title]
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah yang
dibimbing oleh M. Ainun Najib, Lc, MA.
Disusun Oleh:
Nazrah Sarah (41302088)
Neng Nur Hanipah (41302090)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tiada sanjungan dan pujian yang berhak diucapkan selain
hanya kepada Allah SWT, Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah
menganugerahkan berbagai nikmat tiada terperi bagi setiap makhluk-Nya untuk
senantiasa selalu mensyukurinya dengan cara tunduk dan patuh pada setiap
syariat-Nya.
keluarga, para
sahabat, tabiin dan tabiut tabiinnya, serta kepada kita selaku umatnya.
suatu
urusan
di
luar
kemampuan
hamba-Nya.
Alhasil,
alhamdulillah kami mampu menyelesaikan makalah ini. Hal ini tak lain adalah
berkat bantuan, bimbingan, dan arahan dari dosen dan rekan-rekan kami sehingga
berbagai masalah yang kami hadapi dapat teratasi.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Muamalah
yang dibimbing oleh M. Ainun Najib, Lc, MA. Selain itu, penyusunan makalah ini
bertujuan agar pembaca dapat memperluas ilmu mengenai jual beli yang kami
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan referensi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Baik dari susunan kata, bahasa,
maupun informasi yang kami berikan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................1
1.1
1.2
Rumusan Masalah......................................................................2
1.3
Tujuan Penulisan........................................................................2
1.4
Metode Penulisan......................................................................2
1.5
Sistematika Penulisan................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................ 4
2.1
2.2
2.2.1
Al Quran............................................................................. 5
2.2.2
Sunnah................................................................................ 5
2.2.3
Ijma.................................................................................... 6
2.3
2.4
Kesimpulan.............................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Allah SWT, telah menjadikan manusia menjadi makhluk sosial yang saling
tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan termasuk dalam
hal jual-beli, sewa menyewa, bercocok tanam atau lainnya baik dalam urusan diri
sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara demikian kehidupan
masyarakat jadi teratur dan subur, serta pertalian yang satu dan yang lain menjadi
teguh. Agar hak masing-masing dapat terjaga maka Islam memberikan aturan
yang sebaik-baiknya karena dengan teraturnya muamalah penghidupan manusia
menjadi terjamin pula sebaik-baiknya.
Nasihat Lukmanul Hakim kepada anaknya: Hai anakku! Berusahalah
untuk menghilangkan kemiskinan dengan usaha yang halal. Sesungguhnya orang
yang berusaha dengan jalan yang halal itu tidaklah ia akan mendapat kemiskinan
kecuali apabila ia telah dihinggapi 3 penyakit: 1. Tipis kepercayaan agamanya, 2.
Lemah akalnya 3. Hilang kesopanannya.
Jadi yang dimaksud dengan muamalah adalah tukar-menukar barang atau
sesuatu yang member manfaat dengan cara yang ditentukan seperti jual-beli,
sewa-menyewa, upah mengupah, dsb.
Adapun Firman Allah yang berkenaan dengan jual beli yaitu dalam QS.
An-Nisa(4) ayat 29:
Hai
orang-orang
yang
beriman,
janganlah
kamu
saling
I.2
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jual beli?
2. Bagaimana hukum jual beli?
3. Bagaimana rukun dan syarat jual beli?
I.3
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian jual beli.
2. Untuk mengetahui hukum jual beli.
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat jual beli.
I.4
Metode Penulisan
I.5
Sistematika Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
II.1
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai yang berarti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba dalam
bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asysyira (beli). Dengan demikian, kata al-bai berarti jual, tetapi sekaligus juga beli.
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan
ulama fiqh, sekalipun subtansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama.
Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan:
Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu. Atau:
Tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui
cara tertentu yang bermanfaat.
Dalam definisi ini terkandung pengertian bahwa cara yang khusus yang
dimaksudkan ulama Hanafiyah adalah melalui ijab (ungkapan membeli dari
pembeli) dan qabul (pernyataan menjual dari penjual), atau juga boleh melalui
saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. Di samping itu,
harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat bagi manusia sehingga bangkai,
minuman keras, dan darah tidak termasuk sesuatu yang boleh diperjualbelikan,
karena benda-benda itu tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang
seperti itu tetap diperjualbelikan, menurut ulama Hanafiyah, jual belinya tidak
sah.
Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan
pemilikan.
Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata milik dan
pemilikan, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus
dimiliki, seperti sewa menyewa (ijarah).2
II.2
2 Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama hlm:
111.
Nabi, yang mengatakan: Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata
pencarian yang paling baik. Beliau menjawab, Seseorang bekerja dengan
tangannya dan setiap jual beli yang mabrur. (HR. Bajjar, Hakim yang
menyahihkannya dari Rifaah Ibn Rafi). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual
beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.
II.2.3 Ijma
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa
manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang
lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya
itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat
Al Quran dan hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi
tertentu, hukum jual beli itu bisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan
makruh.3
II.3
Allah menghalalkan jual beli dan mengaharamkan riba.. (QS. AlBaqarah: 275)
Tiada salahnya kamu mencari rezeki dari Tuhanmu. (QS. Al-Baqarah:
198)
3 http://hukumjualbelidalamislam.blogspot.com/2013/05/pengertiandan-dasar-hukum-jual-beli.html pada tanggal 29 september 2014 pukul
13.00
:
"
Jual beli yang didasarkan kepada suka sama suka. (HR. Baihaqi)
Pedagang yang jujur dan terpercaya itu sejajar (tempatnya di surga)
dengan para Nabi, para shiddiqin, dan para syuhada). (HR. Tirmidzi)
Dari kandungan ayat-ayat Allah dan sabda-sabda Rasul di atas, para ulama
fiqh mengatakan bahwa hukum asal dari jual beli itu adalah mubah (boleh). Akan
tetapi, pada situasi-situasi tertentu, menurut Imam Asy-Syaitibi (w. 790 H), pakar
fiqh Maliki, hukumnya boleh berubah menjadi wajib. Imam Asy-Syatibi memberi
contoh ketika terjadi praktik ihtikar (penimbunan barang sehingga stok hilang dari
pasar dan harga melonjak naik). Apabila seseorang melakukan ihtikar dan
mengakibatkan melonjaknya harga barang yang ditimbun dan disimpan itu, maka
menurutnya pihak pemerintah boleh memaksa pedagang untuk menjual barangnya
itu sesuai dengan harga sebelum terjadinya pelonjakan harga. Dalam hal ini,
menurutnya pedagang itu wajib menjual barangnya sesuai dengan ketentuan
pemerintah. Hal ini sesuai dengan prinsip Asy-Syaitibi bahwa yang mubah itu
apabila ditinggalkan secara total, maka hukumnya boleh menjadi wajib. Apabila
sekelompok pedagang melakukan boikot tidak mau menjual beras lagi, pihak
pemerintah boleh memaksa mereka untuk berdagang beras dan para pedagang ini
wajib melaksanakannya. Demikian pula dalam komoditi-komoditi lainnya.4
II.4
orang-orang
yang
menyia-nyiakan
harta
10
Sabda Rasulullah SAW: Janganlah engkau jual sesuatu yang engkau beli
sebelum engkau terima. (Riwayat Ahmad dan Baihaqi)
2. Menjual buah-buahan sebelum masa pemetikan. Dilarang karena buahbuahan yang masih kecil sering rusak atau busuk sebelum sampai matang.
Hal ini kemungkinan merugikan si pembeli dan si penjual pun rugi karena
menjual buah tanpa ada ukuran harganya. Sabda Rasulullah SAW: Dari
Ibnu Umar: Telah melarang Nabi SAW menjual buah-buahan sehingga
nyata patutnya (pantas diambil) Sepakat ahli hadits.5
11
BAB III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai yang berarti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba dalam
bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asysyira (beli). Dengan demikian, kata al-bai berarti jual, tetapi sekaligus juga beli.
Landasan hukum jual beli adalah Al-Quran, assunnah, dan ijma.
Sedangkan hukumnya sendiri adalah halal. Selain itu jual beli mempunyai rukun
dan syarat sah yaitu adanya penjual dan pembeli, adanya uang dan barang, serta
lafadz ijab qobul.
12
DAFTAR PUSTAKA
As-Sadi, Syaikh Abdurrahman dkk. 2008. Fiqih Jual Beli. Jakarta: Senayan
Publishing.
Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Rasjid, H. Sulaiman. 1954. Fiqh Islam. Jakarta: Attahiriyah.
13