Anda di halaman 1dari 29

PENELITIAN

PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA


DI SEKOLAH DASAR ALAM
(Studi Deskriptif Kualitatif di Kelas I
SD Alam Cikeas Bogor)
ANINGSIH
Abstract
The aim of this qualitative research is to understand comprehensively the process of learning
mathematics in nature elementary school associated with developmentally appropriate practice (DAP)
and students atttitude towards mathematics learning. The research is conducted in the first grade of
Cikeas Nature Elementary School located in Puri Cikeas Complex, Nagrak, Gunung Putri, Bogor. The
data are collected though participant observation, interview and document study.
The data analysis and interpretation indicated: (1) the teachers activities in the process of learning mathematics which appropriate to the children development are: explaining concepts by using
props, asking open and close questions, teaching by using integrated learning, checking studentss
works, guiding students, giving positive reinforcement and managing the class; (2) the students
activities in the process of learning mathematics which appropriate to the children development are:
manipulating props, learning while playing, doing worksheets, learning in group, and peer tutor; (3)
the props in the process of learning mathematics are: concrete props, image props and symbol
props; (4) the students attitude in the process of learning mathematics are: receiving, responding and
valuing.
Keywords: the process of learning mathematics, development appropriate practice (DAP), students
attitude.

I.

Pendahuluan
Pendidikan dasar merupakan awal dari

pendidikan seorang anak karena melatih seorang


anak untuk membaca dengan baik, mengasah
kemampuan berhitung serta berpikir. Salah satu
sarana berpikir ilmiah untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis,
analitis, dan kritis serta kemampuan bekerjasama
dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari dalam diri siswa adalah melalui matematika. Kompetensi tersebut diperlukan agar
siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk
bertahan hidup pada keadaan yang selalu ber-

118 |

ubah, tidak pasti dan kompetitif.


Matematika merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan dan
mendukung perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Tidak mengherankan jika pelajaran
matematika dalam pelaksanaan pendidikan
diberikan kepada semua jenjang pendidikan,
mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi
bahkan merupakan pelajaran yang diujikan dalam
ujian nasional. Selain itu dilihat dari porsi jam
pelajarannya matematika diberikan lebih banyak
dibanding pelajaran yang lain.
Matematika mempunyai potensi yang besar

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
untuk memberikan berbagai macam kemampuan,
dan sikap yang diperlukan oleh manusia agar ia
bisa hidup secara cerdas dalam lingkungannya,
dan agar bisa mengelola berbagai hal yang ada

pemahaman tentang perkembangan dan belajar


anak, kekuatan, minat, dan kebutuhan anak di
dalam kelompok, serta konteks sosial budaya di
mana anak hidup.

di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Kemampuankemampuan yang dapat diperoleh dari matematika antara lain ialah kemampuan berhitung,
melakukan berbagai macam pengukuran,

Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan anak lebih banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar dengan
cara-cara yang tepat, misalnya melalui penga-

kemampuan mengolah data, mengamati pola atau


struktur dari suatu situasi, membedakan hal-hal
yang relevan dan hal-hal yang tidak relevan pada
suatu masalah, membuat prediksi sesuatu hal

laman nyata, melakukan eksplorasi serta kegiatan-kegiatan lain yang bermakna. Guru harus dapat menghubungkan, menyesuaikan, dan
mengadaptasi kurikulum sesuai dengan kondisi,

berdasarkan data-data yang ada, berpikir secara


logis, konsisten, mandiri serta kreatif dan
memecahkan masalah dalam berbagai situasi.
Sejak siswa duduk di kelas 1 SD/MI, siswa

kebutuhan, minat, serta kemampuan siswa.


Akan tetapi, hingga saat ini matematika dianggap oleh banyak siswa sebagai pelajaran yang
sulit, menakutkan, membosankan, membuang-

mulai dikenalkan dengan matematika formal.


Para siswa mulai mengenal objek dasar
matematika yang bersifat abstrak misalnya fakta,
konsep, prinsip dan struktur matematika. Oleh

buang waktu dan tidak berguna bagi kehidupan.


Akibatnya siswa menjadi kurang termotivasi dalam
mempelajari matematika. Selain itu, adanya
masalah tersebut juga menyebabkan pendidikan

karena konsep-konsep matematika yang abstrak,


maka kegiatan pembelajaran yang dirancang guru
hendaknya dapat memvisualisasikan konsep yang
abstrak tersebut menjadi sesuatu yang nyata dan

matematika di sekolah kurang memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan anak secara
keseluruhan, baik bagi pengembangan kemampuan berpikir, bagi pembentukan sikap, maupun

mudah dipahami siswa dengan melibatkan bendabenda kongkret. Karena pada dasarnya siswa
itu belajar dari sesuatu yang kongkret menuju
sesuatu yang abstrak.

pengembangan kepribadian secara keseluruhan.


Dengan situasi seperti itu, pendidikan matematika di sekolah, dan pendidikan formal pada
umumnya, cenderung menghasilkan lulusan yang

Sesuai dengan paradigma pendidikan bagi


anak SD, yakni pendidikan yang mengembangkan
seluruh potensi anak, terintegrasi dan menyenangkan sehingga berbagai potensi anak dapat

mempunyai banyak pengetahuan, khususnya pengetahuan faktual, tetapi memiliki kemampuan


rendah dalam hal berpikir dan kepribadian, termasuk berjiwa penakut, kurang berani mengambil

berkembang secara simultan, maka pembelajaran matematika yang diselenggarakan sudah


seharusnya berorientasi pada perkembangan
anak. Dengan kata lain,. perkembangan anak

keputusan, dan kurang berani bertanggung jawab


atas tindakan yang telah dilakukan. Padahal, dalam dunia yang semakin kompleks ini, pada diri
setiap orang semakin dituntut adanya kemam-

harus menjadi dasar dalam menyelenggarakan


pembelajaran matematika
Bredekamp (1992) menekankan bahwa pengembangan program pembelajaran anak, khu-

puan berpikir yang tinggi dan kreatif, kepribadian


yang jujur dan mandiri, dan sikap yang responsif
terhadap perkembangan-perkembangan yang
terjadi di lingkungannya atau di dalam masya-

susnya anak usia dini harus berbasis pada perkembangan dan kebutuhan anak. Pembelajaran
yang berorientasi pada perkembangan anak
berupaya menfasilitasi agar tujuan-tujuan dan

rakat.
Berbeda dengan anggapan kebanyakan siswa dan fenomena yang terjadi di sekolah-sekolah
pada umumnya, di mana siswa merasa sulit, takut,

kegiatan belajar dapat diintegrasikan dengan


dimensi-dimensi perkembangan anak. Dalam hal
ini guru harus memiliki pengetahuan dan

bosan, dan enggan belajar matematika, di


Sekolah Alam Cikeas para siswa tampak begitu
antusias dan gembira saat mereka belajar

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 119

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam


matematika. Wajah-wajah mereka tampak ceria,
penuh senyum bahkan tawa dan canda.
Hal ini tampak ketika peneliti mengadakan
kegiatan pra-lapangan di sekolah tersebut, tepat

Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran


matematika di kelas I SD Alam Cikeas?
II. Acuan Teoritik
Pengertian Belajar dan Pembelajaran

ketika siswa sedang belajar matematika. Berdasarkan kegiatan pra-lapangan tersebut, tampak
pula interaksi antara guru dengan siswa dan siswa
dengan siswa yang terjalin secara aktif dan har-

Menurut Gagne seperti dikutip Dimyati dan


Mudjiono (2006) belajar adalah seperangkat
proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi
lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan

monis. Siswa belajar matematika melalui kegiatan


permainan yang menarik. Mereka juga diberi
kesempatan untuk memanipulasi alat peraga.
Ketika guru mengajukan pertanyaan seputar

menjadi kapabilitas baru. Arthur T. Jersild dalam


Sagala (2012) menyatakan bahwa belajar adalah
modifikasi tingkah laku melalui pengalaman dan
latihan. Senada dengan Jersild, Morgan dalam

materi matematika, siswa tampak berlombalomba mengacungkan tangan dan berebut ingin
menjawab pertanyaan guru. Di kesempatan lain,
para siswa tampak begitu tekun mengerjakan

Sagala (2010) berpendapat bahwa belajar adalah


setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil
latihan dan pengalaman. Kedua tokoh ini

tugas atau lembar kerja yang diberikan guru.


Selama kegiatan pra-lapangan ini, peneliti tidak
mendapati suasana pembelajaran matematika
yang, monoton dan menegangkan.

berpendapat bahwa pengalaman dan latihan


dapat membawa perubahan pada tingkah laku.
Sementara itu, James L. Mursell dalam
Sagala (2010) mengemukakan bahwa belajar

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka


peneliti tertarik untuk mengetahui lebih mendalam
mengenai bagaimanakah proses pembelajaran
matematika di Sekolah Alam Cikeas, khususnya

adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami


sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh
sendiri. Piaget dalam Dimyati dan Mudjiono
(2006) memandang belajar sebagai perilaku ber-

kelas I SD.
Berdasarkan latar belakang penelitian yang
telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti
mengemukakan fokus penelitian, yakni:

interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga terjadi perkembangan intelektual individu.
Dari pendapat-pendapat para ahli psikologi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar pada

Bagaimana proses pembelajaran matematika di


Kelas I Sekolah Dasar Alam Cikeas Bogor
dikaitkan dengan praktik pembelajaran sesuai
perkembangan anak (DAP) dan sikap siswa

hakikatnya adalah suatu upaya dan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap
dan dapat diamati, berupa pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan nilai melalui pengalaman,

dalam pembelajaran matematika? Berdasarkan


fokus penelitian tersebut, peneliti membuat
kawasan penelitian yang dirumuskan dalam
pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) Bagaimana

latihan, dan interaksi dengan lingkungan yang


berlangsung progresif dan dalam jangka waktu
yang lama.
Menurut ensiklopedia Wikipedia Indonesia

kegiatan guru dalam pembelajaran matematika


di kelas I SD Alam Cikeas dikaitkan dengan praktik
pembelajaran sesuai perkembangan anak
(DAP)?; (2) Bagaimana kegiatan siswa dalam

(2010), pembelajaran merupakan bantuan yang


diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap

pembelajaran matematika di kelas I SD Alam


Cikeas dikaitkan dengan praktik pembelajaran
sesuai perkembangan anak (DAP)?; (3)
Bagaimana penggunaan alat peraga dalam

dan kepercayaan. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa
agar dapat belajar dengan baik.
Menurut UU RI No 20 Tahun 2003 pasal 1

pembelajaran matematika di kelas I SD Alam


Cikeas dikaitkan dengan praktik pembelajaran
sesuai perkembangan anak (DAP)?; dan (4)

ayat 20 pembelajaran adalah proses interaksi


antara siswa dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Dari penjelasan

120 |

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
undang-undang tersebut tersirat jelas bahwa
interaksi yang terjadi dalam proses belajar adalah
interaksi multi arah, tidak hanya berupa interaksi
antara guru dengan siswanya, tetapi juga interaksi

ditunjukkan dengan konsistensinya; (4) bahasa,


yakni memiliki ketentuan pasti dan berupa simbol;
(5) alat untuk memecahkan masalah, baik abstrak
maupun praktis. Sementara itu Riedsel, Schwartz,

siswa dengan siswa serta siswa dengan sumbersumber belajar yang yang digunakan dalam
proses belajar.
Oemar Hamalik (2005) mengemukakan

dan Clements seperti yang dikutip Tim Rayon 9


PLPG Matematika (2007) berpendapat bahwa
matematika adalah (1) cara berpikir, pembelajaran
dari ide-ide yang saling terkait, bukan hanya

bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi


yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur
yang saling mempengaruhi pencapaian tujuan

sekedar aritmatika; (2) pendalaman masalah


(problem posing) dan pemecahan masalah (problem solving); (3) aktivitas penemuan dan belajar
tentang pola-pola dan hubungan; (4) bahasa; (5)

pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam


sistem pembelajaran terdiri dari siswa, guru, dan
tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium.
Material pembelajaran diantaranya berupa buku-

suatu cara berpikir dan alat untuk berpikir; (6)


dapat mengubah pokok pengetahuan; (7)
digunakan oleh setiap orang; (8) matematika
untuk matematika; (10) jalan untuk berpikir bebas

buku, papan tulis, alat tulis, slide dan film, audio


dan video tape, dan sebagainya. Fasilitas dan
perlengkapan diantaranya terdiri dari ruangan
kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer.

dan mandiri.
Russel seperti yang dikutip Tim Rayon 9
PLPG Matematika (2007) memandang
matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari

Prosedur pembelajaran meliputi jadwal dan


metode penyampaian informasi, praktik, belajar,
ujian, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas,

pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal


atau sederhana menuju ke bagian-bagian yang
tak dikenal atau kompleks. Pendapat ini mengandung arti bahwa arah yang lebih dikenal ini ter-

maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran


adalah proses interaksi antara unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur pada suatu lingkungan belajar dalam

susun dengan baik (konstruktif), secara bertahap


menuju ke arah yang lebih rumit, misalnya dari
bulangan bulat mengarah ke bilangan pecahan.
Uraian tersebut memberikan gambaran keter-

rangka pencapaian tujuan belajar yang berupa


pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan.

aturan, struktur, dan konsistensi. Oleh karena itu,


dalam mempelajari matematika harus dilaksanakan berkesinambungan, dari kajian yang
sederhana ke kajian yang lebih kompleks.

Pengertian Matematika
Menurut Suprapto (2010) secara etimologi,
kata matematika berasal dari bahasa Yunani

Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya


matematika itu adalah ilmu, cara berpikir, metode,
seni, alat untuk mendeskripsikan, memprediksi

kuno mathema yang berarti pengkajian,


pembelajaran, ilmu. Sedangkan berdasarkan
bahasa Yunani, kata matematika berasal dari
kata mathmatik yang berarti besaran, struktur,

dan memecahkan masalah, bahkan bisa dikategorikan sebagai bahasa sebab matematika mampu mengkomunikasikan sebuah gagasan abstrak
ke dalam konsep-konsep logika simbolik yang

ruang, relasi, perubahan, pola, bentuk dan entitas.


Matematika mempunyai pengertian yang
beragam, bergantung dari sisi mana orang
memandangnya. Menurut Reys, et. al seperti yang

dituangkan dalam model-model matematika.


Perkembangan Anak Kelas I SD
Siswa kelas I SD umumnya berusia antara

dikutip Tim Rayon 9 PLPG Matematika (2007),


matematika adalah (1) ilmu tentang pola-pola dan
hubungan; (2) suatu cara berpikir; (3) seni, yang

6-8 tahun. Menurut Bredekamp (1992) anak usia


0 8 tahun termasuk ke dalam kelompok anak
usia dini (early childhood). Masa ini sering disebut

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 121

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam


Hal ini dikarenakan jumlah sel otot anak laki-laki
lebih banyak daripada sel otot anak perempuan.

the golden age atau usia emas sekaligus periode


yang sangat kritis dalam tahap perkembangan
manusia. Sedangkan menurut Hurlock (1997),
pada rentang usia 6-8 tahun anak berada pada

2)

akhir masa kanak-kanak (late childhood). Akhir


masa kanak-kanak berawal dari usia enam tahun
hingga menjelang matang secara seksual.
Permulaan akhir masa kanak-kanak ditandai

Bloom dalam Makmun (2001) melukiskan


perkembangan persentase taraf kematangan dan
kesempurnaan kapabilitas kecerdasan anak
sebagai berikut:

Perkembangan Kognitif

dengan masuknya anak ke kelas I SD.

a)

1)

Perkembangan Fisik dan Motorik


Pertumbuhan fisik anak pada usia SD

b)

cenderung lebih lambat dan konsisten bila


dibandingkan dengan masa usia dini. Menurut
Papalia (2010) rata-rata anak usia SD mengalami
penambahan berat badan sekitar 5-8 pon atau

c)
d)

Usia 1 tahun berkembang sampai


sekitar 20%-nya.
Usia 4 tahun berkembang sekitar 50%nya.
Usia 8 tahun berkembang sekitar 80%nya.
Usia 13 tahun berkembang sekitar 92%nya.

lebih, dan penambahan tinggi badan 1-3 inci


pertahun. Anak perempuan mempertahankan
lapisan lemak yang lebih banyak dibandingkan
anak laki-laki, karakteristik yang terus berlanjut

Sementara itu, Piaget dalam Makmun (2001)


anak kelas I SD yang umumnya berusia antara 6
8 tahun berada pada tahap akhir praoperasional,
yakni tahap intuitive dan mulai memasuki tahap

hingga usia dewasa.


Anak SD kelas-kelas awal umumnya memiliki
proporsi tubuh yang kurang seimbang. Berdasarkan tipologi Sheldon dalam Hurlock (1997), ada

operasional konkret.
Adapun perilaku yang tampak pada tahap
intuitive di antaranya adalah berpusat pada dirinya
sendiri dalam memandang dunianya, dapat meng-

tiga kemungkinan bentuk primer tubuh anak SD


yaitu (i) endomorph yakni yang tampak dari luar
berbentuk gemuk dan berbadan besar; (ii) mesomorph yang kelihatannya kokoh, kuat dan lebih

klasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri


tertentu, dapat mengoleksi benda-benda berdasarkan satu ciri atau kriteria tertentu, dan dapat
menyusun benda-benda. Sedangkan perilaku

kekar; dan (iii) ectomorph yang tampak jangkung,


dada pipih, lemak dan seperti tak berotot.
Pada usia sekolah perkembangan motorik
anak lebih halus, lebih sempurna dan terkoor-

yang muncul pada tahap operasional konkret


adalah dapat mengklasifikasikan angka-angka
atau bilangan, mengkonservasi pengetahuan
tertentu, berpikir logis meskipun masih terikat

dinasi dengan baik seiring dengan bertambahnya


berat dan kekuatan badan anak. Mereka telah
dapat melompat dengan kaki secara bergantian,
dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat me-

dengan objek-objek yang bersifat konkret.


3)

Perkembangan Kemampuan Berbicara


Menurut Hurlock (1997) rata-rata anak kelas

nangkap bola dan telah berkembang koordinasi


tangan dan mata untuk dapat memegang pensil
maupun memegang gunting.
Anak perempuan pada umumnya melebihi

satu mengetahui sekitar 20.000 sampai 40.000


kata-kata. Pada saat kelas enam telah berkembang menjadi 50.000 kata. Seiring dengan meningkatnya kosa kata, penggunaan kata kerja

anak laki-laki dalam hal keterampilan yang melibatkan otot-otot yang lebih halus seperti melukis,
menyulam, menjahit, menganyam, dan sebagainya. Sedangkan laki-laki lebih terampil dalam

yang tepat untuk sebuah aksi semakin meningkat,


seperti memukul, menyambar, meninju, menendang, dan sebagainya. Selain dapat menggunakan banyak kosa kata, anak-anak juga dapat

berbagai keterampilan yang melibatkan otot-otot


besar seperti melempar dan menendang bola,
memanjat pohon, lompat jauh, dan sebagainya.

memilah kata yang benar untuk penggunaan


tertentu.
Adapun pokok pembicaraan yang disukai

122 |

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
anak ketika berbicara dengan teman-temannya
adalah seputar pengalaman pribadi, permainan,
olah raga, film, acara televisi, aktivitas kelompok,
organ seks dan fungsi-fungsinya, rumah dan

anak akan berusaha mengendalikan emosinya.


Pada usia ini, sekolah mulai memenuhi
kegiatan anak, maka perasaan terhadap sekolah
dapat menjadikan sumber kebahagiaan bagi

keluarga serta keberanian teman sebaya yang


mengakibatkan kecelakaan. Jika anak berbicara
tentang dirinya sendiri, biasanya berbentuk bualan. Anak membual tentang segala hal yang ber-

anak. Anak yang prestasi sekolahnya baik dan


dapat menyesuaikan diri dengan guru dan temantemannya serta menyukai hal-hal baru akan
semakin merasa bahagia. Suasana rumah dan

hubungan dengan diri sendiri seperti kehebatannya dalam keterampilan dan prestasi, anak tidak
lagi terlalu banyak membual perihal apa yang
dimiliki. Anak-anak di usia ini juga senang meng-

hubungan dengan anggota keluarga juga menjadi


faktor yang sangat penting dalam kebahagiaan.
5)

kritik dan mentertawakan orang. Kritik terhadap


orang dewasa biasanya diungkapkan dalam
bentuk usulan atau keluhan, adapun kritik terhadap teman sebaya seringkali disampaikan dengan

Dengan masuk sekolah, dunia dan minat


anak-anak bertambah luas. Dengan meluasnya
minat, maka bertambah pula pengertian tentang
manusia dan benda-benda yang sebelumnya

cara memaki, menggoda atau memberi komentarkomentar yang merendahkan.


Perkembangan Emosi dan Ungkapan

kurang atau tidak berarti. Anak-anak sekarang


memasuki apa yang disebut oleh Piaget sebagai
tahap operasi konkret dalam berpikir, yakni suatu
masa di mana konsep yang pada awal masa

emosi
Menurut Papalia (2010) anak usia sekolah
dasar telah dapat menginternalisasi rasa malu dan
bangga serta dapat memahami dan mengontrol

kanak-kanak merupakan konsep yang samarsamar dan tidak jelas, sekarang menjadi konkret
dan tertentu. Anak menghubungkan arti baru
dengan konsep lama berdasarkan apa yang

emosi negatif lebih baik, menjadi lebih empati dan


lebih condong kepada perilaku prososial. Perilaku
prososial adalah tanda-tanda penyesuaian yang
positif. Anak prososial cenderung bertindak sesuai

dipelajari setelah masuk sekolah. Anak juga


mendapatkan arti baru dari media massa,
terutama film, radio, dan televisi.
Ketika anak membaca buku pelajaran di se-

dengan situasi sosial, relatif bebas dari emosi


negatif, dan menghadapi masalah secara
konstruktif.
Anak-anak pada usia ini menjadi lebih peka

kolah dan mencari keterangan di kamus, ensiklopedia atau sumber-sumber lain, anak tidak
hanya mempelajari arti baru untuk konsep, tetapi
juga memperbaiki arti yang salah yang dihubung-

terhadap perasaannya sendiri dan perasaan orang


lain. Mereka belajar tentang apa-apa yang membuat mereka marah, takut atau sedih, dan bagaimana orang lain bereaksi dalam menunjukkan

kan dengan konsep lama. Pengalaman sendiri


juga memberikan makna bagi konsepnya. Misalnya pengalaman sakit dapat memberikan pemahaman konsep tentang penyakit.

emosi ini, dan mereka belajar mengadaptasikan


perilaku mereka dengan emosi-emosi tersebut.
Mereka juga belajar perbedaan antar emosi dan
mengekspresikannya.

Menurut Hurlock (1997), kategori konsep


yang umum pada akhir masa kanak-kanak di
antaranya adalah kehidupan, kematian, kehidupan
setelah mati, fungsi-fungsi tubuh, ruang, bilangan,

Pada periode ini anak-anak mulai menyadari


bahwa ungkapan emosi, terutama ungkapan
emosi yang kurang baik, secara sosial tidak
diterima teman-teman sebaya. Anak belajar

hubungan sebab-akibat, uang, waktu, diri, peran


seks, peran sosial, keindahan, dan
6)

bahwa teman-teman sebaya menganggap


ledakan amarah adalah perilaku bayi, tindakan
pengecut, dan kurang sportif. Oleh karena itu,

Merujuk pada pandangan Piaget dalam


Papalia (2010), perkembangan moral
berhubungan dengan kematangan kognitif dan

4)

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Perkembangan dalam Pengertian

Perkembangan Sikap dan Perilaku Moral

| 123

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam


terjadi dalam tiga tahap, seiring dengan
bergeraknya sang anak dari pemikiran yang rigid
kepada pemikiran yang fleksibel. Menurut Piaget
dalam Hurlock, antara usia lima dan dua belas

berada pada tahap perkembangan kepribadian


accomplishment vs inferiority. Pada masa ini anak
pada umumnya mulai dituntut untuk dapat mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu dengan

tahun konsep anak tentang keadilan sudah


berubah. Anak mulai memperhitungkan keadaankeadaan khusus di sekitar pelanggaran moral,
tidak hanya sekedar pengetian yang kaku dan

baik. Kemampuan melakukan hal-hal tersebut


menumbuhkan kepercayaan atas kecakapannya
menyelesaikan suatu tugas. Sebaliknya, jika ia
tidak mampu menyelesaikannya, akan tumbuh

keras tentang benar dan salah. Sebagai contoh,


bagi anak usia lima tahun, berbohong dianggap
selalu buruk, sedangkan bagi anak yang lebih
besar menyadari bahwa dalam beberapa situasi

bibit perasaan rendah diri yang akan dibawanya


pada taraf perkembangan selanjutnya
9)

berbohong dibenarkan, oleh karena itu berbohong


tidak selalu buruk.
Menurut Kohlberg dalam Hurlock (1997),
tingkat perkembangan moral pada akhir masa

Akhir masa kanak-kanak merupakan masa


usia berkelompok, yakni suatu masa di mana
perhatian anak tertuju pada keinginan diterima
sebagai anggota kelompok oleh teman-teman

anak-anak memasuki tingkat kedua, yaitu tingkat


moralitas konvensional. Dalam tahap pertama
pada tingkat ini, anak mengikuti peraturan dalam
rangka mengambil hati orang lain dan memper-

sebaya atau kelompok yang bergengsi dalam


pandangan teman-temannya. Anak tidak lagi puas
bermain sendiri atau dengan saudara kandung
atau melakukan kegiatan dengan anggota

tahankan hubungan-hubungan yang baik. Sedangkan pada tahap kedua, anak harus menyesuaikan diri dengan peraturan untuk menghindari
celaan dan penolakan kelompok. Adakalanya

keluarga. Mereka ingin bersama teman-temannya


dan akan merasa kesepian dan tidak puas bila
tidak bersama teman-temannya.
Anak-anak dapat menghabiskan sebagian

anak melakukan pelanggaran terhadap peraturan


yang disebabkan oleh ketidaktahuan akan apa
yang diharapkan darinya atau karena salah
mengerti peraturan.

besar waktu bebasnya dalam kelompok, akan


tetapi hanya sebagai individu mereka dapat
membentuk persahabatan. Teman pada akhir
masa kanak-kanak menurut Hurlock (1997) terdiri

Perkembanan Sosial

Perkembangan Minat
Anak-anak pada periode ini memiliki minat
yang lebih beragam daripada saat masih lebih

dari rekan, teman bermain, atau teman baik.


Banyak faktor yang menentukan pemilihan
teman. Biasanya yang dipilih adalah yang
dianggap mirip atau serupa dengan dirinya sendiri,

muda. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan dan pengalaman. Menurut
Hurlock (1997) minat-minat yang umum pada
akhir masa kanak-kanak di antaranya adalah

misalnya dalam usia, jenis kelamin, dan kelompok


etnis, serta memiliki ketertarikan yang sama.
Anak juga cenderung memilih mereka yang
berpenampilan menarik dan memenuhi kebutuh-

penampilan, pakaian, nama dan julukan, agama,


tubuh manusia, kesehatan, seks, sekolah, pekerjaan masa depan, simbol status, dan otonomi.
Pengembangan minat yang bermanfaat dan

an untuk menjadi teman bermain dan teman baik.


Untuk memilih teman, anak masih terbatas pada
lingkungan yang relatif sempit. Anak-anak umumnya memilih teman sejenis dari kelasnya sendiri

penting sangat mempengaruhi perilaku pada


masa kanak-kanak dan sesudahnya.

di sekolah.
Sifat persahabatan anak-anak pada periode
ini relatif tidak tetap. Adakalanya terjadi peralihan
dari teman karib menjadi musuh, dari kenalan

7)

8)

Perkembangan Kepribadian

Sesuai dengan tahapan perkembangan


kepribadian yang dikemukakan oleh Erikson
dalam Makmun (2001), maka masa anak sekolah

124 |

biasa menjadi sahabat. Alasan yang sering


membuat anak berganti teman adalah pertengkaran, kesukaan memerintah, ketidaksetiaan,

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
kesombongan, kecurangan, dan ketidakcocokan.
Namun semakin bertambah usia, persahabatan
menjadi lebih stabil. Persahabatan anak
perempuan pada akhir masa kanak-kanak sedikit

komunitas, riwayat keluarga, dan struktur


keluarga.
Selaras dengan pengertian di atas, maka
pembelajaan matematika yang menerapkan

lebih stabil daripada anak laki-laki.


Pembelajaran Matematika Sesuai dengan
Perkembangan Anak

konsep DAP merupakan pembelajaran yang


berpijak pada tiga kesesuaian, yakni kesesuaian
dengan usia (age-appropriateness), kesesuaian
dengan individu (individual appropriateness), dan

Pembelajaran yang menerapkan pendekatan


perkembangan anak adalah pembelajaran yang
diberikan dengan menerapkan konsep DAP (Developmentally Appropriate Practice). Gagasan ini

kesesuaian dengan konteks sosial dan budaya


(appropriateness for the cultural and social context of the child).
Konsep DAP memperlakukan anak sebagai

pertama kali dikemukakan oleh Sue Bredekamp,


seorang pakar pendidIkan anak usia dini dari
Amerika Serikat. DAP menggambarkan suatu
pendekatan pendidikan yang berfokus pada anak

individu yang utuh (the whole child) yang


melibatkan empat komponen, yaitu pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skills), sifat alamiah
(dispositions), dan perasaan (feelings). Keempat

sebagai peserta aktif dalam proses pembelajaran;


mereka membangun pengetahuan melalui
interaksi dengan orang lain, teman-teman dan
keluarga, material dan lingkungan. Guru adalah

komponen tersebut bekerja secara bersamaan


dan saling berhubungan.
Implementasi Konsep DAP dalam
Pembelajaran

fasilitator yang aktif membantu anak membuat


makna dari berbagai kegiatan dan interaksi
ditemui sepanjang hari.
Menurut Bredekamp dan Copple (2011),

Pembelajaran yang diberikan dengan


menerapkan konsep DAP antara lain:
1. Melibatkan anak secara aktif (student active learning) baik secara fisik maupun

Developmentally Appropriate Practice (DAP)


adalah:
a perspective within early childhood education whereby a teacher or child caregiver nur-

mental.
Proses belajar aktif secara fisik dalam
pembelajaran matematika diberikan melalui
pengalaman langsung (hands - on experience)

tures a childs social/ emotional, physical, and


cognitive development by basing all practices
and decisions on (1) theories of child development, (2) individually identified strengths

dengan melibatkan benda-benda konkret yang


dapat dimanipulasi anak. Hal ini mengingat bahwa
konsep yang dipelajari dalam matematika
merupakan konsep abstrak, sehingga proses

and needs of each child uncovered through


authentic assessment, and (3) the childs
cultural background as defined by his community, family history, and family structure.

belajar yang diberikan bertahap dari konkret


menuju abstrak. Hal ini mengingat bahwa, anakanak usia SD, khususnya SD kelas awal, masih
berpikir tentang matematika berdasarkan benda-

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa


Developmentally Appropriate Practice (DAP)
adalah paradigma dalam pendidikan anak usia
dini, di mana guru memperhatikan perubahan

benda konkret dan situasi nyata.


Untuk itu, anak diberi kesempatan memanipulasi benda-benda konkret, baik benda-benda
yang terdapat di luar kelas, maupun benda-benda

yang terjadi pada setiap aspek perkembangan


anak, baik fisik, kognitif/ akademik, emosi maupun
sosial, dengan mendasarkan semua praktek dan
keputusan pada (1) teori perkembangan anak, (2)

yang ada di lingkungan sekitarnya. Memanipulasi


benda-benda merupakan cara yang efektif untuk
pembelajaran matematika karena dengan
memanipulasi benda-benda nyata, anak dapat

identifikasi kekuatan individual dan penilaian


otentik terhadap kebutuhan masing-masing anak,
dan (3) latar belakang budaya anak seperti

menghubungkan benda-benda nyata yang ada di


lingkungan dengan konsep-konsep abstrak
matematika yang dipelajarinya.

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 125

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam


mendengarkan ide teman, membuat kesimpulan
dan laporan secara tertulis.

Belajar secara aktif merupakan proses untuk


memperoleh, menemukan, dan mengkonstruksi
secara bermakna dari pengalaman-pengalaman.
Anak tidak hanya dilibatkan memanipulasi benda-

4.

benda konkret, tetapi juga menemukan aturanaturan, menyelesaikan algoritma, memecahkan


masalah, mengobservasi, menggambarkan
hubungan-huubungan yang ada, mencoba

Pola pendekatan spiral yakni pembelajaran


yang dimulai dengan benda-benda nyata atau
kongkret secara manipulatif. Pada dasarnya, anak
belajar melalui benda/ objek kongkret. Dengan

prosedur, dan mempertahankan proses yang


diikutinya. Hal ini merupakan bentuk belajar aktif
secara mental.

kata lain, untuk memahami konsep yang abstrak,


anak memerlukan benda-benda konkret atau alat
peraga yang dapat dimanipulasi sebagai perantara
atau visualisasinya. Selanjutnya konsep abstrak

2.

Belajar sambil bermain


Permaianan dapat memberikan suasana
yang menyenangkan bagi anak karena sesuai
dengan dunia anak. Melalui kegiatan bermain,

yang baru dipahami siswa itu akan mengendap,


melekat, dan tahan lama bila siswa belajar melalui
perbuatan, bukan hanya sekedar mengingat
fakta.

anak akan merasa senang dalam mempelajari


setiap materi matematika. Aktivitas yang diberikan
kepada anak dalam suasana menyenangkan
memungkinkan tumbuhnya sikap positif terhadap

Kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi


sesuai dengan perkembangan anak, konsep tersebut diajarkan kembali dalam bentuk pemahaman yang lebih abstrak dengan menggunakan

matematika. Anak tidak lagi merasa kesulitan,


takut, benci atau bosan ketika belajar matematika.
Selain itu, malalui kegiatan bermain, keterampilan
anak menjadi meningkat, konsep-konsep

notasi yang lebih umum digunakan dalam matematika. Pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan ini memberikan banyak kemungkinan
waktu lebih untuk menumbuhkan dan meluaskan

matematika akan lebih mudah dipahami anak,


serta kemampuan menemukan dan memecahkan
masalah semakin meningkat.

konsep-konsep.

3.

Belajar secara berkelompok (cooperative


learning)
Terdapat variasi dalam tempo dan irama
perkembangan antar-individual dan kelompok
tertentu menurut latar belakang jenis, geografis,
dan kultural. Sebagai implikasinya bagi pendidikan, selain belajar secara individual, maka program dan strategi belajar mengajar hendaknya

5.

Pola pendekatan spiral

Menggunakan metode inkuiri (inqurybased learning)

Penggunaan metode ini memberikan


kesempatan kepada anak untuk menemukan
sendiri sehingga dapat memberikan rasa bangga
dan percaya diri pada anak.
6.

Menerapkan pendekatan kontekstual


(contextual learning)
Pembelajaran dimulai dengan mengambil

diorganisasikan agar memungkinkan belajar


secara kelompok.
Melalui belajar kelompok, anak mendapat
kesempatan untuk berinteraksi dan bekerja sana

(mensimulasi, menceritakan, berdialog, dan


bertanya) kejadian pada dunia nyata kehidupan
sehari-hari yang dialami siswa yang kemudian
diangkat dalam konsep yang dibahas. Melalui

satu dengan yang lainnya. Belajar kelompok


melibatkan sejumlah siswa dalam kelompok
sebagai satu tim untuk memecahkan masalah,
menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan

pembelajaran yang kontekstual, anak akan


dengan mudah memahami setiap konsep
matematika yang dipelajarinya.
Pembelajaran kontekstual memungkinkan

tertentu. Belajar kelompok adalah sebuah forum


dimana siswa dapat bertanggung jawab,
mendiskusikan ide, membuat kesalahan,

terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu


mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa
dengan informasi baru (relating), mengalami (ex-

126 |

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
periencing), yakni dengan kegiatan memanipulasi
peralatan dan bahan serta melakukan bentukbentuk penelitian yang aktif, menerapkan konsep
untuk memecahkan masalah (applying), bekerja

alat peraga adalah media atau alat bantu pembelajaran yang yang digunakan guru untuk untuk
memperagakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/ konkret.

sama secara kelompok (cooperating) dan


mentransfer (transferring), yakni dengan membuat
bermacam-macam pengalaman belajar dengan
fokus pada pemahaman, bukan hafalan.

Dengan melihat, meraba, dan memanipulasi


objek atau alat peraga, maka siswa akan mempunyai pengalaman-pengalaman langsung dan
nyata tentang arti dari konsep yang dipelajari.

Bekerja sama dengan orang tua (coparenting)


Penerapan strategi bekerjasama dengan or-

Contoh alat peraga misalnya, papan tulis, buku,


pintu, dan jendela yang berbentuk persegi panjang
dapat berfungsi sebagai alat peraga pada saat
guru menerangkan bangun datar persegi panjang.

ang tua dapat dilakukan guru dengan


mengoptimalkan fungsi orang tua dalam mendidik
anak. Untuk itu, guru hendaknya mampu
mendesain pembelajaran matematika dengan

Permen, biji-bijian, pensil, dan kelereng dapat


berfungsi sebagai alat peraga pada saat mengenalkan bilangan.
Sedangkan untuk pengenalan lambang

melibatkan orang tua. Hal ini dapat dilakukan


dengan mengadakan pertemuan rutin antara guru
dan orang tua dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.

bilangan dapat digunakan kartu bilangan. Contoh


lainnya adalah kalender untuk mengenalkan hari,
minggu, dan bulan serta hubungan ketiganya. Sarana juga merupakan media pembelajaran yang

Melalui keterlibatan ini, diharapkan guru mampu


melakukan feedback dalam meningkatkan mutu
pembelajaran matematika.

berfungsi sebagai alat bantu untuk melakukan


kegiatan belajar mengajar. Contohnya adalah
papan tulis, jangka, penggaris, timbangan, alatalat permainan, lembar kerja, dan lembar tugas.

Alat Peraga Pembelajaran


Menurut Estiningsih dalam Sukayati (2005)
alat peraga merupakan media pembelajaran yang
mengandung atau membawakan ciri-ciri dari

Dalam matematika, alat peraga (hands-on


material) yang biasa disebut benda-benda manipulatif (benda konkret) dapat dipegang, diraba dan
diutak-atik anak, digunakan untuk memperkenal-

konsep yang dipelajari. Menurut Rohadi, alat


peraga adalah alat atau benda yang digunakan
guru untuk memperagakan fakta, konsep prinsip
atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/

kan model, konsep atau hubungan antar konsep.


Melalui alat peraga yang dimanipulasinya, anak
akan melihat langsung bagaimana keteraturan
dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang

kongkret
Secara lebih khusus, Ruseffendi (1992) mendefinisikan alat peraga sebagai alat untuk menerangkan atau mewujudkan konsep matematika.

sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut


kemudian oleh anak dihubungkan dengan intuitif
yang telah melekat pada dirinya. Penggunaan alat
peraga dalam pembelajaran, khususnya mate-

Benda-benda itu misalnya batu-batuan dan kacang-kacangan untuk menerangkan konsep


bilangan; kubus (bendanya) untuk menjelaskan
konsep titik, ruas garis, daerah bujur sangkar, dan

matika akan dapat membangkitkan motivasi


belajar siswa. Ia akan senang, terangsang, tertarik, dan karena itu akan bersikap positif terhadap
pengajaran matematika.

wujud dari kubus itu sendiri; benda-benda bidang


beraturan untuk menerangkan konsep pecahan;
benda-benda seperti cincin, gelang, permukaan
gelas, dan sebagainya untuk menerangkan

Sikap
Menurut Allport dalam Ramdhani (2012),
sikap adalah: A mental and neural state of readi-

konsep lingkaran dan sebagainya.


Memperhatikan pengertian-pengertian alat
peraga di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

ness, organised through experience, exerting a


directive and dynamic influence upon the
individuals response to all objects and situations

7.

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 127

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam


with which it is related. Menurut pengertian ini,
sikap adalah kondisi mental dan neural yang
diperoleh dari pengalaman, yang mengarahkan
dan secara dinamis mempengaruhi respon-

tertentu sesuai dengan objek dan situasi sosial


tersebut.
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap terdiri dari
berbagai tingkatan yakni menerima, merespon,

respon individu terhadap semua objek dan situasi


yang terkait.
Sikap menurut Baron dan Byrne (2003)
merujuk pada evaluasi individu terhadap berbagai

menghargai, dan bertanggung jawab. Menerima


diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Merespon ditunjukkan dengan memberikan jawaban

aspek dunia sosial serta bagaimana evaluasi


tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka
individu terhadap isu, ide, orang lain, kelompok
sosial dan objek. Triandis dalam Ramdhani (2012)

apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan


tugas yang diberikan
Menghargai (valuing) ditunjukkan dengan
mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

menyatakan bahwa sikap adalah an idea charged


with emotion which predisposes a class of actions
to a particular class of social situation. Sikap
adalah ide yang berkaitan dengan emosi yang

mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu


masalah. Bertanggung jawab (responsible)
ditunjukkan dengan kesediaan untuk bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

mendorong dilakukannya tindakan-tindakan


tertentu dalam suatu situasi sosial.
Menurut Purwanto (1993) , sikap adalah
pandangan atau perasaan yang disertai kecen-

dengan segala resiko.


Pengertian Sekolah Alam
Menurut Ismiani (2010) sekolah alam adalah

derungan untuk bertindak sesuai dengan objek


tadi. Azwar (2009) menggolongkan definisi sikap
dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap
adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi pera-

sebuah sekolah dengan konsep pendidikan, yang


filosofi dasarnya kembali pada tujuan penciptaan
manusia yaitu sebagai pemimpin di muka bumi
yang mengelola alam semesta dan memberi

saan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu


objek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung
atau tidak memihak (unfavorable) pada objek

rahmat bagi sekalian alam, bukan menghancurkan alam dan pertumpahan darah. Sebagai
makhluk yang dikaruniai akal dan pemahaman,
manusia diperintahkan untuk menjaga dan

tersebut. Kedua, sikap merupakan semacam


kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek
dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema triadik
(triadic schema) . Menurut pemikiran ini suatu

mengelola bumi.
Sekolah alam menggunakan alam sebagai
media utama dalam pembelajaran dengan menekankan proses keterpaduan manusia bersama

sikap merupakan konstelasi komponen kognitif,


afektif dan konatif yang saling berinteraksi di
dalam memahami, merasakan dan berperilaku
terhadap suatu objek.

alam. Alam semesta dimanfaatkan sebagai media pendidikan, observasi dan riset. Secara naluriah, anak-anak akan merasa gembira apabila
dekat dengan alam. Sekolah alam dapat menjadi

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas,


maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
evaluasi mental individu terhadap semua objek
dan situasi sosial mencakup isu, orang lain,

alternatif sekolah yang dapat memberikan kegembiraan dan mengarahkan anak pada hal-hal yang
positif seperti mengasah kreativitas, imajinasi,
rasa ingin tahu dan berani mengungkapkan ke-

kelompok sosial, dan ide yang berkaitan dengan


emosi, yang mengarahkan dan secara dinamis
mempengaruhi respon-respon berupa rasa suka
atau tidak suka, perasaan mendukung atau

inginannya. Sekolah alam memberi keleluasaan


kepada siswanya untuk bereksplorasi, mengembangkan kemampuan kognitif, emosi, sosial, dan
keterampilan dasar seperti membaca, menulis,

memihak maupun perasaan tidak mendukung


atau tidak memihak, serta mendorong
dilakukannya tindakan-tindakan dan reaksi

dan berhitung serta mengembangkan minat,


bakat, dan keterampilan motoriknya.
Sekolah alam memadukan antara kurikulum

128 |

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
sekolah internasional, kurikulum Depdiknas, dan
kurikulum khas sekolah alam yakni green education. Green education dapat dipahami sebagai
program pengenalan, pengolahan, pelestarian

III. Metodologi Penelitian


A. Tujuan Khusus Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk memahami secara komprehensif

dan kepedulian terhadap alam dan lingkungan


sekitar. Kurikulum Green Education antara lain
mencakup akhlak, kewirausahaan, outbound,
outing, farm (kebun dan ternak), teknologi, ma-

tentang proses pembelajaran matematika di kelas


I SD Alam Cikeas dikaitkan dengan praktik
pembelajaran sesuai perkembangan anak (DAP)
dan sikap siswa dalam pembelajaran matematika.

gang, dan proyek. Melalui penerapan kurikulum


ini, anak diharapkan akan lebih mengenal
penciptanya dan peduli terhadap masalah
lingkungan seperti pelestarian alam, pengelolaan

Namun secara khusus tujuan penelitian ini adalah


untuk mengetahui: (1) kegiatan guru dalam
pembelajaran matematika di kelas I SD Alam
Cikeas dikaitkan dengan praktik pembelajaran

sampah, penghematan energi, dan sebagainya.


Untuk membentuk jiwa kepemimpinan sejak
dini pada siswa sekolah alam, digunakan metode
outbound. Sedangkan untuk membentuk

sesuai perkembangan anak (DAP); (2) kegiatan


siswa dalam pembelajaran matematika di kelas I
SD Alam Cikeas dikaitkan dengan praktik
pembelajaran sesuai perkembangan anak (DAP);

akhlaqul karimah atau akhlak yang mulia,


digunakanlah metode keteladanan. Guru harus
mencontohkan akhlak yang baik secara nyata
kepada siswa. Untuk membentuk jiwa wirausaha,

(3) penggunaan alat peraga dalam pembelajaran


matematika di kelas I SD Alam Cikeas dikaitkan
dengan praktik pembelajaran sesuai
perkembangan anak (DAP); (d) sikap siswa dalam

digunakan metode magang agar siswa sekolah


alam berinteraksi dengan unit, pelaku dan
lingkungan bisnis. Melalui program-program
tersebut, sekolah alam diharapkan dapat

pembelajaran matematika di kelas I SD Alam


Cikeas.
B. Waktu dan Tempat Penelitian

melahirkan generasi yang unggul, yakni generasi


yang berakhlak mulia, mandiri, memiliki jiwa
kepemimpinan dan kewirausahaan, serta peduli
terhadap alam dan lingkungan sekitar.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret


2011 sampai dengan Juni 2011 di Sekolah Alam
Cikeas yang beralamat di Jl. Letda Natsir, Nagrak,
Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. Adapun

Pada dasarnya materi yang diberikan di sekolah alam sama dengan sekolah biasa, namun
penyampaiannya umumnya menggunakan model
pembelajaran terpadu, khususnya model jaring

kegiatan pra-lapangan dilakukan sejak tanggal


14 Oktober 2010 hingga menjelang dimulainya
tahap pekerjaan lapangan.

laba-laba (spider webb). Menurut Trianto (2007)


model jaring laba-laba atau terjala adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan
tematik. Pengembangan pendekatan ini dimulai

C. Latar Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Alam
Cikeas, khususnya di kelas I SD, yakni pada saat
kegiatan pembelajaran matematika berlangsung.

dengan penentuan tema tertentu oleh guru atau


kesepakatan antara guru dan siswa. sehingga
dapat memberikan pengalaman bermakna
kepada peserta didik. Tema adalah pokok pikiran

Pemilihan latar penelitian tersebut didasarkan atas


pertimbangan bahwa: (1) sekolah tersebut
diprediksikan menyelenggarakan pembelajaran
matematika dengan cara-cara yang khas dan

atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Setelah tema ditentukan, kemudian dikembangkan sub-sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Dari

berbeda dari sekolah dasar pada umumnya; (2)


belum ada yang mengkaji atau meneliti tentang
proses pembelajaran matematika di sekolah
tersebut; (3) kepala sekolah beserta staf sekolah

sub-sub tema ini lalu dikembangkan aktivitas yang


harus dilakukan siswa.

yang bersangkutan bersedia menerima dan


membantu kelancaran penelitian; (4) situasi
kegiatan yang diteliti adalah proses pembelajaran

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 129

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam


yang merupakan kegiatan rutin, sehingga peneliti
dapat beradaptasi dalam situasi tersebut, tidak
kentara dalam melakukan penelitian, dan tidak
mengganggu proses pembelajaran.

1.

Pengamatan/ Observasi
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik observasi berpartisipasi. Dalam observasi
berpartisipasi, peneliti terlibat dalam kegiatan

D. Metode Penelitian Kualitatif


Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kualitatif. Metode penelitian kualitatif

sehari-hari di sekolah tersebut, khususnya pada


saat pembelajaran matematika di sekolah alam,
meski tidak semuanya. Dalam kesempatan tertentu, peneliti memposisikan diri menjadi orang

adalah metode penelitian yang digunakan untuk


meneliti kondisi objek yang alamiah, di mana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi,

dalam dengan ikut terlibat dalam kegiatan pembelajaran matematika yang sedang berlangsung,
namun pada kesempatan lain, peneliti memposisikan diri sebagai orang luar dan tidak ikut

analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian


kualitatif lebih menekankan makna daripada
generalisasi.
Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2001)

terlibat dalam kegiatan pembelajaran matematika


yang sedang berlangsung di kelas tersebut.
Proses pencatatan data dilaksanakan secara
bertahap sebagai berikut: (a) memilih dan me-

mengemukakan bahwa metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan


data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

nyiapkan alat yang digunakan dalam pengumpulan data berupa buku catatan, alat tulis, alat
perekam audio video, dan kamera; (2) melakukan
pencatatan data, dimulai dari membuat catatan

Menurut Strauss dan Corbin (1990), metode


kualitatif dapat digunakan untuk menemukan dan
memahami apa yang tersembunyi di balik
fenomena tentang sesuatu yang belum diketahui.

selama di lapangan kemudian membuat catatan


lapangan dengan disertai tanggapan peneliti; (3)
membuat kode (coding) sebagai petunjuk pada
catatan lapangan yang telah dibuat.

Selain itu, metode kualitatif dapat memberikan


rincian yang lebih kompleks tentang fenomena
yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.
Menurut Bogdan dan Biklen (1992) , penelitian kualitatif memiliki karakteristik natural,
deskriptif, menekankan proses daripada hasil,
analisis data secara induktif, dan memandang
makna sebagai masalah esensial.

2.

Wawancara
Tehnik wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara mendalam (in
depth interview). Wawancara mendalam adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan

Prosedur Pengumpulan dan Perekaman


Data
Sumber data yang dihimpun dalam penelitian

informan atau orang yang diwawancarai, dengan


atau tanpa menggunakan pedoman wawancara,
di mana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama. Dalam hal ini,

ini meliputi: (a) kepala sekolah; (b) guru kelas I;


(c) siswa; (d) orang tua; (e) staf; (f) dokumen
sekolah; (g) jadwal kegiatan pembelajaran; (i)
media yang dipergunakan; (j) materi atau bahan

peneliti berperan sebagai pewawancara,


sedangkan informannya adalah guru, siswa,
kepala sekolah, dan pihak-pihak lain yang dapat
memberikan informasi atau data terkait dengan

ajar yang disajikan pada saat penelitian; (k)


metode yang dipergunakan; dan (l) berbagai
aktivitas, peristiwa, dan hal-hal yang terkait
dengan fokus penelitian ini.

fokus penelitian.

E.

Adapun pengumpulan data dalam penelitian


ini akan dilakukan melalui teknik:

130 |

3.

Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan pelengkap

dari penggunaan teknik obeservasi dan wawancara. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen yang dimaksud dalam

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
penelitian ini adalah berupa foto-foto dan rekaman
video, brosur, jadwal kegiatan pembelajaran,
media yang dipergunakan dan materi atau bahan
ajar yang disajikan pada saat penelitian.

dengan sumber-sumber data. Triangulasi dengan


teknik dilakukan dengan mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Misalnya, data yang diperoleh melalui wawancara

Analisis Data
Teknik analisis data yang dipakai dalam
penelitian ini adalah analisis data model Spradley

akan dicek dengan observasi, atau dokumentasi.


Triangulasi dengan waktu dilakukan dengan
melakukan pengecekan melalui wawancara,
observasi dan studi dokumentasi dalam waktu

dalam Makmun (2008), yakni analisis domain,


taksonomi, komponensial, dan tema kultural.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Analisis domain, yakni dengan menemukan

atau situasi yang berbeda.


Untuk keperluan pengujian validitas eksternal
(transferability), peneliti akan membuat laporan
penelitian dengan uraian yang rinci, jelas, siste-

berbagai domain atau kategori. Tujuannya


adalah untuk memperoleh gambaran yang
umum dan menyeluruh tentang situasi sosial
yang diteliti. Peneliti menetapkan domain

matis, dan dapat dipercaya. Hal ini dimaksudkan


agar orang lain dapat memahami hasil penelitian
kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut. Menurut Sanafiah

tertentu sebagai pijakan untuk penelitian


selanjutnya.
Analisis taksonomi, yakni dengan menjabarkan domain yang dipilih menjadi lebih rinci

Faisal dalam Sugiyono (2008), apabila pembaca


laporan penelitian dapat memperoleh gambaran
yang jelas mengenai semacam apa suatu
penelitian dapat diberlakukan, maka laporan

untuk mengatahui struktur internalnya.


Analisis komponensial, yakni dengan mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal
dengan cara mengkontraskan antar elemen.

tersebut memenuhi standar transferabilitas.


Pengujian reliabilitas (dependability)
dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian. Proses audit ini

Dilakukan melalui observasi, wawancara,


dan dokumentasi terseleksi.
Analisis tema, yakni dengan mencari hubungan di antara domain dengan keseluruh-

akan dilakukan oleh dosen pembimbing. Dalam


hal ini peneliti akan melaporkan dan
mendiskusikan setiap aktivitas peneliti dalam
melakukan penelitian, dimulai dari menentukan

an, untuk selanjutnya dinyatakan ke dalam


tema penelitian.

fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber


data, melakukan analisis data, melakukan uji
keabsahan data, hingga membuat kesimpulan.
Adapun pengujian objektivitas penelitian

F.

2.

3.

4.

Pengujian Keabsahan Data


Untuk kepentingan penelitian ini, pengujian
keabsahan data dilakukan dengan menggunakan
uji credibility (validitas internal), transferability
(validitas eksternal), dependability (reliabilitas),

(confirmability) akan dilakukan dengan cara


meminta kesepakatan hasil penelitian kepada
pihak-pihak yang terkait, yakni sumber data.

dan confirmability (objektivitas).


Dalam rangka pengujian kredibilatas data,
peneliti akan melakukan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut: pengamatan terus menerus,

IV. Temuan Penelitian dan Pembahasan


Temuan Penelitian
a. Kegiatan guru dalam pembelajaran
matematika di kelas I SD Alam dikaitkan

meningkatkan ketekunan, menggunakan bahan


referensi dan triangulasi. Triangulasi dengan
sumber dilakukan dengan cara mengecek data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

dengan perkembangan anak.


(1) Menjelaskan konsep dengan alat peraga
Konsep yang dipelajari dalam matematika merupakan konsep abstrak.

Data-data tersebut kemudian dianalisis oleh


peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan
untuk selanjutnya dimintakan kesepakatan

Soedjadi dalam Muhsetyo (2009).


menyatakan bahwa keabstrakan matematika dikarenakan objek dasarnya

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 131

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam

132 |

abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi,


dan prinsip. Menurut Skemp dalam
Floyd (1990) , dalam matematika, tidak
hanya konsepnya saja yang jauh lebih

lapangan tampak bahwa


guru
menjelaskan konsep dengan alat
peraga. Hal itu digambarkan dalam
wujud kegiatan pembelajaran seperti:

abstrak dari kehidupan sehari-hari,


tetapi juga cara penyampaian
pembelajarannya sebagian besar masih
jauh lebih abstrak. Mengkomunikasikan

menjelaskan konsep sifat pertukaran


dan
pengelompokkan
pada
penjumlahan, penjumlahan dengan
teknik menyimpan, dan pengurangan

konsep-konsep matematika jauh lebih


sulit, baik bagi para guru sebagai
penyampai informasi, maupun siswa
sebagai penerimanya. Ciri keabstrakan

dengan teknik meminjam dengan


menggunakan tutup botol minuman dan
simbol; menjelaskan konsep perbandingan dua buah benda, dengan meng-

matematika beserta ciri lainnya yang


tidak sederhana menyebabkan
matematika tidak mudah untuk dipelajari
dan pada akhirnya banyak siswa yang

gunakan penggaris, spidol, stepler,


gunting, papan tulis, tutup botol, meja,
dan kursi, siswa, gelas, botol minum dan
kotak makanan siswa; (c) menjelaskan

kurang tertarik terhadap matematika.


Sesuai
dengan
tahap
perkembangan kognitifnya, siswa
sekolah dasar masih berpikir secara

konsep pengukuran dengan satuan


tidak baku dengan menggunakan gantungan baju, buku, pensil warna, botol
minuman, tutup botol, simbol dan gam-

konkret, maka proses belajar


matematika yang diberikan guru sudah
seharusnya bertahap dari kongkret
menuju abstrak. Hal ini sesuai dengan

bar-gambar; menjelaskan konsep bangun ruang, dengan menggunakan gantungan baju, buku, pensil warna, botol
minuman, tutup botol, simbol dan gam-

pendapat Katz dalam Willis (1997)


bahwa anak-anak belajar dari sesuatu
yang kongkret dan nyata menuju
abstrak. Untuk menjembatani konsep-

bar-gambar; menjelaskan konsep bangun ruang, dengan memanfaatkan


benda-benda seperti kotak susu, tabung
cat, koran dan sebagainya yang diben-

konsep matematika yang abstrak,


diperlukan alat peraga kongkret yang
dapat diamati dan dimanipulasi anak.
Alat peraga mengubah materi ajar

tuk dan dicat sedemikian rupa sehingga


dapat merepresentasikan berbagai
bentuk bangun ruang serta simbol; menjelaskan konsep bangun datar dengan

yang abstrak menjadi kongkret dan


realistik. Alat peraga juga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa karena
merangsang tumbuhnya perhatian serta

menggunakan tutup botol, gambar dan


simbol; menjelaskan konsep bilangan
loncat dengan menggunakan kartu
bilangan, bola dan siswa.

mengembangkan keterampilan. Penyediaan perangkat alat peraga merupakan


bagian dari pemenuhan kebutuhan siswa belajar, khususnya bagi anak-anak

Pembelajaran menggunakan alat


peraga seperti yang dilakukan oleh guru
sekolah alam tersebut dapat mengoptimalkan fungsi seluruh panca indra

usia SD. Hal ini mengingat bahwa, anakanak usia SD, khususnya SD kelas awal,
masih berpikir tentang matematika
berdasarkan benda-benda kongkret dan

siswa sehingga meningkatkan efektivitas belajar siswa cara mendengar,


melihat, meraba, dan menggunakan
pikirannya secara logis dan realistis.

situasi nyata.
Berdasarkan hasil pengamatan,
wawancara, dan studi dokumentasi di

(2) Mengajar secara terpadu


Anak adalah makhluk seutuhnya,
yang memiliki berbagai aspek kemam-

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
puan, yang semuanya perlu dikembangkan. Berbagai kemampuan yang
dimiliki oleh anak dapat berkembang jika
ada stimulasi untuk hal tersebut. Pem-

man bermakna kepada siswa. Tema


adalah pokok pikiran atau gagasan
pokok yang menjadi pokok pembicaraan.

belajaran sesuai perkembangan anak


memperlakukan anak sebagai individu
yang utuh. Meliputi semua aspek
perkembangan yaitu fisik, emosi, sosial,

Menurut Rosegrat dalam Willis


(1997), pendekatan tematik dapat menjadikan pembelajaran menjadi lebih
koheren dan lebih mudah diterima oleh

dan kognitif melalui pendekatan terpadu.


Dengan pembelajaran terpadu, berbagai
kemampuan yang ada pada anak diharapkan dapat berkembangan secara

para orang tua sebagai pihak yang dapat


menguatkan pembelajaran siswa di
rumah. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep

optimal.
Dalam hal ini guru di sekolah alam
tersebut berupaya memadukan kegiatan
pembelajaran matematika dengan mata

belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh


karena itu, guru harus merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa.

pelajaran lain seperti bahasa Inggris,


seni dan olah raga. Keterpaduan dengan
Bahasa Inggris misalnya dengan menyisipkan dialog-dialog dengan menggu-

Pengalaman belajar menunjukkan


kaitan unsur-unsur konseptual yang
menjadikan proses pembelajaran lebih
efektif dan bermakna. Kaitan konseptual

nakan Bahasa Inggris, berhitung dari


satu hingga sepuluh, menyebutkan
nama bilangan, nama-nama bidang
datar, dan menyanyikan lagu-lagu

antar mata pelajaran yang dipelajari


akan membentuk skema, sehingga siswa memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Hal ini sesuai dengan

berbahasa Inggris. Keterpaduan dengan


seni misalnya dengan memasukkan
kegiatan bernyanyi, menggambar dan
mewarnai bangun datar. Keterpaduan

tahap perkembangan siswa SD yang


masih melihat segala sesuatu sebagai
satu keutuhan.
(3) Mengajukan pertanyaan

dengan oleh raga misalnya dilakukan


dengan kegiatan melompati gambargambar bangun datar di pasir.
Bredekamp (1992) berpendapat

Selama kegiatan pembelajaran


matematika berlangsung, guru mengajukan pertanyaan, baik pertanyaan
terbuka maupun tertutup. Pertanyaan

bahwa seni, musik, gerak tubuh, seni


pahat kayu, drama, dan tari dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran
sebagai kurikulum terpadu. Kegiatan-

terbuka adalah pertanyaan yang menghendaki jawaban lebih dari satu, sedangkan pertanyaan tertutup adalah
pertanyaan yang jawabannya tertentu.

kegiatan tersebut diperlukan anak-anak


untuk mengekspresikan diri secara fisik
dan estetika serta mengekspresikan ide
dan perasaan. Untuk mengaitkan

Pertanyaan terbuka yang diajukan guru


di antaranya adalah: berapa jumlahnya?;
diapakan?; apa kesimpulannya?; apanya yang sama?; angka ini dibaca apa?;

beberapa kegiatan atau mata pelajaran


tersebut, guru dapat menggunakan
pembelajaran tematik. Pembelajaran
tematik adalah pembelajaran tepadu

bilangan 70 dilambangkan dengan?;


angka ini menempati nilai tempat berapa?; 63 terdiri dari berapa puluhan dan
berapa satuan?; kenapa lebih berat?;

yang menggunakan tema untuk


mengaitkan beberapa mata pelajaran
sehingga dapat memberikan pengala-

bagaimana cara mencarinya?; ini gambar apa?; ini apa namanya?; ini disebut?,
dan sebagainya. Selain itu guru juga me-

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 133

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam


minta siswa menyebutkan bilangan loncat antara dua buah bilangan tertentu.
Pertanyaan tertutup di antaranya:
bertambah atau berkurang?; ditambah

giatan, baik kegiatan fisik seperti memanipulasi alat peraga maupun kegiatan
mental seperti mengerjakan lembar
kerja. Ketika para siswa sedang me-

atau dikurang?; siapa yang lebih tinggi,


Sheva atau Atha?; siapa yang lebih
besar, Adya atau Aya?; siapa yang
badannya lebih berat, Bunga atau

ngerjakan tugas-tugas tersebut, guru


tetap memantau pekerjaan siswa dengan cara berkeliling mendatangi masing-masing kelompok siswa yang

Ulang?; lebih panjang mana, ruler sama


marker?; mana yang lebih berat?; dua
bisa nggak dikurang? dan sebagainya.
Bertanya merupakan bagian sangat

sedang bekerja; mendekati dan memperhatikan siswa yang sedang mengerjakan tugas individual; mengoreksi
pekerjaan siswa jika terjadi kekeliruan;

penting dalam proses pembelajaran.


Keterampilan bertanya bahkan merupakan salah satu keterampilan yang harus
dimiliki oleh seorang guru. Mengajukan

memberikan pujian jika siswa telah


mengerjakan tugas dengan benar.
Menurut Bredekamp (1992), anak
usia 5 hingga 8 tahun masih membu-

pertanyaan dapat meningkatkan motivasi dan keingintahuan, serta mengarahkan perhatian siswa. Selain itu juga
dapat meningkatkan kemampuan siswa

tuhkan pengawasan dan dukungan dari


orang-orang dewasa yang terpercaya.
Dengan memantau dan memeriksa pekerjaan siswa, maka guru dapat menge-

dalam mengemukakan pendapat dan


berpikir logis, sekaligus mengetahui
tanggapan siswa atas apa yang sedang
disampaikan oleh guru.

tahui apabila ada siswa yang mengalami


kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas belajar sehingga guru dapat segera
memberikan arahan atau bimbingan

Setiap siswa memiliki gaya belajar


masing-masing. Siswa belajar dengan
cara yang berbeda karena faktor keturunan, pengalaman, lingkungan, kepri-

sesuai kadar kebutuhan siswa.


(5) Membimbing siswa
Dalam kegiatan pembelajaran di
kelas, guru dihadapkan dengan sejum-

badian, kecerdasan, bakat, hambatan


fisik, emosi dan sosial. Oleh sebab itu,
guru hendaknya dapat menemukan dan
menggunakan berbagai variasi metode

lah karakterisktik siswa yang beraneka


ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya dengan lancar
dan berhasil tanpa mengalami kesulitan,

pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik, salah satunya dengan tanya jawab. Durkin, Katz
dan Chard dalam Bredekamp (1992)

namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa


yang mengalami berbagai kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas belajarnya. Kesulitan belajar siswa ditun-

mengemukakan perlunya variasi metode mengajar karena siswa memiliki latar


belakang, pengalaman, sosialisai, dan
gaya belajar siswa yang berbeda-beda.

jukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil


belajar, baik yang bersifat psikologis,
sosiologis, maupun fisiologis, sehingga

Melalui berbagai kegiatan dan metode


pembelajaran ini, siswa akan lebih mudah dalam mempelajari informasi baru.
(4) Memeriksa pekerjaan siswa

menyebabkan prestasi belajar yang


dicapainya berada di bawah semestinya.
Ketika menjumpai siswanya mengalami kesulitan dalam memahami

Selama pembelajaran matematika


berlangsung, guru di sekolah alam ini
memberikan bermacam-macam ke-

suatu materi atau mengerjakan tugastugas belajar, guru di sekolah tersebut


segera tanggap dan kemudian mem-

134 |

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
berikan bimbingan dalam bentuk:
memberikan arahan cara mengerjakan
sesuatu; menjelaskan kembali; memperagakan cara melakukan sesuatu;

kalau
masih
dalam
batas
kewenangannya, harus membantu
pemecahannya.
Dengan pertolongan orang dewasa,

mengajukan pertanyaan panduan.


Adanya bimbingan orang dewasa,
dalam hal ini guru, memungkinkan siswa
dapat melakukan dan memahami lebih

anak dapat melakukan dan memahami


lebih banyak hal dibandingkan dengan
jika anak hanya belajar sendiri. Konsep
inilah yang disebut Vygotsky sebagai

banyak hal dengan lebih baik


dibandingkan dengan jika siswa hanya
belajar sendiri.
Menurut Vygotsky dalam Savitri

Zone of Proximal Development (ZPD).


(6) Memberikan penguatan positif
Belajar menurut Skinner dalam
Sagala (2010) dapat dipahami sebagai

(2012), anak-anak belajar dengan


mengikuti contoh orang dewasa dan
secara bertahap mengembangkan
kemampuan untuk melakukan tugas-

perilaku yang teramati. Perilaku tersebut


dikontrol melalui proses pengkondisian
operan (operant conditioning), yakni
suatu proses penguatan perilaku

tugas tertentu tanpa bantuan orang


dewasa. Zone of Proximal Development
(ZPD) atau Zona Perkembangan
Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk

operan, baik penguatan positif maupun


negatif, yang dapat mengakibatkan
perilaku tersebut dapat berulang
kembali atau menghilang sesuai dengan

rangkaian tugas yang terlalu sulit


dikuasai anak seorang diri tetapi dapat
diipelajari dengan bantuan dan
bimbingan orang dewasa atau anak-

keinginan. Penguatan positif sebagai


stimulus, dapat meningkatkan terjadinya
pengulangan tingkah laku itu,
sedangkan penguatan negatif dapat

anak yang terlatih. Batas bawah dari


ZPD adalah tingkat keahlian yang
dimiliki anak yang bekerja secara
mandiri, sedangkan batas atasnya

mengakibatkan perilaku berkurang atau


menghilang.
Dalam hal ini, selama kegiatan
pembelajaran metematika berlangsung,

adalah tingkat tanggung jawab


tambahan yang dapat diterima oleh anak
dengan bantuan seorang instruktur.
Salah satu peran guru dalam

guru di sekolah alam tersebut


memberikan penguatan positif terhadap
respon baik siswa dengan memberikan
pujian misalnya: hebat, ya bagus, ya

pembelajaran
adalah
sebagai
pembimbing. Peran guru sebagai
pembimbing pada dasarnya adalah
upaya membantu siswa agar dapat

pinter, ya sip, cerdas,


good dan exellent;
misalnya: seratus,
pertama, juara 1,

mengembangkan segenap potensi yang


dimilikinya melalui hubungan interpersonal yang akrab dan saling percaya.
Untuk menjadi pembimbing yang baik,

sebagainya; dan melakukan gerakan


seperti: bertepuk tangan, mengacungan
jempol, tersenyum, dan mengusap
kepala siswa; serta memberikan

guru harus memiliki pemahaman


tentang
anak
yang
sedang
dibimbingnya.
Guru
sebagai
pembimbing dituntut untuk mampu

hadiah.
(7) Mengelola kelas
Selama kegiatan pembelajaran
matematika berlangsung, guru di

mengidentifikasi siswa yang diduga


mengalami kesulitan dalam belajar,
melakukan diagnosa, prognosa, dan

sekolah alam berupaya mengelola kelas


untuk mengontrol perilaku siswa
sehingga dapat tercipta suasana belajar

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

wow good, very


penghargaan
Zimran yang
juara 2, dan

| 135

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam

136 |

yang kondusif. Guru mengingatkan atau


memberikan teguran secara halus
apabila siswa melakukan tindakan
negatif seperti berbicara, bermain atau

yang baik dan konsekuensi logis untuk


membantu anak-anak mempelajari
perilaku yang tepat, daripada memberikan hukuman, mengkritik, atau mem-

bercanda dengan teman ketika guru


menjelaskan materi, tulisan tidak rapi,
mencorat-coret kertas, berjalan ke sana
ke mari ketika sedang mengerjakan

banding-bandingkan siswa yang satu


dengan yang lainnya. Guru hendaknya
melibatkan siswa dalam membangun
dan menegakkan aturan-aturan dasar

tugas, tidak bekerja sama dalam


kelompok, melompat dan berlari di
dalam kelas, dan sebagainya.
Guru mengelola kelas dengan cara

yang diperlukan dalam hidup berkelompok atau bermasyarakat.


b.

Kegiatan siswa dalam pembelajaran

memberitahukan apa yang seharusnya


dilakukan siswa; memberitahukan apa
yang seharusnya tidak dilakukan
siswa; berseru lantang, Per-ha-ti-kan!;

matematika di kelas I SD Alam dikaitkan


dengan perkembangan anak.
(1) Memanipulasi alat peraga
Dalam belajar matematika, penga-

memanggil nama siswa tertentu;


berseru lantang, Are you ready?;
mengajukan pertanyaan logis; menyebutkan perilaku negatif siswa, mem-

laman belajar siswa sangatlah diperlukan.. Siswa akan lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak
apabila mereka terlibat secara aktif

berikan peringatan; menegur kesalahan


siswa sambil menyebutkan akibatnya.
Apa yang dilakukan guru tersebut
tersebut bertujuan untuk mengendalikan

melakukan kegiatan fisik, di antaranya


dengan memanipulasi alat peraga. Katz
& Chard dalam Bredekamp(1992)
mengemukakan bahwa prinsip menda-

perilaku siswa dan menciptakan kondisi


belajar yang optimal sehingga tujuan
pelajaran dapat dicapai.
Menurut Elkind dalam Bredekamp

sar dalam penyelenggaraan pembelajaran di sekolah dasar adalah bahwa


hendaknya anak-anak lebih banyak
dilibatkan daam aktifitas aktif daripada

(1992), pada usia sekitar 6 tahun,


sebagian besar anak mulai menginternalisasikan aturan-aturan moral dalam
berperilaku dan memiliki pertimbangan

pasif. Dalam hal ini, anak-anak hendaknya diberikan kesempatan untuk memanipulasi benda-benda kongkret dan
belajar melalui pengalaman nyata, dari-

yang lebih akurat tentang apa yang


benar dan apa yang salah. Pada masa
ini, mereka sangat membutuhkan bimbingan orang dewasa. Dalam hal ini,

pada sekedar duduk dan mendengarkan


ceramah guru.
Temuan penelitian di lapangan menunjukkan bahwa siswa terlibat secara

orang tua dan guru hendaknya dapat


membantu siswa untuk mengontrol dirinya, menilai kesalahan-kesalahan mereka secara realistis dan mencari jalan ke-

aktif memanipulasi alat peraga seperti


menghitung, menyusun, menggabungkan dan memindahkan tutup botol; menimbang-nimbang berbagai macam

luar yang baik untuk mengoreksi


mereka.
Menurut Bredekamp (1992), guru
sebagai penyelenggara pembelajaran

benda; membuat gambar di pasir; mengocok dan menyusun kartu; mengedarkan dan melemparkan bola; melompati gambar-gambar bangun datar;

hendaknya menggunakan cara-cara


positif dalam memberikan bimbingan,
misalnya dengan memberikan teladan

memegang benda-benda ruang; dan


menginjak dan melompati gambargambar bangun datar yang ditempel di

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
lantai. Kegiatan memanipulasi alat
peraga ini adakalanya dilakukan secara
individu, kelompok, dan klasikal atau
bersama-sama oleh semua siswa.

bukan dilihat dari terpenuhinya target


materi yang harus diberikan, melainkan
pada seberapa besar anak merasa
tertarik untuk mengetahui dan mema-

Bruner dalam Karim (1996)


mayakini bahwa dalam mempelajari
matematika, seorang anak perlu secara
langsung menggunakan bahan-bahan

hami dari materi tersebut, untuk itu


diperlukan suatu strategi pembelajaran
yang efektif, menarik dan menyenangkan bagi siswa, salah satunya

manipulatif. Bahan-bahan manipulatif


merupakan benda konkret yang
dirancang khusus dan dapat diotak-atik
oleh siswa dalam usaha memahami

dengan belajar sambil bermain.


Karakteristik anak SD adalah senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegi-

suatu konsep matematika. Adanya


interaksi dengan lingkungan fisik ini,
siswa dapat melihat langsung
bagaimana keteraturan serta pola yang

atan pembelajaran yang bermuatan


permainan, lebih-lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang
model pembelajaran yang memungkin-

terdapat
dalam
benda
yang
diperhatikannya. Keteraturan tersebut
kemudian oleh siswa dihubungkan
dengan keteraturan intuitif yang telah

kan adanya unsur permainan di dalamnya.


Menurut Bergen dalam Santoso
(2002), di sekolah, bermain dapat dibe-

melekat pada dirinya.


Menurut Bradekamp (1992),
aktivitas fisik adalah sangat vital bagi
perkembangan kognitif anak. Ketika

dakan menjadi bermain bebas, bermain


dengan bimbingan, dan bermain dengan
diarahkan. Bermain bebas adalah bermain yang dilakukan anak dengan

disajikan konsep yang abstrak, anakanak membutuhkan kegiatan fisik untuk


membantu mereka memahami konsep
tersebut, sama halnya dengan orang

menggunakan alat bermain secara


bebas. Bermain dengan bimbingan
adalah bermain dengan alat pilihan guru
dan anak diharapkan dapat menemukan

dewasa yang membutuhkan contoh dan


ilustrasi yang jelas untuk memahami
konsep-konsep yang asing. Senada
dengan Bredekemp, Gronlund (1997)

suatu konsep atau pengertian. Bermain


yang diarahkan adalah bermain yang
bertujuan agar anak dapat menyelesaikan suatu tugas. Kegiatan bermain

berpendapat bahwa children learn by


doing, through active engagement.
Dalam hal ini ia mengemukakan
pentingnya belajar dengan melakukan

ini dapat dirangkaian dengan kegiatan


belajar.
Temuan di lapangan menunjukkan
bahwa siswa belajar sambil bermain

sesuatu bagi anak-anak, melalui


keterlibatan aktif. Salah satu bentuk
keterlibatan aktif siswa dalam
pembelajaran
adalah
dengan

seperti: mengedarkan bola sambil bernyanyi kemudian membaca dan mengerjakan soal dalam kartu; menghitung, menyusun, memindahkan dan

memanipulasi alat peraga.


(2) Belajar sambil bermain
Aktif tidaknya siswa dalam belajar
diawali dengan timbulnya rasa

menggabungkan tutup botol; menyusun


tutup botol dan membuat gambar bidang
datar di pasir; kemudian melompat dari
satu gambar bidang datar ke gambar

ketertarikan dan minat siswa itu sendiri


dalam mengikuti pelajaran. Ketercapaian tujuan dalam pembelajaran adalah

bidang datar lainnya; mengocok dan


menyusun kartu bilangan dari yang
terbesar hingga terkecil atau sebaliknya;

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 137

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam

138 |

dan melemparkan bola secara


berselang. Selama kegiatan belajar
sambil bermain tersebut, anak-anak
tampak bergembira dan bersemangat.

(3) Mengerjakan lembar kerja


Sebagai salah satu tugas belajar,
siswa di sekolah alam mengerjakan
lembar kerja atau yang lebih sering

Bermain merupakan sebuah


instrumen penting bagi perkembangan
sosial, emosional, dan kognitif anakanak, juga sebagai sebuah refleksi atas

disebut worksheet. Temuan di lapangan


memperlihatkan bahwa siswa mengerjakan lembaran soal; menggambar
dan mewarnai bidang datar; meng-

perkembangan mereka. Disamping itu,


bermain juga dapat menumbuhkan daya
kreativitas anak. Selama bermain,
seorang anak belajar untuk mengatasi

gambar berbagai macam bentuk benda


seperti kapal, robot, binatang, dan
sebagainya dengan menggunakan
bentuk-bentuk bangun datar.

emosi, berinteraksi dengan orang lain,


mengatasi konflik-konflik, dan mendapatkan perasaan kompeten. Melalui
bermain, anak-anak juga dapat me-

Lembar kerja ini diberikan kepada


siswa sebagai latihan dan pengerjaan
soal-soal setelah guru menyampaikan
suatu konsep materi. Hal ini sejalan

ngembangkan imajinasi-imajinasi dan


kreativitas-kreativitas mereka. Dengan
kata lain, bermain menjadi kebutuhan
yang penting bagi anak-anak.

dengan pendapat Thorndike dalam


Muhsetyo yang menekankan perlunya
latihan dan pengerjaan soal-soal (drill
and practice) sehingga siswa diharap-

Selain mengemukakan pentingnya


belajar dengan perbuatan melalui
keterlibatan aktif sebagai elemen kunci
pembelajaran sesuai DAP, Gronlund

kan terbiasa terhadap penerapan konsep sehingga konsep-konsep tersebut


tertanam dalam pikiran siswa. Selain
itu, siswa diharapkan terampil dan

(1997) juga memperkenalkan ide play


with intent atau purpose, yakni bermain
dengan maksud dan tujuan. Pada
dasarnya dunia anak adalah dunia yang

cekatan dalam mengerjakan soal-soal


matematika yang beragam.
Lembar kerja ini dikerjakan siswa
secara individual, setelah sebelumnya

identik dengan bermain, terutama pada


usia dini. Bermain dapat menunjang
pertumbuhan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik siswa.

mereka mempelajari konsep tertentu


dengan memanipulasi alat peraga dan
bekerja kelompok. Dalam hal ini, siswa
belajar untuk dapat menyelesaikan

Melalui aktivitas belajar sambil


bermain, konsep-konsep matematika
yang abstrak dapat lebih mudah dipahami siswa. Selain itu, melalui kegiatan

tugas-tugas atau masalah secara


mandiri. Vygotsky dengan teori Zone of
Proximal Development atau Zona
Perkembangan Proksimal-nya dalam

bermain, siswa juga dapat melepaskan


ketegangan yang ada dalam dirinya,
sehingga suasana belajar matematika
menjadi rileks dan menyenangkan bagi

Fadhilah (2012) membedakan antara


perkembangan aktual (actual development) dan perkembangan potensial (potential development) pada anak. Actual

siswa. Oleh karena itu, inisiatif dan dukungan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran yang mengakomodasi kebutuhan bermain anak,

development ditentukan apakah


seorang anak dapat melakukan sesuatu
tanpa bantuan orang dewasa atau guru,
sedangkan potential development mem-

merupakan komponen esensial dalam


praktek pembelajaran yang sesuai
dengan tahapan perkembangan anak.

bedakan apakah seorang anak dapat


melakukan sesuatu, memecahkan
masalah di bawah petunjuk orang

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
dewasa atau kerjasama dengan teman
sebaya.
Lembar kerja ini juga digunakan
guru untuk mengetahui dan mengukur

bahwa siswa di sekolah alam belajar


secara kelompok, seperti bekerja sama
dengan beberapa siswa lain untuk
menghitung, menyusun, mengabungkan

sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan.


Setelah dikoreksi dan diberi nilai, lembar
kerja ini dikembalikan lagi kepada siswa

dan memindahkan tutup botol;


menyusun tutup botol dan menggambar
bentuk-bentuk bangun datar di pasir;
dan menyusun kartu bilangan.

untuk kemudian dibawa pulang dan


ditunjukkan kepada orang tua masingmasing. Ada kalanya guru meminta
siswa mengerjakan lembar kerja yang

Melalui kegiatan belajar bersama


dalam kelompok, terjalin interaksi antar
siswa yang masing-masing memiliki
latar belakang berbeda, baik ras,

sama apabila dinilai pemahaman siswa


belum sesuai yang diharapkan. Akan
tetapi, sebelum memberikan kembali
lembar kerja tersebut, guru biasanya

budaya, dan kelas sosial. Menurut


Vygotsky dalam Fadhilah (2012), meskipun pada akhirnya anak-anak akan
mempelajari sendiri beberapa konsep

mengulang kembali materi-materi yang


telah dipelajari melalui kegiatan tanya
jawab.
(4) Belajar secara kelompok

melalui pengalaman sehari-hari, namun


anak akan jauh lebih berkembang jika
berinteraksi dengan orang lain. Setiap
siswa memiliki kemampuan belajar yang

Sesuai dengan tahap perkembangannya, anak usia SD adalah anak


senang bekerja dalam kelompok. Dari
pergaulannya dengan kelompok

berbeda-beda. Melalui belajar kelompok, mereka bekerja sama dan saling


membantu mengerjakan tugas-tugas
belajar. Selain itu, melalui belajar ke-

sebaya, anak belajar aspek-aspek yang


penting dalam proses sosialisasi, seperti: memenuhi aturan-aturan kelompok, setia kawan, tidak tergantung

lompok, siswa belajar bersosialisasi,


berinteraksi dengan orang lain, mengutarakan pendapat, menyelesaikan
konflik dengan teman, serta berpikir

pada penerimaan lingkungan, bertanggung jawab, dan bersaing dengan orang


lain secara sehat.
Bredekamp (1992) mengemukakan

dengan sudut pandang yang berbeda.


(5) Tutor teman sebaya
Sekolah memiiki banyak potensi
yang dapat digali dan dimanfaatkan

bahwa guru hendaknya memfasilitasi


dan memberikan kesempatan yang luas
kepada anak-anak untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial,

serta ditingkatkan keefektifannya dalam


rangka menunjang keberhasilan
pembelajaran. Potensi yang ada di
sekolah yaitu semua sumber-sumber

seperti saling menolong, bekerja sama,


bernegosiasi, dan berkomunikasi dengan orang lain untuk menyelesaikan
permasalahan antar pribadi. Dalam hal

daya yang dapat mempengaruhi hasil


pembelajaran. Dalam arti luas, sumber
belajar tidak hanya terbatas pada guru,
tetapi dapat berupa orang lain, misalnya

ini guru dapat meminta siswa untuk


membentuk kelompok kecil dengan
anggota 3-4 orang untuk mempelajari
atau menyelesaikan suatu tugas secara

teman sekelas yang lebih pandai.


Sumber belajar bukan dari guru dan
berasal dari orang yang lebih pandai
disebut tutor. Tutor dari teman sebaya

kelompok.
Dalam beberapa kesempatan,
peneliti mendapatkan temuan lapangan

yang lebih pandai disebut tutor sebaya.


Kuswaya Wihardit dalam Aria Djalil
(1997) mengemukakan bahwa bahwa

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 139

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam

140 |

tutor sebaya adalah seorang siswa


pandai yang membantu belajar siswa
lainnya dalam tingkat kelas yang sama.
Miller dalam Aria Djalil (1997)

sebaya lebih mudah dipahami.


Pembelajaran dengan tutor sebaya
dapat mengembangkan kemampuan
siswa untuk mendengarkan, berkon-

berpendapat bahwa setiap saat murid


memerlukan bantuan dari murid lainnya,
dan murid dapat belajar dari murid
lainnya. Jan Collingwood dalam Aria

sentrasi, dan memahami apa yang


dipelajari dengan cara yang bermakna.
Penjelasan tutor sebaya kepada
temannya lebih memungkinkan berhasil

Djalil juga berpendapat bahwa Anak


memperoleh pengetahuan dan
keterampilan karena dia bergaul dengan
teman lainnya. Dengan pergaulan

dibandingkan guru. Siswa dapat melihat


masalah dengan cara yang berbeda
dibandingkan dengan orang dewasa
dan mereka menggunakan bahasa yang

antara para tutor dengan murid-muridya,


mereka dapat mewujudkan apa yang
terpendam dalam hati dan khayalannya.
Temuan penelitian di lapangan juga

lebih akrab.
c.

Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika di kelas I SD Alam dikaitkan

menunjukkan bahwa dalam beberapa


kesempatan terjadi interaksi tutor sebaya, dalam hal ini siswa yang lebih pandai
dari temannya atau yang lebih dahulu

dengan perkembangan anak.


Dienes dalam Karim berpendapat bahwa suatu konsep matematika akan lebih
mudah dipahami secara penuh jika meng-

paham akan suatu materi, membantu


dan mengajari teman yang lain yang
belum paham atau belum selesai mengerjakan tugas tertentu. Selain atas

gunakan berbagai sajian. Sejalan dengan


Dienes, Bruner dalam Karim (2008) mengemukakan bahwa siswa belajar konsep matematika melalui tiga tahap, yakni enactive,

permintaan guru, ada pula siswa yang


bersedia menjadi tutor atas kemauannya sendiri. Kepada para tutor ini, guru
memberikan penguatan positif, berupa

ikonic, dan symbolic. Tahap enactive yaitu


tahap belajar dengan memanipulasi benda
kongkret. Tahap ikonic yakni tahap belajar
dengan menggunakan sajian yang berupa

pujian, tepuk tangan atau elusan di


kepala.
Pembelajaran dengan tutor sebaya
dapat membawa keuntungan, baik sang

gambar atau grafik. Adapun tahap syimbolic


adalah tahap belajar dengan menggunakan
kata-kata, lambang, dan simbol.
Temuan di lapangan menunjukkan

tutor maupun teman yang menjadi murid. Bagi tutor, kegiatan ini akan
memperkuat apa yang telah dipelajari
dan
diperolehnya,
menambah

bahwa guru di sekolah alam menggunakan


ketiga jenis sajian tersebut. Alat peraga
kongkret yang digunakan guru di antaranya:
penggaris, spidol, stepler, gunting, papan

pengalaman, rasa bangga dan percaya


diri. Sedangkan bagi sang murid,
pembelajaran tutor sebaya akan
membantunya memahami materi atau

tulis, tutup botol, meja, gantungan baju, buku,


pensil warna, kotak susu, tabung cat, koran,
dan kursi. Benda-benda milik siswa seperti
gelas dan botol minuman serta kotak

pelajaran yang diberikan guru. Bantuan


belajar oleh teman sebaya dapat
menhilangkan kecanggungan, karena
dengan teman sebaya tidak ada rasa

makanan juga dijadikan guru sebagai alat


peraga. Dalam hal ini, guru memanfaatkan
benda-benda yang ada dalam kelas untuk
menjelaskan konsep-konsep matematika.

enggan, rendah diri, malu dan sebagainya untuk bertanya atau meminta
bantuan. Selain itu, bahasa teman

Selain itu, guru juga menggunakan siswa


sebagai alat peraga dalam pembelajaran.
Setelah menjelaskan sebuah konsep

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
matematika dengan alat peraga kongkret,
guru kemudian melanjutkan penjelasannya
dengan menggunakan gambar-gambar.
Adapun alat peraga gambar yang digunakan

Sikap-sikap positif siswa dalam


pembelajaran matematika seperti yang
ditunjukkan oleh siswa-siswa sekolah alam
tidak terlepas dari upaya guru menciptakan

dalam pembelajaran matematika di


antaranya adalah gambar timbangan berikut
benda-benda yang ditimbang; gambar
bangun-bangun datar; gambar buah, gambar

pembelajaran
yang
menarik,
menyenangkan, dan melibatkan siswa
secara aktif.

jam didinding. Gambar-gambar ini dibuat


guru di papan tulis, sebagian di antaranya
ada pula yang di pajang di dalam kelas.
Tahap selanjutnya adalah, guru

d.

V.
A.

Kesimpulan, Implikasi dan Saran


Kesimpulan
1) Kegiatan guru
Guru selalu menggunakan alat

menjelaskan konsep dengan menggunakan


simbol. Alat peraga simbol yang digunakan
dalam pembelajaran matematika di
antaranya simbol lingkaran, segi tiga, segi

peraga untuk menjelaskan konsep baru.


Misalnya untuk menjelaskan konsep
sifat pertukaran (komutatif) dan pengelompokkan (distributif) pada

empat, balok, dan kubus.


Sikap siswa dalam pembelajaran matematika di kelas I SD Alam Cikeas

penjumlahan, penjumlahan dengan


teknik menyimpan, dan pengurangan
dengan teknik meminjam dengan
menggunakan tutup botol minuman dan

Berdasarkan temuan penelitian di


lapangan, penerimaan siswa terhadap
matematika dapat dikatakan baik yakni siswa
bersedia memperhatikan guru saat sedang

simbol;
menjelaskan
konsep
perbandingan dua buah benda, dengan
menggunakan penggaris, spidol, stepler,
gunting, papan tulis, tutup botol, meja,

menjelaskan materi atau melakukan


peragaan tertentu dan memperhatikan siswa
lain yang sedang melakukan peragaan atau
tugas tertentu. Meskipun ada beberapa

dan kursi, siswa, gelas, botol minum dan


kotak makanan siswa.
Untuk menjelaskan konsep pengukuran dengan satuan tidak baku

siswa yang bermain, berbicara, atau


bercanda saat guru menjelaskan materi,
namun itu tidak berlangsung lama karena
guru akan segera menegur perilaku negatif

dengan menggunakan gantungan baju,


buku, pensil warna, botol minuman,
tutup botol, simbol dan gambar-gambar;
menjelaskan konsep bangun ruang,

mereka. Adapun bentuk respon siswa dalam


pembelajaran matematika diantaranya
menjawab pertanyaan guru, memanipulasi
alat peraga, mengerjakan lembar kerja, dan

dengan menggunakan gantungan baju,


buku, pensil warna, botol minuman,
tutup botol, simbol dan gambar-gambar;
menjelaskan konsep bangun ruang,

berlomba-lomba mengacungkan tangan.


Bentuk penilaian siswa sekolah alam
terhadap matematika sangatlah baik. Merasa
suka, senang, tidak bosan dan tidak takut

dengan memanfaatkan benda-benda


seperti kotak susu, tabung cat, koran
dan sebagainya yang dibentuk dan dicat
sedemikian rupa sehingga dapat

terhadap matematika. Siswa-siswa ini


menganggap bahwa matematika adalah
pelajaran yang paling seru, mudah, dan
menyenangkan, dalam tingkat yang lebih

merepresentasikan berbagai bentuk


bangun ruang serta simbol; menjelaskan
konsep bangun datar dengan
menggunakan tutup botol, gambar dan

tinggi, beberapa siswa tampak menunjukkan


kesediaannya membagikan ilmunya kepada
temannya.

simbol; menjelaskan konsep bilangan


loncat dengan menggunakan kartu
bilangan, bola dan siswa.

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 141

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam

142 |

Guru berupaya memadukan


kegiatan pembelajaran matematika
dengan mata pelajaran lain seperti
bahasa Inggris dan seni. Keterpaduan

telah mengerjakan tugas dengan benar.


Ketika menjumpai siswanya
mengalami kesulitan dalam memahami
suatu materi atau mengerjakan tugas-

dengan Bahasa Inggris misalnya


dengan menyisipkan dialog-dialog
dengan menggunakan Bahasa Inggris,
berhitung dari satu hingga sepuluh,

tugas belajar, guru di sekolah tersebut


segera tanggap dan kemudian
memberikan bimbingan dalam bentuk:
memberikan arahan cara mengerjakan

menyebutkan nama bilangan, namanama bidang datar, dan menyanyikan


lagu-lagu berbahasa Inggris. Keterpaduan dengan seni misalnya dengan

sesuatu; menjelaskan kembali; memperagakan cara melakukan sesuatu;


mengajukan pertanyaan panduan.
Guru memberikan penguatan posi-

memasukkan kegiatan menggambar


dan mewarnai bangun datar.
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, guru juga mengajukan perta-

tif terhadap respon baik siswa dengan


memberikan pujian misalnya: hebat, ya
bagus, ya pinter, ya sip, cerdas, wow
good, very good dan exellent; peng-

nyaan terbuka dan tertutup. Pertanyaan


terbuka yang diajukan guru di antaranya
adalah: berapa jumlahnya?; diapakan?;
apa kesimpulannya?; apanya yang

hargaan misalnya: seratus, Zimran yang


pertama, juara 1, juara 2, dan sebagainya; dan melakukan gerakan seperti:
bertepuk tangan, mengacungan jempol,

sama?; angka ini dibaca apa?; bilangan


70 dilambangkan dengan?; angka ini
menempati nilai tempat berapa?; 63
terdiri dari berapa puluhan dan berapa

tersenyum, dan mengusap kepala


siswa; serta memberikan hadiah.
Selama kegiatan pembelajaran matematika, guru tetap berupaya menge-

satuan?; kenapa lebih berat?; bagaimana cara mencarinya?; ini gambar


apa?; ini apa namanya?; ini disebut?,
dan sebagainya. Selain itu guru juga

lola kelas agar tercipta suasana pembelajaran yang kondusif dengan cara
memberitahukan apa yang seharusnya
dilakukan siswa; memberitahukan apa

meminta siswa menyebutkan bilangan


loncat antara dua buah bilangan tertentu. Pertanyaan tertutup di antaranya:
bertambah atau berkurang?; ditambah

yang seharusnya tidak dilakukan


siswa; berseru Per-ha-ti-kan!; memanggil nama siswa tertentu; berseru
Are you ready?; mengajukan per-

atau dikurang?; siapa yang lebih tinggi,


Sheva atau Atha?; siapa yang lebih
besar, Adya atau Aya?; siapa yang badannya lebih berat, Bunga atau Ulang?;

tanyaan logis; menyebutkan perilaku


negatif siswa, memberikan peringatan;
dan menegur kesalahan siswa seraya
menyebutkan akibatnya.

lebih panjang mana, ruler sama


marker?; mana yang lebih berat?; dua
bisa nggak dikurang? dan sebagainya.
Guru juga memantau pekerjaan

Guru melakukan tindakan-tindakan


tersebut manakala ada siswa yang melakukan tindakan negatif seperti berbicara, bermain atau bercanda dengan

siswa dengan cara berkeliling mendatangi masing-masing kelompok siswa


yang sedang bekerja; mendekati dan
memperhatikan siswa yang sedang

teman ketika guru menjelaskan materi,


tulisan tidak rapi, mencorat-coret kertas,
berjalan ke sana ke mari ketika sedang
mengerjakan tugas, tidak bekerja sama

mengerjakan tugas individual; mengoreksi pekerjaan siswa jika terjadi


kekeliruan;memberikan pujian jika siswa

dalam kelompok, melompat dan berlari


di dalam kelas, dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan guru seperti

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih

2)

menjelaskan konsep dengan alat


peraga, mengajar secara terpadu,
mengajukan pertanyaan, memeriksa
pekerjaan siswa, membimbing siswa,

mengabungkan dan memindahkan tutup botol; menyusun tutup botol dan


menggambar bentuk-bentuk bangun datar di pasir; dan menyusun kartu bila-

memberikan penguatan positif, dan


mengelola kelas, termasuk dalam
praktik pembelajaran yang sesuai
dengan perkembangan anak.

ngan. Beberapa siswa menjadi tutor sebaya dengan membantu dan mengajari
teman yang lain yang belum paham atau
belum selesai mengerjakan tugas

Kegiatan siswa
Siswa memanipulasi alat peraga
seperti menghitung, menyusun,
menggabungkan dan memindahkan

tertentu.
Kegiatan siswa seperti memanipulasi alat peraga, belajar sambil bermain,
mengerjakan lembar kerja, belajar se-

tutup botol; menimbang-nimbang


berbagai macam benda; membuat
gambar di pasir; mengocok dan
menyusun kartu; mengedarkan dan

cara kelompok, dan tutor teman sebaya,


termasuk dalam praktik pembelajaran
yang sesuai dengan perkembangan
anak.

melemparkan bola; melompati gambargambar bangun datar; memegang


benda-benda ruang; dan menginjak dan
melompati gambar-gambar bangun

3)

Alat peraga
Alat peraga dalam pembelajaran
matematika di sekolah alam terdiri dari
alat peraga konkret, gambar, dan sim-

datar yang ditempel di lantai.


Selain memanipulasi alat peraga,
siswa di sekolah alam juga belajar
sambil bermain seperti mengedarkan

bol. Alat peraga konkret di antaranya


berupa penggaris, spidol, stepler, gunting, papan tulis, tutup botol, meja, gantungan baju, buku, pensil warna, kotak

bola sambil bernyanyi kemudian membaca dan mengerjakan soal dalam


kartu; menghitung, menyusun, memindahkan dan menggabungkan tutup bo-

susu, tabung cat, koran, dan kursi. Benda-benda milik siswa seperti gelas dan
botol minuman serta kotak makanan
juga dijadikan guru sebagai alat peraga.

tol; menyusun tutup botol dan membuat


gambar bidang datar di pasir; kemudian
melompat dari satu gambar bidang datar
ke gambar bidang datar lainnya; mengo-

Selain itu, guru juga menggunakan siswa sebagai alat peraga dalam pembelajaran.
Adapun alat peraga gambar yang

cok dan menyusun kartu bilangan dari


yang terbesar hingga terkecil atau sebaliknya; dan melemparkan bola secara
berselang.

digunakan dalam pembelajaran di antaranya adalah gambar timbangan berikut


benda-benda yang ditimbang; gambar
bangun-bangun datar; gambar buah,

Siswa mengerjakan lembar kerja


atau yang lebih sering disebut worksheet
seperti mengerjakan lembaran soal;
menggambar dan mewarnai bidang da-

gambar jam didinding. Sedangkan alat


peraga simbol yang digunakan dalam
pembelajaran matematika di antaranya
simbol lingkaran, segi tiga, segi empat,

tar, menggambar berbagai macam bentuk benda seperti kapal, robot, binatang,
dan sebagainya dengan menggunakan
bentuk-bentuk bangun datar.

balok, dan kubus.


Penggunaan alat peraga konkret,
gambar, dan simbol untuk menjelaskan
suatu materi matematika termasuk da-

Siswa belajar secara kelompok,


seperti bekerja sama dengan beberapa
siswa lain untuk menghitung, menyusun,

lam praktik pembelajaran matematika


yang sesuai dengan perkembangan anak.

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 143

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam


4)

ngenai konsep baru dan mengembangkan


karakteristik-karakterisitk positif. Siswa juga
dapat belajar dengan gembira dan tidak
mudah jenuh.

Sikap Siswa
Bentuk penerimaan siswa terhadap
matematika ditunjukkan dengan kesediaan memperhatikan guru saat sedang
menjelaskan materi alatu melakukan
peragaan tertentu dan memperhatikan
siswa lain yang sedang melakukan
peragaan atau tugas tertentu. Adapun
bentuk respon siswa dalam pembelajaran matematika diantaranya menjawab pertanyaan guru, memanipulasi alat
peraga, mengerjakan lembar kerja, dan

3.

4.

Bentuk penilaian siswa sekolah


alam terhadap matematika sangatlah
baik. Merasa suka, senang, tidak bosan
dan tidak takut terhadap matematika.

5.

Guru harus dapat menghubungkan, menyesuaikan, dan mengadaptasi kurikulum sesuai


dengan kondisi, kebutuhan, minat, serta
kemampuan siswa.

Siswa-siswa ini menganggap bahwa


matematika adalah pelajaran yang paling seru, mudah, dan menyenangkan,
Dalam tingkat yang lebih tinggi, bebe-

6.

Mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber belajar yang tersedia di sekolah dapat


membantu siswa memahami konsep-konsep
matematika dengan lebih mudah, bermakna,

rapa siswa tampak menunjukkan kesediaannya membagikan ilmunya kepada


temannya.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari
hasil penelitian, dapat dikemukakan beberapa
implikasi sebagai berikut:

2.

lui pengalaman nyata, melakukan eksplorasi,


belajar kelompok, belajar sambil bermain,
serta kegiatan-kegiatan lain yang bermakna.
Guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang perkembangan dan belajar anak, kekuatan, minat, dan kebutuhan
anak di dalam kelompok, serta konteks sosial
budaya di mana anak hidup.

berlomba-lomba mengacungkan
tangan, berebut menjawab pertanyaan
dan mengikuti jalannya permainan
dengan tertib dan gembira.

1.

Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan anak lebih banyak memberikan


kesempatan kepada anak untuk belajar
dengan cara-cara yang tepat, misalnya mela-

dan menyenangkan.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan
di atas, disarankan:
1. Bagi sekolah
Proses pembelajaran matematika di Sekolah Alam Cikeas telah berjalan dengan

Perkembangan dan kebutuhan anak harus


menjadi dasar dalam menyelenggarakan
pembelajaran matematika. Pembelajaran
yang berorientasi pada perkembangan anak

sangat baik dan telah menerapkan konsep


pembelajaran sesuai dengan perkembangan
anak. Namun akan lebih baik lagi apabila
proses pembelajaran matematika yang su-

berupaya menfasilitasi agar tujuan-tujuan


dan kegiatan belajar dapat diintegrasikan
dengan dimensi-dimensi perkembangan
anak.

dah berjalan selama ini dapat terus dikembangkan, khususnya dalam bentuk pengadaan alat peraga yang lebih bervariasi, peningkatan kemampuan guru agar lebih krea-

Praktik pembelajaran metematika yang


disesuaikan dengan perkembangan anak
berupaya mengoptimalkan penggunaan
semua potensi siswa, baik fisik, intelektual,

tif, inisiatif, dan inovatif dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi


kegiatan belajar.
Bagi guru

emosional, maupun sosial, sehingga siswa


diarahkan untuk menyadari adanya kebutuhan untuk menambah ilmu pengetahuan me-

144 |

2.

Dalam rangka mengoptimalkan


pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak
usia sekolah dasar, sangat diharapkan agar

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Aningsih
proses pembelajaran yang telah berjalan
selama ini tetap dipertahankan dan bahkan
ditingkatkan. Guru hendaknya senantiasa
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan,
memperkaya wawasan, meningkatkan kerja
sama tim dan kedisiplinan waktu belajar,
serta memaksimalkan pemanfaatan sumbersumber belajar. Selain itu, diharapkan guru

3.

membuat perencanaan dan persiapan yang


matang sebelum pembelajaran.
Bagi Peneliti
Dalam rangka menyempurnakan kegiatan penelitian, diharapkan agar selanjutnya
peneliti dapat lebih memperhatikan prosedur
penelitian, tekun dan cermat dalam melakukan penelitian.

Daftar Pustaka
Azwar, Saifuddin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Baron, R.A. & Donn Byrne, Social Psychology, Boston: Allyn and Bacon, 2003.
Bogdan, Robert C. dan Sari Knopp Biklen, Qualitatif Research for Education: An Introduction to
Theory and Methods, Boston: Allyn and Bacon, 1992.
Bredekamp, Sue. Developmentally Appropriate Practice in Early Childood Programs Serving Children From Birth Trough Age 8. USA: NAEYC, 1986
Bredekamp, Sue. & Copple, C. , Developmentally Appropriate Practice 2011. (http://web.archive.org/
web/20070228050845/http://sales.naeyc.org/Itemdetail.aspx?Stock_No=2349&Category=)
BSPN, Standar Isi: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Jakarta: Badan Standar Pendidikan
Nasional, 2006.
Burden, Paul R. dan David M.Byrd, Methods for Effective Teaching, Boston: Allyn and Bacon, 1998.
Depag, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta: Dirjen Pendidikan
Islam Departemen Agama RI, 2006.
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Djalil Aria dkk, Pembelajaran Kelas Rangkap. Jakarta : Depdikbud, 1997.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Eko Kurnianto, Lebih Akrab dengan Lendo Novo, 2010 (http://sekolahalambandung.com/2010/01/
lebih-akrab-dengan-lendo-novo/)
Floyd, Ann. Developing Mathematical Thinking. Wokingham: Addison Wesley Publishers Limited,
1990.
Gronlund, Gaye. Early Childhood Education: Teaching Your Children. USA: Dushkin Publishing Group,
1996.
Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Hurlock, Elzabeth B., Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan
Manusia, terjemahan Istiwidayanti dan Soedjarwo, Jakarta: Erlangga, 1997.
Karim, Mukhtar A., dkk. Pendidikan Matematika, Jakarta: Depdikbud, 2008.
Kunti, Memahami Semesta Melalui Metode Spider Web, 2010 (http://www.sacikeas.com/
?lang=id&page=news&view=15)
Makmun, Abin Syamsuddin, Psikologi Kependidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.
Moloeng, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.
Muhsetyo, Gatot, dkk. Pembelajaran Matematika SD. (Cet V; Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka,
2011.
Notoatmodjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

| 145

Proses Pembelajar Matematika di Sekolah Dasar Alam


Papalia, Diane E. dkk., Human Development, Terjemahan A.K. Anwar. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010.
Purwanto, Ngalim, Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2004.
Ramdhani, Neila Sikap dan Beberapa Definisi untuk Memahaminya, 2012 (http://neila.staff.ugm.ac.id/
wordpress/wp-content/uploads/2008/03/definisi.pdf).
Reza, Syah, Optimalisasi Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia, 2010
(http://
www.mediaindonesia.com/citizen_read/731)
Ributpras, Prinsip Pokok DAP (Developmentally Appropriate Practice), 2011 (http://id.shvoong.com/
social-sciences/education/2181809-prinsip-pokok-dap-developmentally-appropriate/
#ixzz1SXRpR2aX)
Rohadi, Aristo. Media Pendidikan, Jakarta: Depdiknas, 2003.
Russefendi, Pengajaran matematika Modern dan Masa Kini, Bandung: Tarsito, 1992.
Sacikeas, Profil, 2010 (http://www.sacikeas.com/?lang=id&page=profile)
Sagala, Syaiful , Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2010.
Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2010.
SAL, Profil SAL, 2010 (http://sekolahalamlampung.weebly.com/profil-sal.html)
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009.
Santoso Soegeng , Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Yayasan Citra Pendidikan Indonesia, 2002.
SDIT Alam Nurul Islam, Publikasi Penelitian, 2010 (http://sekolahalamjogja.wordpress.com/penelitiantentang-sdit-alam)
Sekolah Alam Bandung, Profil Sekolah Alam Bandung, 2010, (http://ideguru.wordpress.com/2010/
05/05/sekolah-alam-bandung/)
Shadiq, Fadjar, Empat Objek Langsung Matematika menurut Gagne, 2010 (http://
fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/12/download_08gagne_median_1.pdf)
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Basic of Qualitative Reseach: Grounded Theory Procedures and
Techniques, Newbury Park: SAGE Publications, 1990.
Sudrajat, Akhmad, Media Pembelajaran, 2010 (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/
konsep-media-pembelajaran/)
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta, 2007.
Sujarwo, Reorientasi Pengembangan Pendidikan di Era global, 2010 (http://
pakguruonline.pendidikan.net)
Sukayati, Pelatihan Supervisi untuk Pengajaran di SD, Yogyakarta:PPPG, 2003.

146 |

Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No. 5 Desember 2012

Anda mungkin juga menyukai