Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan hal yang sangat penting


dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan perekonomian
yang lebih baik dan ini akan menjadi indikator keberhasilan pembangunan ekonomi
suatu negara. Percepatan tersebut, mulai dari melakukan pembenahan internal kondisi
perekonomian disuatu negara bahkan sampai melakukan kerjasama internasional
dalam segala bidang untuk dapat memberikan kontribusi positif demi percepatan
pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor sumber
daya manusia, faktor sumber daya alam, faktor ilmu pengetahuan dan teknologi,
faktor budaya dan faktor daya modal. Lalu, jika melihat bagaimana Indonesia
mengelola kelima faktor tersebut, beberapa faktor masih belum dapat dimaksimalkan
untuk itu Indonesia dan sembilan negara lainnya membentuk ASEAN Community
2015 atau Komunitas ASEAN 2015 dengan tujuan yang baik.
Era globalisasi mengharuskan tenaga kesehatan berbenah diri. Peluang dan
tantangan yang menghadang harus diterobos (breakthrough) dengan peningkatan
mutu dan profesionalisme tenaga kesehatan Indonesia yang hanya dapat dicapai bila
tenaga kesehatan Indonesia dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan Standar
Profesinya.

Standar Profesi sebagai acuan oleh tenaga kesehatan merupakan persyaratan


yang mutlak harus dimiliki. Mengukur kemampuan tenaga kesehatan dapat diketahui
dari standar profesi yang harus dipatuhi terlebih lagi apabila dalam penyusunan
standar profesi tersebut disusun setelah mengadakan bedah buku dengan profesi yang
sama dari negara lain yang berstandar internasional. Profesi Kesehatan di Indonesia
diharuskan memiliki standar profesi sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah no 32 tahun 1996 pasal21 dan 22 menyatakan bahwa setiap tenaga
kesehatan dalam melaksanakan profesinya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi ditetapkan oleh Menteri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masyarakat Ekonomi ASEAN


Pada tahun 2003, para pemimpin ASEAN sepakat bahwa masyarakat ASEAN
harus terbentuk pada tahun 2020. Pada tahun 2007, para pemimpin menegaskan
komitmen kuat mereka untuk mewujudkan Masyarakat ASEAN dan mempercepat
target waktunya menjadi tahun 2015. Masyarakat ASEAN terdiri dari tiga pilar yang
terkait satu dengan yang lain: Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Masyarakat
Ekonomi ASEAN dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN. Dengan demikian, para
pemimpin sepakat untuk mentransformasi ASEAN menjadi suatu kawasan yang
ditandai oleh pergerakan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan arus
modal yang lebih bebas.
Pembentukan ASEAN Community tersebut bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan seluruh anggota ASEAN sehingga mampu menghadapi persaingan
pada lingkup regional dan global. Hal ini merupakan suatu kemajuan yang sangat
signifikan sebagai respons terhadap care of human security yang mencakup
keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan kesehatan, keamanan lingkungan,
keamanan individu, keamanan komunitas, dan keamanan politik. Salah satu
keputusan menuju ASEAN Community adalah ditandatanganinya CAFTA (China
ASEAN Free Trade Area) pada tahun 2009 dan mulai diimplemetasikan pada Jaunuari
2010. Hal ini dilator belakangi oleh kebangkitan dan pergerakan ekonomi China yang

melejit satu dekade terakhir, sehingga menjadi peluang untuk meningkatkan jenis dan
volume kemitraan kedua belah pihak. Banyak faktor yang menyebabkan CAFTA
diproyeksi berjalan secara akseleratif, diantaranya kebudayaan cenderung sama
(bangsa timur) sehingga kebutuhan (pasar) relatif tak berbeda dan letak geografis
yang memungkinkan proses mobilisasi suplai dan demand berlangsung efisien.
Dengan mempertimbangkan pentingnya perdagangan eksternal bagi ASEAN dan
kebutuhan Masyarakat ASEAN secara keseluruhan untuk tetap berpandangan
terbuka, MEA memiliki karakteristik utama sebagai berikut: (a) pasar tunggal dan
basis produksi; (b) kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; (c) kawasan
pengembangan ekonomi yang merata; dan (d) kawasan yang secara penuh terintegrasi
ke dalam perekonomian global. Melalui realisasi MEA, diharapkan ASEAN akan
menjadi pasar tunggal dan basis produksi. Pembentukan ASEAN sebagai suatu pasar
tunggal dan basis produksi akan membuat ASEAN lebih dinamis dan berdaya saing
dengan mekanisme dan langkah-langkah baru guna memperkuat pelaksanaan inisiatif
ekonomi yang ada, mempercepat integrasi kawasan di sektor-sektor prioritas,
memfasilitasi pergerakan para pelaku usaha, tenaga kerja terampil dan berbakat, dan
memperkuat mekanisme kelembagaan ASEAN.
Melalui MEA, pasar besar kawasan ASEAN yang dalam bidang kesehatan akan
menyebabkan terbukanya pasar baru bagi jasa pelayanan kesehatan dan tenaga
kesehatan terampil di kawasan ASEAN. Untuk itu, Indonesia harus bekerja keras
untuk meningkatkan daya saing dan profesionalisme tenaga kesehatan agar dapat
bersaing dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Tentunya, profesionalitas

tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan tersebut ditunjukkan dengan


tingkat kompetensi dan ketaatan prosedur.
Dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015 mendatang menjadi
tantangan bagi Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia. Maka dengan
disahkannya UU Tenaga Kesehatan no 36 tahun 2014 diharapkan menjadi aturan
yang berdampak pada peningkatan sumber daya manusia khususnya tenaga
kesehatan. Selain itu UU Tenaga Kesehatan dimaksudkan sebagai payung hukum
bagi tenaga kesehatan agar dapat menjalankan profesinya dengan mengedepankan
pelayanan masyarakat secara optimal.

2.2 Komite Medik


Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis
(clinical governance) agar staf medis dirumah sakit terjaga profesionalismenya
melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan
etika dan disiplin profesi medis. Komite medik dibentuk dengan tujuan untuk
menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar mutu
pelayanan medis dan keselamatan pasien lebih terjamin dan terlindungi. Komite
medik merupakan organisasi non struktural yang dibentuk di rumah sakit oleh
kepala/direktur.
Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf medis yang
bekerja di rumah sakit dengan cara:

a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan
medis di rumah sakit;
b. memelihara mutu profesi staf medis; dan
c. menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.

Rumah sakit harus menerapkan model komite medik yang menjamin tata kelola
klinis (clinical governance) untuk melindungi pasien. Dalam model tersebut
setiap staf medis dikendalikan dengan mengatur kewenangan klinisnya (clinical
privilege) untuk melakukan pelayanan medis, hanya staf medis yang memenuhi
syarat-syarat kompetensi dan perilaku tertentu sajalah yang boleh melakukan
pelayanan medis. Pengaturan kewenangan klinis tersebut dilakukan dengan
mekanisme pemberian izin untuk melakukan pelayanan medis (entering to the
profession), kewajiban memenuhi syarat-syarat kompetensi dan perilaku tertentu
untuk

mempertahankan

kewenangan

klinis

tersebut

(maintaining

professionalism), dan pencabutan izin (expelling from the profession). Untuk


melindungi keselamatan pasien, komite medik di rumah sakit harus memiliki
ketiga mekanisme diatas. Fungsi lain di luar ketiga fungsi di atas dilaksanakan
oleh kepala/direktur rumah sakit.
Untuk menjamin agar komite medik berfungsi dengan baik, organisasi dan tata
laksana komite medik dituangkan dalam peraturan internal staf medis (medical
staff bylaws) yang disusun dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan
ini. Pada prinsipnya peraturan internal staf medis (medical staff bylaws)

merupakan dasar normatif bagi setiap staf medis agar tercipta budaya profesi yang
baik dan akuntabel.
2.3 Profesi Dokter
2.3.1

Pengertian Dokter
Menurut UU Nomor 29 Tahun 2004, dokter adalah dokter (biasa disebut

dengan dokter umum), dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan. Artinya, dokter umum dan dokter spesialis termasuk dalam objek hukum
yang diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2004.
Dokter umum adalah seseorang yang memiliki kekhususan dalam bidang
medis yang dapat menolong orang lain agar sembuh dari penyakit yang dialami.
Untuk menjadi dokter umum, seseorang harus menjalani pendidikan dokter umum
dasar di fakultas kedokteran.Adapun dokter spesialis adalah dokter yang
mengkhususkan diri dalam suatu bidang ilmu kedokteran tertentu. Untuk menjadi
dokter spesialis, seorang dokter harus menjalani pendidikan dokter spesialis yang
merupakan program lanjutan pendidikan dokter setelah menyelesaikan pendidikan
dokter umum dasar (Anonim, 2010).
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia dalam Lubis (2009), dokter umum
adalah seseorang yang sudah lulus pendidikan sarjana kedokteran dan pendidikan
lanjutan profesi dokter selama mengikuti pendidikan di fakultas kedokteran. Adapun
dokter spesialis adalah dokter yang memperoleh pendidikan spesialistik di bidang

yang menjadi pilihannya sesudah lulus sebagai dokter dari fakultas kedokteran.
Setelah menjadi dokter spesialis, ia memusatkan pengetahuannya pada satu bidang
hingga kemampuannya di bidang spesialisasi itu semakin dalam.

2.3.2

Jumlah Dokter
Jumlah dokter mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada Tahun 2005
jumlah dokter umum di Indonesia sebanyak 25.530 orang dengan rasio 11,43 per
100.000 penduduk, sedangkan jumlah dokter spesialis sebanyak 9.717 dengan rasio
4,33 per 100.000 penduduk. Tahun 2006 jumlah dokter umum meningkat menjadi
44.564 orang dengan rasio 19,93 per 100.000 penduduk dan jumlah dokter spesialis
menjadi 12.374 orang dengan rasio 5,53 per 100.000 penduduk. (Profil Kesehatan
Indonesia, 2007).Berdasarkan Data Konsil Kedokteran Indonesia hingga Bulan
Agustus Tahun 2008, jumlah dokter umum yang ada di Indonesia sebanyak 56.750,
sedangkan jumlah dokter spesialis 15.499. Menurut Indikator Indonesia Sehat 2010,
rasio yang ingin dicapai pada Tahun 2010 adalah 30 dokter umum per 100.000
penduduk dan 6 dokter spesialis per 100.000 penduduk.
Untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara, jumlah dokter umum pada Tahun
2008 sebanyak 2.595 orang dengan rasio 19,90 per 100.000 penduduk, sedangkan
dokter spesialis berjumlah 654 dengan rasio 5,01 per 100.000 penduduk. Jumlah ini
mengalami peningkatan dari Tahun 2007 yaitu sebanyak 1.727 dokter umum dengan
rasio 13,46 per 100.000 penduduk dan 685 dokter spesialis dengan rasio 5,34 per
100.000 penduduk (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2008).

Berdasarkan Data Sarana Kesehatan Kota Medan Tahun 2009, jumlah dokter
umum yang memiliki SIP sebanyak 870 dan dokter spesialis sebanyak 427 orang
dengan jumlah penduduk 2.102.105 jiwa, maka rasio dokter umum per 100.000
penduduk adalah 41,38 dan dokter spesialis 20,31 per 100.000 penduduk. Artinya,
rasio dokter umum dan dokter spesialis per 100.000 penduduk di Kota Medan pada
tahun 2009 sudah melewati target yang ingin dicapai dalam Indikator Indonesia Sehat
2010.
Secara kuantitatif, rasio dokter umum dan dokter spesialis per 100.000
penduduk di Indonesia hampir mendekati target yang ditentukan, akan tetapi
penyebaran atau distribusinya tidak merata. Sarjunani (2010) menyatakan terjadi
kesenjangan penyebaran dokter umum baik dari segi jumlah maupun rasio per
100.000 penduduk di wilayah perkotaan dengan pedesaan, sedangkan penyebaran
dokter umum berdasarkan jumlah penduduk antara Pulau Jawa dan Bali dengan di
luar Pulau Jawa dan Bali relatif seimbang. Hal ini berbeda dengan penyebaran dokter
spesialis, yang sebagian besar di antaranya (lebih dari 10.000) berada di Pulau Jawa.

Situasi yang sama juga terjadi di wilayah Sumatera Utara. Dari 3.456
dokter yang ada di Sumatera Utara, 2.833 dokter berada di Kota Medan.
Adapun jumlah dokter umum di Sumatera Utara adalah 2.592 dan dokter
spesialis 854 orang dari 3.456 dokter, di mana sebagian besar berdomisili di
Kota Medan (Sitompul, 2010).

2.4 Ijin Praktik Dokter di Indonesia


Pengaturan Pemberian Ijin Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi
tertuang dalam UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. di dalamnya
memberikan amanat untuk membuat sebuah badan yang akan disebut KKI (Konsil
Kedokteran Indonesia). Disini Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :
a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan
c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang

dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.


Undang-Undang No 29/2004 baru akan berlaku setelah satu tahun sejak
diundangkan, bahkan penyesuaian STR dan SIP diberi waktu hingga dua tahun sejak
Konsil Kedokteran terbentuk.
Diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1419/MENKES/PER/X/2005 tentang penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter gigi.
Di dalamnya juga termuat formulir untuk mendapatkan STR ataupu SIP.Juga
Kemudian KKI membuat peraturan yang tertuang dalam Peraturan Konsil

Kedokteran Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter
Gigi
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran yang mengatur tentang izin praktik dokter adalah :
Pasal 29
(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia
wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.
(2) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter
gigi harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis;
b. mempunyai surat

pernyataan

telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau

dokter gigi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki sertifikat kompetensi; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi berlaku selama
5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d.
(5) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi dalam melakukan
registrasi ulang harus mendengar pertimbangan ketua divisi registrasi dan ketua

divisi pembinaan.
(6) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi berkewajiban untuk
memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.
Pasal 30
(1) Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik
kedokteran di Indonesia harus dilakukan evaluasi.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kesahan ijazah;
b. kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan surat
keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter
gigi;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(3) Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa
Indonesia.
(4) Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter atau surat tanda
registrasi dokter gigi oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 31

(1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan kepada dokter dan dokter gigi
warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan,
penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang
bersifat sementara di Indonesia.
(2) Surat tanda registrasi sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
(3) Surat tanda registrasi sementara diberikan apabila telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).
Pasal 32
(1) Surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan
dokter spesialis atau dokter gigi spesialis warga negara asing yang mengikuti
pendidikan dan pelatihan di Indonesia.
(2) Dokter atau dokter gigi warga negara asing yang akan memberikan pendidikan
dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi untuk waktu
tertentu, tidak memerlukan surat tanda registrasi bersyarat.
(3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus mendapat persetujuan dari Konsil Kedokteran Indonesia.
(4) Surat tanda registrasi dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) diberikan melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik.

Pasal 37
(1)

Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh

pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau


kedokteran gigi dilaksanakan.
(2)

Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.


(3)

Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.

Pasal 38
(1)

Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36,

dokter atau dokter gigi harus :


a.

memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi

yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;
b.

mempunyai tempat praktik; dan

c.

memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.

(2)

Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :

a.

surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih

berlaku; dan
b.

tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik.

c.

Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan

Menteri.
Sanksi dalam izin praktik dokter:
Pada Pasal 75 dinyatakan bahwa:

(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik

kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja

melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja

melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

Pasal 76 dinyatakan bahwa:


Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 77 dinyatakan bahwa:

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan
adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana denganpidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 78 dinyatakan bahwa:


Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolaholah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat
tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).

Pasal 79 dinyatakan bahwa:


Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang
:
a.

dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 41 ayat (1);

dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam

b.

Pasal 46 ayat (1); atau


c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51

huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Pasal 80 dinyatakan bahwa:


(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan
izin.

UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan pemerintah


Tanggal

Oktober

Tahun

2004.Undang-undang

ini

menyebutkan

bahwa

penyelenggaraan praktik kedokteran merupakan inti dari berbagai kegiatan


penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi
yang memiliki etika dan moral yang tinggi, keahlian dan wewenang yang secara terus
menerus harus ditingkatkan mutunya, sehingga dibutuhkan pengaturan praktik
kedokteran.

UU Nomor 29 Tahun 2004 mengatur berbagai hal, di antaranya :


1.

Pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)


Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) terdiri dari Konsil Kedokteran dan Konsil

Kedokteran Gigi yang bertanggung jawab kepada Presiden.KKI mempunyai fungsi


pengaturan, pengesahan, penetapan serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang
menjalankan praktik kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.
2.

Registrasi Dokter dan Dokter Gigi


Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia

wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi yang
dikeluarkan oleh KKI. Untuk memperoleh surat tanda registrasi tersebut, dokter dan
dokter gigi harus memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam undang-undang.
3.

Surat Izin Praktik (SIP)


Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia

wajib memiliki SIP.Untuk memperoleh SIP, dokter dan dokter gigi harus mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik
kedokteran dilaksanakan. SIP dokter dan dokter gigi hanya diberikan untuk paling
banyak 3 (tiga) tempat dan satu SIP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
Dalam Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran, disebutkan bahwa tempat praktik yang dimaksud
adalah sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta maupun praktik per
orangan.
Untuk mendapatkan SIP, seorang dokter dan dokter gigi harus memiliki surat tanda

registrasi yang masih berlaku dan dikeluarkan oleh KKI. Kemudian mempunyai
tempat praktik dan memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
4.

Rekam Medis
Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib

membuat rekam medis yang harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima
pelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan
tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Dokumen rekam medis merupakan milik dokter, dokter gigi atau sarana
pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.Rekam
medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
5.

Pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia


Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan

praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia


(MKDKI) yang merupakan lembaga otonom dari KKI.MKDKI dalam menjalankan
tugasnya bersifat independen dan bertanggung jawab kepada KKI.
6.

Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang-Undang


UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyertakan sanksi

bagi pelanggaran terhadap ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang


tersebut.Sanksi itu berupa pidana penjara atau denda dalam bentuk uang yang
nominalnya berbeda-beda sesuai pasal yang dilanggar. Ada beberapa sanksi yang
diatur, di antaranya dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik

kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi dan SIP, dokter dan dokter gigi yang
dengan sengaja tidak membuat rekam medis sesuai dengan ketentuan undang-undang,
akan dikenakan pidana penjara atau denda dalam bentuk uang.
Namun, sanksi untuk pelanggaran terhadap Pasal 37 ayat 2 yaitu SIP hanya
diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat, tidak disebutkan dalam UU Nomor 29
Tahun 2004 tersebut. Sebagai salah satu produk dan sumber hukum, seharusnya
undang-undang tersebut juga menyertakan sanksi terhadap pelanggaran pasal 37 ayat
2 ini.Utrech dalam Sinaga (2008) menyatakan hukum berisikan larangan dan sanksi
yang harus dipatuhi agar tercipta ketertiban di tengah masyarakat.
7.

Praktik Kedokteran
UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa

praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter (dokter dan
dokter spesialis) serta dokter gigi (dokter gigi dan dokter gigi spesialis) terhadap
pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.Pasal 39 menyebutkan praktik
kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter
gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pasal 2 Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran menyatakan bahwa setiap dokter dan dokter gigi
yang akan melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP, kemudian
dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tempat praktik yang dimaksud adalah sarana
pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta maupun praktik per orangan.

8.

Kewenangan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


Pasal 37 ayat 1 UU Nomor 29 Tahun 2004 menyatakan bahwa SIP dokter dan

dokter gigi dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota


tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.
Kewenangan dinas kesehatan kabupaten/kota tersebut dipertegas lagi dalam
Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/2007. Dalam Permenkes itu disebutkan bahwa
dinas kesehatan kabupaten/kota memiliki dua kewenangan dalam pelaksanaan praktik
kedokteran, yaitu :
Pencatatan dan Pelaporan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melakukan pencatatan
terhadap semua SIP dokter dan dokter gigi yang telah dikeluarkannya.Catatan
tersebut disampaikan secara berkala minimal 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri
Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia dan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi serta organisasi profesi setempat.
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 21 ayat 1 Permenkes Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007
menyatakan Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah
dan organisasi profesi melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan praktik
kedokteran sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing. Dalam ayat 2
pasal ini, disebutkan pembinaan dan pengawasan diarahkan pada pemerataan dan
peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi.
Pasal 22 Permenkes tersebut menyatakan dalam rangka pembinaan dan pengawasan,

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif


terhadap pelanggaran peraturan praktik kedokteran.Sanksi administratif tersebut
dapat berupa peringatan lisan, tertulis sampai dengan pencabutan SIP.Dalam
memberikan sanksi administrasif tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan organisasi profesi.
Kepatuhan dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
didasarkan pada UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.Dalam Pasal
36 Undang-Undang ini disebutkan bahwa seorang dokter dan dokter gigi yang
melakukan pratik kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP. Selanjutnya Pasal 37
ayat 2 menyatakan bahwa SIP diberikan hanya untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
dan ayat 3 menambahkan satu SIP hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.

2.5 Ijin Praktik Dokter di Negara-Negara Lain


2.5.1

Malaysia
Akta 50 Akta Perubatan 1971 Bahagian III Pendaftaran Pengamal Perubatan:

Sesuatu perakuan pengamalan tahunan dan sesuatu permohonan untuk perakuan itu
hendaklah menyatakan alamat tempat utama amalan dan semua tempat amalan yang
lain bagi pemohon, dan apa-apa jua pertukaran tentang alamat itu hendaklah
diberitahukan oleh pengamal kepada Pendaftar dan suatu catatan mengenai
pertukaran itu dalam perakuan pengamalan tahunan diperoleh daripada Pendaftar
dalam masa tiga puluh hari selepas pertukaran itu
2.5.2

Jerman
Berdasarkan Bundesrtzeordnung (BAO) sebagai hukum nasional untuk

dokter dan Approbationsordnung, peraturan nasional yang dibuat oleh kementrian


kesehatan. Dokter di Jerman hanya mempunyai 1 ijin praktik yang dikeluarkan oleh
kementrian kesehatan untuk bekerja di rumah sakit.
2.5.3

Singapura
Landasan dari sistem kesehatan Singapura terdiri dari tiga poin besar yaitu (1)

negara memiliki tujuan untuk menciptakan populasi yang sehat dengan lebih
menekankan kepada pelayanan kesehatan preventif serta upaya untuk melakukan
gaya hidup sehat, (2) Singapura lebih menekankan kepada tanggung jawab pribadi
atau masing-masing penduduknya mengenai kesehatan mereka atau dalam kalimat
lebih sederhana adalah kesehatan merupakan tanggung jawab masing-masing
individu, dan (3) Pemerintah diharuskan untuk mempertahankan biaya pelayanan

kesehatan serendah mungkin dengan cara mengontrol tingkat supply pelayanan


kesehatan serta penyediaan subidi untuk pelayanan kesehatan publik.
Dalam praktiknya, sistem kesehatan Singapura diatur baik oleh pihak
pemerintah maupun pihak swasta dengan sangat baik dan teratur. Pihak-pihak
pemerintah yang terlibat tersebut adalah Ministry of Health (MOH), Central
Provident Fund (CFP), dan Monetary Authority of Singapore (MAS). MOH
bertanggung jawab terhadap regulasi sebagian besar sistem kesehatan seperti
mempromosikan edukasi kesehatan, memonitor aksesibilitas serta kualitas pelayanan
kesehatan, mencegah dan mengontrol penyakit, serta mengalokasikan SDM dan
infrastruktur kesehatan. Sedangkan CFP dan MAS bertanggung jawab dalam
pengaturan biaya jaminan social yang ada di Singapura.
Tingginya minat masyarakat berobat keluar negeri seperti Singapura secara
umum disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan
telah memenuhi harapan pasien. Secara klinis, keterampilan dokter Indonesia tidak
kalah bila dibandingkan dengan dokter luar negeri. Faktor utama yang menyebabkan
pasien merasa puas berobat di luar negeri adalah komunikasi dokter-pasien yang
sangat baik.
Rasio dokter per 1.000 populasi di negara Singapura mencapai 1.9 dokter atau
190:100.000. Singapura termasuk ke dalam negara yang tidak mempunyai daerah
rural, sehingga semua dokter bekerja di sektor urban. Pembagian dokter yang ada juga
tidak bergantung kepada urban atau rural akan tetapi pembagiannya dilakukan

berdasarkan sektor publik dan sektor privat. Geografi negara yang kecil juga
membuat pemerataan dokter di Singapura sudah tergolong baik.
Berobat

di

Singapura

sangat

memuaskan

karena

pasien

dapat

berkomunikasi/berkonsultasi dengan dokter hingga 1 jam. Di Indonesia, hal yang


sangat langka apabila seorang pasien dapat berkonsultasi dengan dokter selama 15
menit. Sebagian besar komunikasi dokter-pasien di Indonesia hanya bersifat satu
arah. Di Indonesia, banyak dokter

yang tidak memberikan waktu untuk

mendengarkan keluhan pasien, hal tersebut dapat disebabkan karena dokter di


Indonesia rata-rata memiliki lebih dari 1 tempat praktik.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perbandingan Dari Segi Etika


Praktik kedokteran di Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar etika
kedokteran, antara lain beneficence, non-maleficence, justice dan autonomy.
Beneficence adalah dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik,
menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar
pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan
bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien. Sedangkan non-maleficence
adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi
pasien sendiri. Pernyataan kuno do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.
Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama
rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan
tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan
sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter
terhadap pasiennya. Dalam prinsip autonomy seorang dokter menghormati martabat
manusia. Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak
menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara
logis dan membuat keputusan sendiri.

Pada praktik kedokteran dengan 1 SIP, seorang dokter akan lebih terfokus
pada satu tempat pekerjaan, waktu bertatap muka dengan pasien pun lebih lama.
Pelayanan kesehatan oleh dokter ke pasien pun lebih paripurna, sehingga hubungan
pasien dengan dokter lebih erat. Pada praktik kedokteran dengan 3 SIP, seorang
dokter akan susah untuk membagi waktu dalam melakukan pekerjaannya dikarenakan
tempat praktik yang lebih dari satu. Pada saat proses pelayanan kesehatan akan
terkesan terburu-buru dan kurang maksimal dalam melakukan pelayanan kesehatan.
Sehingga dalam hal ini, jika dilihat dari segi etika kedokteran, dokter yang memiliki 3
SIP lebih berpotensi melakukan pelanggaran secara etik, sebagai contoh seorang
dokter bedah yang memiliki pasien banyak dalam satu waktu praktek, karena
keterbatasan waktu, alokasi waktu yang harusnya diberikan untuk melakukan suatu
tindakan medis misalnya melakukan pembersihan luka (debridement) selama 20
menit.

3.2.

Perbandingan Dari Segi Ekonomi

Berdasarkan data dari Kemenkeu tersebut, anggaran kesehatan Indonesia dari


tahun 2009-2014 berkisar antara 3-4% dari total dana APBN. Kita ambil contoh pada
tahun 2013 anggaran kesehatan di Indonesia sebesar 46,1 trilyun rupiah. Jika
penduduk Indonesia saat itu berjumlah 253 juta orang, maka dapat dikatakan
pemerintah menganggarkan 184.000/orang. Sementara di negara lain sudah mencapai
10% dari total dana APBN, sebagai contoh negara tetangga kita yaitu Malaysia pada
tahun 2013 menganggarkan sekitar 22 Milyar Ringgit atau sekitar 81 trilyun rupiah di

mana penduduk Malaysia pada saat itu sekitar 30 juta orang artinya pemerintah
Malaysia mengalokasikan anggaran sekitar 2,7 juta per orang.
Selain jumlah anggaran Indonesia yang minim, salah satu komponen biaya
terbesar penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah obat dan alat kesehatan di
mana di Indonesia 90% alat kesehatan masih impor dari luar negri dan saat masuk ke
Indonesia terkena pajak sebesar 30%, lalu saat alat dijual ke RS dikenai pajak
penjualan sebesar 10%. Sementara itu di Negara Malaysia untuk menekan
pembiayaan kesehatan, obat dan alat kesehatan tidak dikenai pajak. Karenanya rumah
sakit dapat menyediakan beragam alat kesehatan untuk keperluan diagnostic atau
terapi dengan biaya yang relative jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia.
Dari segi pendapatan, untuk dokter di Indonesia mengenal system fee for
service artinya dokter di bayar untuk konsultasi medis yang diberikan. Di Malaysia
dokter dibayar dengan gaji tetap, di mana gaji beserta tunjangan untuk seorang dokter
yang pertama bekerja sebagai dokter magang sekitar 4100 RM atau sekitar 15 juta per
bulan, sementara gaji dokter umum yang baru lulus di Indonesia sebesar 2,5 juta per
bulan dan dokter spesialis sebesar 5 juta per bulan. Akibatnya dokter dituntut untuk
membuka praktek di luar RS untuk bisa hidup dengan sejahtera. Semakin banyak
pasien, semakin sejahtera sang dokter, hal tersebut tentunya dibayar dengan
menurunnya kualitas pelayanan kesehatan.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari segi hukum, pelayanan kesehatan di Indonesia tidak bisa dibandingkan
dengan Negara lain karena masing-masing Negara memiliki sistem hukum
dan undang-undang kesehatan dengan standar yang berbeda.
2. Dari segi etika, monoloyalitas dalam praktek kedokteran dinilai lebih baik
oleh karena pelayanan yang diberikan dengan system monoloyalitas lebih
maksimal dan paripurna.
3. Dari segi ekonomi, system monoloyalitas menjamin kesejahteraan dokter ke
arah yang baik.
SARAN
1. Sebaiknya digunakan system monoloyalitas di Indonesia untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan
2. System monoloyalitas hendaknya disertai dengan peningkatan kesejahteraan
bagi dokter
3. Penerapan system ini hendaknya dilakukan secara bertahap dengan
mempertimbangkan pemerataan jumlah dokter sesuai kebutuhan daerah.

Anda mungkin juga menyukai