1. Definisi
Kurang energi protein (KEP) adalah keadaan patologis yang disebabkan kekurangan energi
dan protein. KEP disebut pula sebagai protein energy malnutrition (PEM), protein calorie
malnutrition (PCM), dan kurang kalori protein (KKP). Salah satu jenis KEP berat adalah
marasmus atau kwasiorkor.
Marasmus adalah bentuk PEM terutama disebabkan oleh kekurangan kalori berat dalam
jangka lama, terutama terjadi setelah tahun pertama kehidupan.
Kwashiorkor adalah suatu bentuk PEM yang ditimbulkan oleh defisiensi protein yang berat
(Dorland, 2002). Ahli penyakit anak-anak di Britania Cicely D. Williams memperkenalkan
nama Kwashiorkor ke dunia international sejak tahun 1935. Ketika seorang anak
sedangdalam perawatan, yang menerima protein tertentu, bahan yang penting untuk
pertumbuhan ini didapatkan dari air susu ibu. Ketika anak dipisahkan dari ibu, sedangkan jika
diet yang menggantikan susu adalah karbohidrat dengan tajin yang tinggi, dan protein
yangtak mencukupi pada umumnya kebutuhan diet anak, maka anak akan berkembang kearah
kwashiorkor (Wikipedia, 2007).
Kejadian marasmus meningkat sebelum umur satu tahun sedangkan kejadian kwashiorkor
meningkat setelah umur 18 bulan. (Wikipedia, 2007).
1. Etiologi
Penyebab utama marasmus adalah kurang energi protein yang dapat terjadi karena : diet yang
tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak
terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999). Marasmus
dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak
mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare.
Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan
saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun
dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116). Marasmus diakibatkan oleh
suatu keseimbangan energi ke arah negatif. Ketidakseimbangan ini dapat diakibatkan oleh
suatu masukan energi dikurangi, penggunaan energi yang ditingkatkan, atau kedua-duanya,
seperti halnya pada penyakit yang akut atau penyakit kronis. Anak-Anak beradaptasi terhadap
suatu defisit energi dengan suatu penurunan aktivitas phisik, kelesuan, suatu penurunan
metabolisme energi fundamental, lambat pertumbuhan, dan akhirnya menimbang kehilangan
berat badan (Gehri, M, 2006)
Kwashiorkor terjadi paling umum pada daerah yang kelaparan, persediaan makanan yang
terbatas, dan untuk tingkat rendah pendidikan, yang dapat mendorong kearah pengetahuan
yang tidak cukup tentang diet yang sesuai (Newmark, C, 2002). Faktor yang utama yang
menyebabkan suatu defisit kalori dan masukan protein meliputi yang berikut: transisi dari
masa menyusui ke nutrisi dari makanan pada masa kanak-kanak, infeksi/peradangan yang
akut pada traktus gastrointestinal, dan infeksi/peradangan kronis seperti HIV atau
Tuberkulose. Ketidak seimbangan antara masukan energi dan protein (kurang dari kebutuhan
mengakibatkan suatu keseimbangan energi yang negative (Anonim, 2007).
4. PATOFISIOLOGI
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan seharihari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya
kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat
kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi,
pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi.Malnutrisi sekunder bila kondisi
masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan
bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan
kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan
nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran
cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses
katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan
meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini
terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor
(malnutrisi akut/"decompensated malnutrition"). Pada kondisi ini penting peranan radikal
bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD,
maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi
sampai
dibawah
-3
SD
maka
akan
terjadilah
marasmik
(malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi :
gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin,
penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.
Manifestasi Klinik
Kwashiorkor adalah kondisi yang disebabkan oleh suatu kekurangan masukan protein. Gejala
khas adalah lesu, sifat lekas marah dan cepat lelah. Jika kondisi mengancam/lebih lanjut akan
tampak penurunan massa otot dan pertumbuhan dan perut bulat/membucit akibat
kegagalan/bengkak. Tanda lebih lanjut adalah rambut rontok warna putih yang tidak teratur
pada badan. Biasanya shock dan coma akan terjadi sebelum kematian.
Sedangkan Marasmus adalah suatu kondisi yang terjadi disebabkan oleh kekurangan
beberapa bahan makanan seperti kekurangan protein dan masukan kalori. Penyakit ini
menyebabkan infeksi/peradangan serius dan ketidak-mampuan anak untuk bertahan dari
penyakit sehingga sering berlanjut ke kematian. Kebanyakan kematian pada anak-anak muda
dikaitkan dengan adanya kurang gizi yang disebabkan oleh gangguan ini (Anonim, 2002).
Beberapa kekurangan gizi mengambarkan adanya oedema kedua kaki, atau pembuangan
beberapa beberapa jenis bahanmakanan (< 70% berat badan atau <- 3SD (a)), atau beberapa
tanda klinis dari kekurangan gizi menjengkelkan. Tidak ada perbedaan yang telah dibuat
antara kondisi-kondisi kwashiorkor yang klinis, marasmus, dan kwashiorkor marasmic sebab
pendekatan keperawatan yang diberikan pada mereka adalah serupa. Anak-Anak dengan
beberapa kekurangan gizi berhadapan dengan beberapa resiko masalah yang mengancam
kehidupan seperti hypoglycaemia, hypothermia, infeksi/peradangan serius, dan gangguan
keseimbangan asam basa. Oleh karena mempunyai sifat mudah luka, maka memerlukan
pemeriksaan yang seksama dan hati-hati, manajemen dan perawatan khusus, dengan
pemberian makan reguler dan monitoring. Perawatan di rumah sakit harus diorganisir baik
dan diberikan oleh staff yang terlatih secara khusus. Kesembuhan panyakit ini dapat dicapai
dalam beberapa minggu (WHO, 2000).
DIAGNOSA BANDING
Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu
dibedakan dengan :
- Sindroma nefrotik
- Sirosis hepatis
- Payah jantung kongestif
- Pellagra infantil
Marie dan Mahan (1984) (dikutip dari Almatsier, 2004) menyebutkan salah satu cara
untuk membedakan marasmus dan kwasiorkor adalah sebagai berikut:
Tetapan
Tetapan
<1,00 (<3,25)
1,00-1,49 (3,25-3,99)
Edema
Dermatosis
5
6
1,50-1,99 (4,00-4,74)
Edema + dermatosis
4
1
2,00-2,49 (4,75-5,49)
Perubahan rambut
3
1
2,50-2,99 (5,50-6,24)
Hepatomegali
2
3,00-3,49 (6,25-6,99)
1
3,50-3,99 (7,00-7,74)
0
>4,00 (>7,75)
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi KEP ditetapkan dengan
patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (KEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (KEP berat)
3) Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (KEP berat)
4) Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (KEP berat)
(Ngastiyah, 1997)
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan hapus darah tepi secara mikroskopi tampak parasit bila disertai dengan
infeksi
Pemeriksaan urine dan kultur, terdapat leukosit lebih dari 10 per high-power field bila
ada infeksi.
Pada pemeriksaan feses secara mikroskopis dijumpai adanya parasit dan darah
mengindikasikan adanya disentri.
Albumin: Meskipun tidak selalu dijadikan sebagai dasar untuk mendiagnosis, jika
albumin < 35 g/L, dapat diartikan sintesis protein mengalami gangguan yang masiv.
Electrolit: Pengukuran elektrolit dapat membantu dan dapat membantu terapi yang
tepat, terutama sehubungan dengan hiponatremia.
Pada pemeriksaan roentgen dada dijumpai adanya infeksi pada paru seperti lesi
tuberculosis, kardiomegali atau tanda rakhitis
a.Pathways Marasmus
b. Pathways Kwashiorkor
3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antihelmintik lain.
4. Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan
formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis
merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan
pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam
selama 7 hari.
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi)
dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman
pengobatan TB.
3. Tindakan kegawatan
a. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan
intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap
terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan
kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan
Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan 'packed red cells' untuk transfusi dengan
jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak
dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap <>
7. Pengkajian Keperawatan
Riwayat Keperawatan
Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan
semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang
menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan
yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih,
baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu
dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan
protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan
pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan
lain-lain.
Pengkajian Fisik
.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan
umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen,
ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri
(berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit).
Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
Penurunan ukuran antropometri
Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada
bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat
paha)
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik
normokrom.
Adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping
karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi.
Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga
perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
Pengkajian data Fokus
Menurut Suriyadi dan Yuliani, R (2001) pengkajian fokus yang dapat dilakukan pada anak
dengan malnutrisi kalori dan protein adalah sebagai berikut:
1. Kwashiorkor
1. Muka sembab
2. Lethargi
3. Edema
4. Jaringan otot mengecil
5. Jaringan subkutan tipis dan lembut
6. Warna rambut pirang atau seperti rambut jagung
7. Kulit kering dan bersisik
8. Alopecia atau rambut rontok/ mudah dicabut
9. Anorexia/ kehilangan nafsu makan
10. Gagal dalam pertumbuhan
11. Tampak anemia
2. Marasmus
1. Badan kurus kering
2. Tampak seperti orang tua
3. Lethargi
4. Iritabel
5. Kulit keriput
6. Ubun-ubun cekung pada bayi
7. Jaringan subkutan hilang
8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak kekurangan energi dan protein
menurut Suriyadi dan Yuliani, R (2001) adalah:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake nutrisi.
2. Kurangnya volume cairan dan konstipasi berhubungan dengan kurangnya intake
cairan.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tidak adanya kandungan makanan
yang cukup.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan respon imun sekunder dari malnutrisi.
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan tidak tahu memberikan intake nutrisi
yang adekuat pada anak.
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan albumin serum
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik sekunder terhadap atropi
otot
8. Risiko perubahan pertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan dengan
penurunan intake energi dan protein
9. Perencanaan Perawatan
Menurut Suriyadi dan Yuliani, R (2001) rencana keperawatan yang dapat diberikan untuk
mengatasi masalah keperawatan di atas antara lain
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake nutrisi.
o Tujuan: Anak akan memperlihatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi secara
adekuat yang ditandai dengan berat badan normal sesuai dengan usia, napsu
makan meningkat, dan tidak ditemukan manifestasi malnutrisi.
o Intervensi :
Kaji antropometri
Intervensi :
Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan respon imun sekunder dari malnutrisi.
o Tujuan : Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan suhu tubuh
normal dan lekosit dalam batas normal
o Intervensi
o Intervensi
0 1 tahun
1 3 tahun
3 - 5 tahun
5 11 tahun
11 15 tahun
Daftar Pustaka
Alimul, H, 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, Cetekan I, Jakarta:
Penerbit Salemba Medika
Anonim
2002.
Nutrition
and
Malnutrition,
http://contedaux.acadiau.ca/conted/Outreach/Smedia2002/NUT.html, diakses tanggal 17
Maret 2009
Anonim, 2007. Marasmus, http://www.hpathy.com/diseases/marasmus.asp,
diakses tanggal 17 Maret 2009