Anda di halaman 1dari 12

Vol. 2 No.

1 Oktober 2014

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DAN


INDUSTRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS (SIG)
Faizal Musaqqif Affan (10130020)
Mahasiswa Pendidikan Geografi IKIP Veteran Semarang

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Luas pertumbuhan permukiman di kecamatan Genuk;
(2) Luas pertumbuhan pembangunan industri di kecamatan Genuk; (3) Mengetahui hasil dari
pengolahan citra satelit untuk penggunaan lahan yang ada di kecamatan Genuk. Jenis penelitian
adalah kualitatif dengan tiga variable yaitu luas wilayah yang menjadi permukiman di kecamatan
Genuk, luas wilayah yang menjadi industri di kecamatan Genuk, dan luas wilayah di kecamatan
Genuk. Objek penelitian adalah analisis perubahan penggunaan lahan untuk permukiman dan
industri yang ada di kecmatan Genuk kota Semarang. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: (1)
Pengolahan peta tematik dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) program Google Earth Pro,
Global Mapper 11, dan Arcview 3.3 memiliki kecapatan, ketepatan, memiliki data yang up date dan
dapat melakukan penyajian peta tematik yang lebih baik dan memiliki resiko yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan metode konvensional. Namun dalam melakukan metode ini perlu juga
melakukan survey atau observasi lapangan/tempat yang diteliti agar kita mampu mengetahui
seberapa akurat data yang didapat dari citra dengan keadaan yang nyata. (2) Perubahan
penggunaan lahan untuk permukiman dan industri di kecamatan Genuk banyak terjadi pertambahan
permukiman di setiap kelurahan dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun 2009 2013. Namun ada
beberapa permukiman dan industri yang hilang atau sudah tidak ada di tahun 2013 dengan adanya
beberapa factor yang salah satunya akibat bajir rob atau masuknya air laut ke daratan. Jika di
urutkan dari kelurahan tertinggi pertambahan permukimannya maka akan diurutkan sebagai berikut
Karangroto, Bangetayu Kulon, Bangetayu Wetan, Genuksari, Sembungharjo, Banjardowo, Kudu,
Penggaron Lor, Gebangsari, Trimulyo, Terboyo Wetan, Muktiharjo Lor, dan Terboyo kulon.
Sedangkan pertambahan di wilayah industri di urutkan dari yang tertinggi yaitu Trimulyo, Terboyo
Kulon, Terboyo Wetan, Bangetayu Kulon, Banjardowo, Gebangsari, Karangroto, Sembungharjo,
Bangetayu Wetan, Genuksari, Muktiharjo Lor, Penggaron Lor, dan Kudu.
Kata kunci: Permukiman, Industri, SIG, Luas Wilayah, Genuk, Peta Tematik
PENDAHULUAN
Kecamatan Genuk merupakan bagian dari wilayah Semarang utara yang memiliki 13 kelurahan
yaitu Bangetayu Kulon, Bangetayu Wetan, Banjardowo, Gebangsari, Genuksari, Karangroto, Kudu,
Muktiharjo Lor, Penggaron Lor, Sembungharjo, Terboyo Kulon, Terboyo Wetan, dan Trimulyo. Dan
memiliki luas wilayah 27,38 km, jumlah penduduk 92.306 jiwa (2010), dengan kepadatan penduduk
3.371,29 jiwa/km2. Rata rata wilayah bagian dari kecamatan genuk berada di utara dekat dengan
garis pantai laut Jawa. Dilihat dari jumlah penduduk di kecamatan Genuk sudah pasti tidak terlepas
dari yang namanya rumah atau permukiman tempat tinggal sebagai hunian tetap masyarakat di
kecamatan Genuk, yang bisa dibilang pertumbuhan penduduk disana sebanding dengan pertumbuhan
hunian rumah yang menjadi permukiman. Dahulu wilayah Genuk yang sebagian besar berupa tanah
sawah sekarang menjadi kawasan permukiman dan industri.
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

49

Vol. 2 No. 1 Oktober 2014

Alih fungsi lahan dalam arti perubahan penggunaan lahan, pada dasarnya tidak dapat
dihindarkan dalam pelaksanaan pembangunan (Lisdiyono, 2004). Pertumbuhan penduduk yang pesat
serta bertambahnya tuntutan kebutuhan masyarakat akan lahan, seringkali mengakibatkan benturan
kepentingan atas penggunaan lahan serta terjadinya ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dengan
rencana peruntukannya (Khadiyanto, 2005). Sedangkan lahan itu sendiri bersifat terbatas dan tidak
bisa ditambah kecuali dengan kegiatan reklamasi (Sujarto, 1985 dalam Untoro, 2006). Keterbatasan
lahan di perkotaan juga menyebabkan kota berkembang secara fisik ke arah pinggiran kota. Terkait
dengan penggunaan lahannya, daerah pinggiran merupakan wilayah yang banyak mengalami
perubahan penggunaan lahan terutama perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian
yang disebabkan adanya pengaruh perkembangan kota di dekatnya (Rahayu, 2009). Penurunan luas
lahan pertanian di wilayah ini perlu mendapat perhatian khusus mengingat hal ini akan membawa
dampak negatif terhadap kehidupan kekotaan maupun kehidupan kedesaan. Mengingat wilayah ini
merupakan wilayah yang akan berubah menjadi kota sepenuhnya di masa mendatang maka perlu
komitmen dari penentu kebijakan untuk mengelola dan menata WPU agar menjadi kota yang ideal
sesuai dengan konsep kota yang berkelanjutan (Yunus, 2008).
Yunus (2008) menyebut daerah pinggiran sebagai wilayah peri urban. Wilayah Peri Urban1
(WPU) didefinisikan sebagai wilayah yang ditandai dengan percampuran kenampakan fisikal
kekotaan dan kedesaan. Dalam teori Land Use Triangle : Continuum, Yunus menjelaskan bahwa
secara kontinum makin ke arah lahan kekotaan terbangun utama maka akan makin besar proporsi
lahan kekotaan dan makin jauh dari lahan terbangun utama makin besar proporsi kedesaannya. Teori
ini dianggap paling sesuai untuk menggambarkan kondisi WPU di Negara Negara berkembang
termasuk Indonesia. Wilayah perkotaan di Indonesia telah berkembang dengan pesat pada periode
tahun 19831993. Pada periode tersebut telah terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
lahan non pertanian sebanyak kurang lebih 40.000 Ha/tahun dalam periode tahun tersebut (Setiawan
et al, 2006).
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam
ekosistem, diantaranya adalah sebagai pertumbuhan tanaman, habitat bagi jasad tanah, media bagi
kontruksi, system daur ulang bagi unsur hara dan sisa sisa organic serta system bagi pasokan dan
penyaringan/penjernihan air. Tanpa tanah manusia tidak dapat bertahan hidup. Mengingat tanah
memainkan peranan amat penting dalam ekosistem kita, maka kita harus berhati hati dalam
mengelola dan melindunginya dari kerusakan. Setiap tahun berates ratus bahkan beribu ribu ton
tanah hilang karena erosi.
Prediksi sifat sifat tanah dan tanggapanya terhadap pengolaan sangat diperlukan dalam bidang
pertanian dan kehutanan, untuk kajian kelayakan dan perencanaan pada proyek proyek
pengembangan wilayah serta untuk berbagai pekerjaan keteknikan. Menurut Dent dan Young (1981),
tujuan utama survey tanah adalah untuk memprediksi lebih banyak serta lebih teliti berbagai tujuan
yang lebih spesifik mengenai pengolaan tanah.
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

50

Vol. 2 No. 1 Oktober 2014

Untuk mencapai maksud tersebut, sangatlah perlu menentukan pola tutupan tanah dan membagi
pola pola tersebut kedalam satuan satuan yang relative homogeny, memetakan satuan sebaran
satuan satuan tersebut sehingga memungkinkan diprediksinya daerah daerah tersebut dan
menentukan karakteristik satuan peta demikian rupa sehingga dapat dibuat pernyataan yang
bermanfaat tentang penggunaan lahan potensial dan tanggapanya terhadap perubahan pengolaan.
Pengertian dasar permukiman dalam Undang-Undang No.1 tahun 2011 adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau
kawasan perdesaan. Menurut Koestoer (1995) batasan permukiman adalah terkait erat dengan konsep
lingkungan hidup dan penataan ruang. Permukiman adalah area tanah yang digunakan sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri
kehidupan dan merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasaan lindung baik yang berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan. Parwata (2004) menyatakan bahwa permukiman adalah suatu
tempat bermukim manusia yang telah disiapkan secara matang dan menunjukkan suatu tujuan yang
jelas, sehingga memberikan kenyamanan kepada penghuninya.
Permukiman (Settlement) merupakan suatu proses seseorang mencapai dan menetap pada suatu
daerah (Van der Zee 1986). Kegunaan dari sebuah permukiman adalah tidak hanya untuk
menyediakan tempat tinggal dan melindungi tempat bekerja tetapi juga menyediakan fasilitas untuk
pelayanan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi.
Menurut Parwata (2004) permukiman terdiri dari: (1) isi, yaitu manusia sendiri maupun
masyarakat; dan (2) wadah, yaitu fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen-elemen buatan
manusia. Dua elemen permukiman tersebut, selanjutnya dapat dibagi ke dalam lima elemen yaitu: (1)
alam yang meliputi: topografi, geologi, tanah, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan iklim; (2) manusia
yang meliputi: kebutuhan biologi (ruang,udara, temperatur, dsb), perasaan dan persepsi, kebutuhan
emosional, dan nilai moral; (3) masyarakat yang meliputi: kepadatan dan komposisi penduduk,
kelompok sosial, kebudayaan, pengembangan ekonomi, pendidikan, hukum dan administrasi; (4) fisik
bangunan yang meliputi: rumah, pelayanan masyarakat (sekolah, rumah sakit, dsb), fasilitas rekreasi,
pusat perbelanjaan dan pemerintahan, industri, kesehatan, hukum dan administrasi; dan (5) jaringan
(network) yang meliputi: sistem jaringan air bersih, sistem jaringan listrik, system transportasi, sistem
komunikasi, sistem manajemen kepemilikan, drainase dan air kotor, dan tata letak fisik.
Kebijakan pengembangan kawasan industri yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 41
Tahun 1996 merupakan langkah yang ditempuh pemerintah pusat dalam mendorong peningkatan
investasi di sektor industri serta memberikan kepastian hukum dan mengatur pengelolaan kawasan
industri dalam suatu daerah. Kawasan industri adalah suatu daerah yang didominasi oleh aktivitas
industri yang mempunyai fasilitas kombinasi terdiri dari peralatan-peralatan pabrik (industrial plants),
sarana penelitian dan laboratorium untuk pengembangan, bangunan perkantoran, bank, serta fasilitas
sosial dan fasilitas umum (Dirdjojuwono, 2004). Pembangunan kawasan industri di Indonesia pertama
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

51

Vol. 2 No. 1 Oktober 2014

dimulai pada tahun 1973 yaitu dengan berdirinya Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung (JIEP),
kemudian tahun 1974 dibangun Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), selanjutnya dibangun
Kawasan Industri Cilacap (tahun 1974), menyusul Kawasan Industri Medan (tahun 1975), Kawasan
Industri Makasar (tahun 1978), Kawasan Industri Cirebon (tahun 1984), dan Kawasan Industri
Lampung (tahun 1986) (Kwanda, 2000).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009, tujuan pembangunan kawasan
industri adalah untuk (a) mengendalikan pemanfaatan ruang; (b) meningkatkan upaya pembangunan
industri yang berwawasan lingkungan; (c) mempercepat pertumbuhan industri di daerah; (d)
meningkatkan daya saing Industri; (e) meningkatkan daya saing investasi; dan (f) memberikan
kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan inftrastruktur, yang terkoordinasi antar sektor
terkait. Keenam tujuan tersebut merupakan arah kebijakan pembangunan kawasan industri yang
ditempuh untuk mendorong pembangunan industri yang dilakukan melalui pembangunan lokasi
industri berupa Kawasan Industri (Sagala dkk., 2004).
Lumbuun (2005) berpendapat bahwa pemerintah daerah perlu mengembangkan perekonomian
dan investasi di daerahnya. Pengembangan kawasan industri penting untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Melalui pertumbuhan ekonomi satu persen saja dapat menyerap tenaga kerja
sekitar seratus ribu orang (Soeling, 2007). Hal yang penting diantisipasi dari perkembangan kawasan
industri adalah mengendalikan dan mengawasi terjadinya proses alih fungsi (konversi) lahan pertanian
yang berlebihan akibat kebutuhan guna pembangunan lokasi industri dan pemukiman. Pertumbuhan
industri menimbulkan konsekuensi logis meningkatnya permintaan terhadap lahan untuk industri,
pemukiman, dan lain-lain yang sebelumnya lahan tersebut sebagaian besar digunakan untuk areal
pertanian. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996
telah diatur bahwa pembangunan kawasan industri tidak mengurangi tanah pertanian. Hal ini penting
untuk mengantisipasi terjadinya pengalihan lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian yang akan
mengurangi areal pertanian dan mengganggu produktivitas hasil pertanian terutama padi. Alih fungsi
lahan pertanian akan menimbulkan pengaruh social dan ekonomi masyarakat karena berkurangnya
areal pertanian berakibat semakin berkurangnya lapangan pekerjaan di sektor pertanian dan
mengancam kapasitas produksi hasil pertanian khususnya komoditi beras.
Namun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009, pengaturan alih fungsi lahan tidak
disebutkan secara tegas, hanya diatur dalam bentuk pengendalian pemanfaatan ruang. Di samping
mendorong kemajuan industri, pemerintah juga merumuskan kebijakan publik pembangunan kawasan
industri yang berwawasan lingkungan, yang erat kaitannya dengan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat sekitar kawasan yang terkena langsung dampaknya. Hal ini dapat menimbulkan masalah
kesehatan akibat pencemaran udara dan air, mempengaruhi kualitas tanah atau lahan sekitarnya
sehingga dapat menurunkan produksi pertanian. Kesejahteraan, pelayanan, dan kemakmuran rakyat
adalah produk dari system administrasi negara secara keseluruhan (Prasojo, 2006). Kebijakan publik
merupakan kewenangan pemerintah menjalankan tugas dan fungsinya dalam hubungannya dengan
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

52

Vol. 2 No. 1 Oktober 2014

masyarakat dan dunia usaha. Pada dasarnya kebijakan pemerintah dalam mengembangkan kawasan
industri merupakan kebijakan negara yang berorientasi pada kepentingan publik (masyarakat).
Menurut Suharto (2005), kebijakan (policy) adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk
mengarahkan pengambilan keputusan. Lebih lanjut Islamy (1997) menguraikan beberapa elemen
penting dalam kebijakan publik bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk peraturannya berupa
tindakan-tindakan pemerintah, dilaksanakan dalam bentuk yang nyata dan mempunyai tujuan tertentu
untuk kepentingan seluruh masyarakat.
Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information System disingkat GIS)
adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi
keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan
untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis,
misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para praktisi juga
memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem
ini. Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan
sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografidan perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa
membantu perencana untuk secara cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam,
atau SIG dapat digunaan untuk mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan
dari polusi. Aronoff (1989), SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan
dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan
pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil
akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan
dengan geografi.

KAJIAN PUSTAKA
Lahan
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam
ekosistem, diantaranya adalah sebagai pertumbuhan tanaman, habitat bagi jasad tanah, media bagi
kontruksi, system daur ulang bagi unsur hara dan sisa sisa organic serta system bagi pasokan dan
penyaringan/penjernihan air. Tanpa tanah manusia tidak dapat bertahan hidup. Mengingat tanah
memainkan peranan amat penting dalam ekosistem kita, maka kita harus berhati hati dalam
mengelola dan melindunginya dari kerusakan. Setiap tahun berates ratus bahkan beribu ribu ton
tanah hilang karena erosi.
Prediksi sifat sifat tanah dan tanggapanya terhadap pengolaan sangat diperlukan dalam bidang
pertanian dan kehutanan, untuk kajian kelayakan dan perencanaan pada proyek proyek
pengembangan wilayah serta untuk berbagai pekerjaan keteknikan. Menurut Dent dan Young (1981),
tujuan utama survey tanah adalah untuk memprediksi lebih banyak serta lebih teliti berbagai tujuan
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

53

Vol. 2 No. 1 Oktober 2014

yang lebih spesifik mengenai pengolaan tanah. Untuk mencapai maksud tersebut, sangatlah perlu
menentukan pola tutupan tanah dan membagi pola pola tersebut kedalam satuan satuan yang
relative homogeny, memetakan satuan sebaran satuan satuan tersebut sehingga memungkinkan
diprediksinya daerah daerah tersebut dan menentukan karakteristik satuan peta demikian rupa
sehingga dapat dibuat pernyataan yang bermanfaat tentang penggunaan lahan potensial dan
tanggapanya terhadap perubahan pengolaan.
Dalam kaitanya dengan sumber daya alam, dikenal istilah tanah dan lahan yang pengertiannya
seringkali rancu. Sesungguhnya pengertian lahan lebih luas daripada tanah, sebagaimana dalam
pengertian berikut ini. Sumber daya lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas iklim,
topografi, tanah hidrologi dan vegetasi dimana pada batas batas tertentu mempengaruhi kemampuan
penggunaan lahan (FAO, 1976). Dengan demikian dalam pengertian lahan, tanah termasuk di
dalamnya.
Permukiman
Pengertian dasar permukiman dalam Undang-Undang No.1 tahun 2011 adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau
kawasan perdesaan. Menurut Koestoer (1995) batasan permukiman adalah terkait erat dengan konsep
lingkungan hidup dan penataan ruang. Permukiman adalah area tanah yang digunakan sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri
kehidupan dan merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasaan lindung baik yang berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan. Parwata (2004) menyatakan bahwa permukiman adalah suatu
tempat bermukim manusia yang telah disiapkan secara matang dan menunjukkan suatu tujuan yang
jelas, sehingga memberikan kenyamanan kepada penghuninya.
Menurut UU no. 4 tahun 1992, Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar dari
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur.
Industri
Kebijakan pengembangan kawasan industri yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 41
Tahun 1996 merupakan langkah yang ditempuh pemerintah pusat dalam mendorong peningkatan
investasi di sektor industri serta memberikan kepastian hukum dan mengatur pengelolaan kawasan
industri dalam suatu daerah. Kawasan industri adalah suatu daerah yang didominasi oleh aktivitas
industri yang mempunyai fasilitas kombinasi terdiri dari peralatan-peralatan pabrik (industrial plants),
sarana penelitian dan laboratorium untuk pengembangan, bangunan perkantoran, bank, serta fasilitas
sosial dan fasilitas umum (Dirdjojuwono, 2004). Pembangunan kawasan industri di Indonesia pertama
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

54

Vol. 2 No. 1 Oktober 2014

dimulai pada tahun 1973 yaitu dengan berdirinya Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung (JIEP),
kemudian tahun 1974 dibangun Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), selanjutnya dibangun
Kawasan Industri Cilacap (tahun 1974), menyusul Kawasan Industri Medan (tahun 1975), Kawasan
Industri Makasar (tahun 1978), Kawasan Industri Cirebon (tahun 1984), dan Kawasan Industri
Lampung (tahun 1986) (Kwanda, 2000).
Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information System disingkat GIS)
adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi
keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan
untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis,
misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para praktisi juga
memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem
ini. Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan
sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografidan perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa
membantu perencana untuk secara cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam,
atau SIG dapat digunaan untuk mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan
dari polusi. Aronoff (1989), SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan
dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan
pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil
akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan
dengan geografi.

METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berusaha mengungkapkan kajian
persepsi tentang perubahan penggunaan lahan untuk permukiman dan industri. Hal ini senada dengan
pendapat Abizar (1999) yang menyatakan bahwa tujuan utama penelitian kualitatif adalah
menentukan makna dibalik tingkah laku lahiriah manusia sebagai anggota masyarakat dimana
masalah fenomologis merupakan salah satu basis bagi penelitian kualitatif.
Waktu Dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April s/d Juni 2014 di Semarang, tempat dimana wilayah
ini yang dahulunya berupa rawa sekarang menjadi permukiman dan kawasan industri di kecamatan
Genuk yang memiliki 13 kelurahan yang berada di wilayah Semarang Utara.
Objek Dan Subjek Penelitian
Objek penelitian adalah fokus atau sasaran penelitian. Dalam skripsi ini yang menjadi fokus
penelitian adalah analisis perubahan penggunaan lahan untuk permukiman dan industri di kecamatan
Genuk, dengan judul penelitian yaitu Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Permukiman
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

55

Vol. 2 No. 1 Oktober 2014

Dan Industri Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) Di Kecamatan Genuk Kota
Semarang. Sedangkan subjek penelitian ini adalah individu, benda atau organisme, yang dijadikan
sebagai sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Dalam penelitian
kualitatif, istilah subjek penelitian sering disebut sebagai informan yaitu pelaku yang memahami
objek penelitian. Jadi informan yang dimaksudkan di sini adalah orang yang memberi informasi
tentang data yang dibutuhkan oleh peneliti, berkaitan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
Pada penelitian ini yang menjadi informan adalah individu yang terlibat dalam proses kehidupan
sehari hari yang dialami yaitu warga Kecamatan Genuk dan perangkat pemerintahan yang berperan
dalam penataan tata kota dan lahan. Selain informan, kita juga mengenal istilah key informan atau
kunci sumber informasi.
Variabel penelitian
Peneliti menggunakan obyek penelitian mengenai Peta Perubahan Penggunaan Lahan untuk
Permukiman dan Industri di kecamatan Genuk kota Semarang. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel dari citra
satelit Quickbird.
Variabel tersebut adalah sebagai berikut:
a. Luas wilayah yang menjadi permukiman di Kecamatan Genuk.
b. Luas wilayah yang menjadi kawasan industri di Kecamatan Genuk.
c. Luas wilayah di Kecamatan Genuk.
Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi penelitian
Populasi dari penelitian yang telah dilakukan ini adalah seluruh unit Perubahan lahan yang
tampak dan dapat dikenali pada citra daerah Kecamatan Genuk. Unit-unit perubahan lahan yang
tergambar pada citra ini apabila diinterpretasi merupakan sekumpulan poligon-poligon. Kumpulan
poligon tersebut juga menjadi dasar mapping unit.
b. Sampel Penelitian
Untuk penentuan jumlah sampel dalam penelitian dengan teknik penginderaan jauh
disesuaikan dengan tingkat kesulitan dalam menginterpretasi kenampakan pada citra. Sampel
dalam hal ini berguna untuk keperluan uji ketelitian dan cek lapangan, jumlahnya diusahakan
sesedikit mungkin dengan tanpa mengurangi keterwakilan masing-masing unit penggunaan lahan.
Pengambilan sample sesedikit mungkin dimaksudkan agar peneliti tidak terlalu banyak turun ke
lapangan.
Instrumen Penelitian
Adapun instrumen penelitian yang dimaksud adalah alat yang dipakai oleh peneliti dalam
mengumpulkan data. Dalam hal ini alat yang dipakai antara lain alat perekam untuk wawancara
langsung, kamera dan personal computer (PC), program SIG ArcView 3.3 dan Er Mapper.
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

56

Vol. 2 No. 1 Oktober 2014

Jenis Data dan Pendekatan


Data penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang menunjukkan kualitas atau mutu dari
suatu yang ada, berupa keadaan, proses, kejadian/peristiwa dan lain-lain yang dinyatakan dalam
bentuk perkataan. Sedangkan bentuk operasional data penelitian ini ialah melalui pendekatan
deskriptif kualitatif yaitu berupa narasi, cerita, pengaturan informan, dokumen-dokumen pribadi
seperti foto, catatan pribadi, perilaku, gerak tubuh dan banyak hal yang tidak didominasi angka-angka
sebagaimana penelitian kuantitatif.
Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Interpretasi
2. Observasi
3. Interview
4. Studi Pustaka

HAIL PENELITIAN
1. Perubahan Lahan Untuk Permukiman dan Industri
Bentuk dari penggunaan lahan yang semakin meluas dari yang diperuntukan sebagai
permukiman ataupun sebagai industri itu sangat berbanding lurus dengan kebutuhan manusiawi
sebagai makhluk yang memperlukan tempat tinggal dan pekerjaan sebagai penunjang kehidupan
social masyarakat. Dengan laju pertumbuhan penduduk di kecamatan Genuk maka secara otomatis
akan memacu pertumbuhan penggunaan lahan yang sebelumnya kosong/tak terpakai hanya
sebagai ladang atau sawah dikemudian akan menjadi permukiman ataupun industri.
Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Genuk yang memiliki luas wilayah 2798,4
hektar itu akan di bagi atas penggunaan lahan yang lain, dalam penelitian ini akan lebih membahas
penggunaan lahan untuk permukiman dan industri dalam kurun waktu 5 tahun di Kecamatan
Genuk antara tahun 2009 dan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 6, serta melihat akan
bertambahnya permukiman pada tahun 2013 serta pengurangan luas lahan tiap kelurahan di
kecamatan Genuk dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Penggunaan lahan untuk permukiman dan industri tahun 2009 dan 2013
di Kecamatan Genuk
Penggunaan Lahan Kecamatan Genuk (Hektar/m2)
Tahun 2009

2.103,738 Tahun 2013

604,264

Permukiman 2009

402,737 Permukiman 2013

490.883

Industri 2009

291,925 Industri 2013

313.381

Jumlah

2.798,4

2.798,4

Jumlah

JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

57

Vol. 2 No. 1 Oktober 2014

Dari tabel diatas maka diketahui urutan dari paling besar sampai paling kecil pada 13 kelurahan di
Kecamatan Genuk pada tabel 2 dan tabel 3.
Tabel 2. Kelurahan paling besar perluasan permukiman.
No

Kelurahan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Karangroto
Bangetayu Kulon
Bangetayu Wetan
Genuksari
Sembungharjo
Banjardowo
Kudu
Penggaron Lor
Gebangsari
Trimulyo
Terboyo Wetan
Muktiharjo Lor
Terboyo Kulon
Jumlah

Permukiman Bertambah
(2009 - 2013)
(ha/m2)
19,986
18,508
14,744
12,53
11,994
8,879
3,033
2,524
0,664
0,465
0,317
0,98
0,78
95,404

Tabel 3. Kelurahan paling besar perluasan industri.


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Dari

Industri Bertambah
(2009 - 2013)
Kelurahan
(ha/m2)
5,407
Trimulyo
5,35
Terboyo Kulon
4,041
Terboyo Wetan
3,096
Bangetayu Kulon
2,552
Banjardowo
1,836
Gebangsari
1,073
Karangroto
0,903
Sembungharjo
0,594
Bangetayu Wetan
0,591
Genuksari
0,394
Muktiharjo Lor
0,121
Penggaron Lor
0
Kudu
18,005
Jumlah
data di atas maka dapat dijelaskan bahwa luas permukiman dan industri yang ada di

Kecamatan Genuk dari kurun waktu 2009 sampai 2013 mengalami perluasan permukiman sebesar
95,404 ha/m2 dan perluasan industri sebesar 18,005 ha/m2, untuk area luas lahan selain
permukiman dan industri di kecamatan Genuk berkurang sebesar 7.761 ha/m2 untuk permukiman
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

58

Vol. 2 No. 1 Oktober 2014

dan 3.278 ha/m2. Wilayah permukiman dan industri apabila dilihat dari tiap kelurahan yang paling
tinggi perluasan lahan untuk permukiman adalah kelurahan Karangroto sebesar 19,986 ha/m2 dan
perluasan lahan untuk industri adalah kelurahan Trimulyo sebesar 5,407 ha/m2. Pola permukiman
di Kecamatan Genuk kebanyakan berpola memanjang mengikuti jalan dan sungai, namun ada
beberapa kelurahan yang berpola menyebar dengan setiap bangunan permukiman memiliki jarak
antar permukiman lain.

KESIMPULAN
Dari hasil pemetaan yang telah dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis peneliti
berkesimpulan bahwa:
1. Pengolahan peta tematik dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) program Google Earth, Global
Mapper 11, dan Arcview 3.3 memiliki kecapatan, ketepatan, memiliki data yang up date dan dapat
melakukan penyajian peta tematik yang lebih baik dan memiliki resiko yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan metode konvensional.
2. Perubahan penggunaan lahan untuk permukiman dan industri di kecamatan Genuk banyak terjadi
pertambahan permukiman di setiap kelurahan dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun 2009 2013.
Namun ada beberapa permukiman dan industri yang hilang atau sudah tidak ada di tahun 2013
dengan adanya beberapa factor yang salah satunya akibat bajir rob atau masuknya air laut ke
daratan. Jika di urutkan dari kelurahan tertinggi pertambahan permukimannya maka akan
diurutkan sebagai berikut Karangroto, Bangetayu Kulon, Bangetayu Wetan, Genuksari,
Sembungharjo, Banjardowo, Kudu, Penggaron Lor, Gebangsari, Trimulyo, Terboyo Wetan,
Muktiharjo Lor, dan Terboyo kulon. Sedangkan pertambahan di wilayah industri di urutkan dari
yang tertinggi yaitu Trimulyo, Terboyo Kulon, Terboyo Wetan, Bangetayu Kulon, Banjardowo,
Gebangsari, Karangroto, Sembungharjo, Bangetayu Wetan, Genuksari, Muktiharjo Lor, Penggaron
Lor, dan Kudu.

DAFTAR PUSTAKA

Abizar, Agus I, Chatlinas S (1999). Buku Panduan Penulisan Tesis. Padang : PPs
BAPPEDA Kota Semarang dan Badan Pusat Statistik Kota Semarang., (2012). Kecamatan Genuk
Dalam Angka Tahun 2011 , di unduh pada tanggal 28 Mei 2014 dari
http://bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/08/zzGENUK2011.pdf
Darmawan, Mulyanto, (2011), Sistem informasi Geografi (SIG) dan Standarisasi Pemetaan
Tematik, http://www.bakosurtanal.go.id/assets/News/Artikel-pdf/Standarisasi_IGT.pdf, 25
Februari 2014

JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

59

Vol. 2 No. 1 Oktober 2014

Dwiyanto, Agung, (2009) Kuantitas Dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau Di Permukiman
Perkotaan, Vol. 30, No. 2, http://ejournal.undip.ac.id/index.php/teknik/article/view/1861, 4
April 2014
Eko, Trigus, dkk, (2012), Perubahan Penggunaan Lahan dan Kesesuaiannya terhadap RDTR di
Wilayah

Peri-Urban

Studi

Kasus:

Kecamatan

Mlati,

Vol.

8,

No.

4,

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/pwk/issue/view/1260, 4 April 2014


Purwadhi, F.Sri Hardiyanti, (2001), Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Grasindo
Rayes, M. Luthfi, (2007). Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: C.V Andi
Offset
Siahaan, Sri Damaiyanti, dkk., (2013) Dampak Pemukiman Perumahan Nasional (PERUMNAS)
Terhadap Lingkungan Sosial Masyarakatnya (Studi Kasus) PERUMNAS Mandala,
Kelurahan Kenangan Baru Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera
Utara,Vol 1, No 1, http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/citizenship/article/view/567/383,
4 April 2014
Syahruddin, (2010), Evaluasi Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri, Vol.
17, No. 1, http://journal.ui.ac.id/index.php/jbb/article/view/624/, 4 April 2014
Utomo, Dzati, (2011), Analisis Pemanfaatan Ruang Yang Berwawasan Lingkungan Di Kawasan
Pesisir Kota Tegal Vol. 9, No. 2,
Winda, (2012), Karakteristik Permukiman Dan Pemanfaatan Pekarangan Rumah Di Zona Hilir
DAS Deli. (http://digilib.unimed.ac.id/UNIMED-NonDegree-0122262/22823/permukiman, 4
April 2014
Yuliastuti, Nany, dkk, (2012), Pengaruh Perkembangan Lahan Terbangun Terhadap Kualitas
Lingkungan Permukiman (Studi Kasus: Kawasan Pendidikan Kelurahan Tembalang) Vol.
9, No. 1, http://ejournal.undip.ac.id/index.php/presipitasi/article/view/4806, 4 April 2014

JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GEOGRAFI |

60

Anda mungkin juga menyukai