Anda di halaman 1dari 13

Autumn In Kyoto

Prolog
Aku ingin mengatakannya. Namun, aku takut itu akan menyakitimu.
Membuatmu berharap lebih sedangkan aku hanya memiliki tangan kosong itu
sangat menyesakkan dadaku. Aku tak berharap kaumengerti, aku hanya berharap
kautetap tersenyum. Meskipun tanpaku.
***
Ayaka Takahashi mendorong pintu kamarnya dengan malas. Ia sungguh
merasa tubuhnya sangat lemas.
Ayaka, kamu kenapa? Bibi Nizumi keluar dari dapur dan mendapati
Ayaka yang berwajah pucat di depan pintu kamarnya. Pisau yang dipegangnya
langsung ditaruh di sembarang tempat, lalu menghampiri Ayaka yang masih saja
berdiri di depan pintu tanpa bergerak sedikit pun.
Ohay1, Bibi. Ayaka mencoba memberi hormat kepada Bibi Nizumi.
Namun, gagal. Kepalanya terasa sangat pening dan mendadak dunianya berputar.
**
Ayaka-chan? Sudah sadar? sebuah suara didengar Ayaka ketika matanya
baru terbuka.

Bibi Ia memandang ke arah Bibi Nizumi yang nampaknya benarbenar mengkhawatirkannya. Hirokatsu oniisan2? Kenapa kamu di sini? Ayaka
mendapati Hirokatsu Hashimoto duduk di samping Bibi Nizumi.
Tadi Bibi sangat panik. Pamanmu sudah pergi jadi Bibi menyuruh
Hirokatsu untuk membantu Bibi. Untung saja dia belum pergi. Bibi Nizumi
menjelaskan tanpa diminta. Bibi akan membuatkanmu teh hijau, sambungnya
lagi lalu beranjak menuju dapur yang terletak tidak jauh dari kamar Ayaka.
Hirokatsu menggeser duduknya ke futon3 berwarna putih tempat Ayaka
berbaring. Menarik napasnya sejenak lalu memandang gadis di depannya itu
dengan tatapan masih khawatir.
Kau kenapa, Hiro-san? Ayaka bingung dengan raut wajah pria di
depannya itu. Tidak seperti biasanya dia seperti itu. Melihat Hirokatsu yang
biasanya cerewet dan kini pendiam itu tampak sangat aneh. Sungguh.
Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, Ayaka. Kau kenapa? Ini sudah
ketiga kalinya aku mendapatimu pingsan seperti ini. Kau sakit?
Hirokatsu kembali mengingat saat pertama kali ia bertemu Ayaka. Ia
menjemputnya di stasiun Kyoto. Menunggu selama 2 jam karena keterlambatan
kereta sinkanshen4 kereta dinaiki oleh Ayaka- itu sangat tak menyenangkan. Dan
setelah dua jam membosankan, ia harus mendapati seseorang yang dijemputnya
itu pingsan di depannya.

Lalu pikiran Hirokatsu terbang ke acara makan malam yang dibuat oleh
Paman Izawa keesokan harinya untuk menyambut kedatangan Ayaka. Tepat saat
porsi gyshabu5 telah habis, tiba-tiba saja Ayaka mengeluh pusing dan sesaat
kemudian pingsan di sana.
Tidak, Hiro-san. Aku baik-baik saja. Ayaka mencoba menarik bibirnya
hingga membentuk lengkungan senyum. Kini wajahnya sudah tidak terlihat
seperti zombie.
Deg-deg-deg! Hirokatsu terpaku pada senyum di wajah Ayaka. Dia bisa
merasakan debar jantungnya itu sangat kencang, seakan ingin melompat keluar
dari dadanya. Sungguh, debar itu menyakitkan, namun sangat nyaman.
Hiro-san? Ayaka melambaikan tangannya di depan muka Hirokatsu.
Hirokatsu segera membuyarkan lamunannya itu. Kau tak apa?
Oh,

tidak.

Tidak

apa-apa.

Hirokatsu

mengibaskan

tangannya.

Memamerkan senyum canggungnya kepada Ayaka.


Teh hijau dengan ekstrak madu sudah datang. Bibi Nizumi membawa
segelas cangkir teh hijau lalu menyuruh Ayaka menghabiskannya. Madu bisa
mengembalikan energimu. Habiskan dan setelah itu kamu sarapan.
Ayaka, apa kamu mau jika kuajak keluar untuk makan siang nanti?
Ajakan Hirokatsu membuat Ayaka tersedak.
Ehm Ehm, sepertinya aku Oh iya, siang ini aku akan membantu Bibi
masak untuk makan siang. Jadi aku tidak bisa. Gomennasai6, Hiro-san. Dan

Ayaka melihat raut kecewa di wajah Hirokatsu. Ia tak mengerti. Namun, ia tidak
tega melihatnya. Ia tak ingin melihat Hirokatsu kecewa seperti itu. Entah kenapa.
Sejak kapan kaumembantu Bibi masak? Pergilah bersama Hirokatsu. Bibi
nanti siang akan membantu Pamanmu di rumah makannya. Entah harus merasa
lega atau apa, Ayaka bingung dengan perasaannya sendiri.
Dom arigatgozaimashita7, Bibi. Senyum Hirokatsu melebar.
**
Jalan setapak khusus untuk pejalan kaki yang dilalui Hirokatsu dan Ayaka
itu dikelilingin pohon momiji8 yang kini berdaun merah. Sepertinya musim gugur
sudah mencapai pekan ketiga. Atau lebih. Entahlah.
Ayaka menghirup udara dalam-dalam dan mengembuskannya dengan
cepat. Ia tak mengerti dengan perasaannya ini. Jantungnya kini berdetak lebih
cepat dari biasanya. Dan lidahnya kelu untuk berkata.
Di sampingnya, Hirokatsu masih mencari bahan pembicaraan yang pas
untuk dibahas. Ah, bagaimana bisa Hirokatsu kehabisan bahan omongan seperti
ini? Bukankah saat pertama kali bertemu dengan gadis di sebelahnya ini dia
mendapat julukan Pria Cerewet? Sungguh, ia ingin mengutuk dirinya sendiri.
Mereka sampai di sebuah restoran dengan furniture sangat Jepang. Namun
ternyata, di restoran itu menyajikan makanan khas Indonesia.

Hiro-san, bagaimana kau bisa tahu aku sedang ingin makan makanan
Indonesia? Mata Ayaka yang memang bulat semakin terlihat bulat dengan
keterkejutannya itu. Hirokatsu hanya tersenyum melihat Ayaka seperti itu. Ini
pertama kalinya Ayaka terlihat sangat bahagia. Karena sejak bertemu dengan
Ayaka, ia melihat segurat kesedihan di wajah cantiknya. Terlebih ketika melihat
manik matanya yang berwarna cokelat itu, di sana jelas tergambar rasa sedih.
Mereka segera menempatkan diri di tempat duduk dekat jendela agar bisa
memandang keluar restoran dengan bebas. Terlebih Hirokatsu ingin Ayaka tetap
tersenyum karena bisa melihat pohon-pohon momiji yang berdaun merah itu.
Ayaka memesan gado-gado dan dua gelas es teh manis. Kali ini Ayaka
yang lebih menguasai suasana. Terlebih saat makanan sudah tersaji. Ayaka dengan
senang hati menjelaskan isi dari makanannya kepada Hirokatsu.
Ehm, Hiro-san? Ayaka memanggil nama Hirokatsu dengan pandangan
tak lepas dari pohon momiji yang terdapat di luar restoran. Hirokatsu hanya
bergumam untuk menjawab panggilan itu. Matanya lekat memandang wajah
Ayaka yang menurutnya semakin membuatnya tidak keruan.
Kapan musim gugur akan berakhir?
Kurang dari tiga bulan lagi.
Berarti itu tidak lama lagi.
Kau bicara sesuatu, Aya-chan? Hirokatsu mengangkat alisnya.

Oh tidak, Hiro-san. Ayaka agak gelagapan dengan kondisi ini. Ia tak


menyangka begitu bodoh sehingga menyuarakan pikirannya itu. Oh iya, apa
yang dipikirkan Hiro-san tentang Musim Gugur? Ayaka memandang Hirokatsu
untuk pertama kalinya selama makan siang ini.
Musim gugur itu indah, Aya-chan. Terlebih di Kyoto. Bukankah kau
sendiri yang berkata bahwa daun-daun momiji yang kini sudah berubah warna itu
sangat indah? Begitulah, Ayaka. Dan satu lagi, Musim Gugur membawa kita
kepada kedinginan. Kedinginan musim dingin. Menurutmu sendiri?
Dan mata mereka beradu. Debar jantung itu membuat kedua pemiliknya
merutuk. Memang tak saling mendengar debar itu. Namun, cukup menyita waktu
untuk menguasai derap jantung mereka kembali.
Tiba-tiba dering ponsel Ayaka terdengar. Memusnahkan kebekukan yang
sempat membuat keduanya tak bisa bergerak meskipun hanya berkedip.
Moshimoshi9? Okaasan10? Ayaka bersuara ketika ponsel itu sudah
diangkatnya. Aku tak apa Apa? Tadi pagi?... Oh, itu. Aku hanya lemas karena
terlalu banyak tidur. Okaasan tenanglah Iya, aku baru saja selesai makan
siang Iya, Okaasan. Ayaka selesai berbicara. Hirokatsu yang semula
memandang Ayaka kini memalingkan wajahnya.
Namun, baru saja Ayaka memasukkan ponselnya ke dalam tas tangannya,
tiba-tiba ponsel itu berbunyi lagi. Kini nama Bibi Nizumi yang tertera di sana.

Moshimoshi? Ada apa, Bibi?... Oh, benarkah?... Baiklah, aku akan segera
pulang. Senyum Ayaka masih melekat diwajahnya.
Ada apa? tanya Hirokatsu tak sabar.
Rika oneesan11 baru tiba dari Korea. Aku harus segera pulang.
Penjelasan Ayaka membuat Hirokatsu terperanjat. Rika-chan? Masihkah ia
**
Hirokatsu melihat sosok Ayaka tak jauh dari rumah makan Paman Izawa.
Hirokatsu memang bekerja di sana semenjak lulus sekolah lima tahun lalu. Ayaka
segera tiba di depan pintu rumah makan ketika Bibi Nizumi menghentikan
langkahnya entah untuk apa. Dan pandangan Hirokatsu tetap terpaku pada sosok
Ayaka.
Konyol! Sungguh, Hirokatsu merasa bahwa akhir-akhir ini kehidupannya
sangat konyol. Bagaimana bisa ia merasa dunia ini berhenti berotasi dan dirinya
beku hanya karena dia melihat Ayaka? Ini sungguh sangat aneh.
Hiro-san! Seseorang menepuk pundaknya ketika ia hendak membuka
mulut untuk memanggil nama Ayaka dan Bibi Nizumi. Lalu kepala Hirokatsu
segera berputar menghadap seseorang yang tadi memanggilnya.
Rika-chan? Sedang apa kamu di sini? Hirokatsu terkejut saat melihat
gadis yang berdiri di sampingnya dan tengah memamerkan senyum manisnya itu.
Namun, Hirokatsu merasa senyuman itu tak lagi menggetarkan hatinya seperti dua
bulan lalu. Getaran itu kini muncul ketika ia mendengar Ayaka gembira, melihat

senyum bahagia Ayaka, dan menatap binar mata bulat Ayaka. Ada apa ini?
Mungkinkah ia Tidak mungkin! Ini terlalu cepat jika benar.
Ini rumah makan Otousan12. Apa kau lupa? Rika masih menunjukkan
senyumnya. Bahkan lebih manis dari sebelumnya. Namun, tetap saja senyuman
itu kini biasa saja di mata Hirokatsu.
**
Ayaka berjalan untuk pulang. Sebenarnya ia tadi akan mampir ke rumah
makan Paman Izawa. Namun, Bibi Nizumi mencegahnya dan malah menyuruh ia
pulang untuk beristirahat. Dan lagi, pembicaraan mengenai rencana Paman Izawa
yang menyuruh Ayaka melanjutkan kuliah di Kyoto masih berlanjut dan Bibi
Nizumi menyuruh Ayaka membicarakannya dengan Ayah dan Ibu Ayaka. Ini
konyol. Untuk apa melanjutkan sekolah jika nanti tidak akan berguna?
Keinginannya untuk mampir ke rumah makan Paman Izawa juga
terhambat karena tadi ia melihat Hirokatsu tengah berbincang dengan Rika. Dia
melihat mata Hirokatsu berbinar saat berbincang dengan Rika. Apakah Hirokatsu
masih menyukai Rika? Ayaka tahu Hirokatsu pernah menjalin hubungan dengan
sepupunya itu dari Bibi Nizumi, dan mereka putus karena Rika harus menjalani
praktik kerjanya di Korea. Kala itu Ayaka belum merasakan debaran ketika berada
di dekat Hirokatsu, jadi dia merasa biasa saja mendengar Rika dan Hirokatsu
pernah berpacaran. Namun sekarang

Tunggu! Apa tadi? Dulu belum merasakan debaran dan sekarang tidak!
Tidak mungkin dan jangan! Jangan sampai itu terjadi. Ayaka seperti berperang
pendapat dengan benaknya. Dia bahkan menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri
selama perjalanan menuju rumahnya.
**
29 hari kemudian
Aya-chan! Ayaka tahu benar siapa yang selalu mengganggu waktunya
menikmati daun momiji yang kini sudah berwarna cokelat itu.
Hiro-san, bisakah kau tidak mengagetkanku? Hirokatsu hanya
memamerkan deretan gigi putihnya.
Ayaka, aku ingin ke festival Jidai Matsuri13 besok. Aku sangat berharap
kau pergi bersamaku. Hirokatsu memandang Ayaka penuh harap. Aku sudah
meminta izin pada Bibi Nizumi dan Paman Izawa. Bahkan dengan Rika-chan
juga. Hirokatsu segera menjelaskan saat melihat wajah Ayaka ragu.
Baiklah, jawab Ayaka dengan senyum mengembang di wajahnya.
**
Seperti tahun-tahun sebelumnya, festival Jidai Matsuri berlangsung sangat
meriah. Banyak warga bahkan semua warga Kyoto dan wisatawan asing yang
melihat festival ini. Festival yang memang diadakan untuk mengenang Kyoto

yang pernah menjadi ibu kota Jepang selama lebih dari sepuluh abad itu
menampilkan pertunjukkan yang mengagumkan.
Hiro-san? Ayaka memandang Hirokatsu yang masih asyik menyaksikan
pertunjukan-pertunjukkan di depan.
Iya, Aya-chan?
Terima kasih telah mengajakku menonton festival ini. Sangat indah. Aku
baru pertama kali melihat festival ini.
Jika kaumau, aku akan mengajakmu lagi melihat Festival Momiji14
pohon kesukaanmu akhir November nanti. Tepat ketika daun momiji tak lagi
berwarna merah atau cokelat. Tapi mereka sudah berwarna kuning. Dan Musim
Gugur sudah mencapai waktunya tentu saja. Lalu akan tergantikan oleh musim
dingin. Hirokatsu menjelaskan dengan semangatnya.
Namun, entah kenapa, Ayaka Takahashi merasa takut. Daun momiji
gugur? Pikirnya dengan batin yang bergolak. Tuhan, apa itu artinya sudah benarbenar berakhir untukku? Ayaka merasa pusing memikirkan hal itu.
Aya-chan? Aku ingin

mengatakan

sesuatu padamu.

Hirokatsu

menggenggam jemari Ayaka. Tiba-tiba saja tubuh Ayaka yang tadi merasa dingin
terasa hangat karena perlakukan Hirokatsu tersebut. Lalu senyum Ayaka jelas di
wajahnya.

Aya-chan? Kau kenapa? Hidungmu mimisan, kau sakit? Ayo kita pul
Sebelum Hirokatsu menyelesaikan kalimatnya, Ayaka sudah tak sadarkan diri di
pelukannya.
**
Hirokatsu tak berniat memutuskan panggilan yang tidak pernah diangkat
itu. Bergumam sendiri dengan risau.
Ayaka-chan menderita leukemia. Dia berlibur ke sini memang untuk
menenangkan diri. Dia memutuskan kuliahnya di Indonesia karena sudah putus
asa. Dia tidak memilih tinggal di Tokyo bersama orang tuanya karena ia sudah
tak sanggup melihat kesedihan orang tuanya. Hidupnya diprediksi oleh dokter
hanya sampai musim gugur ini berakhir. Dia bahagia melihat daun momiji itu
berubah warna karena dia merasa berkaca dengan dirinya. Layu dan gugur pada
akhirnya. Penjelasan Bibi Nizumi sungguh membuat perut Hirokatsu mual. Ia
ingin segera bangun jika ini mimpi buruk. Dan jika ini hidup, ia ingin segera tidur
agar mendapat mimpi yang lebih indah.
Ayaka, akankah kaumeninggalkanku? Aku bahkan belum sempat berterus
terang kepadamu tentang detak jantungku yang kian mengencang ketika melihat
senyummu. Aya-chan, apa kautahu aku begitu mencintaimu bahkan ketika
kaumenolak setiap ajakanku untuk keluar? Hirokatsu meninggalkan pesannya di
kotak suara.
**

Epilog
Hiro-san, Aku membayangkan, aku adalah daun momiji yang menunggu
untuk berganti warna. Hingga angin kencang meniupku lalu menggugurkanku
dari rantingku. Dan saat itu, yang ingin kutuju hanya kau. Meminta maaf atas
segala yang pernah kulakukan padamu terus menolakmu jika kau ajak keluar,
mengucapkan hal yang seharusnya aku ucapkan sejak pertama kali mata kita
beradu bahwa aku mencintaimu, dan mengucapkan hal yang sangat kubenci
Selamat Tinggal. Aku berharap Hiro-san memberikan sinar mata itu kepada
dedaunan yang lebih kuat dariku saat selimut putih itu mulai menggigit kulit.
Sebuah daun momiji berwarna kuning terbang ke pangkuan Hirokatsu.
Akankah ini kau, Aya-chan?
Foot Note:
Ohay1: Selamat Pagi

Momiji8: Pohon Mepel

Oniisan2: Panggilan untuk pria yang


lebih tua

Moshimoshi9: Halo
Okaasan10: Ibu

Futon : Tempat tidur tradisional


Jepang

Oneesan11:
Panggilan
perempuan yang lebih tua

untuk

Sinkanshen4: Kereta tercepat di


Jepang

Otousan12: Ayah

Gyshabu5: Shabu-shabu dengan


daging sapi

Festival Jidai Matsuri13: Festival


tahunan setiap tanggal 22 Oktober

Gomennasai6: Maaf

Festival Momiji14: Festival tahunan


musim gugur setiap akhir November

Dom arigatgozaimashita7: Terima


kasih banyak

BIODATA PENULIS
Nama aslinya Nisa Maulan Shofa. Penulis amatir yang umurnya selalu
berkurang setiap tanggal 30 Oktober ini memiliki hobi 3M; Membaca, Menulis,
Mengarang. Sekarang dia masih menjadi siswi di kelas 11 IPA 4 di sebuah
sekolah

negeri

satu-satunya

di

Comal

Pemalang.

E-mail

lanisa.moffi@gmail.com FB http://facebook.com/lanisa.moffi17 -TWITTER


http://twitter.com/lanisa_moffi Alamat: Jl. Akasia Ds. Pamutih Rt/Rw 03/06
Kec. Ulujami Kab. Pemalang 52371 Jawa Tengah. NP: 089667227367

Anda mungkin juga menyukai