Anda di halaman 1dari 81

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

karunia-Nya lah penelitian berjudul Karakteristik Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Orang tua dari Balita yang Menderita Diare di Puskesmas Niki-Niki ini dapat

terselesaikan. Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas

di puskesmas dan untuk menambah wawasan mengenai diare pada anak.

Penelitian ini juga dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan dari

berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Para orang tua peneliti yang telah membesarkan dan mendidik peneliti

dengan penuh kasih saying, serta memberi bantuan baik moral maupun

materi.

2. dr. Erwin Leo, M. Kes selaku dokter pendamping di Puskesmas Niki-

Niki yang telah memberikan dorongan dan masukan selama pembuatan

penelitian ini.

3. drg. Agnes Tiro Pari selaku Kepala Puskesmas Niki-Niki yang telah

memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian

di Puskesmas Niki-Niki.

4. Seluruh pegawai Puskesmas Niki-Niki atas dukungan dan kerja

samanya selama pengerjaan penelitian ini.

5. Seluruh pasien Puskesmas Niki-Niki atas kerja samanya dalam

pengumpulan data untuk penelitian ini.


Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan

inspirasi terhadap pembaca. Akhir kata, peneliti menyadari bahwa karya tulis ilmiah

ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan

saran dari pembaca. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat kepada yang

membacanya.

Jakarta, Februari 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit diare merupakan masalah global dengan derajat kesakitan dan

kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang dan

sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak

di dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF, pada tahun

2013, ada sekitar 2 miliar kasus penyakit diare di seluruh dunia setiap tahun, dan

1,9 juta anak kurang dari 5 tahun meninggal karena diare setiap tahunnya. Hal ini

terjadi terutama di negara-negara berkembang. Kasus ini berjumlah 18% dari

semua kematian anak di bawah usia 5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa lebih

dari 5000 anak-anak meninggal setiap hari akibat penyakit diare.1

Dari semua kasus kematian anak akibat diare pada tahun 2013 di dunia,

78% terjadi pada daerah Afrika dan Asia Tenggara. Setiap anak di bawah usia 5

tahun mengalami rata-rata 3 episode diare akut setiap tahun. Secara global pada

kelompok usia ini, diare akut adalah penyebab kematian terbanyak kedua (setelah

pneumonia), dan merupakan insiden dan risiko kematian yang terbesar di antara

anak-anak dalam kelompok usia ini.1

Selama 3 dekade terakhir, perubahan pasokan air, sanitasi, dan kebersihan

diri diyakini telah memberikan kontribusi dalam penurunan angka kematian pada

negara berkembang. Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia

kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya, dan sekitar 20 % meninggal

karena infeksi diare. Meskipun mortalitas dari diare dapat diturunkan dengan
program rehidrasi/terapi cairan namun angka kesakitannya masih tetap tinggi.

Pada saat ini angka kematian yang disebabkan diare adalah 3,8 per 1000 per

tahun, dan median insidens secara keseluruhan pada anak usia dibawah 5 tahun

adalah 3,2 episode anak per tahun.1

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan angka kematian serta kejadian

luar biasa (KLB) yang ditimbulkan. Survey morbiditas yang dilakukan oleh

Subdit Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan

insidens naik. Pada tahun 2000, IR (Insidency Rate) penyakit diare 301/1000

penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi

423/1000 penduduk dan pada tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk.2

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2011, pada tahun 2010

jumlah penderita diare meningkat menjadi 8.443 kasus dengan korban yang

meninggal sebanyak 209 jiwa, dan terjadi KLB di 15 propinsi, sedangkan pada ta-

hun 2011 KLB diare terjadi di 11 propinsi dengan jumlah penderita sebanyak

4.204 orang, jumlah kematian sebanyak 73 orang dengan CFR sebesar 1,74%.

Pada tahun 2012 dengan jumlah penderita sebanyak 5.870 orang. Insidens diare

bervariasi menurut umur. Anak-anak adalah kelompok usia rentan terhadap diare.

Setiap tahun diperkirakan 2,5 miliar kejadian diare pada anak balita, dan hampir

tidak ada perubahan dalam dua dekade terakhir. WHO menyebutkan penyakit

infeksi seperti diare (18%), pneumonia (14%), dan campak (5%) merupakan

beberapa penyebab kematian anak-anak usia balita di Indonesia (Solares, 2011).

Insiden diare tertinggi pada kelompok anak usia dibawah dua tahun, dan menurun

dengan bertambahnya usia anak.3


Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs (Goal ke-4) adalah

menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada

2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas

dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih

menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian

akibat diare adalah tata laksana yang kurang tepat baik di rumah maupun di sarana

kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat

dan tepat.

Data menurut Riskesdas tahun 2013, angka kejadian diare pada balita di

Provinsi Nusa Tenggara Timor sebesar 4,6 %.4 Angka kejadian kasus diare pada

balita di Puskesmas Niki-Niki pada tahun 2016 sebanyak 338 kasus. Berdasarkan

data-data tersebut, angka kejadian ini cukup tinggi. Berdasarkan uraian di atas,

maka peneliti mencoba meneliti tentang Karakteristik Pengetahuan, Sikap dan

Perilaku Orang tua Balita Penderita Diare di Puskesmas Niki-Niki.

A. Rumusan Masalah

Bagaimana karakteristik pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua dari balita

yang menderita diare di Puskesmas Niki-Niki?

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pengetahuan, sikap

dan perilaku orang tua dari balita yang menderita diare di Puskesmas Niki-

Niki.

2. Tujuan khusus

1. Mengetahui insidensi kejadian diare pada balita di Puskesmas Niki-

Niki, kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan

periode Februari 2017- April 2017.

2. Mengetahui jenis kelamin, lingkungan dengan terjadinya penyakit

diare pada balita di Puskesmas Niki-Niki, kecamatan Amanuban

Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan periode Februari 2017-

April 2017.

3. Mengetahui karakteristik pengetahuan, sikap dan perilaku orangtua

balita penderita diare dengan terjadinya penyakit diare di Puskesmas

Niki-Niki, kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah

Selatan periode Februari 2017- April 2017.

C. Manfaat penulisan

Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah bagi:

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam

pembuatan program pencegahan dan penanggulangan masalah diare di

Indonesia khususnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan.


2. Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan informasi

dalam menyusun kebijakan dan strategi program-program kesehatan

terutama yang berhubungan dengan tingkat kejadian diare.

3. Dunia bidang ilmu kedokteran

Menambah wawasan dalam dunia kedokteran tentang hubungan

pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap penderita diare pada anak.

4. Masyarakat

Membuka wawasan masyarakat tentang hubungan pengetahuan, sikap

dan perilaku terhadap penderita diare pada anak dan membuat masyarakat

lebih antisipatif terhadap faktor resiko terjadinya diare pada anak.

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia

Diharapkan dapat menjadi referensi dalam penelitian dan analisis

lanjut terkait diare di Kabupaten Timor Tengah Selatan khususnya

Puskesmas Niki-Niki.

6. Penulis
Penulisan ini diharapkan dapat mendapat informasi dan wawasan

tentang hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap penderita

diare pada anak.

E. Populasi Dan Sampel

Populasi

Populasi dari bahan penelitian kami adalah seluruh orangtua yang

memiliki anak di bawah 5 tahun yang menderita diare di wilayah kerja

Puskesmas Niki-Niki.

Sampel

. Pengambilan sampel pada pasien diare bulan Februari 2017 sampai

dengan April 2017 secara purposive sampling dilakukan dengan mengambil

kasus atau responden sesuai kriteria yang ditentukan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Definisi

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi defekasi


lebih dari biasnya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja(menjadi cair),
dengan atau tanpa darah dan atau lendir.5

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering
frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut
diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat
normal, hal tersebut tidak tergolong diare , tetapi merupakan intoleransi laktosa
sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang
minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya
frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air
besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat
disebut diare.6

2.1.2 Cara penularan dan faktor resiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
melalui lalat. (4F= field, flies, fingers, fluid).6

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara


lain:tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.
Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik. 6

1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek
penurunan kadar antibodi ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung
dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan
melawan infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.6
2.
Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.
pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau
minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang
infeksius. Orang dengan infeksi yang asimtomatik berperan penting dalam
penyebaran banyak eneteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari
adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain.6

3.
Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di daerah
tropis, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
didaerah tropis (termasuk Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri terus meningkat pada musim hujan.6

4. Epidemi dan pendemi


Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemic dan
pandemic dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia. sejak tahun 1961, cholera yang disebabkan oleh v.
cholera 0.1 biotipe eltor telah menyebar ke negara-negara di afrika, amerika
latin, asia, timur tengah, dan beberapa daerah di amerika utara dan eropa.
dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae 1 menjadi penyebab wabah
yang besar di amerika tengah dan terakhir di afrika tengah dan asia selatan.
Pada tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan
epidemic di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.6

2.1.3 Mekanisme daya tahan tubuh

Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan terjadinya diare
karena tubuh mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ utama
yang berfungsi sebagai front terdepan terhadap invasi dari berbagai bahan yang
berbahaya yang masuk ke dalam lumen usus. Bahan-bahan ini antara lain
mikroorganisme, antigen toksin, dll. Jika bahan-bahan ini dapat menembus barieir
mekanisme daya tahan tubuh dan masuk kedalam sirkulasi sistemis, terjadilah
bermacam-macam reaksi seperti infeksi, alergi atau keadaan autoimunitas.5
1. Daya pertahanan tubuh nonimunologi5
a. Flora usus
Bakteri yang terdapat dalam usus normal (flora usus normal), dapat
mencegah pertumbuhan yang berlebihan dari kuman pathogen yang secara
potensial dapat menyebabkan penyakit. Setelah lahir usus sudah dihuni oleh
bermacam-macam mikroorganisme yang merupakan flora usus normal.
Penggunaan antibiotika dalam jangka panjang dapat mengganggu
keseimbangan flora usus, menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari
kuman-kuman non patogen yang mungkin juga telah resisten terhadap
antibiotika.
Pertumbuhan kuman pathogen dalam usus akan dihambat karena
adanya persaingan dengan flora usus normal. Hal ini terjadi karena adanya
kompetisi terhadap substrat yang mempengaruhi pertumbuhan kuman yang
optimal (pH menurun, daya oksidasi reduksi menurun,dsb) atau karena
terbentuknya zat anti bakteri terhadap kuman pathogen yang disebut colicines.
b. Sekresi usus
Mucin (Glikoprotein dalam usus) dan kelenjar ludah penting untuk
mencegah perlekatan kuman-kuman Streptococcus, Staphylococcus,
Lactobacilus pada mukosa mulut sehingga pertumbuhan kuman tersebut dapat
dihambat dan dengan sendirinya mengurangi jumlah mikrooganisme yang
masuk ke dalam lambung. Mucin serupa terdapat pula dalam mucus yang
dikeluarkan oleh sel epitel usus atau disekresi oleh usus secara kompetitif
mencegah melekatnya dan berkembangbiaknya mikroorganisme di epitel usus.
Selain itu muci juga dapat mencegah penetrasi zat-zat toksik seperti allergen,
enterotoksin,dll.
c. pertahanan lambung
Asam lambung dan pepsin mempunyai peranan penting sebagai penahan
masuknya mikroorganisme, toksin dan antigen kedalam usus.
d. gerak peristaltik
Gerak peristaltic merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
usaha mencegah perkembangbiakan bakteri dalam usus, dan juga ikut
mempercepat pengeluaran bakteri bersama tinja. Hal ini terlihat bila karna
sesuatu sebab gerak peristaltis terganggu (operasi, penyakit, kelainan bawaan
dsb), sehingga menimbulkan stagnasi isi usus.
e. filtrasi hepar
Hepar, terutama sel kupfer dapat bertindak sebagai filtrasi terhadap
bahan-bahan yang berbahaya yang diabsorbsi oleh usus dan mencegah bahan-
bahan yang berbahaya tadi masuk kedalam sirkulasi sistemik.
f. Lain-lain
- lisosim (mempunyai daya bakteriostatik)
- garam-garam empedu membantu mencegah perkembangbiakan kuman
- Natural antibodi : menghambat perkembangan beberapa bakteri pathogen,
tetapi tidak mengganggu pertumbuhan flora usus normal. Natural antibodi
ini mungkin merupakan hasil dari reaksi cross imunity terhadap antigen
yang sama yang terdapat pula pada beberapa mikroorganisme.

2. Pertahanan imunologik lokal5


Saluran pencernaan dilengkapi dengan system imunologik terdapat penetrasi
antigen ke dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasama terdapat dalam jumlah
yang berlebihan dalam usus, baik sebagai bagian dari plaque peyeri di ileum dan
apendiks maupun tersebar secara difus di dalam lamina propria usus kecil dan
usus besar. Reaksi imunologik local ini tidak tergantung dari system imunologik
sistemik. Reaksi ini terjadi karena rangsangan antigen dari permukaan epitel usus.
Yang termasuk dalam pertahanan imunologik lokal adalah:
a. Secretory Immunoglobulin A (SIgA)
IgA diketahui terbanyak terdapat pada sekresi eksternal sedangkan IgG dalam
cairan tubuh internal. Strukur SIgA berlainan dengan antibody yang terdapat
dalam serum, berbentuk dimer dari IgA yang diikat oleh rantai polipeptida.
Dimer IgA ini dibuat dalam sel plasma yang terdapat dibawah permukaan
epitel usus yang kemudian akan diikat lagi oleh suatu glikoprotein yang
dinamakan sekretori komponen (SC). Dengan ikatan yang terakhir SIgA akan
lebih tahan terhadap pengrusakan oleh enzim proteolitik (tripsin dan
kemotripsin) yang terdapat dalam usus. Bagaiman proses proteksi dari SIgA
ini yang sesungguhnya belum jelas, walaupun ada yang menyatakan bahwa
SIgA yang terdapat dalam lapisan mukosa usus halus dapat mencegah
melekatnya mikroorganisme dan antigen pada epitel usus sehingga bakteri
tidak dapat berkembangbiak. Sejumlah SIgA terdapat pula pad kolostrum.Hal
ini sangat penting sebagai proteksi terhadap usus bayi yang baru lahir.
b. Cell Mediated Immunity (CMI)
Dikemukakan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada plaque peyeri
di ileum. walaupun demikian peranan CMI dalam proteksi usus masih dalam
taraf penelitian.
c. Imunoglobulin lain
IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak dalam lumen
usus. Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG bersama-sama
dengan sel plasma terdapat dalam jumlah cukup banyak di usus dan
merupakan proteksi temporer terhadap kerusakan usus lebih lanjut. IgM dapat
menggantikan fungsi IgA bila karena suatu sebab terjadi defisiensi IgA. IgE
tidak jelas peranannya dalam protersi usus.

2.1.4 Anatomi dan fisiologi

1) Usus halus
Memanjang dari pylorus hingga caecum. pada neonatus memeiliki panjang
275 cm dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa. Epitel usus halus
tersusun atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut juga enterosit. permukaan epitel ini
menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya villus dan kripta. Villus berbeda dalam
bentuk dan densitas pada masing-masing regio usus halus. Di duodenum villus
tersebut lebih pendek, lebih lebar, dan lebih sedikit, meyerupai bentuk jari dan lebih
tinggi pada jejunum, serta menjadi lebih kecil dan lebih meruncing di ileum. Densitas
terbesar didapatkan di jejunum. Diantara villus tersebut terdapat kripta (Lieberkuhn)
yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan pembaharuan epitel. terdapat
perbedaan tight junction antara jejunum dan ileum, tight junction ini berperan penting
dalam regulasi permeabilitas epitel dengan melakukan control terhadap aliran air dan
solute paraseluler. Terdapat berbagai macam jenis sel dengan fungsinya masing-
masing yaitu: 6
Sel Goblet
Merupakan sel penghasil mucus yag terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel
goblet menghampar diatas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu,
membentuk barier fisikokimia, member perlindungan pada epitel permukaan.
mucus ini paling banyak didapatkan pada gaster dan duodenum
Sel Kripta
Sel kripta yang tidak berduferensiiasi merupakan tipe sel yang paling banyak
terdapat di sel kripta Lieberkuhn. Merupakan precursor sel penyerap villus, sel
paneth, sel enteroendokrine, sel goblet dan mungkin juga sel M. Sel kripta
yang tidak berdiferensiasi ini mensistesis dan mengekspresikan komponen
sekretori pada membrane basolateral, dimana molekul ini bertindak sebagai
reseptor untuk sintesis IgA oleh lamina propria sel plasma.
Sel Paneth
Terdapat di basis kripta. memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan basofil.
Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma, meskipun
fungsi sekretori sel panet velumk diketahui, diduga membunuh bakteri dengan
lisosom dan immunoglobulin intrasel, menjaga keseimbangan flora normal
usus.
Sel Enteroendokrin
Merupakan sekumpulan sel khusus meuroskretori, sel enteroendokrin terdapat
di mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, villus, dan kripta usus. Sel
enteroendokrine mensekresi neuropeptide seperti gastrin, sekretin, motilin,
neurotensin, glucagon, enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin, cholesistokinin
dan somatostatin.
Sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid.

Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2 cara : 7
a. Transport aktif : penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan oleh
enterosit yang terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1 molekul
glukosa dan Na+, dan bersama-sama dengan absorbsi glukosa dan Na+ ini secara
aktif juga terabsorbsi air. Glukosa masuk ke dalam ruang interseluler atau
subseluler, kemudian masuk peredaran darah. Na+ masuk ke dalam sirkulasi
berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase yang terdapat pada basal dan lateral
enterosit. Proses ini dikenal dengan istilah pompa Na ( sodium pump ). Dengan
masuknya Na+ secara aktif ke dalam peredaran darah, tekanan osmotic meningkat
dan memperbanyak terjadinya penyerapan air.
b. Transport Pasif : terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic. Setelah Na+
masuk ke dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na, tekanan osmotic plasma
meningkat dan akan menarik air, glukosa dan elektrolit secara pasif.

2.1.5 Etiologi

Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan
diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah
golongan virus, bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi
adalah non-inflamatory dan inflammatory.6

Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi


enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatoyi diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.6,8

GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT


Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia

Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anka usia <5 tahun

Tabel 3. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan


umur 7

Di samping itu penyebab diare non-infeksi yang dapat menimbulkan daire pada anak
antara lain:

Kesulitan makanan Neoplasma


Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Defek anatomis Lain-lain:
Malrotasi Infeksi non gastrointestinal
Penyakit Hirchsprung Alergi susu sapi
Short Bowel Syndrome Penyakit Crohn
Atrofi mikrovilli Defisiensi imun
Stricture Colitis ulserosa
Ganguan motilitas usus
Pellagra
Malabsorbsi Keracunan makanan
Defesiensi disakaridase logam berat
Malabsorbsi glukosa dan Mushrooms
galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit celiac
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Androgenital
Tabel 4. Penyebab diare nonifeksi pada anak

2.1.6 Patofisiologi

Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan osmotik.
Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering
ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat
terjadi bersamaan pada satu anak.6,9

1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus
dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus
dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akan
mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na
akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini akan
dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan
yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose di segmen
ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan
seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlabihan akan memberikan dampak yang sama.6

2. Diare Sekretorik

Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus
yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan
sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan
elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang
disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin
E.coli atau V. cholera.01.10

Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda osmotik


dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium ( Na+) dan
kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan
mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan
osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 290-
2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50
mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik
tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotiknua
kuran dari 20 mOsm/L.8
Osmotik Sekretorik

Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari

Puasa Diare berhenti Diare berlanjut

Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L

Reduksi (+) (-)

pH tinja <5 >6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin


bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu
bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini
terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau
Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase
akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga megakibatkan perubahan
saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain terjadi peningkatan
pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.6

Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas


jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, teatpi perubahan motilitas mempunyai
pengaruh terhadap absorbs. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya
dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh
lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis
intestinal bearkibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare
akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan
berbagai peyakit lain.6
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus,
protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen.
Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare laina seprti diare
osmotik dan sekretorik.6

Bakteri enteral pathogen akan mempenagaruhi struktur dan fungsi tight


junction, menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bacterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan
anatomis dan funsi absorbs yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein.
penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukan bahwa peranan bakteri enteral
pathogen pada diare terletak perubahan barier tight junction oleh toksin atau produk
kuman yaitu perubahan pada cellualar cytoskeleton dan spesifik tight junction.
Pengaruh ini bias pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja
sehingga akan menyebabkan hipersekresi clorida yang akan diikuti natrium dan air.
Sebagai contoh Clostridium difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton
maupun protein, Bacteroides frigilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight
junction, V. cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC
menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.6,11

2.1.7 Manifestasi klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya
bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologi. Gejala
gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.6

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik (
hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bias tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.6

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen antara


lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis,
pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurolgik dari
infeksi usus bias berupa parestesia ( akibat makan ikan, kerang, monosodium
glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat


dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta
rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom yang
nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme
yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seprti:enteric virus, bakteri yang
memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atu hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit.
Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

Gejala klinis :

Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam

Panas + ++ ++ - ++ -

Mual, muntah Sering Jarang Sering + - Sering

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, kramp Tenesmus,kolik - Tenesmus, kramp Kramp

Nyeri kepala - + + - - -

lamanya sakit 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari

Sifat tinja:

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus menerus

Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Darah - + Kadang - + -

Bau Langu - Busuk - - Amis khas

Warna Kuning hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Seperti air cucuian beras

Leukosit - + + - - -

Lain-lain anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus Infeksi sistemik+ -

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab


2.1.8 Diagnosa

1. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,


frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau
tidak kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama
diare. Adakahh panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis
media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: member oralit,
memabwa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan
serta riwayat imunisasinya.6

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda tambahan lainya:ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak,
ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.6

Pernpasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang
terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare.
Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan MMWR.6

Symptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan Dehidrasi berat,


dehidrasi, kehilangan sedang, kehilangan kehilangan BB>9%
BB<3% BB 3%-9%

Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, idak sadar


irritable

Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi,


(kasus berat)
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak teraba

Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam

Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik

Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal

Ekstremitas Hangat Dingin Dingin,mottled, sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel.6 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Penilaian A B C

Lihat:

Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Tidak ada Kering

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Minum biasa,tidak haus *haus ingin minum *malas minum atau tidak
banyak bias minum

Periksa: turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat lambat

Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang Dehidrasi berat

Bila ada 1 tanda* Bila ada 1 tanda* ditambah


ditambah 1 atau lebih 1 atau lebih tanda lain
tanda lain

Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Tabel 7. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995


Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:5

dehidrasu isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L

dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L

dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L

Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik

Rasa haus - + +

Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun

Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas

Kulit/ selaput lendir Basah Kering Kering sekali

Gejala SSP Apatis Koma Irritable, apatis,


hiperfleksi

Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik

Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat, dan keras

Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah

Banyaknya kasus 20-30% 70% 10-20%

Tabel 8. Gejala dehidrasi menurut tonisitas

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya


tidak diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah
lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:6

darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
tinja:

a. Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita


dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus,
prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja
yang mengandung darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.

Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau


tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu
banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan
dengan adnya warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh
bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat
adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah
dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat.
Tinja yang berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi
bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya
lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon ,
khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangatberbau menggambarkan
adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja
menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam
dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang
dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga
masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH
tinja <6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.9
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat
rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim
lactase. Enzim laktase merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di mukosa usus
halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan
clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest
dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara
tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya
reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari tinja segar
(sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair
dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet
clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna yang terjadi dicocokan
dengan warna standart. Biru berarti negative, kuning tua berarti positif kuat
(++++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan
(+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja
lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.9

b. Pemeriksaan mikroskopik

Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar


leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan
leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi
dan diberi tetes eosin atau Nacl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:7

bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative

bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)

bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)

bila terdapat leukosit lebih dari lapang pandang besar disebut (+++)

bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)


Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan
sudan III yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat
diwarnai secara mikroskopis dengan pembesaran 40 kali dicari butiran lemak
dengan warna kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:9

(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah
per lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai lapang
pandang

(++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100 per lapang
pandang atau sel memenuhi lebih dari lapang pandang

(+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang pandang.

Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan


memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan
delam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan
Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak
mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara.
Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCL fisiologis), karena telur cacing
dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista
lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan
pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.

Uji hidrogen napas

adalah pemeriksaan yang didasarkan atas adanya peningkatan kadar hydrogen


dalam udara ekspirasi. Gas hydrogen dalam udara ekspirasi berasal dari
fermentasi bakteri terhadap substrat baik di kolon maupun di usus halus.
Fermentasi bakteri di usus besar terjadi karena adanya substrat yang tidak
diabsorbsi tersebut seperti laktosa atau fruktosa akan difermentasi oleh bakteri
komensal menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid),
beberapa molekul alcohol dan gas hydrogen. Gas hydrogen tersebut dengan
cepat akan diserap masuk ke sirkulasi darah lalu masuk ke paru dan
dikeluarkan lewat udara napas.9
Fermentasi bakteri di usus halus terjadi karena adanya bacterial overgrowth ,
yang didefinisikan sebagai terdapatnya kolom atau spesies koloni lebih dari
106 unit per milliliter cairan usus halus yang seharusnya relative steril.
Sebelum pemeriksaan uji hydrogen napas penderita dipuasakan selama 4-6
jam, lalu diambil sampel udara napas dengan cara meniup ( pada bayi dengan
menggunakan sungkup) pada alat yang dapat menghitung kadar hydrogen
napas sebagai kadar awal hydrogen napas. Lalu diberikan larutan 2gr/kgBB
dengan konsentrasi 20% setelah itu diambil sampel udara napas seperti
sebelumnya setiap 30 menit selam 2-3 jam. Peningkatan kadar hydrogen napas
>20ppm, atau 10-20 ppm disertai gejala klinis (kembung, diare, muntah, sakit
perut) disebut positif. Apabila peningkatan tersebut diperoleh pada 30 menit
pertama yang berarti fermentasi laktosa oleh bakteri sudah terjadi, di usus
halus dan disimpulkan sebagai bacterial overgrowth. Peningkatan yang terjadi
setelah 2 jam menandakan adanya laktosa yang tidak diabsorbsi di usus halus,
sehingga masuk ke kolon dan difermentasi oleh bakteri di kolon menghasilkan
hydrogen yang ditangkap oleh alat.9

2.1.9 Tata laksana

Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, pemberian obat sesuaiindikasi dan edukasi pada orang tua. Tujuan
pengobatan:9

1. Mencegah dehidrasi

2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada

3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan


setelah diare

4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang
sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:12

1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah

Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:

Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

Jelaskan pada ibu:

- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan


tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada
setiap kali pemberian.

- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang
sebagai tambahan

- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan(kuah sayur, air tajin) atau air matang

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

- anak telah diobati dengan rencana terapi B atau dalam kunjungan

- anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah berat

Ajari pada ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus
oralit (200ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukan pada ibu berapa
banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi
kebutuhan cairanya sehari-hari:

- <2 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali BAB

- >2 tahun : 100 samapai 200 ml setiap kali BAB

Katakan pada ibu:

- agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk/


cangkir/gelas
- jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudian lanjutkan lagi dengan
lebih lambat.

- lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

Beri tablet Zinc

Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari dengan
dosis :

- umur <6 bulan : tablet (10 mg) perhari

- umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari

Lanjutkan pemeberian makanan

Kapan harus kembali

2. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik sesuai
yang dianjurkan selama periode 3 jam.

Usia <4 bulan 4-11 bulan 12-23 bulan 5-4 tahun 5-14tahun >15 tahun

Berat badan <5 kg 5-7,9 kg 8-10,9 kg 11-15,9 kg 16-29,9 kg >30 kg

Jumlah (ml) 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000

Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB. Kemudian setelah 3 jam ulangi


penilaian dan klasifikasikan kemabali derajat dehidrasinya, dan pilih rencana terapi
yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa pulang sebelum
pengobatan selesai tunjukan cara menyiapkan oralit di rumah, tunjukan berapa
banyak larutan oralit yang harus diberikan dirumah untuk menyelesaikan 3 jam
pertama. Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambah 6
bungkus lagi sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A. Jika anak
menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai kehilangan
cairan yang sedang berlangsung. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang
tidak menyusu, beri juga 100-200 ml air matang selama periode ini. Mulailah
member makan segera setelah anak ingin amkan. Lanjutkan pemberian ASI.
Tunjukan pada ibu cara memberikan larutan oralit. berikan tablet zinc selama 10
hari.

3. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)

Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
mulut, sementara infus disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau ringer
asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl)yang dibagi sebagai berikut.

Umur Pemberian pertama Pemebrian berikut 70ml/kgBB


30ml/kgBB selama selama

Bayi (bibawah umur12 bulan) 1 jam* 5 jam

Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 30 menit* 2 jam

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba

Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri
tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera setelah
anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak
tablet zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan. Periksa kembali bayi sesudah 6
jam atau anak sesudah 3 jam (klasifikasikan dehidrasi), kemudian pilih rencana terapi)
untuk melanjutkan penggunaan.

Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan
untuk memberikan pada penderita:

1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit

2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi

3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung.


Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun berperan
dalam menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun karena diare.
WHO dan UNICEF berusaha mengembangkan oralit yang sesuai dan lebih
bermanfaat. Telah dikembangkan oralt baru dengan osmolalitas lebih rendah.
Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang lama, namun efektifitasnya lebih baik
daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolalitas ini juga menurunkan
kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga
20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga
telah direkomendasikan WHO dan UNICEF untuk diare akut non kolera pada
anak.6,13

PENGOBATAN DIETETIK

Memuasakan penderita diare (hanya member air teh) sudah tidak dilakukan
lagi karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan atau KKP.
Sebagai pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetic dipakai singkatan O-B-E-
S-E, sebagai singkatan Oralit, Breast feeding, Early Feeding, Simultaneously with
Education.5

Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah


sembuh. Tujuanya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak anak mampu
menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makanya timbul kembali
setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah
atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan
penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus
akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur,
makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada
umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan
dengan anak sehat.1 Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan
selama anak mau. Peranan ASI selain memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat
0,05 SIgA/hari yang berperan memberikan perlindungan terhadap kuman pathogen. 12
Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak
setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa
mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul
kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan
pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH<6) dan terdapat bahan yang mereduksi
dalam tinja>0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari
kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap
selama 2-3 hari.14

Gejala klinis menghilang Susu rendah laktosa (ml) Susu normal (ml)
(hari)

Ke 1 150 50

Ke 2 100 100

Ke 3 50 150

Ke 4 0 200

Tabel 9. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)

Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak
atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit harus
berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau lebih)
dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan
seperti serealia pada umunya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah
disapih. Makanan padat memiliki keuntungan, yakni memperlambat pengosongan
lambung pada bayi yang minum ASI atau susu formula, jadi memperkecil jumlah
laktosa pada usus halus pr satuan waktu. Pemberian makanan lebih sering dalam
jumlah kecil juga memberikan keuntungan yang sama dalam mencernakan laktosa
dan penyerapanya. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri
dari:makanan pokok setempat misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi.
Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati
untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya
akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-
sayuran, serta ditambahkan tahu,tempe, daing atau ikan. Sari buah segar atau pisang
baik untui menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang
mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman
ringan, sebaiknya dihindari.

Pemberian makanan setelah diare

Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi teruatama bila terjadai anorexia hebat.
Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang akan zat gizi beberapa minggu
setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta
mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak
merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan
tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.6,9,14

ZINC

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara
kehidupan yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare
akut didasarkan pada efeknya terhadap imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran
cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc
pada diare dapat meningkatkan absorbs air dan elektrolit oleh usus halus
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border
apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen di
usus. Pengobatan dengan zinc cocok ditetapkan di negara-negara berkembang seprti
Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh
karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang
memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak-anak:

- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari


- anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anka telah sembuh dari
diare. Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk anak
lebih besar, zinx dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.6,15

Terapi medikamentosa

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti


antibiotika:antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi
mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak
diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak
direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum dikatakan
bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.

Antibiotik

Antbiotik apda umunya tidak diperlukan pad semua daire akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat
dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh
bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli, Salmonella,
Campilobacter, dan sebagainya,6

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif

Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB Erythromycin 12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20 mg/kg BB

2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2-5 hari

Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB

3xs ehari selama 5 hari (10 hari


pada kasus berat)

Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB


3x sehari selama 5 hari

Obat antidiare

Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan
tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat-obat
ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:5,6

Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine).
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuanya
untuk mengikat dan menginaktifasi toksin abkteri atau bahan lain yang
menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi
mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari
penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.
Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opiii,
paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada
orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari
itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat
memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme
penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal. Tidak satupun dari
obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.
Bismuth subsalicylate

Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada
anak dngan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.

Obat-obat lain:

Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi
oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan
diare, muntah biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi

PROBIOTIK

Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang


difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora
intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian
probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI.
Kemungkinan efek probiotik dalam pencegahan diare melalui perubahan lingkungan
mikrolumen usus , kompetisi nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen pada
enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus
melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi. Pemberian makanan selama daire
harus diteruskan dan ditingkatkan setelah sembuh, tujuanya adalah memberikan
makanan yang kaya nutrient sebanyak anka mampu menerima. Sebagian besar anak
dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi.
Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang
normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient,
sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi.

Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen


dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan mneunjukan
adanya kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel mukosa).
Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi dilekati bakteri
yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa usus dapat
mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen. Lactobacillus strain pada manusia
mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet HT 29-MTX pada
sel epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3 mempunyai
kemampuan melekat yang kuat, tidak tergantung pada calcium, sedangkan
Lactobacillus strain LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah. Kemampuan
perlekatan tersebut dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain LA1 mempunyai
kemampuan untuk mencegah perlekatan diarrheagenic Eschercia coli (EPEC) dan
bakteri enteroinvasif seperti Salmonella typhymurium, Yersinia tuberculosis.
Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1 lebih efektif bila diberikan sebelum
atau bersamaan dengan infeksi E coli daripada setelah infeksi E coli. Disamping
mekanisme perlekatan dengna reseptor pada epitel usus untuk mencegah pertumbuhan
bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri probiotik memberi manfaat pada pejamu
oleh karena produksi substansi antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin,
microcin, reuterin, volatile fatty acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen.6,9,16,17

A. Komplikasi5,6

1. Gangguan elektrolit

- Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan pemantauan


berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar natrium secara
perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya
oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik
menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan
rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5%
dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan
tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-
5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada
setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya
pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.6

- Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130 mmol/L).
Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari
hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai ringer
laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na serum
yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan
dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak
boleh melebihi 2 mEq/L/jam.6

- Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian


kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit
dengan monitor detak jantung.6

- Hipokalemia

Diakatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menuurut kadar


K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3
dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh
bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2
mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB). Hipokalemia dapat
menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan
aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan
sesudah diare berhenti6

2. Demam

Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada
umunya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam
sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang
timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah
mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang
demam. Pengobatan: kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.5
3. Edema/overhidrasi

Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang
tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada
edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat
yang diberi larutan garam faali. Pengobatan dengan pemberian cairan
intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.5

4. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnay basa


cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang
ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull). pemberian
oralit yang cukup mengadung bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki
asidosis.5

5. Ileus paralitik

Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut
kembung, muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada. Pengobatan
dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung
banyak K.5

6. Kejang5

o Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila


penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv,
dengan dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma
tersebut disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa
intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.
o Kejang demam
o Hipernatremia dan hiponatremia
o Penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya
dengan diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsy.
7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa

Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula


selama diare dapat menyebabkan:5

- Volume tinja bertambah


- berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
- dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.

Tindakan:

a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar


laktosa dan menghidari efek bolus
b. Mengencerkan susu jadi -1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi
kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti
makanan padat, perlu diberikan.
c. Pemberian yogurt atau susu ynag telah mengalami fermentasi untuk
mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau
ganti dengan susu kedelai.

8. Malabsorbsi glukosa

Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau
penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan
cairan intravena5

9. Muntah

Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan
infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral
terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok
makan tiap 2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena sering
menyebabkan penurunan kesadaran.5
10. Akut kidney injury

Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok.
Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12
jam setelah hidrasi cukup.5

2.1.10 Pencegahan

1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare

Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal


oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:

a. Pemberian ASI yang benar


b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak
dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:

a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan


dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.

c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan dengan


campak, dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah
diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel
usus. Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi
berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8%
kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita.5,6

d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi


alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan,
manifestasi diare. Di dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang
diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval
4-6 minggu. 6,9,18,19,20

2.1.11 Prognosis

Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan menjadi diare persisten.9

2.2 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar, pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo,

2011). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Menurut Notoatmodjo, 2011, pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu :

a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek

yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.


e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain,

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi

formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penilaian itu didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria kriteria yang ada

(Notoatmodjo, 2011).

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Lukman yang dikutip

oleh Hendra (2008), ada beberapa faktor yang memperngaruhi pengetahuan, yaitu:

a. Umur Singgih (1998), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka

proses proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur

tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berumur

belasan tahun. Selain itu, Abu Ahmadi (2001), juga mengemukakan bahwa daya ingat

seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat

disimpulkan bahwa bertambahnya umur dapat berpengaruh pada pertambahan

pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur umur tertentu atau

menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan

akan berkurang. Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan


pembagian pembagian umur sebagai berikut : 1. Menurut tingkat kedewasaan : 0

14 tahun : bayi dan anak - anak 15 49 tahun : orang muda dan dewasa 50 tahun ke

atas : orang tua 8 2. Interval 5 tahun : Kurang dari 1 tahun, 1 4 tahun, 5 9 tahun,

10 14 tahun dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Menurut Depkes RI yang dikutip

oleh Hardiwinoto, pembagian kategori umur, yaitu : 1. Masa balita : 0 5 tahun, 2.

Masa kanak kanak : 5 11 tahun, 3. Masa remaja awal : 12 16 tahun, 4. Masa

remaja akhir : 17 25 tahun, 5. Masa dewasa awal : 26 35 tahun, 6. Masa dewasa

akhir : 36 45 tahun, 7. Masa lansia awal : 46 55 tahun, 8. Masa lansia akhir : 56

65 tahun, 9. Masa manula : 65 sampai atas (Depkes RI, 2009).

b. Intelegensi Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan

berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi

bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berpikir dan mengolah berbagai

informasi secara terarah sehingga ia menguasai lingkungan (Khayan,1997). Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan

berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan.

c. Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang,

di mana seseorang dapat mempelajari hal hal yang baik dan juga hal hal yang

buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan

memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berpikir seseorang.


d. Sosial budaya Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain,

karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu

pengetahuan.

e. Pendidikan Menurut Notoatmodjo (1997), pendidikan adalah suatu kegiatan atau

proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu

sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut Wied hary A. (1996),

menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah atau tidaknya

seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada

umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin baik pula pengetahuannya.

f. Informasi Menurut Wied Hary A. (1996), informasi akan memberikan pengaruh

pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah

tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya televisi,

radio atau surat kabar, maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.

Informasi tidak terlepas dari sumber informasinya. Menurut Notoatmodjo (2003)

dalam Rahmahayani (2010), sumber informasi adalah asal dari suatu informasi atau

data yang diperoleh. Sumber informasi ini dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu:

1. Sumber informasi dokumenter Merupakan sumber informasi yang berhubungan

dengan dokumen resmi maupun dokumen tidak resmi. Dokumen resmi adalah bentuk

dokumen yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan di bawah tanggung jawab

instansi resmi. Dokumen tidak resmi adalah segala bentuk dokumen yang berada atau

menjadi tanggung jawab dan wewenang badan instansi tidak resmi atau perorangan.
Sumber primer atau sering disebut sumber data dengan pertama 10 dan hukum

mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi tersebut.

2. Sumber kepustakaan Kita telah mengetahui bahwa di dalam perpustakaan

tersimpan berbagai bahan bacaan dan informasi dan berbagai disiplin ilmu dari buku,

laporan laporan penelitian, majalah, ilmiah, jurnal, dan sebagainya.

3. Sumber informasi lapangan Sumber informasi akan mempengaruhi bertambahnya

pengetahuan seseorang tentang suatu hal sehingga informasi yang diperoleh dapat

terkumpul secara keseluruhan ataupun sebagainya. (Rahmahayani 2010).

g. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa

pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu suatu cara

memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat

digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan

cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 1997 dalam

Rahmahayani, 2010).

2.3 Sikap

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang

bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari

manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2012).

2.4 Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang

bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari

manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,

berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2012).

Bloom (1908), seorang ahli psikologi pendidikan yang membedakan adanya

tiga bidang perilaku yajni kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian dalam

perkembangannya, Bloom membagi perilaku itu didalam tiga domain

(ranah/kawasan) yang terdiri dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan

tindakan (practice). (Albarracin, et al, 2005).

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya.

2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.

3. Tindakan atau Praktik (practice)


Tindakan ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk

tindakan yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah

dimiliki.

2.5 Penelitian Relevan

Penelitian tentang pengetahuan dan perilaku ibu-ibu yang memiliki anak usia

di bawah 5 tahun dalam menangani kejadian diare yang dilakukan di India pada 204

ibu-ibu dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden terkait tanda-tanda bahaya,

penyebab, cara penularan dan tingkat pencegahan masih kurang. Selain itu, penelitian

ini juga mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tingkat

pendidikan dari responden dengan tindakan yang dilakukan responden dalam

menangani diare sehingga edukasi kesehatan dapat menjadi salah satu cara untuk

meningkatkan pengetahuan dan perilaku responden dalam menangani diare.21

Penelitian di Iran dengan jumlah responden sebanyak 430 ibu-ibu yang

memiliki anak usia dibawah 5 tahun, tentang pengetahuan dalam menangani kasus

diare, menyimpulkan bahwa responden memiliki pengetahuan yang rendah mengenai

diare. Tingkat pengetahuan tersebut berkaitan erat dengan usia ibu, pendidikan ayah

yang terkait status sosial dan tingkat ekonomi, jumlah anak, pekerjaan ibu dan sumber

pengetahuan. Responden yang mendapat informasi dari media dan bacaan memiliki

pengetahuan yang lebih baik daripada responden yang mendapat informasi dari pihak

keluarga atau orang sekitar. Namun, responden yang memiliki pengetahuan yang

baik, tidak dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut dengan baik dalam praktek
penanganan diare. Sebagian besar menangani diare di rumah. Intervensi yang dapat

diberikan dalam mengatasi hal tersebut adalah program edukasi untuk para responden

tentang penanganan diare. 22

Penelitian yang dilakukan di Ethiopia dengan 232 ibu yang merupakan

penduduk asli dan transmigrasi, yang dipilih secara random, tentang Pengetahuan,

Persepsi dan Keterampilan dalam Pencegahan dan Penanganan diare pada anak

dibawah usia 5 tahun memberikan hasil pengetahuan responden masih rendah.

Tingkat pengetahuan responden dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden. Hal

tersebut terlihat pada responden dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki

kesempatan yang lebih besar dalam memperoleh pengetahuan tentang diare

dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini dikarenakan responden

dengan tingkat pendidikan rendah tidak memiliki pengetahuan dasar yang cukup

tentang dampak dari faktor penyebab diare seperti suplai air, kebersihan, sanitasi yang

dapat menyebabkan diare. Oleh karena itu, pengetahuan ibu menjadi poin utama

dalam menurunkan angka kejadian diare.23

Penelitian di Pakistan tentang pengetahuan ibu dan sikap berkaitan dengan

diare pada daerah urban dengan jumlah responden 120 ibu, memberikan kesimpulan

bahwa sebagian besar responden memiliki pengertian yang baik tentang diare namun

memiliki pengetahun yang baik tentang penyebab diare dan cara pencegahan diare.

Responden tidak mampu mengenali tanda bahaya dan bagaimana cara untuk

menangani diare. Oleh karena itu, peningkatan kewaspadaan respon akan tanda

bahaya dan cara penanganan menjadi kunci dalam mengurangi morbiditas dan

mortalitas anak penderita diare yang berusia dibawah 5 tahun.24


Penelitian tentang pengetahuan dan persepsi dari ibu dan pengasuh pada anak

dengan diare di Tanzania memberikan kesimpulan bahwa pengetahuan responden

yang rendah akan faktor penyebab diare dan hal ini berkaitan langsung dengan tingkat

pendidikan responden. Hanya sepertiga responden yang sadar akan faktor peyebab

diare berasal dari sanitasi dan air yang buruk. Anggapan bahwa diare merupakan hal

yang wajar terjadi pada masa tumbuh kembang anak menjadi halangan bagi anak

dalam mendapatkan tindakan yang tepat dalam menangani diare. Anggapan tersebut

berkaitan dengan tingkat pendidikan responden (buta huruf). Selain itu, keterlambatan

memperoleh tindakan yang tepat dari tenaga kesehatan dan penggunaan pengobatan

traditional, meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas diare pada anak.

Rekomendasi dari penelitian ini antara lain melakukan penelitian lebih lanjut pada

bahan yang digunakan pada pengobatan tradisional dan edukasi tentang sanitasi

kepada ibu dan pengasuh dari anak yang berusia dibawah 5 tahun.25

2.6 Kerangka Berpikir

Perilaku sehat merupakan pengembangan dari konsep perilaku yang

dikembangkan Bloom. Faktor pengetahuan sikap dan perilaku orang tua dari balita

yang menderita diare.


Pengetahuan

Karakteristik Pengetahuan, Sikap dan


Sikap
Perilaku Orang tua dari Balita yang

Menderita Diare di Puskesmas Niki-Niki

Perilaku

Keterangan:

: Variabel yang diteliti


Jangan lupa tahun

Keterbatasan penelitian: contohnya waktu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan disain penelitian


etnografi dengan mempelajari pola perilaku,kebiasaan dan cara hidup masyarakat.
Partisipan pada penelitian ini adalah orang tua dari pasien anak yang menderita diare.
Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Jumlah partisipan
pada penelitian ini sebanyak tujuh orang.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Niki-Niki, Kecamatan


Amanuban Tengah, Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur pada
Februari 2017 sampai dengan April 2017.

3.3. Populasi
3.3.1. Populasi Target
Seluruh orang tua yang memiliki anak balita di wilayah kerja Puskesmas Niki-Niki,
Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara
Timur
3.3.2. Populasi Terjangkau
Seluruh orang tua yang memiliki anak balita penderita diare di wilayah kerja
Puskesmas Niki-Niki, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timur Tengah
Selatan, Nusa Tenggara Timur.

3.3.3 Sampel
Seluruh orang tua yang memiliki anak balita penderita diare di wilayah kerja
Puskesmas Niki-Niki, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timur Tengah
Selatan, Nusa Tenggara Timur.yang datang berobat ke Puskesmas Niki-Niki pada
Februari 2017 sampai April 2017.

3.3.3.1 Teknik Pengambilan Sampel


Metode pengambilan sampel adalah dengan cara non probability sampling yaitu
purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan terhadap pasien yang memnenuhi
kriteria inklusi di Puskesmas Niki-Niki, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten
Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.4.1 Kriteria Inklusi
Orang tua balita yang anaknya menderita sakit diare dan berobat di Puskesmas Niki-
Niki, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa
Tenggara Timur pada bulan Februari 2017 sampai bulan April 2017 yang bersedia
diperiksa, dapat berbahasa Indonesia dan bersedia diwawancara.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Orang tua balita yang anaknya menderita sakit diare dan berobat di Puskesmas Niki-
Niki, Amanuban Tengah, Kecamatan Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur
pada bulan Februari 2017 sampai bulan April 2017 yang tidak bersedia diperiksa,
tidak dapat berbahasa Indonesia, dan tidak bersedia diwawancara.
3.5. Sumber Data

3.5.1. Data Primer

Data primer dikumpulkan dengan cara mewawancarai orang tua yang memiliki anak
balita penderita diare yang datang berobat di Puskesmas Niki-Niki, Kecamatan
Amanuban Tengah, Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur pada
bulan Februari 2017 sampai bulan April 2017.

3.6. Instrumen Penelitian


Alat dan bahan yang diperlukan:
1. Alat tulis
2. Recorder
3. Daftar Pertanyaan

3.7. Cara Kerja


1. Peneliti menghubungi kepala Puskesmas Niki-Niki, Kecamatan Amanuban Tengah,
Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur untuk meminta ijin dan
meminta persetujuan untuk melakukan penelitian.
2. Peneliti mengumpulkan bahan ilmiah dan merencanakan desain penelitian
3. Peneliti mengumpulkan data jumlah pasien anak balita penderita diare di
Puskesmas Niki-Niki, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timur Tengah
Selatan, Nusa Tenggara Timur.
4. Peneliti mempersiapkan instrument untuk melakukan penelitian
5. Peneliti mengumpulkan data berdasarkan kriteria inklusi
6. Pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pengambilan data dengan
cara diwawancara secara langsung oleh peneliti.
7. Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data
8. Penulisan laporan penelitian
9. Laporan penelitian
3.8. Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini, digunakan variable terikat (dependent), dan variable bebas
(independent)
1. Variabel terikat berupa penyakit diare
2.Variabel bebas berupa usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, gaya
hidup

3.9. Definisi Operasional


A. Subjek penelitian adalah seluruh orang tua yang memiliki anak balita penderita
diare di wilayah kerja Puskesmas Niki-Niki, Kecamatan Amanuban Tengah,
Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.yang datang berobat ke
Puskesmas Niki-Niki pada Februari 2017 sampai April 2017.

B. Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasnya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja(menjadi cair), dengan
atau tanpa darah dan atau lendir.

C. Usia
Usia adalah lamanya hidup seseorang sejak dilahirkan sampai saat penelitian
dilakukan. Usia dihitungdari tanggal, bulan dan tahun penelitian dikurangi tanggal,
bulan dan tahun lahir yang tertera di KTP yang masih berlaku. Bila terdapat
kelebihan, umuru kurang dari enam bulan, dibulatkan ke bawah.

Alat ukur adalah KTP.


Skala data adalah ordinal.
Kategori Usia menurut Depkes 2009
Masa Balita 0-5 tahun
Masa Kanak-Kanak 5-11 tahun
Masa Remaja Awal 12-16 tahun
Masa Remaja Akhir 17-25 tahun
Masa Dewasa Awal 26-35 tahun
Masa Dewasa Akhir 36-46 tahun
Masa Lansia Awal 46-55 tahun
Masa Lansia Akhir 56-65 tahun
Masa Manula 65 tahun keatas

D. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah pengelompokan suatu individu melalui pengamatan
perkembangan seks sekunder. Pada perempuan adalah berupa payudara, suara yang
tinggi dan bentuk pinggul yang lebar. Seks sekunder pada laki-laki dilihat dari adanya
jakun, suara yang berat, dan kumis.
Alat ukur adalah KTP
Skala data adalah nominal
Kategori:
JENIS KELAMIN
Perempuan
Laki-laki

E. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur

sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari

pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum.

TINGKAT PENDIDIKAN

SD

SMP

SMA

SARJANA

F. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu hubungan yang melibatkan dua pihak

antara perusahaan dengan para pekerja/karyawan.Para pekerja akan mendapatkan gaji

sebagai balas jasa dari pihak perusahaan, dan jumlahnya tergantung dari jenis profesi

yang dilakukan.

PEKERJAAN

Ibu rumah tangga

Wiraswasta

Pegawai negeri

G. Gaya Hidup

Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang

memerlukan pengeluaran energi. Aktifitas fisik bisa kita nilai dari kegiatan sehari-hari

yang dilakukan oleh individu tersebut.

Alat ukur adalah wawancara

MENCUCI TANGAN

Selalu

Kadang-kadang

Jarang

Tidak pernah

CARA PEMBUANGAN SAMPAH

Membuang di tempat sampah


Membuang di hutan

Di bakar

Dibiarkan hingga menumpuk

TEMPAT BUANG AIR BESAR

Di tanah

Di sungai

Di jamban

Di mana saja

SUMBER AIR BERSIH

Air sumur

Air PAM

Air sungai

Air hujan

3.10. Manajemen dan Analisis Data

3.10.1 Penyajian Data

Data yang didapat disajikan dalam bentuk tekstular dan tubular.

3.10.2. Interpretasi Data


Data diinterpretasikan secara deskriptif antara variable-variabel yang telah ditentukan.

3.10.3 Pelaporan Data

Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan

dipresentasikan dihadapan seluruh Staf Puskesmas Niki-Niki, Amanuban Tengah,

Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timor pada tanggal. 2017.

3.11. Etika Penelitian

Pada penelitian ini, subjek di wilayah Puskesmas Niki-Niki, Amanuban Tengah,

Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timor pada tanggal 20 Maret sampai 20 April

2017 diberikan jaminan bahwa data-data yang mereka berikan dijamin

kerahasiaannya dan berhak menolak untuk menjadi responden.


BAB IV

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Niki-


Niki, Kec.Amanuban Tengah, pada 20 Maret 2017 20 April 2017, telah di peroleh
data responden sebagai berikut :

No Nama Anak Nama Orangtua


1 An, A (1 tahun) Ny. Debora
2 An. M (1 tahun 6 bulan) Ny. Anika
3 An. E (8 bulan) Ny. Yence
4 An. G (10 bulan) Ny. Febileo
5 An. Geraldo (11 bulan) Ny. Yusni
6 An. Priskila (3 bulan) Ny. Elisabeth
7 An. Trisna (1 tahun 6 bulan) Ny. Jumita

Melalui wawancara yang telah dilakukan terhadap responden tersebut,


didapatkan hasil wawancara mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku dari orangtua
mengenai penyakit diare yaitu sebagai berikut :

A. Pengetahuan
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah atau tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya
semakin tinggi pendidikan seseorang makin baik pula pengetahuannya. Dari hasil
penelitian yang di dapat ternyata pengetahuan orang tua dari balita penderita diare
yang berobat ke puskesmas Niki-Niki paling tinggi tingkat pengetahuannya SMP
hal ini akan mempengaruhi pengetauhan terhadap penyakit diare, hal senada juga
diungkapkan oleh penelitian di Tanzania tahun 2010 memberikan kesimpulan
bahwa pengetahuan responden yang rendah akan faktor penyebab diare dan hal ini
berkaitan langsung dengan tingkat pendidikan responden.

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja(menjadi cair),
dengan atau tanpa darah dan atau lendir. Dari hasil penelitian didapat pengetahuan
ibu terhadap penyakit diare :

- Ny. D,A,Yn,F : buang air besar lebih dari 3 kali dengan tinja yang encer

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan responden tentang pengertian


diare cukup baik. Hal ini dibuktikan dari jawaban setiap responden saat
wawancara.

Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri
dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-
inflamatory dan inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare
melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh
virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri.
Sebaliknya inflammatoyi diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi
usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.Menurut ibu, apakah penyebab
penyakit diare?

- Ny. D,A,Yn,F,Ys,E : bisa karena makanan tidak bersih, alergi susu, dan
air yang tercemar kuman

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan responden tentang penyebab


diare cukup baik. Hal ini dibuktikan dari jawaban setiap responden saat
wawancara.

Komplikasi yang terjadi jika diare tidak ditangani adalah gangguan elektrolit,
demam, dehidrasi, asidosis metabolik, ileus paralitik, kejang. Bila kita
menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar (90%) kasus
diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%)
akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan
menjadi diare persisten.

- Ny. D,Ys,E,J : bisa sampai bikin lemas, tidak sadar, kematian


Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan responden tentang bahaya
diare jika tidak ditangani cukup baik. Hal ini dibuktikan dari jawaban setiap
responden saat wawancara.

Pencegahan diare pada anak adalah pemberian ASI yang benar, memperbaiki
penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI, menggunakan air bersih
yang cukup, membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan, penggunaan jamban yang bersih dan higienis
oleh seluruh anggota keluarga, membuang tinja bayi yang benar.

- Ny. D,A,Yn,F,Ys,E,J : jaga kebersihan dan sering cuci tangan sebelum


dan setelah makan, menjaga kebersihan makanan dan lingkungan.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan dan sikap responden tentang
cara pencegahan diare cukup baik. Hal ini dibuktikan dari jawaban setiap
responden saat wawancara.

B. Sikap

Penanganganan diare pada anak adalah pemberian cairan tambahan (ASI, kuah sayur,
air tajin atau air matang) oralit dan zinc.

Jawaban :
- Ny. D,A,F,J : air garam campur gula (oralit),ASI.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sikap responden dalam menangani diare cukup
baik. Hal ini dibuktikan dari jawaban setiap responden saat wawancara.

1. Apakah ibu mengetahui tentang oralit dan cara membuatnya?


Jawaban :
- Ny. D : Iya. Dengan mencampurkan gula dan garam
- Ny. A : Iya. Air garam yang diberikan gula
- Ny. Yn : Iya. Air garam yang ditambahkan gula
- Ny. F : Tidak tahu
- Ny. Ys : Iya. Gula ditambahkan garam dan diberikan air
- Ny. E : Tahu. Oralit yang diberikan dokter dicampur dengan segelas air
putih
- Ny. J: Air gula campur dengan garam
2. Apakah yang dilakukan oleh ibu jika diare terus berlanjut meski telah
ditangani di rumah?
Jawaban :
- Ny. D : Bawa ke dokter
- Ny. A : Bawa ke puskesmas
- Ny. Yn : Bawa ke rumah sakit
- Ny. F : Bawa ke dokter
- Ny. Ys : Bawa ke dokter
- Ny. E : bawa ke rumah sakit
- Ny. J : bawa kedokter

3. Kondisi anak seperti apa yang membuat ibu membawa anak ke dokter untuk
ditangani lebih lanjut?
Jawaban :
- Ny. D : Jika anak masih diare setelah diberikan air garam dan gula
- Ny. A : Bila anak masih diare setelah diberi minum air campuran gula
dan garam
- Ny. Yn : Anak masih diare setelah dikasih oralit
- Ny. F : Pada saat diare pertama kali
- Ny. Ys : Diare 1 hari
- Ny. E : Jika diare dalam satu hari sudah berulang-ulang kali
- Ny. J : Jika diare langsung di bawa ke dokter

Berdasarkan jawaban dari 5 pertanyan yang berkaitan dengan sikap orangtua terhadap
penyakit diare, dapat dilihat :
- Pertanyaan 1 : 4 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai penanganan
pertama pada anak diare
- Pertanyaan 2 : 4 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai oralit dan
cara pembuatannya
- Pertanyaan 3 : 5 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai tindakan
pencegahan diare pada anak
- Pertanyaan 4 : 7 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai penanganan
lanjutan jika diare berlanjut
- Pertanyaan 5 : 3 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai kondisi
anak yang mengalami diare yamg membutuhkan penanganan lebih lanjut

C. Perilaku
1. Apakah yang dilakukan oleh ibu sebelum menyiapkan makanan untuk anak?
Jawaban :
- Ny. D : Cuci tangan, pakai peralatan masak bersih, dan cuci sayur
- Ny. A : Cuci tangan, cuci sayur, dan pakai piring bersih
- Ny. Yn : Cuci sayur, alat makan yang bersih, dan cuci tangan
- Ny. F : Cuci bahan makanan dan pakai peralatan kering terus cuci
tangan
- Ny. Ys : Cuci tangan
- Ny. E : Cuci semua bahan yang akan dimasak
- Ny. J : Cuci tangan

2. Apakah ibu dan anak ibu mencuci tangan sebelum dan sesudah anak makan?
Jawaban :
- Ny. D : Selalu
- Ny. A : Selalu
- Ny. Yn : Kalau ingat
- Ny. F : Selalu
- Ny. Ys : Kadang-kadang
- Ny. E : Jarang
- Ny. J : Kadang-kadang

3. Darimanakah sumber air bersih di rumah?


Jawaban :
- Ny. D : Sumur
- Ny. A : Sumur
- Ny. Yn : Sumur
- Ny. F : Sumur
- Ny. Ys : Sumur
- Ny. E : Sumur
- Ny. J : Sumur

4. Bagaimana cara ibu dan keluarga membuang sampah di rumah?


Jawaban :
- Ny. D : Bakar sampah
- Ny. A : Biarkan saja
- Ny. Yn : Biarkan
- Ny. F : Gali lubang
- Ny. Ys : Buang di hutan
- Ny. E : Bakar sampah
- Ny. J : Di buang di tempat sampah lalu di bakar

5. Dimanakah biasanya anak buang air besar?


Jawaban :
- Ny. D : Kamar mandi
- Ny. A : Tanah
- Ny. Yn : Tanah
- Ny. F : Kamar mandi
- Ny. Ys : Kamar mandi
- Ny. E : WC
- Ny. J : Kadang dikamar, kadang di tanah

Berdasarkan jawaban dari 5 pertanyan yang berkaitan dengan perilaku orangtua


terhadap pencegahan penyakit diare, dapat dilihat :
- Pertanyaan 1 : 5 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar akan apa yang
dilakukan sebelum mempersiapkan makanan untuk anak.
- Pertanyaan 2 : 4 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai tindakan
mencuci tangan sebelum dan sesudah anak makan.
- Pertanyaan 3 : 7 dari 7 ibu menjawab sumur sebagai sumber air di rumah.
- Pertanyaan 4 : 2 dari 7 ibu membuang sampah setiap hari pada tempat
pembuangan khusus.
- Pertanyaan 5 : 4 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai tempat
pembuangan air besar.

Jadi lampiran

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengetahuan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ibu-ibu di wilayah kerja

Puskesmas Niki-Niki yang menjadi responden pada penelitian ini kurang mengetahui

serta kurang mengerti mengenai penyakit diare. Meskipun tingkat pendidikan

responden pada penelitian ini dikategorikan cukup baik, namun ada beberapa

responden masih belum dapat menjawab dengan benar. Pada penelitian ini didapatkan

hasil yang sama dengan penelitian di India, Iran, Ethiopia, Pakistan dan Tanzania

yang mengungkapkan bahwa pengetahuan tentang diare dan penanganannya masih

kurang. Hal ini terkait dengan tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi

pengetahun responden terhadap diare. Penelitian di Ethiopia mengungkapkan alasan

keterkaitan ini karena ibu dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki
kesempatan yang lebih besar dalam memperoleh pengetahuan tentang diare

dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Namun, berbeda dengan

penelitian di Iran yang mengungkapkan bahwa pengetahuan responden terhadap diare

lebih dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ayah dan sumber pengetahuan. Tingkat

pendidikan ayah mempengaruhi status social dan tingkat ekonomi yang menyebabkan

pengetahuan para ibu menjadi rendah tentang diare. Begitupun dengan sumber

pengetahuan yang diperoleh para ibu mempengaruhi seberapa jauh pengetahuan ibu

tentang diare. Responden yang mendapat informasi dari media dan bacaan memiliki

pengetahuan yang lebih baik daripada responden yang mendapat informasi dari pihak

keluarga atau orang sekitar yang diwarisi secara turun menurun.

4.2.2 Sikap

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa orangtua di wilayah kerja

Puskesmas Niki-Niki yang menjadi responden pada penelitian ini memiliki sikap yang

benar dalam menangani diare pada anak. Meskipun pengetahuan responden mengenai

diare dikategorikan kurang baik tetapi hal ini tidak mempengaruhi responden dalam

menyikapi kejadian diare. Hal ini dikarenakan kebiasaan sehari-hari yang telah

diterapkan dilingkungan responden. Hal ini memiliki kesamaan dengan responden di

Ethiopia yang mendapatkan pengetahuan tentang penanganan diare dari pihak

keluarga dan orang sekitar dan diwariskan turun temurun dari masa ke masa.

4.2.3 Perilaku

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa orangtua di wilayah kerja

Puskesmas Niki-Niki yang menjadi responden pada penelitian ini memiliki perilaku
yang kurang baik dalam menyikapi kejadian diare. Hal ini dapat dipengaruhi karena

pengetahuan responden mengenai diare masih kurang. Demikian pula hasil penelitian

di India, Iran, Ethiopia, Pakistan, dan Tanzania yang mengungkapkan bahwa terdapat

hubungan erat antara tingkat pengetahuan dengan tindakan yang dilakukan responden

dalam menangani diare. Responden dengan tingkat pendidikan rendah tidak memiliki

pengetahuan dasar yang cukup tentang dampak dari faktor penyebab diare seperti

suplai air, kebersihan, sanitasi yang dapat menyebabkan diare.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Niki-

Niki dapat dilihat bahwa pengetahuan dan perilaku responden masih kurang

sedangkan sikap responden terhadap kejadian diare cukup baik, sehimgga dapat

disimpulkan bahwa responden memiliki sikap yang benar dalam menangani kejadian

diare tetapi pengetahuan dan perilaku responden tidak berjalan seiring dengan sikap

tersebut.

5.2 Saran

- Kepada peneliti selanjutnya : sebaiknya dalam pengambilan sampel peneliti tidak

terlalu mengarahkan responden dalam menjawab sehingga diperoleh hasil penelitian

yang benar-benar sesuai dengan kondisi reponden tersebut.

- Kepada puskesmas : memperbanyak kegiatan penyuluhan mengenai diare dengan

harapan dapat menambah pengetahuan masyarakat terhadap penyakit diare

- Kepada masyarakat: meminta masyarakat untuk dapat menerapkan perilaku hidup

bersih dan sehat guna mencegah terjadinya diare.


DAFTAR PUSTAKA

1. Acute Diarrhea in Adults and Children A Global Perspective

2. Kemenkes RI. Profil data Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia; 2012.

3. Kemenkes RI. Situasi diare di Indonesia: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia; 2011.

4. Riskesdas 2013

5. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.

Jakarta: Sagung Seto. 2007:1-24.

6. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-

Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-

Hepatologi IDAI. 2010:87-110.

7. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta

Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53.

8. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition.

United Stated of Amrica, Lippincot wiliams.

9. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta:

Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.

10. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology

and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced

Based Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in


Europe. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-

184.2008.

11. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on the

tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam

http:www.glut.bmj.com.[diunuduh tanggal 10 Juli 2011].

12. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit

Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota.

Jakarta: WHO Indonesia.2009.

13. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality

Formulation. Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002.

[diunduh tanggal 16 Juli 2011].

14. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta

Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.

15. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood

Diarrhea and respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007 ;119:1120.

16. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and

inflammation. Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159.

17. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus

dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-

111.

18. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated

Guidelines for use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.

19. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large Urban

population in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.


20. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi

Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31.

21. Kiran et al. A Study on Knowledge and Practice of Mothers of Under- Five

Children Regarding Management of Diarrhoea in Urban Field Practice Area of

MRMC. International Journal of Communuty Medicine and Public Health:

705-10, 2016.

22. Ghasemi AA, et-al. Knowledge of Mothers in Management of Diarrhea in

Under-Five Children. Nurs Midwifery Stud: 2(1). 2013.

23. Merga N, Alemayehu T. Knowledge, Perception, and Management Skills of

Mothers with Under-five Children about Diarrhoeal Disease in Indigenous and

Resettlement Communities in Assosa District, Western Ethiopia. Heakth

Popul Nutr: 33(1): 20-30. 2015.

24. Salmanuddin, Shah I, Et al. Mothers Knowledge and Attitude Associated

with Diarrhea in an Urban Area in Karachi, Pakistan. International Journal of

Innovative Research and Development. 4(5): 138-41. 2015.

25. K D Mwambete, R Joseph. Knowledge and Preception of Mothers and

Caregivers on Childhood Diarrhoea and Its Management in Temeke

Municipality, Tanzania. Tanzania Journal of Health Research. 12 (1).2010.


LAMPIRAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Niki-


Niki, Kec.Amanuban Tengah, pada 20 Maret 2017 20 April 2017, telah di peroleh
data responden sebagai berikut :

No Nama Anak Nama Orangtua


1 An, A (1 tahun) Ny. Debora
2 An. M (1 tahun 6 bulan) Ny. Anika
3 An. E (8 bulan) Ny. Yence
4 An. G (10 bulan) Ny. Febileo
5 An. Geraldo (11 bulan) Ny. Yusni
6 An. Priskila (3 bulan) Ny. Elisabeth
7 An. Trisna (1 tahun 6 bulan) Ny. Jumita

Melalui wawancara yang telah dilakukan terhadap responden tersebut,


didapatkan hasil wawancara mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku dari orangtua
mengenai penyakit diare yaitu sebagai berikut :

D. Pengetahuan
1. Apakah yang ibu ketahui tentang penyakit diare?
Jawaban :
- Ny. D : buang air besar lebih dari 3 kali dengan tinja yang encer
- Ny. A : buang air besar dengan tinja yang encer dan sangat sering
- Ny. Yn : buang air besar dengan tinja encer dan berkali-kali
- Ny. F : buang air besar dengan tinja encer
- Ny. Ys : mencret
- Ny. E : mencret
- Ny. J : mencret, keluar cairan lender-lendir

2. Menurut ibu, apakah penyebab penyakit diare?


Jawaban :
- Ny. D : karena makanan yang sudah tercemar oleh kuman
- Ny. A : karena makanan yang kurang bersih dan tercemar kuman
- Ny.Yn : bisa karena makanan tidak bersih, alergi susu, dan air yang
tercemar kuman
- Ny. F : karena alergi susu
- Ny. Ys : kurang kebersihan dan kurang menjaga cara makan
- Ny. E : karena kurang kebersihan makanan, tubuh, lingkungan, dan air
minum
- Ny. J : Cuaca, air minum tidak di masak, makanan yang berlemak

3. Menurut ibu, kebiasaan apa yang sering menyebabkan anak diare?


Jawaban :
- Ny. D : tidak mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air
besar
- Ny. A : sering bermain diluar rumah
- Ny. Yn : jarang mencuci tangan ketika mau makan, setelah buang air
besar
- Ny. F : tidak mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
- Ny. Yn : tempat makan kurang bersih, pakaian
- Ny. E : lingkungan kurang bersih
- Ny. J: banyak bermain, terkena kotoran

4. Apakah ibu tahu bahaya yang terjadi pada anak jika diare tidak diobati?
Jawaban :
- Ny. D : bisa sampai bikin lemas dan tidak sadar
- Ny. A : tidak tahu
- Ny. Yn : tidak tahu
- Ny. F : tidak tahu
- Ny. Ys : menyebabkan kematian
- Ny. E : bisa meninggal
- Ny. J : bisa mati

5. Apakah yang ibu tahu untuk mencegah anak agar tidak diare?
Jawaban :
- Ny. D : jaga kebersihan dan sering cuci tangan sebelum dan setelah
makan
- Ny. A : cuci tangan saat mau makan dan jaga kebersihan
- Ny. Yn : sering mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, jaga
kebersihan
- Ny. F : jaga kebersihan, dan sering cuci tangan
- Ny. Ys : menjaga kebersihan
- Ny. E : menjaga kebersihan makanan, air, lingkungan, sering cuci
tangan
- Ny. J : Air harus dimasak, makanan harus bersih, halaman harus bersih,
buang sampah ditempat sampah
Berdasarkan jawaban dari 5 pertanyan yang berkaitan dengan pengetahuan orangtua
terhadap penyakit diare, dapat dilihat :
- Pertanyaan 1 : 3 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai definisi
diare
- Pertanyaan 2 : 1 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai penyebab
diare
- Pertanyaan 3 : 3 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai kebiasaan
anak yang berhubungan dengan kejadian diare
- Pertanyaan 4 : 4 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai dampak
diare pada anak
- Pertanyaan 5 : 6 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai pencegahan
diare pada anak

E. Sikap
4. Apa yang biasanya diberikan ibu pada saat anak diare?
Jawaban :
- Ny. D : air garam campur gula
- Ny. A : air gula yang diberikan garam
- Ny. Yn : obat untuk menghentikan diare
- Ny. F : obat oralit
- Ny. Ys : obat warung
- Ny. E : ASI dan susu formula
- Ny. J : Oralit

5. Apakah ibu mengetahui tentang oralit dan cara membuatnya?


Jawaban :
- Ny. D : Iya. Dengan mencampurkan gula dan garam
- Ny. A : Iya. Air garam yang diberikan gula
- Ny. Yn : Iya. Air garam yang ditambahkan gula
- Ny. F : Tidak tahu
- Ny. Ys : Iya. Gula ditambahkan garam dan diberikan air
- Ny. E : Tahu. Oralit yang diberikan dokter dicampur dengan segelas air
putih
- Ny. J: Air gula campur dengan garam

6. Apa yang harus dilakukan oleh ibu agar anak terhindar dari diare?
Jawaban :
- Ny. D : Menjaga kebersihan makanan dan cuci tangan
- Ny. A : Menjaga kebersihan anak termasuk peralatan makan dan cuci
tangan
- Ny. Yn : Mencuci tangan dan kebersihan makanan anak
- Ny. F : Mejaga kebersihan anak dan ibu termasuk peralatan makan
- Ny. Ys : Minum vitamin
- Ny. E : Menjaga kebersihan makanan, lingkungan tempat tinggal, air,
cuci tangan
- Ny. J : Menjaga kebersihan

7. Apakah yang dilakukan oleh ibu jika diare terus berlanjut meski telah
ditangani di rumah?
Jawaban :
- Ny. D : Bawa ke dokter
- Ny. A : Bawa ke puskesmas
- Ny. Yn : Bawa ke rumah sakit
- Ny. F : Bawa ke dokter
- Ny. Ys : Bawa ke dokter
- Ny. E : bawa ke rumah sakit
- Ny. J : bawa kedokter

8. Kondisi anak seperti apa yang membuat ibu membawa anak ke dokter untuk
ditangani lebih lanjut?
Jawaban :
- Ny. D : Jika anak masih diare setelah diberikan air garam dan gula
- Ny. A : Bila anak masih diare setelah diberi minum air campuran gula
dan garam
- Ny. Yn : Anak masih diare setelah dikasih oralit
- Ny. F : Pada saat diare pertama kali
- Ny. Ys : Diare 1 hari
- Ny. E : Jika diare dalam satu hari sudah berulang-ulang kali
- Ny. J : Jika diare langsung di bawa ke dokter

Berdasarkan jawaban dari 5 pertanyan yang berkaitan dengan sikap orangtua terhadap
penyakit diare, dapat dilihat :
- Pertanyaan 1 : 4 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai penanganan
pertama pada anak diare
- Pertanyaan 2 : 4 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai oralit dan
cara pembuatannya
- Pertanyaan 3 : 5 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai tindakan
pencegahan diare pada anak
- Pertanyaan 4 : 7 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai penanganan
lanjutan jika diare berlanjut
- Pertanyaan 5 : 3 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai kondisi
anak yang mengalami diare yamg membutuhkan penanganan lebih lanjut
F. Perilaku
6. Apakah yang dilakukan oleh ibu sebelum menyiapkan makanan untuk anak?
Jawaban :
- Ny. D : Cuci tangan, pakai peralatan masak bersih, dan cuci sayur
- Ny. A : Cuci tangan, cuci sayur, dan pakai piring bersih
- Ny. Yn : Cuci sayur, alat makan yang bersih, dan cuci tangan
- Ny. F : Cuci bahan makanan dan pakai peralatan kering terus cuci
tangan
- Ny. Ys : Cuci tangan
- Ny. E : Cuci semua bahan yang akan dimasak
- Ny. J : Cuci tangan

7. Apakah ibu dan anak ibu mencuci tangan sebelum dan sesudah anak makan?
Jawaban :
- Ny. D : Selalu
- Ny. A : Selalu
- Ny. Yn : Kalau ingat
- Ny. F : Selalu
- Ny. Ys : Kadang-kadang
- Ny. E : Jarang
- Ny. J : Kadang-kadang

8. Darimanakah sumber air bersih di rumah?


Jawaban :
- Ny. D : Sumur
- Ny. A : Sumur
- Ny. Yn : Sumur
- Ny. F : Sumur
- Ny. Ys : Sumur
- Ny. E : Sumur
- Ny. J : Sumur

9. Bagaimana cara ibu dan keluarga membuang sampah di rumah?


Jawaban :
- Ny. D : Bakar sampah
- Ny. A : Biarkan saja
- Ny. Yn : Biarkan
- Ny. F : Gali lubang
- Ny. Ys : Buang di hutan
- Ny. E : Bakar sampah
- Ny. J : Di buang di tempat sampah lalu di bakar

10. Dimanakah biasanya anak buang air besar?


Jawaban :
- Ny. D : Kamar mandi
- Ny. A : Tanah
- Ny. Yn : Tanah
- Ny. F : Kamar mandi
- Ny. Ys : Kamar mandi
- Ny. E : WC
- Ny. J : Kadang dikamar, kadang di tanah

Berdasarkan jawaban dari 5 pertanyan yang berkaitan dengan perilaku orangtua


terhadap pencegahan penyakit diare, dapat dilihat :
- Pertanyaan 1 : 5 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar akan apa yang
dilakukan sebelum mempersiapkan makanan untuk anak.
- Pertanyaan 2 : 4 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai tindakan
mencuci tangan sebelum dan sesudah anak makan.
- Pertanyaan 3 : 7 dari 7 ibu menjawab sumur sebagai sumber air di rumah.
- Pertanyaan 4 : 2 dari 7 ibu membuang sampah setiap hari pada tempat
pembuangan khusus.
- Pertanyaan 5 : 4 dari 7 ibu dapat menjawab dengan benar mengenai tempat
pembuangan air besar.

Jadi lampiran

Anda mungkin juga menyukai