Anda di halaman 1dari 13

Pendahuluan

Tetanus adalah suatu penyakit akut yang dihasilkan oleh eksotoksin dari clostridium tetani,
tumbuh secara anaerob dan merupakan gram positif. Bakteri ini mengasilkan 2 macam eksotoxin
yaitu: (1) tetanolisin, yang menyebabkan haemolisis ringan jika dibiakkan padaagar darah pada
suhu 37 derajat dengan suasana anaerob (2) tetanospasmin (toxin tetanus) yang bertanggung
jawab terhadap gambaran klinik dari penyakit.
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin
seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob
yang mengandung bakteri.lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan
pencegahan dari tetanus.1
Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka yang terdapat pada kulit
oleh karena terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus
Neonatorum).
Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif yaitu Clostridium tetani.Bakteri ini berspora,
dapatdijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah
yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Organisme ini sensitif terhadap panas dan
tidak dapat bertahan hidup di daeerah yang ada oksigen.Spora, sebaliknya, sangat tahan terhadap
panas dan antiseptik biasa. Mereka dapat bertahan hidup autoklaf pada 249,8 F (121 C)
selama 10-15 menit. Spora juga relatif tahan terhadap fenol dan bahan kimia lainnya.Spora
tersebar luas di tanah dan di usus dan kotoran kuda, domba, sapi, anjing, kucing, tikus, marmut,
dan ayam.1,2
Clostridium tetani menghasilkan dua eksotoksin, tetanolisin dan tetanospasmin.Fungsi tetanolisin
masih tidak diketahui dengan pasti.Tetanospasmin adalah neurotoksin dan menyebabkan
manifestasi klinis tetanus.Adalah salah satu racun yang dikenal paling kuat.Diperkirakan dosis
mematikan minimum manusia adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan (nanogram adalah
satu miliar gram), atau 175 nanogram untuk 70-kg ( 154) manusia.2

Epidemiologi
Insiden
Tetanus terjadi

hampirdi seluruh dunia tetapi paling sering terjadi di daerah-daerah padat

penduduk atau di tempat yang panas,dengan iklim yang basah dan daerah tanah yang kaya akan
bahan organik.
Reservoir
Organisme dapat ditemukan terutama di saluran tanah dan usus hewan dan manusia.
Cara Penularan
Transmisi terutama oleh luka yang terkontaminasi (jelas dan tanpa gejala).Luka mungkin besar
atau kecil.Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian tinggi terjadi dari pasien dengan luka
ringan, mungkin karena luka parah lebih dikelola dengan baik.Tetanus dapat terjadi akibat
operasi, luka bakar, luka tusukan yang dalam, luka menghancurkan, otitis media (infeksi telinga),
infeksi gigi, gigitan binatang, aborsi, dan kehamilan.
Penularan
Tetanus tidak menular dari orang ke orang.Ini adalah satu-satunya penyakit dapat dicegah dengan
vaksin yang menular tetapi tidak menular.
Patogenesis
Clostridium tetani biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka.Dengan adanya kondisi yang
anaerob (oksigen rendah), spora dapat tumbuh.Racun yang dihasilkan kemudian disebarkan
melalui pembuluh darah dan limfe.Racun masuk ke dalam sistem saraf pusat, termasuk saraf
perifer, sumsum tulang belakang, dan otak, dan sistem saraf simpatik.Manifestasi klinis yang
khas dari tetanus disebabkan ketika toksin tetanus mengganggu pelepasan dari neurotransmitter,
menghambat impuls inhibitor.Hal ini menyebabkan kontraksi otot dilawan dan kejang. Kejang
dapat terjadi, dan sistem saraf otonom juga dapat dipengaruhi.2
Manifestasi Klinik
Masa inkubasi berkisar antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari.Secara umum cedera
berasal dari sistem saraf pusat, akibat dari semakin lamanya masa inkubasi.Semakin pendek
2

masa inkubasi, semakin tinggi kemungkinan kematian.Dalam tetanus neonatal, gejala biasanya
muncul 4-14 hari setelah lahir, rata-rata sekitar 7 hari.
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yaitu :
1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tctanus umum)
Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus
Kharekteristik dari tetanus yaitu :

Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian

timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena spasme otot masetter.
Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus , nuchal rigidity)
Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut

mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .


Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin,
bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak )3,4

1. Tetanus lokal (localited Tetanus)


Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana
luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator).Hal inilah merupakan tanda dari tetanus
lokal.Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa
progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan
jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik
tetanus atau dijumpai secara terpisah.Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis
antitoksin.

2. Cephalic tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus.Masa inkubasi berkisar 1 2 hari, yang
berasal dari otitis media kronik, luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing
dalam rongga hidung.
3. Generalized tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal
beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala
utama yang sering dijumpai (50%), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter,
bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan
menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka,
opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot
pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia.Bisa terjadi disuria dan
retensi urine, frsktur kompresi dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya
hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi,
tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa
ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.3
4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi Clostridium tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang
tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora Clostridum tetani.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril
merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.
Pemeriksaan
Perjalanan penyakit biasanya dari kejang nervus cranalis motorik berupa trismus (N.V), risus
sardonicus (N.VII), dysphagia (N.X, N.XII), salivasi (N.VII) dan hyperacusis (N.VIII) sampai
kekakuan umum secara kejang yang menyeluruh. Sayangnya, progresivitas penyakit ini tidak
seluruhnya sama, kejang menyeluruh dapat terjadi tanpa diduga pada penyakit ini.
4

Beratnya penyakit dapat diperkirakan dari masa inkubasi (cedera sampai gejala pertama timbul)
dan priode of onset (pertama kali timbul gejala sampai timbul kejang pertama). Penilaian awal
beratnya penyakit akan dapat membantu untuk menempatkan pasien dalam group pengobatan
yang tepat (menurut tabel gradasi penyakit). Keluarga harus dianamnesa jika pasien tidak dapat
menceritakan penyakit secara adekwat.
Pemeriksaan yang dilakukan haruslah seminimal mungkin memberikan trauma, tempat asal
trauma haruslah dilihat tetapi mungkin juga tidak akan ditemukan pada saat pemeriksaan.
Melalui pemeriksaan neurologis dan pungsi lumbal dapat dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain. Perhatikan terutama diberikan terhadap sistem respirasi untuk menentukan apakah
pasien dapat mempertahankan jalan napasnya. Buli-buli yang distended memerlukan
pemasangan kateter
Derajat keparahan
Beratnya penyakit dapat diperkirakan dari masa inkubasi (cedera sampai gejala pertama timbul)
dan priode of onset (pertama kali timbul gejala sampai timbul kejang pertama). Penilaian awal
beratnya penyakit akan dapat membantu untuk menempatkan pasien dalam group pengobatan
yang tepat (menurut tabel gradasi penyakit)
Untuk menilai gradasi banyak cara yang bisa digunakan seperti menggunakan penilaian dari
Phillip`s score danKlasifikasi Ablett.1,3
Waktu masuk
Masa inkubasi

Skor Selama perawatan


Spasme

Skor

>14 hari

Hanya trismus

>10 hari

Kaku seluruh badan

5-10 hari

Kejang terbatas

2-5 hari

Kejang seluruh badan

<48 jam
Imunisasi

Opististotonus
Frekuensi spasme

Lengkap

6x dalam 12 jam

<10 tahun

Dengan rangsangan

>10 tahun

Terkadang spontan

Ibu diimunisasi

Spontan < 3x per 15 menit

Tidak diimunisasi
Luka infeksi

10

Spontan > 3x per 15 menit


Suhu

Tidak diketahui

36,7 37,0 C

Distal/perifer

37,1 37,7C

Proksimal

37,8 38,2 C

Kepala

38,3 38,8 C

Badan
Komplikasi

>38,8 C
Pernafasan

10

Tidak ada

Sedikit berubah

Ringan

Apnea saat kejang

Tidak membahayakan

Kadang apnea setelah kejang

Mengancam nyawa (tidak langsung)

Selalu apnea setelah kejang

Mengancam nyawa

10

Perlu trakeostomi

10

Total skor
Derajat keparahan
<9
Ringan
9 - 18
Sedang
>18
Berat
Tabel : Philips score
Grade I (mild)

Mild trismus, general spasticity, no respiratory

Grade 2 (moderate)

compromise, nospasms, no dysphagia


Moderate trismus, rigidity, short spasms, mild
dysphagia, moderaterespiratory involvement,
ventilatory frequency > 30
Severe trismus, generalized rigidity, prolonged

Grade 3 (severe)

spasms, severedysphagia, Jentil spells, pulse >


Grade 4 (very severe)

120, Jentilator frequency > 40


Grade 3 with severe autonomic instability
Tabel : Klasifikasi Albett

Komplikasi

Laringospasme (spasme pita suara) dan / atau spasme otot-otot pernapasan menyebabkan
gangguan pernapasan.Fraktur tulang belakang atau tulang panjang mungkin akibat dari kontraksi
yang berkelanjutan dari kejang.Hiperaktivitas sistem saraf otonom juga dapat menyebabkan
hipertensi dan / atau irama jantung yang abnormal.
Infeksi nosokomial sering terjadi karena perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan.Infeksi
sekunder mungkin terjadi seperti sepsis dari pemasangan kateter, pneumonia yang di dapat di
rumah sakit, dan ulkus dekubitus.Emboli paru terutama masalah pada pasien pengguna narkoba
dan pasien yang sudah tua.Pneumonia aspirasi merupakan komplikasi akhir yang umum dari
tetanus, ditemukan pada 50% -70% dari kasus diotopsi.Dalam beberapa tahun terakhir, tetanus
telah fatal pada sekitar 11% kasus yang dilaporkan.Kasus paling mungkin berakibat fatal adalah
mereka terjadi pada orang 60 tahun dan lebih tua (18%) dan orang-orang yang tidak divaksinasi
(22%). Pada sekitar 20% dari kematian tetanus, tidak ada patologi yang jelas diidentifikasi dan
kematian adalah disebabkan efek langsung dari toksin tetanus.4
Pemeriksaan laboratorium
Tidak

ada

temuan

laboratorium

yang

karakteristik

untuk

menegakkan

diagnosis

tetanus.Diagnosis sepenuhnya dari manifestasi klinis dan tidak tergantung pada konfirmasi
bakteriologis.Clostridium tetani pulih dari luka terdapat hanya pada 30% kasus dan dapat
diisolasi dari pasien yang tidak memiliki tetanus.
Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa:
1. Adanya gejala klinik yang timbul seperti : kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus
sardonicus (sardonic smile).
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur : Clostridium tetani (+).
4. Laboratorium : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
Diagnosis banding
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan slar sekali dijumpati dari
pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan darah
7

rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit
meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot tubuh),
risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.4

Tabel : Diagnosis banding tetanus


Penatalaksanaan
a. Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,
mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih.
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, yaitu membersihkan luka, irigasi luka,
debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta
kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan
1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut
dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita

4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.


5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Obat-obatan
1. Antibiotika
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada
anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secara IM diberikan selama 710 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti
tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam
dosis terbagi (4 dosis). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000
unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari Clostridium tetani, bukan untuk
toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad
spektrum dapat dilakukan1,4
2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U,
satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG
mengandung "anti complementary aggregates of globulin", yang dapat mencetuskan reaksi
allergi yang serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan,
dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan
kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah
diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara
IM pada daerah pada sebelah luar.
3. Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian


antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan
secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat, muscular
dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya.Dengan penggunaan obat obatan sedasi/muscle
relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.
5. Paralisis dan IPPV
Pada kasus-kasus yang berat penambahan paralisis dan IPPV merubah prognosa pasien
tetanus.Semua pasien dengan kejang otot yang cukup berat untuk menghambat ventilasi harus
ditangani apabila fasilitas memungkinkan.Paralis diperbolehkan dengan preparat apaun yang
lebih disukai oleh ahli anasthesi, dapat untuk menghilangkan semua kejang kecuali pergerakan
otot yang minimal.Mula-mula, dosis diulang pada tanda pertama pengembalian aktofitas
otot.Panjangnya interval antara dosis-dosis seperti pada permulaan penyakit berkurang. IPPV
dengan ruangan yang sangat kaya akan oksigen berguna untuk mempertahankan PO2 arterial 80100 mmHg dan PCO2 aterial 35-40 mmHg.
Harus diingat pada pasien yang paralis, tidak dapat memberikan respon terhadap rangsangan dari
luar, juga tidak tuli dan tidak bodoh dan mungkin sangat lemah tapi tetap sadar terhadap
sekelilingnya.Perawat dan para dokter harus sangat berhati-hati dalam berbicara dan secara terusmenerus berbicara pada pasien.Pasien-pasien paralisa juga membutuhkan kateter dan evacuasi
rectum secara manual.pada kasus-kasus yang berat akan diperlukan paralisis selama 3-4 minggu.
6. Sedasi
Sebagian besar pasien ditemukan bahwa tetanus dan pengobatannya merupakan siksaan yang
menakutkan dan sangat menyakitkan.Sebagai konsekwensinya, mereka harus menerima sedasi
sebanyak yang aman yang dapat diberikan.Bagaimanapun obat-obat yang menyebabkan depresi
pernafasan dan cardiovasculer harus dihindari.Opium dan dan barbiturat merupakan kontra
indikasi.Paraldehhyde masih tetap merupakan preparat yang biasanya banyak digunakan, dalam
dosis diatas12 ml setiap 4 jam dengan menggunakan nasogastric tube (pengenceran) 1:10) atau
10

dengan intramuskular.10-20 mg diazepam setiap 4-6 jam atau 100-200 mg cholorpromazine


setiap 4 jam juga dapat diberikan meskipun sydrom dari simpatik dapat sering terjadi.
Pencegahan
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak memiliki imunitas terhadap serangan ulangan
artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama
seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada
penderita setelah dirinya sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup
untuk merangsang pembentukkan antitoksin (karena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya
bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam
konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).3
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas.Hal ini diketahui sejak Clostridium
tetani dapat diisolasi dari tinja manusia.Mungkin organisme yang berada didalam lumen usus
melepaskan imunogenic quantity dari toksin.Ini diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada
serum seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan dijumpai atau adanya
peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune
response pada beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama
kali.
Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa insiden
tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada beberapa negara dimana pemberian
imunisasi tidak lengkap atau tidak terlaksana dengan baik.
Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya cara
dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah dapat
dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif (DPT atau DT).

11

Tabel : Vaksin DTaP


Prognosis
Prognosis tetanus diklasifikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :
1. Ringan,bila tidak adanya kejang umum ( generalized spasme )
2. Sedang, bila sekali muncul kejang umum
3. Berat, bila kejang umum yang berat sering terjadi.
Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek atau pun lebih
panjang.Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makin pendek
masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.
Prognosa tetanus neonatal jelek bila:
1.
2.
3.
4.

Umur bayi kurang dari 7 hari


Masa inkubasi 7 hari atau kurang
Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam
Dijumpai muscular spasme

Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus neonatorum > 60%.
Daftar Pustaka
1. Wassilak SGF, Roper MH, Kretsinger K, Orenstein WA. Tetanus toxoid. In: Plotkin SA,
Orenstein WA, Offit PA, eds. Vaccines. 5th ed. China: Saunders, 2008:80539.
2. World Health Organization. The high-risk approach: the WHO-recommended strategy
to accelerate elimination of neonatal tetanus. Wlky Epidemiol Rec 1996;71:3336.
12

3. Tetanus surveillanceUnited States, 19982000. MMWR 2003;52(No. SS-3):112.


4. Sabiston D. Buku Ajar Bedah: Tetanus. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 2005.
199-201.

13

Anda mungkin juga menyukai