Makalah ini diajukan sebagai tugas tatap muka mata kuliah Mashodir
Tarbawiya yang diampu oleh Bapak Drs. H. Wawan Arwani, MA.
Disusun Oleh:
1. Cep Uriffudin
2. Iva Listianty
3. M. Rachmatul Aziz
KATA PENGANTAR
.
:
Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada dosen pengampu
mata kuliah Mashodir Tarbawiyah bapak Drs. H. Wawan Arwani, MA. Yang telah
memberi kami kesempatan menelaah dan mengkaji objek pendidikan menurut kitab
dan sunah dalam mata kuliah ini. Makalah ini diajukan sebagai prasyarat memenuhi
tugas tatap muka mata kuliah Mashodir Tarbawiyah yang diampu bapak Drs. H.
Wawan Arwani, MA.
Sebagai manusia biasa, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya bilamana
terdapat kekurangan atau kesalahan dalam bentuk dan keadaan apa pun baik dalam
makalah atau pun presentasi kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi kami sebagai pemateri. Amin...
Penulis
xi
DAFTAR ISI
B.
xii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran dan Al-Hadis adalah pedoman utama umat muslim, pada kelompok
sebelumnya telah berbicara panjang lebar mengenai hal tersebut, dalam kesempatan ini
kami hendak membicarakan objek pendidikan menurut surat At-Tahrim ayat 6, AsySyuaraa ayat 214, At-Taubah ayat 122 serta An-Nisa ayat 170.
Dalam hal pendidikan, banyak ayat dan hadis yang membicarakan pendidikan,
yang biasanya memuat pendidikan secara umum, sebagai mahasiswa pendidikan di
kampus bernuansa Islam, maka sudah menjadi keharusan bagi kita mengetahui seluk
beluk pendidikan yang berlandaskan pada pedoman kita yaitu Al-Quran dan Al-Hadis.
Kita mengenal ungkapan terkenal John Locke dalam Dr. Wina Sanjaya, M.Pd.
(2008: 54) bahwa:
Manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan teori tabularasa-nya, Locke
menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulis apa kertas itu
sangat tergantung pada yang menulisnya.
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. 66:6)
ayat 4 bahwa manusia disiptakan dalam bentuk yang paling sempurna. Dikatakan juga
Umar Ibn Khatab saat ayat turun bertanya kepada Rasulullah dalam Ashabul Muslimin
(t.thn.);
Kami akan jaga diri kami, lalu bagaimana dengan keluarga kami? Jawab Rasulallah :
Kau larang mereka apa yang Allah telah larang dari-Nya, kamu perintah mereka
dengan apa yang Allah telah perintah dari-Nya, jika itu kau lakukan, akan
menyelamatkan mereka dari neraka.
Semakin jelas bahwa keluarga adalah objek pendidikan pertama, di mana orang
tua mengajarkan apa yang baik dan apa yang buruk serta bagaimana memilih keduanya.
Dalam era global ini, banyak hal yang terkesan sulit ditemukan dalam Kitab dan Sunah,
akan tetapi kita jangan melupakan peran akal sebagai pembeda yang baik dan juga yang
buruk, akan tetapi bukan akal yang dikuasai oleh nafsu, banyaknya stimulus eksternal
yang belum ada pada zaman Nabi SAW, menuntut kita mempelajari banyak bidang.
Dalam hal ini, teringat tulisan Plato dalam James Rachels (2004: 101) yang
biasanya berbentuk dialog antara Socrates dengan seseorang atau beberapa pembicara,
Socrates yang skeptis bertanya Apakah perilaku seseorang itu benar karena DewaDewa memerintahkannya, atau Dewa-Dewa memerintahkan hal itu karena hal itu
benar?.
Dapat kita terjemahkan dalam konteks Islam, apakah perilaku seseorang itu
benar karena Allah memerintahkannya, atau Allah memerintahkan hal itu karena hal
itu benar?, dua pertanyaan ini memiliki implikasi yang sangat serius, bila yang memilih
yang pertama, ambil contoh kita harus jujur karena diperintahkan Allah untuk jujur, ini
membawa kesan Allah semena-mena, karena berarti Allah dapat dengan mudah
memberi perintah yang sebaliknya, sedang Allah menciptakan makhluknya tidak tanpa
manfaat bagi manusia.
Jika kita memilih yang kedua, maka mau tidak mau harus menerima kebenaran
selain dari Kitab dan Sunah bilamana hal tersebut belum ada pada masa Nabi SAW,
dengan contoh yang sama, dapat disimpulkan Allah Maha Bijaksana dengan segala
3
kemuliaan-Nya. Maka sebagai mahasiswa pendidikan islam meski bukan PAI, tentu
kita harus mengetahui apa yang benar dan salah, dari seluruh uraian di atas memberikan
konklusi bahwa dalam keluarga wajib ditanamkan pendidikan karakter, yang mana
seluruh kerabat terdekat adalah objeknya terutama anak dan istri atau suami.
Maka sejalan dengan hadis yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim:
:
. .
: . .
) ( .
Artinya:
Abu Hurairah berkata:Nabi Saw. bersabda:Tiada bayi yang dilahirkan melainkan
lahir di atas fitrah,maka ayah bundanya yang mendidiknya menjadi Yahudi,Nasrani
atau Majusi,sebagai lahirnya binatang yang lahirnya lengkap sempurna. Apakah ada
binatang yang lahir terputus telinganya? Kemudian Abu Hurairah r.a. membaca:
Fitratallahi allati fatharan naasa alaiha, laa tabdila likhalqillahi (Fitrah yang diciptakan
Allah pada semua manusia, tiada perubahan terhadap apa yang diciptakan oleh Allah.
Itulah agama yang lurus. (Bukhari Muslim)
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa pendidikan usia dini dalam keluarga
sangatlah penting, seperti yang dikatakan John Locke,
Menurut John Locke, manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan teori
tabularasa-nya, Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak
ditulis apa kertas itu sangat tergantung pada yang menulisnya (Sanjaya 2008: 54).
Seperti yang digambarkan Locke, maka lingkungan keluarga, rabat dekat serta
teman sejawat ikut andil menentukan prilaku dan pola pikirnya, Allah berfirman dalam
surat Asy-Syuaraa ayat 214:
4
Artinya:
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat (Q.S. 26:214)
Dalam hal ini, ayat di atas menegaskan surat At-Tahrim ayat 6, bahwa tidak
hanya dalam lingkup keluarga kecil dalam pengertian anak dan istri atau suami,
melainkan kerabat terdekat, dalam sebuah hadis dikatakan (Warsono 2009):
) (
Artinya:
"Barangsiapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka ia bukanlah
bagian dari mereka."
Artinya:
"Kembalilah kepada keluargamu. Dirikanlah sholat bersama mereka. Ajari dan
perintahlah mereka untuk mendirikannya" (HR Bukhari).
Maka dapat di tarik kesimpulan dari kedua hadis tersebut, tidak hanya kerabat
terdekat, akan tetapi juga umat muslim yang mana sesama muslim adalah saudara, akan
tetapi lebih diprioritaskan keluarga terlebih dahulu, hal ini mensyaratkan adanya
komitmen antar muslim sebagai saudara, yang mana saling menegakkan apa yang
diketahui dari agamanya. Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 122:
Artinya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya. (Q.S. 9:122)
Ayat ini menghimbau kepada umat muslim untuk berbagi tugas sesuai
kapasitasnya, dalam ayat ini Allah menghimbau agar beberapa dari kaum muslim
memperdalam keilmuan dan mengajarkannya yang biasa di sebut sebagai ulama
(Saints/Ilmuan/Ahli Ilmu). Maka ayat tersebut menjadi dalih untuk membentuk sarana
pendidikan yang dilembagakan seperti majelis taklim, pesantren, sekolah formal, dll.
Demikian pula Rasulullah SAW memberi anjuran kepada utusan Abdul Qais,
yaitu Malik bin Huwairits dkk, untuk menjaga imannya dan ilmu pengetahuan agar
bermanfaat bagi orang lain. Beliau bersabda (Warsono 2009) :
Artinya:
"Kembalilah kepada kaum kalian dan ajarilah mereka".
Artinya:
Wahai manusia, Sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu
dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, Maka berimanlah kamu, Itulah yang
lebih baik bagimu. dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah
sedikit pun) karena Sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan
Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. 4:170)
Dengan demikian maksud dari ayat di atas dalam kaitannya dengan objek
pendidikan, adalah secara universal yaitu umat manusia seperti yang dikatakan
sebelumnya.
KESIMPULAN
Objek pendidikan menurut surat At-Tahrim ayat 6, Asy-Syuaraa ayat 214, AtTaubah ayat 122 serta An-Nisa ayat 170, terlihat seperti hierarki dari objek dalam
lingkup kecil hingga lingkup yang lebih luas.
Objek pendidikan menurut At-Tahrim ayat 6, Asy-Syuaraa ayat 214, AtTaubah ayat 122 serta An-Nisa ayat 170 dalam urutannya di makalah ini, dapat
dikatakan hierarki dari yang paling urgen yaitu keluarga dan rabat dekat, hingga misi
global sebagai objeknya adalah umat muslim dan manusia secara keseluruhan.
Objek pendidikan dalam At-Tahrim ayat 6, Asy-Syuaraa ayat 214, At-Taubah
ayat 122 serta An-Nisa ayat 170 tidak hanya terbatas pada siswa yang terdaftar dalam
lembaga pendidikan.
Dengan demikian maka sebagai mahasiswa pendidikan, hendaknya kita
mempertimbangkan objek-objek ini, yang mana pendidikan adalah jantung peradaban
manusia, yang tentunya kita semua mengemban tugas bersama menegakkan peradaban
serta karena kita calon penegak sekaligus penjaga peradaban, yaitu calon guru.
DAFTAR PUSTAKA
dari
Api
Neraka.
Diakses
September
09,
2014.
http://dulrohman.blogspot.com/2011/11/tafsir-at-tahrim-ayat-6peliharalah.html.
Muthohar, Ahmad Mifdlol. 2013. OBJEK PENDIDIKAN PERSPEKTIF AL-QURAN.
26
January.
Diakses
September
27,
2014.
http://mifdlol.staff.stainsalatiga.ac.id/2013/01/26/objek-pendidikanperspektif-al-quran/.
Rachels, James. 2004. Filsafat Moral. Dialihbahasakan oleh A Sudiarja. Yogyakarta:
Kanisius.
Rand, Ayn. 2003. Kebijakan Sang Diri, Konsep Baru Ego. Dialihbahasakan oleh A
Asnawi. Yogyakarta: Ikon Teralitera.
Sanjaya, Wina. 2008. KURIKULUM dan PEMBELAJARAN: Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Prenada Media Grup.
Warsono, Nono. 2009. OBJEK PENDIDIKAN: Suatu Kajian Metode Tafsir Maudu'i.
08
Desember
Diakses
September
27,
http://nonowarsonostain.blogspot.com/2009/12/objek-pendidikan.html.
2014.