PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
melejit satu dekade terakhir, sehingga menjadi peluang untuk meningkatkan jenis dan
volume kemitraan kedua belah pihak. Banyak faktor yang menyebabkan CAFTA
diproyeksi berjalan secara akseleratif, diantaranya kebudayaan cenderung sama
(bangsa timur) sehingga kebutuhan (pasar) relatif tak berbeda dan letak geografis
yang memungkinkan proses mobilisasi suplai dan demand berlangsung efisien.
Dengan mempertimbangkan pentingnya perdagangan eksternal bagi ASEAN dan
kebutuhan Masyarakat ASEAN secara keseluruhan untuk tetap berpandangan
terbuka, MEA memiliki karakteristik utama sebagai berikut: (a) pasar tunggal dan
basis produksi; (b) kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; (c) kawasan
pengembangan ekonomi yang merata; dan (d) kawasan yang secara penuh terintegrasi
ke dalam perekonomian global. Melalui realisasi MEA, diharapkan ASEAN akan
menjadi pasar tunggal dan basis produksi. Pembentukan ASEAN sebagai suatu pasar
tunggal dan basis produksi akan membuat ASEAN lebih dinamis dan berdaya saing
dengan mekanisme dan langkah-langkah baru guna memperkuat pelaksanaan inisiatif
ekonomi yang ada, mempercepat integrasi kawasan di sektor-sektor prioritas,
memfasilitasi pergerakan para pelaku usaha, tenaga kerja terampil dan berbakat, dan
memperkuat mekanisme kelembagaan ASEAN.
Melalui MEA, pasar besar kawasan ASEAN yang dalam bidang kesehatan akan
menyebabkan terbukanya pasar baru bagi jasa pelayanan kesehatan dan tenaga
kesehatan terampil di kawasan ASEAN. Untuk itu, Indonesia harus bekerja keras
untuk meningkatkan daya saing dan profesionalisme tenaga kesehatan agar dapat
bersaing dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Tentunya, profesionalitas
a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan
medis di rumah sakit;
b. memelihara mutu profesi staf medis; dan
c. menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.
Rumah sakit harus menerapkan model komite medik yang menjamin tata kelola
klinis (clinical governance) untuk melindungi pasien. Dalam model tersebut
setiap staf medis dikendalikan dengan mengatur kewenangan klinisnya (clinical
privilege) untuk melakukan pelayanan medis, hanya staf medis yang memenuhi
syarat-syarat kompetensi dan perilaku tertentu sajalah yang boleh melakukan
pelayanan medis. Pengaturan kewenangan klinis tersebut dilakukan dengan
mekanisme pemberian izin untuk melakukan pelayanan medis (entering to the
profession), kewajiban memenuhi syarat-syarat kompetensi dan perilaku tertentu
untuk
mempertahankan
kewenangan
klinis
tersebut
(maintaining
merupakan dasar normatif bagi setiap staf medis agar tercipta budaya profesi yang
baik dan akuntabel.
2.3 Profesi Dokter
2.3.1
Pengertian Dokter
Menurut UU Nomor 29 Tahun 2004, dokter adalah dokter (biasa disebut
dengan dokter umum), dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan. Artinya, dokter umum dan dokter spesialis termasuk dalam objek hukum
yang diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2004.
Dokter umum adalah seseorang yang memiliki kekhususan dalam bidang
medis yang dapat menolong orang lain agar sembuh dari penyakit yang dialami.
Untuk menjadi dokter umum, seseorang harus menjalani pendidikan dokter umum
dasar di fakultas kedokteran.Adapun dokter spesialis adalah dokter yang
mengkhususkan diri dalam suatu bidang ilmu kedokteran tertentu. Untuk menjadi
dokter spesialis, seorang dokter harus menjalani pendidikan dokter spesialis yang
merupakan program lanjutan pendidikan dokter setelah menyelesaikan pendidikan
dokter umum dasar (Anonim, 2010).
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia dalam Lubis (2009), dokter umum
adalah seseorang yang sudah lulus pendidikan sarjana kedokteran dan pendidikan
lanjutan profesi dokter selama mengikuti pendidikan di fakultas kedokteran. Adapun
dokter spesialis adalah dokter yang memperoleh pendidikan spesialistik di bidang
yang menjadi pilihannya sesudah lulus sebagai dokter dari fakultas kedokteran.
Setelah menjadi dokter spesialis, ia memusatkan pengetahuannya pada satu bidang
hingga kemampuannya di bidang spesialisasi itu semakin dalam.
2.3.2
Jumlah Dokter
Jumlah dokter mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada Tahun 2005
jumlah dokter umum di Indonesia sebanyak 25.530 orang dengan rasio 11,43 per
100.000 penduduk, sedangkan jumlah dokter spesialis sebanyak 9.717 dengan rasio
4,33 per 100.000 penduduk. Tahun 2006 jumlah dokter umum meningkat menjadi
44.564 orang dengan rasio 19,93 per 100.000 penduduk dan jumlah dokter spesialis
menjadi 12.374 orang dengan rasio 5,53 per 100.000 penduduk. (Profil Kesehatan
Indonesia, 2007).Berdasarkan Data Konsil Kedokteran Indonesia hingga Bulan
Agustus Tahun 2008, jumlah dokter umum yang ada di Indonesia sebanyak 56.750,
sedangkan jumlah dokter spesialis 15.499. Menurut Indikator Indonesia Sehat 2010,
rasio yang ingin dicapai pada Tahun 2010 adalah 30 dokter umum per 100.000
penduduk dan 6 dokter spesialis per 100.000 penduduk.
Untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara, jumlah dokter umum pada Tahun
2008 sebanyak 2.595 orang dengan rasio 19,90 per 100.000 penduduk, sedangkan
dokter spesialis berjumlah 654 dengan rasio 5,01 per 100.000 penduduk. Jumlah ini
mengalami peningkatan dari Tahun 2007 yaitu sebanyak 1.727 dokter umum dengan
rasio 13,46 per 100.000 penduduk dan 685 dokter spesialis dengan rasio 5,34 per
100.000 penduduk (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2008).
Berdasarkan Data Sarana Kesehatan Kota Medan Tahun 2009, jumlah dokter
umum yang memiliki SIP sebanyak 870 dan dokter spesialis sebanyak 427 orang
dengan jumlah penduduk 2.102.105 jiwa, maka rasio dokter umum per 100.000
penduduk adalah 41,38 dan dokter spesialis 20,31 per 100.000 penduduk. Artinya,
rasio dokter umum dan dokter spesialis per 100.000 penduduk di Kota Medan pada
tahun 2009 sudah melewati target yang ingin dicapai dalam Indikator Indonesia Sehat
2010.
Secara kuantitatif, rasio dokter umum dan dokter spesialis per 100.000
penduduk di Indonesia hampir mendekati target yang ditentukan, akan tetapi
penyebaran atau distribusinya tidak merata. Sarjunani (2010) menyatakan terjadi
kesenjangan penyebaran dokter umum baik dari segi jumlah maupun rasio per
100.000 penduduk di wilayah perkotaan dengan pedesaan, sedangkan penyebaran
dokter umum berdasarkan jumlah penduduk antara Pulau Jawa dan Bali dengan di
luar Pulau Jawa dan Bali relatif seimbang. Hal ini berbeda dengan penyebaran dokter
spesialis, yang sebagian besar di antaranya (lebih dari 10.000) berada di Pulau Jawa.
Situasi yang sama juga terjadi di wilayah Sumatera Utara. Dari 3.456
dokter yang ada di Sumatera Utara, 2.833 dokter berada di Kota Medan.
Adapun jumlah dokter umum di Sumatera Utara adalah 2.592 dan dokter
spesialis 854 orang dari 3.456 dokter, di mana sebagian besar berdomisili di
Kota Medan (Sitompul, 2010).
Kedokteran Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter
Gigi
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran yang mengatur tentang izin praktik dokter adalah :
Pasal 29
(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia
wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.
(2) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter
gigi harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis;
b. mempunyai surat
pernyataan
dokter gigi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki sertifikat kompetensi; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi berlaku selama
5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d.
(5) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi dalam melakukan
registrasi ulang harus mendengar pertimbangan ketua divisi registrasi dan ketua
divisi pembinaan.
(6) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi berkewajiban untuk
memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.
Pasal 30
(1) Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik
kedokteran di Indonesia harus dilakukan evaluasi.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kesahan ijazah;
b. kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan surat
keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter
gigi;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(3) Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa
Indonesia.
(4) Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter atau surat tanda
registrasi dokter gigi oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 31
(1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan kepada dokter dan dokter gigi
warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan,
penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang
bersifat sementara di Indonesia.
(2) Surat tanda registrasi sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
(3) Surat tanda registrasi sementara diberikan apabila telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).
Pasal 32
(1) Surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan
dokter spesialis atau dokter gigi spesialis warga negara asing yang mengikuti
pendidikan dan pelatihan di Indonesia.
(2) Dokter atau dokter gigi warga negara asing yang akan memberikan pendidikan
dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi untuk waktu
tertentu, tidak memerlukan surat tanda registrasi bersyarat.
(3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus mendapat persetujuan dari Konsil Kedokteran Indonesia.
(4) Surat tanda registrasi dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) diberikan melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik.
Pasal 37
(1)
Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 38
(1)
Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36,
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;
b.
c.
(2)
a.
surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih
berlaku; dan
b.
tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik.
c.
Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan
Menteri.
Sanksi dalam izin praktik dokter:
Pada Pasal 75 dinyatakan bahwa:
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan
adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana denganpidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
b.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan
izin.
Oktober
Tahun
2004.Undang-undang
ini
menyebutkan
bahwa
wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi yang
dikeluarkan oleh KKI. Untuk memperoleh surat tanda registrasi tersebut, dokter dan
dokter gigi harus memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam undang-undang.
3.
wajib memiliki SIP.Untuk memperoleh SIP, dokter dan dokter gigi harus mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik
kedokteran dilaksanakan. SIP dokter dan dokter gigi hanya diberikan untuk paling
banyak 3 (tiga) tempat dan satu SIP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
Dalam Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran, disebutkan bahwa tempat praktik yang dimaksud
adalah sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta maupun praktik per
orangan.
Untuk mendapatkan SIP, seorang dokter dan dokter gigi harus memiliki surat tanda
registrasi yang masih berlaku dan dikeluarkan oleh KKI. Kemudian mempunyai
tempat praktik dan memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
4.
Rekam Medis
Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis yang harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima
pelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan
tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Dokumen rekam medis merupakan milik dokter, dokter gigi atau sarana
pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.Rekam
medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
5.
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi dan SIP, dokter dan dokter gigi yang
dengan sengaja tidak membuat rekam medis sesuai dengan ketentuan undang-undang,
akan dikenakan pidana penjara atau denda dalam bentuk uang.
Namun, sanksi untuk pelanggaran terhadap Pasal 37 ayat 2 yaitu SIP hanya
diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat, tidak disebutkan dalam UU Nomor 29
Tahun 2004 tersebut. Sebagai salah satu produk dan sumber hukum, seharusnya
undang-undang tersebut juga menyertakan sanksi terhadap pelanggaran pasal 37 ayat
2 ini.Utrech dalam Sinaga (2008) menyatakan hukum berisikan larangan dan sanksi
yang harus dipatuhi agar tercipta ketertiban di tengah masyarakat.
7.
Praktik Kedokteran
UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa
praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter (dokter dan
dokter spesialis) serta dokter gigi (dokter gigi dan dokter gigi spesialis) terhadap
pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.Pasal 39 menyebutkan praktik
kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter
gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pasal 2 Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran menyatakan bahwa setiap dokter dan dokter gigi
yang akan melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP, kemudian
dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tempat praktik yang dimaksud adalah sarana
pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta maupun praktik per orangan.
8.
Malaysia
Akta 50 Akta Perubatan 1971 Bahagian III Pendaftaran Pengamal Perubatan:
Sesuatu perakuan pengamalan tahunan dan sesuatu permohonan untuk perakuan itu
hendaklah menyatakan alamat tempat utama amalan dan semua tempat amalan yang
lain bagi pemohon, dan apa-apa jua pertukaran tentang alamat itu hendaklah
diberitahukan oleh pengamal kepada Pendaftar dan suatu catatan mengenai
pertukaran itu dalam perakuan pengamalan tahunan diperoleh daripada Pendaftar
dalam masa tiga puluh hari selepas pertukaran itu
2.5.2
Jerman
Berdasarkan Bundesrtzeordnung (BAO) sebagai hukum nasional untuk
Singapura
Landasan dari sistem kesehatan Singapura terdiri dari tiga poin besar yaitu (1)
negara memiliki tujuan untuk menciptakan populasi yang sehat dengan lebih
menekankan kepada pelayanan kesehatan preventif serta upaya untuk melakukan
gaya hidup sehat, (2) Singapura lebih menekankan kepada tanggung jawab pribadi
atau masing-masing penduduknya mengenai kesehatan mereka atau dalam kalimat
lebih sederhana adalah kesehatan merupakan tanggung jawab masing-masing
individu, dan (3) Pemerintah diharuskan untuk mempertahankan biaya pelayanan
berdasarkan sektor publik dan sektor privat. Geografi negara yang kecil juga
membuat pemerataan dokter di Singapura sudah tergolong baik.
Berobat
di
Singapura
sangat
memuaskan
karena
pasien
dapat
BAB III
PEMBAHASAN
Pada praktik kedokteran dengan 1 SIP, seorang dokter akan lebih terfokus
pada satu tempat pekerjaan, waktu bertatap muka dengan pasien pun lebih lama.
Pelayanan kesehatan oleh dokter ke pasien pun lebih paripurna, sehingga hubungan
pasien dengan dokter lebih erat. Pada praktik kedokteran dengan 3 SIP, seorang
dokter akan susah untuk membagi waktu dalam melakukan pekerjaannya dikarenakan
tempat praktik yang lebih dari satu. Pada saat proses pelayanan kesehatan akan
terkesan terburu-buru dan kurang maksimal dalam melakukan pelayanan kesehatan.
Sehingga dalam hal ini, jika dilihat dari segi etika kedokteran, dokter yang memiliki 3
SIP lebih berpotensi melakukan pelanggaran secara etik, sebagai contoh seorang
dokter bedah yang memiliki pasien banyak dalam satu waktu praktek, karena
keterbatasan waktu, alokasi waktu yang harusnya diberikan untuk melakukan suatu
tindakan medis misalnya melakukan pembersihan luka (debridement) selama 20
menit.
3.2.
mana penduduk Malaysia pada saat itu sekitar 30 juta orang artinya pemerintah
Malaysia mengalokasikan anggaran sekitar 2,7 juta per orang.
Selain jumlah anggaran Indonesia yang minim, salah satu komponen biaya
terbesar penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah obat dan alat kesehatan di
mana di Indonesia 90% alat kesehatan masih impor dari luar negri dan saat masuk ke
Indonesia terkena pajak sebesar 30%, lalu saat alat dijual ke RS dikenai pajak
penjualan sebesar 10%. Sementara itu di Negara Malaysia untuk menekan
pembiayaan kesehatan, obat dan alat kesehatan tidak dikenai pajak. Karenanya rumah
sakit dapat menyediakan beragam alat kesehatan untuk keperluan diagnostic atau
terapi dengan biaya yang relative jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia.
Dari segi pendapatan, untuk dokter di Indonesia mengenal system fee for
service artinya dokter di bayar untuk konsultasi medis yang diberikan. Di Malaysia
dokter dibayar dengan gaji tetap, di mana gaji beserta tunjangan untuk seorang dokter
yang pertama bekerja sebagai dokter magang sekitar 4100 RM atau sekitar 15 juta per
bulan, sementara gaji dokter umum yang baru lulus di Indonesia sebesar 2,5 juta per
bulan dan dokter spesialis sebesar 5 juta per bulan. Akibatnya dokter dituntut untuk
membuka praktek di luar RS untuk bisa hidup dengan sejahtera. Semakin banyak
pasien, semakin sejahtera sang dokter, hal tersebut tentunya dibayar dengan
menurunnya kualitas pelayanan kesehatan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari segi hukum, pelayanan kesehatan di Indonesia tidak bisa dibandingkan
dengan Negara lain karena masing-masing Negara memiliki sistem hukum
dan undang-undang kesehatan dengan standar yang berbeda.
2. Dari segi etika, monoloyalitas dalam praktek kedokteran dinilai lebih baik
oleh karena pelayanan yang diberikan dengan system monoloyalitas lebih
maksimal dan paripurna.
3. Dari segi ekonomi, system monoloyalitas menjamin kesejahteraan dokter ke
arah yang baik.
SARAN
1. Sebaiknya digunakan system monoloyalitas di Indonesia untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan
2. System monoloyalitas hendaknya disertai dengan peningkatan kesejahteraan
bagi dokter
3. Penerapan system ini hendaknya dilakukan secara bertahap dengan
mempertimbangkan pemerataan jumlah dokter sesuai kebutuhan daerah.