Anda di halaman 1dari 15

1. Analisis kasus diatas, mengapa Ny A mengalami hipoglikemia ?

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal (<50 mg/dl).
Gelaja umum hipoglikemia adalah lapar, gemetar, mengeluarkan keringat, berdebardebar, pusing, pandangan menjadi gelap, gelisah serta bisa koma. Apabila tidak segera
ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Kadar gula darah yang
terlalu rendah dalam darah terutama dalam pembuluh darah yang menuju ke otak
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga otak tidak berfungsi
bahkan dapat mengalami kerusakan karena sel-sel otak yang sangat sensitive terhadap
kurangnya energi. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat
dalami 1-2 kali per minggu. Pada pasien DM biasanya disebabkan oleh pemakaian obat
Anti Diabetes oral terutama golongan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia juga dapat
disebabkan oleh kelebihan pemakaian dosis obat, ketidakteraturan penderita dalam hal
mengonsumsi makanan sehabis memakai obat, faktor usia lanjut dan adanya penyakit
gagal ginjal kronik merupakan faktor risiko terjadinya hipoglikemia.
Pada kasus, Ny. A menggunakan glibenklamid yang termasuk golongan sulfonilurea yang
berfungsi meningkatkan sekresi insulin pada sel beta pankreas. Jadi dengan
meningkatnya sekresi insulin maka glukosa yang berada dalam darah akan dimasukkan
ke dalam sel dalam jumlah yang banyak. Konsumsi obat ini harus dibarengi dengan
mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung glukosa agar kadar gula darah
tetap seimbang, namun Ny. A tidak sempat makan karena terburu-buru ke kantor. Jadi
dalam kasus tersebut tidak ada asupan glukosa yang masuk ke dalam darah. Karena
setelah mengonsumsi glibenklamid menyebabkan glukosa dalam darah masuk ke dalam
sel sehingga kadar glukosa dalam darah menjadi rendah dan tanpa mendapatkan asupan
makanan yang cukup, kadar glukosa dalam darahnya akan semakin rendah. Hal inilah
yang menyebabkan Ny. A mengalami hipoglikemia. Jadi kadar glukosa dalam darah
berkurang dan jumlahnya semakin sedikit sampai 30 ml/dl itulah yang disebut
hipoglikemia.
2. Jelaskan indikasi pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) !

Secara umum indikasi pemberian obat hipoglikemik oral adalah digunakan pada terapi
penderita diabetes dewasa diatas 40 tahun, diabetes kurang dari 5 tahun, memerlukan
insulin dengan dosis kurang dari 40 sehari dan memiliki berat badan yang cukup atau
lebih. Pada masing-masing golongan dibagi menjadi 3 yaitu :
A. Obat-obatan yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglemik oral
golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).
a. Sulfonilurea
Indikasi : Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai
timbul di atas usia 40 tahun. Karena kecenderungan hipoglikemia pada orang
tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan
yang cenderung kurang. Selain itu hipoglikemia tidak mudah dikenali pada
orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut dan dapat menimbulkan
disfungsi otak sampai koma. Penurunan kecepatan ekskresi klorpropamid dapat
meningkatkan hipoglikemia.
b. Meglitinid
Indikasi : Baik untuk pengaturan gula darah postprandial tetapi kurang untuk gula darah
malam dan puasa. Sangat aman pada penderita gagal ginjal.

B. Obat-obatan yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin, meliputi


obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidinedion.
a. Biguanida
Indikasi : Digunakan pada terapi diabetes dewasa. Fenformin dilarang dipasarkan di
Indonesia karena dapat menyebabkan asidosis laktat. Fenformin digantikan
oleh metformin yang lebih sedikit menyebabkan asidosis laktat. Dosis
metformin adalah 1-3 g sehari dibagi dalam dua atau 3x pemberian.

b. Tiazolidinedion

Indikasi : Bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel beta pankreas.
C. Inhibitor katabolisme karbohidrat antara lain inhibitor alpa-glukosidase yang
bekerja menghambat absorpsi glukosa.
a. Inhibitor alpa-glukosidase
Indikasi : Bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak
berpengaruh pada kadar insulin.
D. Sitagliptin (Obat Penghambat DPP-4)
Obat ini diindikasikan :
Untuk penderita ginjal sedang sampai berat, dapat diberikan dosis rendah.
3. Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan, golongan pemicu sekresi
insulin, penambah sensitivitas terhadap insulin, penghambat alfa glukosidase dan
golongan inkretin. Sebutkan dan jelaskan masing-masing golongan obat tersebut, dosis,
cara kerja dan hal-hal yang harus diperhatikan oleh perawat dalam pemberian obat
tersebut.
Golongan pemicu insulin
A. Golongan Sulfonilurea
Dikenal dua generasi sulfonilures, generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid,
asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi dua yang potensi hipoglikemik lebih besar
antara lain adalah gliburid, glipizid gliklazid dan glimepirid.
Mekanisme kerja
Cara kerja dengan merangsang sekresi insulin dari granul-granul sel beta langerhans
pancreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K Channel pada
membrane sel-sel yang menimbulkan depolarisasi membrane dan keadaan ini akan
membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca akan masuk ke sel ,
merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang
ekuivalen dengan peptide-C. Selain itu, sulfonylurea dapat mengurangi klirens insulin di
hepar.
Farmakokinetik

Absorbsi ke saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat
mengurangi absorbs, karena itu akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan.
Dalam plasma 90% terikat protein plasma terutama albumin. Ikatan ini paling kecil untuk
klorpropamid dan paling besar untuk gliburid.
Masa paruh asetoheksamid pendek tetapi metabolit aktifnya, 1-hidroksiheksamid masa
paruhnya lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid. Sebaiknya
sediaan ini diberikan dalam dosis terbagi. Sekitar 10 % metabolitnya dieksresi melalui
empedu dan keluar bersama tinja.
Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48 jam. Efeknya
masih terlihat beberapa hari setelah obat dihentikan. Metabolismenya di hepar tidak
lengkap, 20 % diekskresi utuh di urin.
Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah 96 % tolbutamid
terikat protein plasma dan di hepar diubah menjadi karboksitolbutamid. Ekskresinya
melalui ginjal.
Tolazamid absorbsinya lebih lambat dari yang lain. Efeknya dalam glukosa darah belum
nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh sekitar 7 jam.
Sulfonilurea generasi II umumnya potensi hipoglikemiknya 100x lebih besar dari generasi
I. Meski masa paruhnya pendek, yaitu 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24
jam. Cukup diberikan 1x sehari.
Glipizid, absorbsinya lengkap, masa paruh 3-4 jam. Dalam darah 98% terikat protein
plasma, potensinya 100x lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek hipoglikemik maksimalnya
mirip dengan sulfonylurea lain. Metabolismenya di hepar menjadi metabolit tidak aktif, 10
% diekskresi melalui ginjal dalam keadaan utuh.
Gliburid (glibenklamid), potensi 200x lebih besar dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4
jam. Metabolismenya di hepar. Pada pemberian dosis tunggal hanya 25 % metabolitnya
diekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu. PAda penggunaan dapat terjadi kegagalan
primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1 tahun.

Karena semua sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, sediaan
ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.
Efek samping
Insidens efek samping generasi I adalah 4 % dan lebih rendah lagi untuk genarasi II. Dapat
timbul hipoglikemia hingga koma. Reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut
dengan gangguan fungsi hepar dan ginjal, terutama yang menggunakan sediaan dengan
masa kerja panjang.
Efek samping lain yaitu mual, muntah, diare, gejala hematologic, ssp, mata, dsb. Gangguan
saluran cerna tersebut dapat berkurang dengan mengurangi dosis, menelan obat bersama
dengan makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala ssp berupa vertigo,
bingung, ataksia, dsb. Gejala hematologic seperti leucopenia, agranulositosis. Efek
samping lain yaitu hipotiroidisme, ikterus obstruktif, yang bersifat sementara dan lebih
sering timbul akibat klorpropamid.
Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi
berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu hipoglikemia tidak
mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut dan dapat
menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Penurunan kecepatan ekskresi klorpropamid
dapat m eningkatkan hipoglikemia.
Indikasi
Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai timbul pada
usia diatas 40 tahun. Kegagalan terapi dengan salah satu derivate sulfonylurea mungkin
disebabkan oleh perubahan farmakokinetik obat, misalnya penghancuran obat yang terlalu
besar.
Selama terapi pemeriksaan fisik dan laboratorium harus dilakukan secara teratur.

Interaksi

Obat yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia saat penggunaan sulfonylurea adalah
insulin, alcohol, fenformin, kloramfenikol, anabolic steroid, fenfluramin dan klofibrat.
Propanolol dan bloker lainnya menghambat reaksi takikardi, berkeringat dan tremor pada
hipoglikemia oleh berbagai sebab sehingga keadaan hipoglikemia menjadi lebih hebat
tanpa diketahui. Sulfonilurea terutama klorpropamid dapat menurunkan toleransi terhadap
alcohol. Hal ini ditunjukkan terutama dengan kemerahan di muka dan leher, reaksi mirip
disulfiram.
Berikut ini merupakan hal yang perlu diketahui perawat dan disampaikan kepada pasien
menyangkut terapi sulfonylurea :
1. Minum glipizide kira-kira 30 menit sebelum makan untuk meningkatkan efektivitas
2. Hindari alcohol, alcohol mungkin dapat menyebabkan hipoglikemia dan menginduksi
reaksi flushing
B. Meglitinid
Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme kerjanya sama
dengan sulfonylurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang
insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel pancreas.
Repaglinide merupakan jenis pertama dari golongan ini. Mekanisme kerja sama dengan SU
akan tetapi tidak memiliki efek insulin eksitosis. Onsetnya sangat cepat kira-kira 1 jam
setelah dimakan tetapi durasi obatnya 5-8 jam. Oleh karena itu baik untuk pengendalian gula
postprandial. Di metabolisme di hati oleh CYP3A4. dosis anjuran 0,25-4 mg maksimal 16
mg. Dapat digunakan monoterapi atau kombinasi dengan biguanides. Karena strukturnya
tanpa sulfur maka baik untuk orang yang alergi sulfur atau SU.
Nateglinide merupakan golongan terbaru, mekanisme dengan stimulasi cepat dan transit
pengeluaran insulin dari sel B dengan menutup channelATP-sensitif K +. Baik untuk
pengaturan gula darah postprandial tetapi kurang untuk gula darah malam dan puasa. Obat ini
diserap 20 menit setelah makan dan puncak dalam 1 jam dimetabolisme dihati oleh CYP2C9
dan CYP3A4 dengan waktu paruh 1.5 jam. Sangat aman pada penderita gagal ginjal.

Berikut ini merupakan hal yang perlu diketahui perawat dan disampaikan kepada pasien
menyangkut terapi meglitinida.
1.
2.
3.
4.
C.

Minumlah dengan segera, hingga 30 menit sebelum setiap kali makan.


Lewatkan satu dosis bila tidak makan
Lewatkan satu dosis bila tidak makan
Tambahkan satu dosis setiap kali makan tambahan
Biguanid

Dikenal 3 jenis ADO dari golongan biguanid, yaitu fenformin, buformin dan metformin,
tetapi fenformin telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan asidosis laktat.
Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin.
Mekanisme Kerja
Biguanid merupakan obat antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin
dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa
di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini
terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein kinase). Meski masih
controversial, adanya penurunan produksi glukosa di herar, banyak data yang menyatakan
bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek
pada sekresi glucagon, kortisol, hormone pertumbuhan dan somatostatin.
Biguanid tidak merangsang atau menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pad
apasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan BB dengan mekanisme yang
belum jelas pula.
Metformin oral akan diabsorbsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein plasma,
ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.
Dosis awal 2x 500 mh, umumnya dosis pemeliharaan adalah 3x 500 mg, dosis maksimal
adalah 2,5 g. Obat diminum pada waktu makan. Pasien yang tidak respon terhadap
sulfonylurea dapat diatasi dengan metformin atau dapat pula sebagai kombinasi dengan
insulin atau sulfonylurea.

Efek samping

20% pasien mengalami mual, muntah, diare, serta metallic taste, tetapi dengan menurunkan
dosis keluhan0keluhan tersebut segera hilang. Pada beberapa pasien yang mutlak bergantung
pada insulin eksogen, kadang-kadang biguanid menimbulkan ketosis yang tidak disertai
dengan hiperglikemia. Hal ini harus dibedakan dengan ketosis karena defisiensi insulin.
Pada pesien dengan gangguan fungsi ginjal atau system kardiovaskular, pemberian biguanid
akan menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat
,mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.
Indikasi
Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada
terapi diabetes dewasa. Fenformin dilarang dipasarkan di Indonesia karena dapat
menyebabkan asidosis laktat. Fenformin digantikan oleh metformin yang lebih sedikit
menyebabkan asidosis laktat. Dosis metformin adalah 1-3 g sehari dibagi dalam dua atau 3x
pemberian.
Kontraindikasi
Biguanid tidak boleh diberikan pad akehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan
uremia dan penyakit jantung kangestif serta penyakiut paru dengan hipoksia kronik. Pada
pasien yang akan diberi zat kontras intravena atau yang akan dioperasi, pemberian obat ini
sebaiknya dihentikan dahulu. Setelah lebih dari 48 jam, biguanid baru boleh diberikan
dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. Hal ini untuk mencegah terbentuknya laktat
yang berlebihan dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat. Insidensi asidosis akibat
metformin kurang dari 0.1 kasus per 1000 pasien dalam setahun.
Berikut ini merupakan hal yang perlu diketahui perawat dan disampaikan kepada pasien
menyangkut terapi biguanida.
1. Minumlah bersama makanan untuk menghindari gangguan pada perut
2. Mungkin mengalami diare ringan dan kembung
3. Apabila diminum bersamaan dengan sulfonylurea atau insulin, penderita perlu diingatkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
4. Jelaskan bahwa gangguan ginjal dapat mengarah pada asidosis laktat dan mintalah untuk
memantau fungsi ginjal dan hati secara teratur

5. Laporkan gejala asidosis laktat misalnya kejang atau nyeri otot, hiperventilasi, kelelahan
yang tidak wajar dan kelemahan, dsb.
6. Hindari alcohol
7. Laporkan masalah medis yang bersamaan dan prosedur diagnostic mendatang
D. Golongan Tiazolidinedion
Mekanisme Kerja dan Efek Metaboliknya
Tiazolidinedion merupakan antagonis poten dan selektif PPAR, mengaktifkan PPAR
membentuk kompleks PPAR-RXR dan terbentuklah GLUT beru. Di jaringan adipose
PPAR mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi
resistensi insulin. Selain itu glitazon juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan
asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose.
Pioglitazon dan rosiglitazon dapat menurunkan HbA1c (1-1.5 %) dan berkecenderungan
meningkatkan HDL, sedang efeknya pada trigliserida dan LDL bervariasi. Pada pemberian
oral absorbs tidak dipengaruhi oleh makanan, berlangsung sekitar 2 jam. Metabolismenya di
hepar

oleh sitokrom P-450. Rosiglitazon dimetabolisme oleh isozim 2C8, sedangkan

pioglitazon oleh 2C8 dan 3A4.


Ekskresinya melalui ginjal, keduanya dapat diberikan pada insufisiensi renal, tetapi
kontraindikasi pada gangguan fungsi hepar (ALT> 2,5 kali normal). Meski laporan
hepatotoksik baru ada pada tioglitazon, FDA menganjurkan agar pada awal dan setiap 2
bulan sekali selama 12 bulan pertama penggunaan kedua preparat di atas dianjurkan
pemeriksaan tes fungsi hepar. Penelitian population pharmacokinetic menunjukkan bahwa
usia tidak mempengaruhi kinetiknya.
Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak berespon terhadap diat dan latihan fisik,
sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak member respon pada obat
hipoglikemik lain (sulfonylurea, metformin) atau insulin.
Farmakokinetik
Dosis awal rosiglitazon 4 mg, bila dalam 3-4 minggu control glisemia belum adekuat, dosis
ditingkatkan 8 mg/hari, sedangkan pioglitazon dosis awal 15-30 mg bila control glisemia

belum adekuat, dosis dapat ditingkatkan sampai 45 mg. Efek klinis maksimalnya tercapai
setelah penggunaan 6-12 minggu.
Efek samping
Peningkatan berat

badan, edema, menambah volume plasma dan memperburuk gagal

jantung kongestif. Edema sering terjadi pada pengguanaannya bersama insulin. Selain
penyakit hepar, penggunaannya tidak dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan 4 menurut
kliasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang
terjadi.
Berikut ini merupakan hal yang perlu diketahui perawat dan disampaikan kepada pasien
menyangkut terapi Tiazolidinedion
1. Minumlah dengan makanan
2. Apabila diminum dengan sulfonylurea atau insulin, penderita perlu diingatkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia
3. Laporkan tanda-tanda toksisitas hati misalnya mual, muntah, nyeri perut, kelelahan yang
tidak wajar, tidak bernafsu makan, urine berwarna gelap.

E. Penghambat enzim alfa glukosidase


Penghambat kerja enzim alfa-glukosidase seperti akarbose, menghambat penyerepan
karbohidrat dengan menghambat enzim disakarida di usus (enzim ini bertanggung jawab
dalam pencernaan karbohidrat). Obat ini terutama menurunkan kadar glukosa darah setelah
makan. Efek sampingnya yaitu kembung, buang angin dan diare. Supaya lebih efektif obat
ini harus dikonsumsi bersama dengan makanan.
Obat ini sangat efektif sebagai obat tunggal pada penyandang diabetes melitus tipe 2 dengan
kadar glukosa darah puasanya kurang dari 200 mg/dL (11.1 mmol/l) dan kadar glukosa darah
setelah makin tinggi. Obat ini tidak mengakibatkan hipoglikemia, dan boleh diberikan baik
pada penyandang diabetes gemuk maupun tidak, serta dapat diberikan bersama dengan
sulfonilurea, metformin atau insulin.

Berikut ini merupakan hal yang perlu diketahui perawat dan disampaikan kepada pasien
menyangkut terapi penghambat -glukosidase .
1. Minumlah bersama sendok pertama setiap makan
2. Lewati satu dosis bila tidak makan
3. Apabila diminum atau diberikan bersamaan dengan sulfonylurea atau insuln, atasi reaksi
hipoglikemia dengan sumber glukosa yang sudah tersedia misalnya dekstrosa, gula pasir
tidak efektif karena pengaruh acarbose
4. Peringatkan kemungkinan diare, sendawa, nyeri perut, khususnya pada pengobatan awal
5. Laporkan gelaja gangguan pencernaan yang terus menerus.
F. Terapi Hormon Incretin
Hormon Incretin dihasilkan sebagai respons terhadap masuknya bahan makanan, yang
kemudian akan menstimulasi sekresi insulin. Regulasi hormone pancreas oleh signal
hormone incretin dari traktus gastrointestinal disebut poros enteroinsular (Vahl &
DAlessio 2003).
Sebenarnya terdapat beberapa hormon yang memiliki efek post prandial seperti hormon
incretin, tetapi yang paling dominant adalah 2 macam hormone incretin yaitu suatu
polipeptida yang bersifat glucose-dependent insulinotropic, yang dikenal dengan nama
gastric inhibitory polypeptide (GIP), dan glucagon-like peptide-1 (GLP-1). GIP dan
GLP-1 termasuk dalam golongan super famili peptida glukagon sehingga memiliki
kesamaan homologi rangkaian asam amino. GIP dan GLP-1 di sekresi oleh sel-sel yang
khusus yang terletak pada traktus gastrointestinal dan mempunyai reseptor di lokasi sel
beta seperti yang terdapat pada berbagai jaringan sel di tubuh lainnya. Jika ada makanan
masuk maka kedua hormone tersebut akan di sekresi oleh usus yang pada akhirnya akan
meningkatkan sekresi hormone insulin. Perubahan atau peningkatan dinamis dari glukosa
darah akan mempengaruhi efek sekresi GIP dan GLP-1. Kedua hormon tersebut akan
dinetralisir dengan cepat oleh enzim dipeptidyl peptidase IV (DPP-IV). Diabetes Mellitus
tipe 2 (DMT2) mempunyai karakteristik adanya penurunan dari sekresi insulin yang
bermakna, dan kemungkinan besar secara konsisten disertai dengan fungsi hormone
incretin yang terganggu. Adanya gangguan dari efek incretin ini secara dapat
menyebabkan hiperglikemia postprandial seperti yang didapatkan pada Gangguan
Toleransi Glukosa (GTG) atau DMT2. Sitaglipin merupakan salah satu contoh DPP-4

Sitagliptin
Sitagliptin diluncurkan pada bulan Oktober 2006, dan menjadi Obat Penghambat DPP-4
pertama yang mendapatkan persetujuan FDA, untuk pengobatan DM tipe 2. Sitagliptin
dalam bentuk tablet 100 mg (warna beige), 50 mg (warna beige muda) dan 25 mg
(warna pink). Sitalgliptin juga ada dalam bentuk fix combination dengan Metformin
dengan komposisi: Sitagliptin 50 mg + Metformin 500 mg, dan Sitagliptin 50 mg +
Metformin 1,000 mg.
Dosis yang direkomendasikan untuk Sitagliptin adalah 100 mg per hari. Obat ini
diindikasikan :
Untuk penderita ginjal sedang sampai berat, dapat diberikan dosis rendah.
Fix combination Sitagliptin + Metformin: diberikan dengan dosis 2 kali sehari dengan
makanan. Dosis diturunkan perlahan-lahan, untuk mengurangi efek samping gastro
intestinal yang disebabkan dari Metformin.
Secara umum hal-hal yang harus diperhatikan oleh perawat dalam pemberian obat
hipoglikemik oral tersebut. Yaitu :

1. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis yang rendah kemudian dinaikkan secara
bertahap.
2. Mengetahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat
tersebut. (Misalnya Klorpropamid , jangan diberikan 3 kali I tablet, lama kerjanya 24
jam).
3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan
obat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih kepada insulin.

Daftar Pustaka :
http://diglib.unimus.ac.id (diakses pada tanggal 22 pukul 05.00)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29265/4/Chapter%2520II.pdf (diakses pada
tanggal 22 pukul 05.00
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-6-3.pdf (diakses pada tanggal 22)
http://digilib.unimus.ac.id/download.php%3Fid%3D2144 (diakses pada tanggal 22 )
http://fk.uho.ac.id/dokumenhpeq/modul/modul-Berat-Badan-Menurun.pdf (diakses pada 25 sep
2014).
http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_REGULATION%20OF%20THE%20PANCREATIC
%20HORMONE%20SECRETION%20%28Introducing:%20Incretin%20Hormone%20and
%20Analogs%29%20_3415_2457 (diakses pada tanggal 25 sep 2014)

SISTEM ENDOKRIN
OBAT

HIPOGLIKEMIK ORAL

PENGARUH

KONSUMSI NAPZA

TERHADAP

TIMBULNYA SAKAU

SEBAGAI PEMICU

DEPRESI

Oleh :
KELOMPOK SGD 1
I GUSTI AYU CITRA KUSMALA DEWI

1302105001

NI MADE UMI KRISDYANTINI

1302105004

NI PUTU INTAN PARAMA ASTI

1302105007

NI WAYAN LUH WAHYUNI

1302105011

YANTIK WEDASTUTI

1302105013

GUSTI AYU PUTU BUDIANINGSIH

1302105025

NI MADE KARISMA WIJAYANTI

1302105032

PUTU WINDA MAHAYANI

1302105051

NI WAYAN ARI SATRIYANI

1302105061

MADE GEDE BRATA ADITYA

1302105072

ANAK AGUNG PURNAMA JAYANTI

1302105078

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2014

Anda mungkin juga menyukai