Anda di halaman 1dari 9

HUKUM PEREMPUAN MENJADI IMAM SHOLAT

Dan dirikanlah sholat, tunaikan zakat dan rukulah bersama orang-orang yang ruku ( Qs Al
Baqarah : 43 )
Dalam ayat ini, tidak akan diterangkan hukum sholat dan zakat. Hanya akan diterangkan secara
sekilas seputar sholat jamaah dan beberapa hukum yang terkait dengannya. Hal itu, mengingat
sebagian ahli tafsir yang berpendapat bahwa firman Allah: dan rukulah bersama orang-orang
yang ruku adalah ayat yang menganjurkan sholat berjamaah. Agar mempermudah
pembahasan, maka diurutkan sebagai berikut :
Pelajaran Pertama :
Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya bahwa ayat sebelumnya Allah memerintahkan Bani
Israel untuk masuk Islam dengan beriman kepada Al Quran, setelah itu, pada ayat ini Allah
memerintahkan mereka untuk menegakkan sholat, yang merupakan rukun kedua dari bangunan
Islam. ( [1] )
Artinya bahwa orang yang ingin masuk Islam secara benar, hendaknya dia tidak hanya
mengucapkan syahadat dengan mulutnya saja, akan tetapi dia harus melaksanakan kewajiban
sholat dan zakat juga. Oleh karenanya, kita dapatkan orang munafik yang mengucapkan syahadat
di mulut saja tanpa masuk dalam hatinya, merasa sangat berat untuk mengerjakan sholat dan
membayar zakat . Dari penafsiran di atas, berarti maksud perintah menegakkan sholat adalah
menegakkan sholat lima waktu sebagaimana yang dilakukan kaum muslimin.
Akan tetapi jika kita tafsirkan bahwa perintah sholat pada ayat di atas adalah sholat khusus bagi
Bani Israel, maka ayat di atas menunjukan bahwa sholat merekapun terdapat sujud dan ruku. (
[2] )
Ini dikuatkan dengan firman Allah :









Wahai Maryam taatlah kepada rabb-mu , dan sujudlah serta rukulah bersama orang-orang
yang ruku ( Qs Ali imran : 43 )
Pelajaran Kedua :
Ruku secara bahasa berarti tunduk dengan membungkukkan badan.
Yang dimaksud ruku dalam ayat tersebut adalah ruku dalam sholat. Akan tetapi ayat ini juga
mengandung perintah untuk ruku dan tunduk kepada perintah perintah Allah dan tunduk
kepada hukum hukumNya, karena tidak ada artinya seseorang ruku di hadapan Allah ketika

sholat, akan tetapi dalam satu waktu dia menentang hukum hukum Allah dan menghalanginya
untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
Ibnu Katsir mengartikan ruku disini sebagai perintah kepada Bani Israel untuk selalu bersama
orang-orang yang beriman di dalam semua kegiatan termasuk ketika melakukan amal sholeh dan
khususnya ketika melakukan sholat berjamaah. ( [3] )
Pelajaran Ketiga :
Kenapa dalam ayat ini disebutkan ruku saja tanpa sujud ? Disana ada beberapa jawaban ;
- 1/ karena ruku termasuk rukun sholat, tanpanya sholat seseorang tidak syah, maka ketika
disebut ruku sudahlah cukup untuk mewakili sholat.
- 2/ sebagian ulama berpendapat bahwa sujud tidak disebut, karena sholat yang dilakukan
Bani Israil adalah sholat yang tidak ada sujudnya
-

3/ sebagian lain mengatakan rahasia disebut ruku saja , karena ruku adalah suatu gerakan
sholat yang orang-orang Jahiliyah pada waktu sangat berat melaksanakannya, oleh
karenanya penekanan perintahnya dengan menyebut ruku , supaya mereka lebih bisa
menerimanya. ( [4] )

Pelajaran Keempat :
Banyak dari ulama yang menyatakan bahwa firman Allah : rukulah bersama orang-orang
yang ruku menunjukkan perintah untuk melakukan sholat berjamaah. Akan tetapi perintah ini
menunjukkan wajibnya sholat berjamah atau tidak ? Dalam hal ini terdapat perselisihan
pendapat , tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa sholat berjamaah hukumnya sunnah
muakkadah ( [5] )
Dalilnya adalah hadist yang berbunyi : Sholat jamaah lebih utama dari pada sholat sendiri
sebanyak 27 derajat ( [6] )
Seandainya sholat jamaat hukumnya fardhu ain, tentunya tidak akan ada perbandingan
sebagaimana yang tersebut di dalam hadits.
Adapun sabda Rosululullah saw yang berbunyi : Sesungguhnya aku hendak memerintahkan
orang untuk sholat berjamaah, dan aku suruh salah satu dari mereka untuk menjadi imam
sholat, kemudian aku bersama beberapa orang yang membawa seponggoh kayu bakar
mendatangi orang-orang yang tidak ikut sholat jamaah untuk aku bakar rumah-rumah mereka
dengan api. . ( [7] )
maksudnya adalah : orang-orang munafik.
Sebagian ulama mengatakan bahwa Rosulullah saw tidak melaksanakan ancaman tersebut dan
ini menunjukkan bahwa sholat jamaah tidaklah wajib . ( [8] )

Pelajaran Kelima :
Sholat jamaah bisa dilakukan di rumah bersama keluarga atau dengan orang lain, akan tetapi
sholat di masjid tentunya jauh lebih utama. Jika ada pertanyaan : bahwa masjid dekat rumah
kecil dan jamaahnya sedikit, sedang di tempat yang lebih jauh ada masjid yang lebih besar dan
jamaahnya lebih banyak , mana yang harus dipilih ?
Jawabannya : sebaiknya memilih masjid yang jauh, kecuali dalam dua keadaan :
- Pertama : masjid kecil yang dekat dikhawatirkan akan kosong, karena semuanya menuju
masjid yang besar.
- Kedua : masjid yang besar banyak dilakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan sunnah,
seperti imamnya yang mempunyai keyakinan nyleneh atau bidah ( [9] ) , atau bacaannya
kacau dan tidak karuan, atau sholatnya cepat sekali, bagai ayam yang sedang makan bijibijian
Pelajaran Keenam :
Bolehkah seorang perempuan menjadi imam sholat bagi laki-laki ?
Masalah ini, sebenarnya sudah pernah dibahas para ulama dahulu, akan tetapi masalahnya
menjadi besar dan heboh ketika beberapa tokoh liberal perempuan para pengusung paham
Kesetaraan Gender telah dengan sengaja untuk melakukannya di depan sorotan mass media
internasional, mereka menuntut hak-hak mereka supaya disamakan dengan laki-laki, termasuk
menjadi imam sholat jamaah di masjid-masjid umum, seperti yang dilakukan oleh Prof. Dr.
Aminah Wadud yang menjadi imam dan khatib Jumat pada tanggal 18 Maret 2005 M, di Synod
House, gereja Katedral St. John, milik keuskupan di Manhattan, New York. Jamaahnya
berjumlah sekitar 100 orang yang shof shalatnya pun bercampur aduk antara laki-laki dan
wanita. Disamping itu, muazinnya seorang wanita yang tidak mengenakan jilbab.
Prof. Dr. Aminah Wadud dan para pengikutnya, paling tidak telah melakukan empat kesalahan
fatal dalam pelaksanaan sholat berjamaah :
- Pertama : wanita menjadi imam dan khoatib jumat bagi laki-laki
- Kedua : terjadi campur aduk antara laki-laki dan perempuan dalam shof.
- Ketiga : Muadzinnya seorang perempuan yang tidak pakai jilbab
- Keempat : sholat tersebut di lakukan di sebuah gereja.
Masing-masing dari masalah di atas mempunyai hukum tersendiri dalam fikih.
Namun disini, hanya akan dibahas satu masalah saja, yaitu hukum wanita menjadi imam bagi
laki-laki.

Mayoritas ulama mengatakan tidak syah seorang perempuan menjadi imam laki-laki, dalilnya
adalah sebagi berikut :
Dalil Pertama : Hadist Abu Hurairah yang berbunyi :
:
.
Sebaik-baik shof laki-laki adalah paling awal, dan sejelek-jeleknya adalah shof yang terakhir.
Dan sebaik-baik shof perempuan adalah paling terakhir , sedang sejelek-jeleknya adalah yang
palin awal. ( HR Muslim )
Hadist di atas menunjukkan bahwa perempuan yang menjadi imam sholat untuk laki-laki berarti
telah meletakkan dirinya pada shof yang paling jelek, bahkan para ulama menyatakan jika shof
laki-laki sejajar dengan shof perempuan , maka tidak syah sholatnya, apalagi kalau berdiri di
depan laki-laki.
Dalil Kedua : Riwayat yang menyebutkan :

Akhirkanlah mereka ( perempuan ) dalam shof, sebagaimana Allah mengakhirkan mereka . (
[10] )

Berkata Imam Mawardi : Jika diwajibkan untuk mengakhirkan mereka, maka haram hukumnya
menjadikan mereka imam ([11] )
Dalil Ketiga : Riwayat yang menyebutkan :

Janganlah seorang perempuan menjadi imam sholat bagi laki-laki . ( [12] )
Dalil Keempat : Diriwayatkan dari Amru bin Syuaib dan Qatadah bahwa jika seorang laki-laki
tidak pandai membaca Al Quran sedang dibelakangnya ada seorang perempuan yang pandai
membaca Al Quran , maka laki-laki tersebut tetap menjadi imam, tetapi perempuannya yang
membaca. Jika laki-laki tadi ruku atau sujud, maka perempuan tersebut harus mengikutinya. (
Diriwayatkan Abdur Rozaq di Al Mushonaf )
Dalil Kelima : Seandainya seorang perempuan dibolehkan menjadi imam laki-laki , tentunya
akan ada riwayat , walaupun hanya satu , yang menyatakan hal itu, akan tetapi tidak ada satu
riwayatpun yang menceritakan bahwa perempuan pada zaman dahulu menjadi imam laki-laki
dalam sholat. ( [13] )
Dalil Keenam : Perempuan adalah aurat, jika ia di depan dan menjadi iman sholat, maka akan
menimbulkan fitnah dan mengganggu kekhusukan sholatnya laki-laki ( [14] ) . Makanya

perempuan diperintahkan untuk menepuk tangan jika menegur imam yang salah, karena khawatir
suaranya akan membuat fitnah bagi laki-laki. ( [15] )
Dalil Ketujuh : Imam sholat merupakan salah satu bentuk wilayat , sedang perempuan
bukanlah ahli dalam memegang wilayat sebagaimana tidak diperbolehkan memegang jabatan
kepala negara dan tidak boleh menjadi wali dalam pernikahan . ( [16] )
Dalil Kedelapan : Perempuan yang menjadi imam sholat laki-laki adalah sesuatu yang
menyelishi kaidah dan ajaran universial Islam. Dalam banyak tempat Islam telah meletakkan
aturan-aturan khusus untuk perempuan yang tidak bisa diterapkan pada laki-laki, begitu juga
sebaliknya. Maka usaha untuk mencampuradukkan atau menyamaratakan hak-hak laki-laki dan
perempuan dalam segala hal merupakan usaha yang bertentangan dengan ajaran Islam
Syubhat dan Jawabannya :
1/Syubhat Pertama : Ada suatu hadist yang menunjukkan bahwa perempuan boleh menjadi
imam sholat bagi laki-laki, yaitu hadist Ummi Waraqah ( [17] ) yang berbunyi :


Sesungguhnya Rasulullah saw sering mengunjunginya ( Ummu Waraqah ) di rumahnya , dan
memilih muadzin khusus untuknya, serta menyuruhnya untuk menjadi imam bagi orang-orang di
rumahnya ( HR Abu Daud )
Jawaban :
Pertama : Dalam hadist di atas disebutkan bahwa Rosulullah saw menyuruhnya untuk menjadi
imam bagi orang-orang di rumahnya , dan tidak dijelaskan siapa saja yang di rumahnya.
Kemudian didapatkan dalam riwayat Ad Daruqutni bahwa yang dimaksud orang-orang yang di
rumahnya adalah orang-orang perempuan. Adapun lafadhnya adalah sebagai berikut :

Bahwasanya Rosulullah saw mengijinkan baginya ( Ummu Waraqah ) untuk dilaksanakan
adzan dan iqamat di rumahnya, serta diijinkan untuk menjadi imam bagi orang-orang
perempuan. ( HR Daruqutni )
Kedua : Banyak para ulama hadist yang menyatakan bahwa hadist Ummu Waraqah di atas di
dalamnya ada rowi bermasalah, yaitu Walid bin Jami . Berkata Al Mundziri dalam Mukhtashor :
Al Walid bin Jami adalah orang yang bermasalah , tetapi Imam Muslim menyebutkan hadist
darinya. ( [18] )
Berkata Ibnu Al Qatthan : Al Walid bin Jami dan Abdurrahman bin Kholad tidak diketahui
keadaannya. .

Ketiga : Tidak ada hadist atau atsar satupun yang menyebutkan seorang perempuan menjadi
imam sholat kecuali hadist Ummu Waraqah, itupun sanadnya bermasalah, dan kemungkinan
besar yang menjadi makmum adalah perempuan juga, sebagaimana yang diterangkan di atas.
Syubhat Kedua : Di sana ada hadist lain yang menunjukkan bolehnya seorang perempuan yang
pandai membaca Al Quran menjadi imam bagi laki-laki dalam sholat, sebagaimana sabda
Rosulullah saw :

Yang berhak menjadi Imam suatu kaum dalam sholat adalah yang paling pandai membaca Al
Quran
Jawaban :
Pertama : Kalimat Al Qaum ( suatu kaum ) kalau disebutkan, maka berarti kumpulan lakilaki, sebagaimana yang tersebut dalam firman Allah swt :
























Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan
kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih
baik. ( Qs Al Hujurat : 11 )
Berkata Al Mawardi : Seandainya perempuan masuk dalam katagori ( kaum ) , maka Allah
tidak akan menyebutkannya kembali sesudah itu.
Kedua : Anggap saja perempuan masuk dalam katagori ( kaum ), karena keumuman lafadh
( kaum) , akan tetapi keumuman di sini maksudnya adalah khusus, yaitu khusus laki-laki dengan
dalil bahwa hadist-hadist yang menunjukkan bahwa Rosulullah saw selama hidupnya selalu
menyuruh orang laki-laki menjadi imam sholat, dan tidak pernah menyuruh perempuan
sekalipun. ( [19] )
Syubhat Ketiga : Di sana ada beberapa ulama yang membolehkan seorang perempuan menjadi
imam laki-laki, seperti : Abu Tsaur, Muzani dan Tobary . Jadi masalahnya adalah masalah
khilafiyah dan ijtihadiyah, oleh karenanya boleh-boleh saja memilih salah satu dari dua pendapat
tersebut.
Jawabannya :
Pertama : Riwayat tersebut belum tentu benar, karena tidak bersanad, seringkali kita dapatkan
dalam buku-buku fiqh meriwayatkan perkataan seorang faqih akan tetapi setelah dicek ternyata
tidak sesuai dengan kenyataan. Ini berbeda dengan riwayat imam madzhab empat, karena mereka

mempunyai murid yang sangat banyak dan murid-murid tersebutlah yang selalu mengecek dan
mengembangkan madzhab imamnya.
Kedua : Seandainya riwayat tersebut benar, maka yang mereka maksud adalah perempuan
menjadi Imam bagi anggota keluarganya di rumahnya, ataupun menjadi imam bagi perempuan
lainnya, sebagaimana dalam hadist Ummu Waraqah di atas. Dari situ diketahui bahwa tidak ada
satu ulamapun yang mengatakan boleh bagi seorang wanita menjadi imam dan khotib Jumat
atau ditempat-tempat umum lainnya sebagaimana yang dilakukan oleh Aminah Wadud beserta
pengikutnya.
Ketiga : Sepanjang sejarah Islam, tidak didapatkan satu peristiwa terekam yang menyebutkan
seorang perempuan menjadi Imam bagi laki-laki, apalagi di masjid-masjid dan tempat-tempat
umum, kecuali hadist Ummu Waraqah di atas yang sudah di bahas sisi-sisinya.
Keempat : Sebenarnya masalahnya bukan masalah khilafiyah atau adanya pendapat dari sebagian
ulama tentang masalah ini, akan tetapi masalahnya lebih besar dari pada itu semua. Mereka
melakukan hal ini secara sengaja, demi untuk menuntut hak-hak perempuan dalam Islam yang
menurut mereka selama ini tersisihkan dalam Islam, mereka menginginkan agar para perempuan
juga diberi kesempatan yang sama untuk menjadi khotib dan imam sholat di mana saja.
Kelima : Ada suatu kaidah ( [20] ) yang menyatakan bahwa setiap masalah khilafiyah dalam fikih,
khususnya pendapat yang syadz ( menyelishi ) mayoritas ulama, jika digunakan untuk dasar
pijakanan dan symbol untuk sebuah gerakan tertentu, maka mengusung masalah khilafiyah
tersebut adalah sesuatu yang haram dan merupakan bentuk dari sebuah bidah yang dilarang oleh
syareah. Sebagaimana masalah perempuan menjadi Imam sholat bagi laki-laki, telah digunakan
oleh golongan tertentu untuk memuluskan gerakan kesetaraan gender yang menuntut persamaan
hak laki-laki dan perempuan dalam segala bidang.
Keenam : Permasalahan bisa masuk dalam larangan Allah swt pada ayat sebelumnya yaitu
mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Kebenaran dalam masalah ini bahwa Islam
meninggikan derajat wanita, sedang kebatilan adalah menempatkannya sebagai imam sholat.
Atau bisa kita katakana bahwa kebenaran adalah adanya pendapat sebagian ulama yang
membolehkan perempuan menjadi imam sholat di rumahnya dalam keadaan tertentu, sedangkan
kebatilan adalah menyeru para perempuan untuk menjadi imam dan khatib jumat sekalian di
masjid masjid besar dan di tempat-tempat umum.
Kairo, 20 Juli 2007

([1])

Ibnu Asyur, Al Tahrir wa Al Tanwir, 1/ 270

([2])

Tafsir Syekh Utsaimin.

([3])

Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Adhim : 1/133

([4])

Al Qurtubi, Al Jami li Ahkam Al Quran , 1/ 234

([5])

Di dalam Mdazhab SyafiI ada 3 pendapat tentang hukum sholat Jamaah : Menurut Imam RofiI
hukumnya sunnah, sedang menurut Imam Nawawi hukumnya fardhu kifayah, sedang menurut Ibnu
Mundzir dan Ibnu Huzaimah, hukumnya fardhu ain ( lihat : Abu Bakar Al Hishni, Kifayat Al Ahyar : 1/
129 )
([6])

Hadist riwayat Bukhari ( no : 619 ) dan Muslim ( no : 650 )

Keutamaan 27 derajat dalam hadits tersebut adalah keutamaan sholat berjamaah secara umum, baik yang
dilakukan di rumah, di toko maupun di masjid. Adapun langkah langkah orang yang pergi ke masjid
tentunya mempunyai pahala tersendiri selain yang 27 derajat tadi. ( Lihat Al Qurtubi, Al Jami li Ahkam
Al Quran: 1/ 239 )
([7])

Hadits riwayat Bukhari dan Muslim

([8])

Lihat Al Qurtubi: 1/ 239 , Abu Bakar Al Hishni, Kifayat Al Ahyar : 1/ 129

([9])

Lihat : Abu Bakar Al Hishni, Kifayat Al Ahyar : 1/ 129

([10])

Hadist di atas adalah hadist mauquf, dari perkataan Ibnu Masud , akan tetapi sanadnya shohih
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdur- Rozaq dalam Al Mushonaf .
([11])

Al Mawardi, Al Hawi Al Kabir , Juz : II, hal : 226

([12])

HR Ibnu Majah no : 1081 , Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar : Sanadnya lemah . Di dalamnya ada
Abdullah bin Muhammad Al Adawy, yang oleh Al Waki dituduh sebagai orang yang suka memalsukan
hadist, syekhnya juga lemah.
([13])

Lihat : Ibnu Rusydi, Bidayat Al Mujtahid ; 1/ 184

([14])

Lihat : Abu Bakar Al Hishni, Kifayat Al Ahyar : 1/ 131

([15])

Al Mawardi, Al Hawi Al Kabir , Juz : II, hal : 226

([16])

Ibid

([17])

Ummu Waraqah binti Abdullah bin Harits, seorang shohabiyat yang pandai membaca dan hafal al
Quran.
([18])

Para ahli hadist menyebutkan bahwa tidak setiap rowi yang diambil hadistnya oleh Bukhari Muslim,
bisa dijadikan hujjah, karena Imam Bukhari dan Muslim ketika mengambil rowi-rowi yang bermasalah
dalam shohihnya, mereka berdua menerapkan syarat-syarat yang ketat, diantaranya : harus ada hadist
yang menguatkannya, atau ada rowi lain yang menguatkannya. Jika dia meriwayatkan hadist sendiri,
maka tidak diambilnya. Inilah yang menjadikan beberapa ulama hadist terlalu mudah menghukumi suatu
hadist dengan hadist shohih, tanpa memperhatikan syarat-syarat seperti ini, seperti yang sering dilakukan
oleh Al Hakim dalam Mustadrak-nya . ( Muhammad Jamaluddin Al Qasimy, Qawaid At Tahdist min
funun Mustholah al- Hadist , Kairo, Dar Al Aqidah, 2004 ) hal 198

([19])

DR. Muhammad Nuaim SaI, Haditsah New York Imraat takhtub wa taumm al Rijal wa al- Nisa
yaum al jumat, Kairo, dar As Salam, 2005 , Cet I , hal .53
([20])

Kaidah ini disebutkan oleh DR. Muhammad Nuaim SaI, dalam bukunya Haditsah New York di atas
hal .86 juga dalam bukunya Mausuah Masail Jumhur

Anda mungkin juga menyukai