Akhir-akhir ini di media massa nasional banyak kita dengar pemberitaan tentang BPJS. Nuansa
yang diberikan pun beragam mulai dari yang pro hingga kontra. Aroma politik turut menyeruak
dalam setiap perbincangan yang menyangkut BPJS di forum umum. Perubahan memang tidak
pernah mudah apalagi dengan skala sebesar BPJS yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Mau tidak mau, suka tidak suka, rekan-rekan HRD harus siap dengan perubahan ini. Dalam
tulisan kali ini penulis akan coba mengupas lebih lanjut tentang BPJS dan dampaknya terhadap
praktek SDM di perusahaan. Mengingat luasnya pembahasan mengenai BPJS, penulis akan
coba membatasi ke area yang umumnya banyak menjadi pertanyaan rekan-rekan HRD di
perusahaan, dimulai dengan memahami apa yang dimaksud dengan BPJS.
BPJS yang ada sekarang adalah perubahan dan penggabungan dari lembaga yang sebelumnya
sudah ada. Askes menjadi BPJS Kesehatan. Jamsostek, ASABRI, dan TASPEN menjadi BPJS
Ketenagakerjaan.
Sebagai praktisi HRD penulis turut mendoakan semoga tidak sekedar ganti baju, tapi benarbenar bertransformasi menjadi lembaga yang lebih baik.
Dengan munculnya BPJS maka muncul juga peraturan baru yang mengatur. Peraturan baru ini
(termasuk juga peraturan yang masih berlaku sebelumnya) berdampak terhadap praktek
jaminan asuransi dan kesehatan di perusahaan.
Berikut ini adalah beberapa peraturan yang berhubungan dengan BPJS. Untuk memudahkan
Anda mempelajarinya, penulis sertakan pula tautannya:
Bagaimana cara perusahaan bisa mendaftarkan diri? Perusahaan bisa menghubungi atau
mendatangi langsung kantor perwakilan BPJS terdekat, alamatnya bisa Anda klik ditautan ini
untuk kantor BPJS Kesehatan dan tautan ini untuk kantor BPJS Ketenagakerjaan
Besar iuran BPJS Kesehatan adalah persentase dari upah (gaji pokok dan tunjangan tetap).
Mulai 1 Januari 2014 30 Juni 2015 besarnya adalah 4,5% (4% dari perusahaan dan 0,5% dari
karyawan), namun mulai 1 Juli 2015 dan seterusnya besaran berubah menjadi 5% (4% dari
perusahaan dan 1% dari karyawan). Perusahaan wajib membayarkan iuran ini selambatnya
pada tanggal 10 setiap bulannya, atau dapat membayar lebih dari satu bulan diawal.
Sebagai contoh, upah yang diterima seorang karyawan sebulannya adalah 4 juta rupiah.
Besaran iuran yang perlu disetorkan ke BPJS per 1 Juli 2015 adalah Rp.4.000.000 x 5% =
Rp.200.000 per bulan. Empat persen (Rp.160.000) disumbangkan dari perusahaan dan satu
persen (Rp.40.000) dipotongkan dari gaji karyawan.
Perlu dicatat, menurut Peraturan Presiden No.111 Tahun 2013 Pasal 16, iuran BPJS memiliki
batas minimum dan maksimum. Batas minimum adalah Upah Minimum Provinsi (upah minimum
yang berlaku) per bulan. Batas maksimum adalah 2x PTKP K1 (penghasilan tidak kena pajak
dengan status kawin 1 anak) perbulan atau sampai dengan tulisan ini diturunkan besarnya Rp.
4.725.00 per bulan. Dengan kata lain bila ada karyawan Anda yang memiliki upah lebih dari Rp.
4.725.000 per bulan, maka besar iurannya tetap sama yaitu 5% dikali Rp. 4.725.000 setiap
bulannya.
Iuran Program Jaminan Hari Tua (JHT) besarnya adalah 5,7% dari upah karyawan,
dengan pembagian 3,7% ditanggung oleh perusahaan dan 2% dipotong dari gaji karyawan.
Iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sepenuhnya ditanggung oleh
perusahaan. Besaran iuran program JKK bervariasi antara 0,24% - 1,74%, variasi ini tergantung
dari kelompok jenis usaha anda, ada 5 kelompok jenis usaha yang diatur dalam UndangUndang. Di tautan berikut Anda bisa melihat kelompok jenis usaha perusahaan Anda.
Iuran Program Jaminan Kematian (JK) adalah 0,3% dari upah karyawan. Sama seperti
Iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja, iuran JK sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan.
Bila iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dijumlahkan maka biaya yang harus
disetorkan oleh perusahaan ke BPJS tidak sedikit. Kita ambil ilustrasi seorang karyawan
dengan upah di batas maksimum dan pada kelompok jenis usaha paling tinggi. Dalam sebulan
iuran yang dibayarkan ke BPJS (Kesehatan & Ketenagakerjaan) bisa hingga 12,74% dari Upah.
Jika tidak dimanfaatkan akan sangat mubazir, karena biaya yang sudah dikeluarkan oleh
perusahaan dan karyawan tidak sedikit. Salah satu cara terbaik dalam mengoptimalkan iuran
BPJS adalah memastikan karyawan memahami manfaat yang bisa didapatkan dari iuran
Program BPJS.
Secara mendasar pembayaran iuran program BPJS adalah pembayaran premi asuransi,
dengan kata lain ada manfaat yang bisa diambil karyawan dari pembayaran premi tersebut.
Untuk memastikan karyawan bisa mengoptimalkan manfaat, komunikasi intensif kepada
karyawan
perlu
dilaksanakan.
Cara termudah yang dapat dilakukan adalah dengan mengundang teman-teman dari BPJS
untuk membantu sosialisasi internal ke perusahaan, mereka umumnya siap membantu namun
karena banyaknya permintaan jadwalnya terkadang sulit diatur. Sebagai gambaran umum,
berikut ini adalah manfaat yang bisa diperoleh oleh karyawan sesuai dengan program yang
diikuti.
Manfaat layanan kesehatan yang dapat diperoleh karyawan dan anggota keluarganya cukup
banyak, untuk detailnya Anda bisa membaca di Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2014
Bab V, berikut adalah gambaran secara umum manfaat pelayanan kesehatan yang dijamin oleh
BPJS kesehatan untuk karyawan dan anggota keluarga:
Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama
Fasilitas kesehatan tingkat pertama terdiri dari Puskesmas atau yang setara; praktik
dokter; praktik dokter gigi; klinik pratama ; dan rumah sakit Kelas D Pratama atau yang
setara. Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama terdiri atas Pelayanan
kesehatan rawat jalan dan rawat inap tingkat pertama; pelayanan kesehatan gigi; dan pelayanan
kesehatan oleh bidan dan perawat.
Contohnya seperti pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; pemeriksaan ibu hamil,
nifas, ibu menyusui, dan bayi; rawat inap pada pengobatan/perawatan kasus yang dapat
diselesaikan secara tuntas di pelayanan kesehatan tingkat pertama; pencabutan gigi, dan lain
sebagainya
Pelayanan ambulans
Pelayanan ambulans dengan catatan hanya dijamin bila rujukan dilakukan pada fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS atau pada kasus gawat darurat.
Bagaimana kelas yang diperoleh untuk rawat inap? Berdasarkan Peraturan Presiden No.111
Tahun 2013 Pasal 24, apabila upah karyawan 1,5x dari PTKP K1 per bulan atau lebih kecil maka
masuk kelas 2, bila lebih besar maka masuk kelas 1. Bila ingin perawatan yang lebih tinggi dari
haknya karyawan dapat membayar sendiri selisih atau menggunakan asuransi tambahan
Manfaat yang disebutkan diatas berlaku untuk 5 orang yaitu: karyawan, pasangan (suami /
istri), dan 3 orang anak. Dengan catatan anak usia anak maksimum 21 tahun atau 25 tahun
tetapi masih melanjutkan pendidikan formal.
Untuk lokasi fasilitas kesehatan (Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit) yang bekerjasama dengan
BPJS, Anda bisa melihatnya di tautan ini.
Hal baru yang perlu diperhatikan proses berobat yang dilakukan harus bertahap (kecuali
darurat) . Kalau sebelumnya karyawan atau keluarga sakit bisa berobat langsung ke rumah sakit
(fasilitas kesehatan tingkat lanjut), sekarang harus ke puskesmas / klinik terlebih dahulu (fasilitas
kesehatan tingkat pertama). Bagi karyawan yang belum terbiasa hal ini tentu menjadi
tantangan.
Untuk mengantisipasi hal ini kabarnya BPJS mulai menjalin kerjasama dengan asosiasi asuransi
/ perusahaan asuransi swasta untuk menciptakan Coordination of Benefit (CoB). CoB ini
diharapkan dapat membantu membiayai peserta yang ingin mendapatkan kelas pelayanan yang
lebih tinggi daripada yang ditawarkan BPJS, namun penulis masih belum mendapatkan
informasi resmi lebih lanjut asuransi mana saja yang sudah menjalin COB dengan BPJS dan
seperti apa detailnya.
Selain itu, dengan diimplementasikannya sistem berobat bertahap, ada peluang bagi
perusahaan yang memiiki klinik sendiri untuk menjadi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
bekerja
sama
dengan
BPJS.
Mengingat sistem pembayaran BPJS kepada fasilitas kesehatan bersifat kapitasi dibayar
dimuka, hal ini bisa jadi kesempatan untuk meningkatkan kualitas klinik perusahaan. Selain itu
memudahkan juga bagi karyawan bila akan dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut.
Bagi perusahaan yang punya kocek agak tebal, penulis mendengar bahwa BPJS Kesehatan
membuka peluang bagi perusahaan yang ingin memberikan jaminan kesehatan bagi karyawan
yang akan pensiun, pilihan ini berlaku untuk pembayaran dimuka 5, 10, atau 15 tahun kedepan.
Besaran iuran pun bisa dipilih berdasarkan kelas. Seandainya diambil premi kelas 1, sekitar Rp.
60 ribu per bulan, dengan membayarkan sekitar 7,2 juta rupiah karyawan dan pasangan bisa
ditanggung kesehatannya selama 5 tahun setelah pensiun.
Berikut adalah penjelasan tentang manfaat program yang ada di BPJS Ketenagakerjaan.
(perusahaan swasta khususnya) adalah BPJS Kesehatan. Seperti hal baru lainnya, masih
banyak ruang perbaikan dan penyempurnaan yang sedang (atau seharusnya) dilakukan oleh
BPJS Kesehatan.
Salah satu yang penulis sering dengar melalui diskusi tentang implementasi BPJS Kesehatan
adalah banyak perusahaan akan mendaftar mendekati akhir masa penahapan. Hal ini
disebabkan karena perusahaan menunggu Periode Pemilihan Presiden 2014 selesai. Ternyata
tidak sedikit perusahaan yang khawatir Presiden baru akan menghasilkan peraturan baru dan
merubah lagi aturan main BPJS.
Beberapa kekhawatiran lain yang penulis dengar diantaranya adalah daftar obat yang tidak
selengkap Askes, fasilitas kesehatan yang masih terbatas, lemahnya koordinasi BPJS dengan
lembaga lain seperti Rumah Sakit swasta atau pemerintah daerah, dan banyak permasalahan
lainnya yang menjadi pekerjaan besar untuk BPJS Kesehatan.
Terlepas dari segala kekurangannya menurut Penulis pendirian BPJS Kesehatan adalah suatu
usaha yang perlu diapresiasi. Perlu disadari, dengan adanya BPJS Kesehatan maka terbuka
pula jaminan kesehatan untuk rakyat yang tidak mampu atau non-pekerja yang kesehatannya
tidak ditanggung oleh perusahaan.
Kita tidak akan selamanya menjadi pekerja, ketika pensiun nanti atau ketika PHK dan kebetulan
kita / keluarga sakit keras; harus cuci darah atau operasi besar misalnya. Membayar Rp. 50rban
perbulan (iuran BPJS perorarangan) akan sangat membantu dibandingkan harus keluar biaya
berjuta-juta rupiah. Selain itu layanan BPJS Kesehatan juga bisa dinikmati oleh saudarasaudara kita yang tidak mampu.
Hal ini dimungkinkan karena model subsidi silang yang diatur dalam undang-undang BPJS
Kesehatan, baik dari pekerja dalam bentuk iuran maupun dari pemerintah dalam bentuk alokasi
Anggaran
Pendapatan
Belanja
Daerah.
Mudah mudahan BPJS kedepannya bisa terus meningkatkan diri dan lebih baik lagi, sehingga
benar-benar menjadi institusi yang bisa membantu rakyat Indonesia memenuhi kebutuhan
dasar hidupny