Keracunan akut
Penyerapan terjadi dengan cepat dan paparan
sangat mendadak dan berat, mis : menelan
syanida
Keracunan sub akut

keracunan timbul akibat paparan yang sering


dan berulang, mis : penggunaan penyemprot
insektisida

10/10/2014

Keracunan kronik
Paparan yang berulang selama jangka waktu
yang lama oleh benda toksik yang dapat
berakumulasi dalam tubuh, mis : makan makanan
yang mengandung bahantoksik dalam jumlah
kecil

Terapi Keracunan
Prinsip Terapi pada keracunan terdiri dari:
Dekontaminasi
Perawatan supportive dan gejala
Meningkatkan eliminasi dari racun yang masuk
Antidote terapi

Dekontaminasi
Dekontaminasi agen toksik masih belum

diabsorbsi sehingga dapat dikeluarkan atau


dinetralisasi.
Tindakan dekontaminasi harus segera dilakukan.
Kebanyakan keracunan terjadi setelah ingestion,
waktu merupakan faktor penting untuk membatasi
absorpsi dari agen toksik.
Dipertimbangkan dilakukan pada racun yang
tertelan/cerna
Tindakan yang dapat dilakukan pada proses
dekontaminasi:
Pemberian karbon aktif, pengosongan lambung, dan

whole-bowel irrigation

10/10/2014

Pemberian Karbon Aktif


Berikatan cukup efektif dengan banyak obat,
kecuali obat molekul kecil, Fe dan lithium.
Efikasi baik , jika diberikan dalam jangka waktu
beberapa jam pertama setelah terpapar.
Karbon aktif tidak toksik, tapi dapat berbahya
jika terhirup ke paru, sehingga tidak dianjurkan
untuk penderita yang tidak sadar.

Pengosongan Lambung
Merupakan metode yang sudah mulai ditinggalkan,

beberapa penelitian menyatakan bahwa efikasi


metode ini kurang. Selain itu prosedur
pengerjaannya juga sulit dan berbahaya.
Dilakukan pada kondisi keracunan parah dan
terjadi dalam jangka waktu 1-2 jam.
Metode terdiri dari:
Emesis diinduksi dengan sirup ipecac sudah

jarang dilakukan
Gastric lavage dilakukan pada penderita yg tidak

sadarkan dirii, prosedurnya dengan intubasi


endotrakeal untuk melindungi saluran nafas.

Whole-Bowel Irigation
Efektif pada kondisi tertentu, seperti ketika
karbon aktif kurang efektif, seperti pada Fe dan
lithium dan pada slow release preparation.
Bahan yang digunakan, misal: PEG, dosis: po, 12 L/jam atau melalui nasogastric tube sampai
produk buangan rektal bersih.

10/10/2014

PERAWATAN SUPPORTIVE DAN


GEJALA
Pada fase kritis perlu untuk menambahkan
terapi tambahan untuk menunjang fungsi vital
tubuh, diantaranya:
Pemberian cairan secara iv
Koreksi elektrolit dan keseimbangan asam-basa.
Inotropik dan vasopressor support
Antiaritmia
Respiratory support
Terapi untuk gagal organ (mis: liver dan ginjal)

MENINGKATKAN ELIMINASI
AGEN TOKSIK
Tergantung pada sifat fisika-kimia dan
farmakokinetika dari bahan.
Faktor yang perlu dipertimbangkan adalah:
volume distribusi, ikatan dengan protein, berat
molekul, metabolisme, ekskresi dan kelarutan
dalam air.
Metode yang dilakukan diantaranya:
pemberian multiple dose karbon aktif, alkaline
diuresis dan hemodialisis

Pemberian multiple-dose karbon


aktif
Karbon aktif diberikan melalui mulut at gastric
tube dengan interval 2-4 jam selama fase akut
keracunan
Karbon aktif dapat memperpendek t1/2 dari
agen toksik dengan mengganggi resirkulasi dari
enterohepatik.
Obat yang mengalami peningkatan eliminasi
dengan pemakaian karbon aktif diantaranya
adalah: carbamazepine, dapsone, digoxin,
digitoxin, phenobarbital, teofilin

10/10/2014

Alkaline diuresis
Menyebabkan ionisasi pada bahan asam
lemah, sehingga mencegah reabsorbsinya di
ginjal ekskresi
Dapat digunakan untuk management pada
ingestion phenobarbital dan asam salisilat.
Prosedur: px diberikan Na-bic 50-100 mEq iv,
dilanjutkan dengan infus Na-bic 50-100 mEq dlm
1 L normal saline 0.25%-0.45%, pertahankan pH
urine 7.3-8.5. Urine output: 5-7 mL/kg/jam

Hemodialisis
Metode yang efektif dan dapat digunakan
untuk mengatasi kondisi keracunan yang parah.
Bahan yang dapat dieliminasi melalui proses
dialisis: larut air, Vd kecil (<0.5L/kg), BM kecil (<
500 Da)dan tidak berikatan dengan protein
plasma secara spesifik.
Dapat digunakan untuk mengatasi keracunan:
etilen glikol, metanol, etanol, teofilin, litium,
salisilat dan long acting barbiturat.

Antidote treatment
Antidote adalah suatu bahan yang dapat
mencegah munculnya efek toksik dari bahan
xenobiotik.
Beberapa mekanisme kerja antidote:
1. Membentuk kompleks yang tidak toksik
antidote+agen toksik kompleks yang larut air
dan inaktif serta dieliminasi melalui ginjal. Ex:
chelating-agent untuk detoksifikasi keracunan
logam berat.

10/10/2014

2.

3.

Menghambat pembentukan metabolite toksik pada


beberapa agen toksik, metabolit > toksik dibandingkan
parent substance. Antidote ini bekerja dengan
menghambat enzim yang berperan dalam
pembentukan metabolit toksik ini. Ex: Keracunan
metanol dan etylene glikol. Metanol akan membentuk
metabolit formic acid yang dapat menyebabkan
metabolic acidosis dan kerusakan pada retina. Enzim
yang berperan dalam pembentukan formic acid
adalah alcohol dehydrogenase (ADH). Etanol dapat
digunakan sebagai antidote karena mempunyai
afinitas yg >> terhadap ADH dibandingkan metanol
dan etilen glikol. Konsentrasi etanol yang digunakan
22mmol/L.
Meningkatkan kapasitas detoksifikasi dari agen
endogen. Ex: Penggunaan N-acetylsistein (NAC)
(prekusor glutatione) pada keracunan parasetamol.

4. Interfensi sisi reseptor Mekanisme klasik


melalui aktivitas reseptor. Ex: Naloxone untuk
mengatasi overdosis opioid
5. Memperbaiki atau mengurangi kerusakan
biokimia atau seluler Merupakan
mekanisme yang terdiri dari kelompok yang
heterogen. Ex: Vitamin K digunakan untuk
mengatasi warfarin poisoning.

ANTIDOT
DIAZEPAM--------------DEKTROSE--------------ADRENALIN------------DOPAMIN---------------NALOKSON-------------NITROPRUSID----------PROTAMIN SULFAT----VITAMIN K --------------N-ASETILSISTEIN-------

RACUN/GEJALA
STIMULAN SSP
HIPOGLIKEMIK
ANAPHYLAKSIIS
HIPOTENSI
OPIOID
HIPERTENSI
HEPARIN
ANTIKOAGULANORAL
ACHETAMINOPHEN

10

10/10/2014

CONTOH:
Mechanism of Action NAC:
It is thought to provide cysteine for glutathione
synthesis and possibly to form an adduct directly
with the toxic metabolite of acetaminophen, Nacetyl-p-benzoquinoneimine.

Reaksi Obat yang Tidak


Dikehendaki

Definisi
Menurut WHO ROTD adalah respon terhadap
suatu obat yang berbahaya dan tidak
diharapkan terjadi, serta terjadi pada dosis
lazim yang dipakai oleh manusia untuk tujuan
profilaksasis, diagnosis maupun teori.
Telah diperkiranan 41% yg menggunakan
obat-obatan yg diresepkan pertama kali akan
mengalami reaksi efek samping obat.

11

10/10/2014

PENGGOLONGAN
ROTD dibagi menjadi 2 kelompok utama yang
sering:
Reaksi tipe A (augmented) reaksi yg muncul
berlebihan, reaksi ini terkait dengan dosis obat yg
diminum.
Reaksi tipe B (bizarre) reaksi yg aneh, tidak

terkait sama sekali dengan dosis.

Reaksi lain
Reaksi tipe C continous reaction karena
penggunaan obat jangka panjang. Misal :
analgesic nephrophaty.
Reaksi tipe D delayed effect. Merupakan efek
jangka panjang, misal: efek karsinogenik atau
efek pada reproduksi pada penggunaan
stilbestrol.
Reaksi tipe E end of use or withdrawl reaction.
These occur if there have been changes such
as receptor upregulation. Ex: rebound angina
on withdrawl of beta blocker.

REAKSI TIPE A
Merupakan aksi farmakologis yang normal
tetapi meningkat.
Reaksi tipe A umumnya dapat diramalkan, jika
diketahui/diramalkan dari farmakologi obat yg
sudah diketahui
Reaksi ini bergantung pada dosis,
Frekuensi terjadi cukup sering, namun jarang
menimbulkan efek serius.

12

10/10/2014

REAKSI TIPE B
Kelainan yg terjadi tidak berhubungan dengan efek

farmakologis obat.

Misal: hemolisis dengan metildopa atau trombositopeni

dengan penghambat ACE


Reaksi initerjadi tanpa terkait farmakologis namun terkait

dengan metabolisme obat dan sistem imun tubuh penderita.


Reaksi ini jarang terjadi, namun menimbulkan efek serius jika

terjadi.
Reaksi ini sulit diramalkan, dan hanya terjadi pada individu

tertentu.

Contoh umum adalah efek syok anafilaktik setelah

penggunaan antibiotik.

Cara mengatasi dengan menghentikan pemberian obat.

Perbedaan reaksi tipe A dan tipe B


TIPE A

TIPE B

Dapat diramalkan (dari


pengetahuan farmakologis)

Tidak dapat diramlakan

Tergantung dosis

Jarang tergantung dosis

Morbiditas tinggi

Morbiditas rendah

Mortalitas rendah

Mortalitas tinggi

Dapat ditangani dengan


pengurangan dosis

Dapat ditangani dengan


menghentikan pengobatan

Angka kejadia tinggi

Angka kejadian rendah

Faktor-faktor yang
mempengaruhi ROTD
1. Polifarmasi
2. Jenis Kelamin
3. Kondisi penyakit yang diderita
4. Usia
5. Ras dan polimorfisa genetika

13

10/10/2014

14

Anda mungkin juga menyukai